• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari penelitian lapangan, baik dari buku-buku maupun skripsi yang sudah ada. Hal ini dilakukan guna mendapatkan suatu perbandingan serta keterkaitan antara penelitian yang akan dilakukan. Oleh sebab itu penulis menyertakan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini.

Penulisan proposal ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan judul proposal skripsi ini, dan juga penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan antara lain yaitu:

1. Sinaga, (2004) dalam tesisnya yang berjudul : Tindak Tutur Permohonan, Permintaan Maaf, dan Keluhan Dalam Bahasa Indonesia. Tulisan ini lebih memfokuskan tindak tutur permohonan, permintaan maaf, dan keluhan dan mencakup penentuan presentase setiap kategori pada tindak tutur sesuai hubungan peran dan pengamatan kesantunan berbahasa.

2. Sibarani, (2009) dalam tesisnya yang berjudul : Tindak Tutur Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Pada hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa tindak tutur yang ditemukan dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba ada 13 jenis tindak tutur, yaitu: Tindak tutur bersalaman, memberkati, memohon, meminta, memuji, berjanji, menyarankan, memperingati, mengesahkan, berterimakasih, menjawab, menjelaskan, dan bertanya. Dari ketiga belas tindak tutur tersebut, tindak tutur memohon lebih dominan dituturkan

(2)

hulahula dan dongan sabutuha, tetapi tindak tutur boru lebih dominan dengan tindak tutur menjelaskan dan menjawab, Tindak Tutur marhata dipesta marunjuk sangat berbeda dengan tindak tutur sehari-hari dalam masyarakat Batak Toba. 3. Tampubolon, (2010) dalam tesisnya yang berjudul : Upacara Masyarakat Batak Toba Dalam Rapat Adat : Kajian Pragmatik. Hasilnya penilaian pantun di dalam rapat/musyawarah ataupun kegiatan yang menggunakan tindak tutur di dalam acara adat tersebut.

4. Toruan, (2016) dalam tesisnya yang berjudul : Tuturan Dalam Upacara Ritual Mangongkal Holi Dalam Adat Batak Toba. Hasilnya bahwa tuturan dalam upacara ritual Mangongkal Holi dalam adat Batak Toba mengandung tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Fungsi tindak tutur dalam upacara ritual mangongkal holi dalam adat Batak Toba terdapat empat macam tuturan, yaitu asertif (representatif), direktif, ekspresif, komisif.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Tindak Tutur

Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Dalam berkomunikasi setiap penutur akan melakukan kegiatan mengujarkan tuturan. George Yule berpendapat bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Setiap tindak tutur yang diucapkan oleh seorang penutur mempunyai makna tertentu. Tindak tutur dapat berwujud permohonan, permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan atau janji.

(3)

konstantif dan ujaran performatif. Ujaran konstantif mendeskripsikan atau melaporkan peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan di dunia. Dengan demikian, ujaran konstantif dapat dikatakan benar atau salah. Ujaran performatif tidak mendeskripsikan atau melaporkan atau menyatakan apapun, tidak benar atau salah. Selanjutnya pengujaran kalimat merupakan, atau merupakan bagian dari melakukan tindakan , yang sekali lagi biasanya tidak dideskripsikan sebagai atau hanya sebagai tindak untuk mengatakan sesuatu (Austin dalam Louise Cumings, 2007: 8).

Austin (dalam Geoffrey Leech edisi terjemahan oleh Oka, 1993: 280) berkesimpulan bahwa dengan atau tanpa adanya verba performatif, dalam semua tuturan biasa terdapat unsur berbuat (doing) dan unsur berkata (saying). Kesimpulan tersebut membawa Austin untuk membedakan antara tindak lokusi (tindak ini kurang lebih dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang mengandung makna dan acuan) dengan tindak ilokusi (tuturan yang mempunyai daya konvensional tertentu), dan kemudian melengkapinya dengan menambah tindak perlokusi (tindak yang mengacu pada apa yang kita hasilkan atau kita capai dengan mengatakan sesuatu).

Austin dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with The Words (1962) lebih jelas mendeskripsikan tentang tindak tutur performatif yaitu, lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

a) Tindak lokusi (locutionary act)

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying

(4)

Something. Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna.

b) Tindak ilokusi (illocutionary act)

Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu The Act Of To Do Something. Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.

c) Tindak perlokusi (perlocutionary act)

Sebuah tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memilki efek atau daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin (162:101) dinamakan tindak perlokusi. Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi.

Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics juga memberikan lima klasifikasi mengenai tindak tutur performatif yang hampir sama dengan klasifikasi tindak tutur ilokusi menurut Leech, Austin, dan Searl, klasifikasi tersebut yaitu: a) Deklarasi

Tindak tutur deklarasi adalah salah satu jenis tindak tutur yang mampu merubah dunia melalui tuturan dari penutur. Contohnya adalah ucapan dari seorang pendeta,keputusan juri, dan keputusan dari wasit pertandingan.

b) Representatif

Tindak tutur representatif merupakan salah satu tindak tutur yang disampaikan oleh penutur, dan bias dipercaya atau tidak dipercaya oleh mitra

(5)

tutur. Contohnya adalah pernyataan tentang kenyataan atau fakta, tuntutan, kesimpulan, dan deskripsi atau pemaparan.

c) Ekspresif

Tindak tutur ekspresif merupakan salah satu tindak tutur yang berkaitan dengan apa yang sedang dirasakan oleh penutur. Penutur mengekspresikan keadaan psikologinya ketika melakukan pembicaraan dengan mitra tutur. Contoh tindak tutur ini adalah memberikan pernyataan tentang kesenangan, kegembiraan, suka dan tidak suka, dan berbelasungkawa.

d) Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang digunakan untuk mempengaruhi mitra tutur melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan oleh penutur. Contoh verba tindak tutur direktif adalah perintah, memesan, meminta, dan saran atau anjuran. 25

e) Komisif

Tindak tutur komisif merupakan salah satu tindak tutur yang dilakukan oleh penutur yang berdampak pada tindakan pada mitra tutur atau berdampak tindakan untuk penutur dan mitra tutur. Bisa dikatakan bahwa tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang menyatakan janji antara penutur dan mitra tutur. Contoh verba tindak tutur komisif yaitu berjanji, ancaman atau mengancam, dan penolakan.

2.2.2 Imperatif

Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan atau larangan untuk melaksanakan suatu perbuatan (Kridalaksana, 2008: 91). Definisi lain dari imperatif adalah bersifat memerintah

(6)

atau memberi komando, mempunyai hak memberi komando, dan bersifat mengharuskan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Moeliono (dalam Rahardi, 2005:2) menyatakan bahwa bila didasarkan pada nilai komunikatifnya, kalimat dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi lima, yakni (1) kalimat berita atau deklaratif, (2) kalimat perintah atau imperative, (3) kalimat Tanya atau interogatif, (4) kalimat seruan atau eksklamatif, (5) kalimat penegas atau emfatik. Sesuai dengan sebutannya, kalimat perintah atau imperatif

Berbeda dengan Moeliono, Ramlan (dalam Kunjana Rahardi, 2005:2) menyatakan bahwa berdasarkan fungsinya dalam hubungannya dengan situasi, kalimat dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu (1) kalimat berita, (2) kalimat tanya, (3) kalimat suruh. Kalimat berita berfungsi untuk memberi tahu sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diberikan berupa perhatian. Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu, sedangkan kalimat suruh mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan tertentu dari orang yang diajak berbicara.

Keraf (dalam Rahardi, 2005:2) juga memberikan definisi kalimat perintah sebagai kalimat yang digunakan untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu, kalimat berita adalah kalimat yang mendukung suatu pengungkapan peristiwa atau kejadian, dan kalimat tanya adalah kalimat yang mengandung permintaan agar diberitahu orang sesuatu karena ia tidak mengetahui hal tertentu.

Selain itu, sosok perintah, suruh, dan direktif sesungguhnya adalah pembicaraan dalam kategori linguistik yang tidak sama. Bentuk yang pertama

(7)

berada dalam lingkup gramatik, bentuk kedua berada dalam lingkup situasional, dan bentuk ketida berada dalam lingkup wacana (Rahardi, 2005:3).

Kenyataan ini menunjukan bahwa dalam praktik komunikasi interpersonal sesungguhnya, makna imperatif dalam bahasa Indonesia tidak hanya diungkapkan dengan konstruksi lainnya. Makna pragmatik imperatif sebuah tuturan tidak selalu sejalan dengan wujud konstruksinya, melainkan ditentukan oleh konteks situasi tutur yang menyertai, melingkupi, dan melatarinya (Kunjana Rahardi, 2002:5).

Bisa dikatakan bahwa dalam melakukan penelitian imperatif bahasa Indonesia, harus melihat konteks situasi yang melatari munculnya sebuah tuturan agar bisa menjelaskan berbagai kemungkinan makna pragmatik imperatif bahasa Indonesia. Imperatif dan tindak tutur saling berkaitan erat dalam hubungannya, sebagai tindak lokusioner tuturan imperatif merupakan pernyataan makna dasar dari konstruksi imperatif. Sebagai tindak ilokusioner makna imperatif pada dasarnya merupakan maksud yang disampaikan penutur dalam menyampaikan tuturan imperatif. Selanjutnya sebagai tindak perlokusioner, sosok imperatif yang berkaitan dengan dampak yang timbul sebagai akibat dari tindak tutur.

Alisjahbana (dalam Rahardi, 2005:19) mengartikan sosok kalimat perintah sebagai ucapan yang isinya memerintah, memaksa, menyuruh, mengajak, meminta agar orang yang diperintah itu melakukan apa yang dimaksudkan dalam perintah itu. Berdasarkan pada maknanya, yang dimaksud dengan aktivitas memerintah adalah praktik memberitahukan kepada mitra tutur bahwa penutur menghendaki orang yang diajak bertutur itu melakukan apa yang sedang diberitahukannya.

(8)

Menurut Alisjahbana (dalam Rahardi, 2005: 21), sosok kalimat perintah dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu, (1) perintah yang menunjuk pada suatu kewajiban, (2) perintah yang bermakna mengejek, (3) perintah yang bermaksud memanggil, (4) perintah yang merupakan permintaan. Selain menunjukan macam makna dan wujud imperatif, Alisjahbana juga memberikan contoh kalimat perintah yang didalamnya memanfaatkan ungkapan penanda kesantunan seperti, mudah-mudahan, moga-moga, coba, tolong, mari, baiklah, hendaklah, kiranya, dan silakan.

Mess (dalam Rahardi, 2005:23) sekilas menyinggung tentang kalimat perintah dalam pembicaraan Kalimat Verbal Fungsi Finit. Bentuk finit mencakup dua macam hal, yaitu cara peintah dan bentuk pesona. Cara perintah tidk dapat disubstantifkan dan selamanya berfungsi predikat dalam kalimat tunggal. Kata kerja transitif maupun kata kerja intransitif di dalam bahasa Indonesia, dapat berfungsi sebagai pembentuk kalimat perintah.

Slametmuljana (dalam Rahardi, 2005:24) menyatakan bahwa disamping kalimat berita, dalam pemakaian bahasa Indonesia itu masih terdapat kalimat yang lainnya, yakin kalimat tanya dan suruh. Slamet muljana juga menyebutkan adanya kalimat suruh yang menggunakan penanda khusus kesantunan mudah-mudahan, moga-moga, hendaklah, dan sudi kiranya. Kalimat suruh yang demikian dapat dikatakan sebagai kalimat suruh harapan, karena mengandung makna pragmatik harapan.

Fokker (dalam Rahardi, 2005:25) menyebutkan bahwa seperti juga pada kalimat-kalimat yang lain, sosok kalimat perintah itu lazimnya dapat dikenali dari lagu kalimat atau intonasinya. Selain dari lagu kalimat atau intonasinya, kalimat

(9)

perintah juga dapat dikenali dari pemakaian bentuk-bentuk tata bahasanya, misalnya tidak digunakannya bentuk awalan Men-, dan sering digunakannya partikel –lah pada kalimat imperatif.

Keraf (dalam Rahardi, 2005:27) mendefinisikan kalimat perintah sebagai kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan sesuatu, seperti yang diinginkan oleh orang yang memerintahkan itu. Menurutnya kalimat perintah itu dapat berkisar antara suruhan yang sangat kasar sampai dengan permintaan yang sangat halus. Lebih lanjut Keraf menyatakan bahwa kalimatperintah lazimnya dapat mengandung ciri-ciri berikut: (1) mengunakan intonasi keras, terutama perintah biasa dan larangan, (2) kata kerja yang mendukung isi perintah itu, biasanya kata dasar, dan (3) menggunakan partikel pengeras –lah.

Keraf juga menguraikan bahwa kalimat perintah dalam bahasa Indonesia itu sedikitnya dapat dibedakan menjadi sembilan macam, yakni (1) perintah biasa, (2) permintaan, (3) perintah mengizinkan, (4) perintah ajakan, (5) perintah bersyarat, (6) perintah sindiran, (7) perintah larangan, (8) perintah harapan, (9) seru.

Rahardi (2005: 29) mengatakan bahwa ada beberapa hal mendasar yang perlu diperhatikan dari pernyataan beberapa ahli tata bahasa Indonesia yang telah disampaikan sebelumnya, dan dapat disebutkan satu demi satu sebagai berikut. Pertama, kajian ihwal tuturan imperatif berfokus pada aspek struktural saja memang belum cukup untuk studi linguistik, karena kajian yang berancangan struktural tidak mampu mengungkap secara jelas masalah-masalah yang berada di luar lingkup struktural satuan lingual imperatif tersebut.

(10)

Kedua, tuturan imperatif yang disampaikan oleh penutur dan diterima mitra tutur itu menuntut reaksi atau tanggapan. Reaksi yang diharapkan lazimnya dapat berupa tanggapan verbal maupun tanggapan nonverbal, atau gabungan dari keduannya yang kesemuanya berwujud tindakan.

Ketiga, untuk menyatakan maksud tertentu, sosok imperatif di dalam bahasa Indonesia dapat pula diwujudkan dengan bentuk pasif. Pemasifan tuturan imperatif lazimnya mengandung makna lebih formal dan lebih santun dibandingkan dengan tuturan imperatif yang tidak berbentuk pasif.

Keempat, kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat juga berbentuk negatif, kalimat imperatif yang demikian itu lazim disebut dengan kalimat larangan. Kelima, untuk memperhalus maksud tuturan imperatif di dalam bahasa Indonesia, sosok kalimat imperatif itu dapat pula dinyatakan dengan membubuhkan awalan Men-.

Keenam, imperatif di dalam bahasa Indonesia biasanya juga digunakan bersama dengan kata-kata atau ungkapan tertentu yang lazim disebut penanda-penanda kesantunan misalnya, yakni, ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, lah, mari, mohon, silakan, dan tolong. Dalam bahasa Batak Toba contohnya, yakni, beta (mari), adas (coba), aga (mengharap), abor (larangan) dan lain-lain. Penggunaan penanda kesantunan yang demikian pada tuturan imperatif akan dapat dengan jelas menunjukan apakan tuturan imperatif itu merupakan tuturan imperatif permintaan, harapan, dan sebagainya.

Rahardi (2005: 79) mengklasifikasikan kalimat imperatif bahasa Indonesia secara formal menjadi lima macam, yakni (1) kalimat imperatif biasa, (2) kalimat

(11)

imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian izin, (4) kalimat imperatif ajakan, dan (5) kalimat imperatif suruhan.

a) Kalimat Imperatif Biasa

Di dalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif biasa lazimnya memiliki ciri-ciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, dan (3) berpatikel pengeras –lah. Kalimat imperatif jenis ini dapat berkisar antara imperatif yang sangat halus sampai dengan imperatif yang sangat kasar.

b) Kalimat Imperatif Permintaan

Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar suruhan sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada waktu menuturkan kalimat imperatif biasa. Kalimat imperatif permintaan ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan tolong (tolong) , coba (suba), harap (managami), mohon (mangalopi), sudilah kiranya (mangeleki), dapatkah seandainya (boi ma), diminta dengan hormat (agia), dan dimohon dengan sangat (manedek).

c) Kalimat Imperatif Pemberian Izin

Kalimat imperatif yang dimaksudkan untuk memberikan izin ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan sampaikan (alualuhon), biarlah (diarhon), diperkenankan (aloi), dipersilakan (manguai), dan diizinkan (loashon).

d) Kalimat Imperatif Ajakan

Kalimat imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo (beta), biar (asa) , marilah (betama) , harap (arop), dan hendaknya (naeng ma nian).

(12)

e) Kalimat Imperatif Suruhan

Kalimat imperatif suruhan biasanya digunakan bersama penanda kesantunan ayo (beta) , biar (asa), coba (disuba), harap , hendaklah, hendaknya, mohon, silakan, dan tolong.

Rahardi (2002) menjelaskan bahwa wujud imperatif mencakup dua macam hal, yaitu (1) wujud imperatif formal atau struktural, (2) wujud imperatif pragmatik atau nonstruktural.

1) Wujud Formal Imperatif

Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia menurut ciri struktural atau formalnya. Secara formal, tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia meliputi dua macam perwujudan, yakni (a) imperatif aktif dan (b) imperatif pasif.

a. Imperatif Aktif

Imperatif aktif dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan berdasarkan penggolongan verbanya menjadi dua macam, yakni imperatif aktif yang berciri tidak transitif dan imperatif aktif yang berciri transitif.

 . Imperatif Aktif Tidak Transitif

Imperatif aktif di dalam bahasa Indonesia dapat berciri tidak transitif. Imperatif yang demikian dapat dengan mudah dibentuk dari tuturan deklaratif, yakni dengan menerapkan ketentuan (1) menghilangkan subjek yang lazimnya persona kedua seperti Anda (hamu), Saudara (ampara), kamu (ho), kalian (hamu), Anda sekalian (hamu sude), Saudara sekalian (saluhut anggi), kamu sekalian (hamu sude), dan kalian-kalian; (2) mempertahankan bentuk verba yang dipakai dalam kalimat deklaratif itu seperti apa adanya; dan (3) menambahkan partikel –

(13)

lah pada bagian tertentu untuk memperhalus maksud imperatif aktif tersebut seperti datanglah, pergilah, terimalah..

 Imperatif Aktif Transitif

Untuk membentuk tuturan imperatif aktif transitif, tuturan imperatif aktif tidak transitif tetap berlaku. Perbedaannya adalah untuk membentuk imperatif aktif transitif, verbanya harus dibuat tanpa berawalan me-N misalnya, yakni berharap, bersama dan sebagainya.

b. Imperatif Pasif

Di dalam komunikasi keseharian, maksud tutran imperatif lazim dinyatakan dalam tuturan yang berdiatesis pasif. Digunakan bentuk tuturan yang demikian dalam menyatakan maksud imperatif karena pada pemakaian imperatif pasif itu, kadar suruhan yang dikandung di dalamnya cenderung menjadi rendah. Kadar permintaan dan kadar suruhan yang terdapat di dalam imperatif itu tidak terlalu tinggi karena tuturan itu tidak secara langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan. Dalam pemakaian tuturan imperatif pasif terdapat maksud penyelamatan muka yang melibatkan muka si penutur maupun diri si mitra tutur. 2) Wujud Pragmatik Imperatif

Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangat ditentukan oleh konteksnya. Konteksyang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik. Ada tujuh belas macam makna pragmatik imperatif di dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:

(14)

b. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Suruhan

c. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan

d. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permohonan

e. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Desakan

f. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Bujukan

g. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Imbauan

h. Tuturan Yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Persilaan

i. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Ajakan

j. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Permintaan Izin

k. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Mengizinkan

l. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Larangan

m. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Harapan

n. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Umpatan

o. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Pemberian Ucapan Selamat

Referensi

Dokumen terkait

Menurut informasi yang kami dapatkan, pendidikan yang ditempuh oleh Syadid Abdullah Musa adalah sampai kuliyah dan dia memilih untuk wiraswasta dan mengadakan

Hal yang lebih penting adalah menciptakan strategi yang berpegang pada prinsip berkelanjutan (konservasi, daur ulang, penggunaan sumber daya yang dapat

Alhamdulillahirobbill’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

Tabungan Dian lebih banyak daripada jumlah tabungan Anis, Benny, dan Kinar.. Tabungan Anis lebih banyak daripada

a) Ketika pendapatan dari produk atau jasa yang saat ini dimiliki organisasi akan meningkat secara signifikan dengan penambahan produk baru yang tidak terkait. b) Ketika

Az általános iskoláknál rendszerint nem jelentett problémát (bár egyes gyermekjóléti szolgálat által összeállított beszámolók azt mutatják, hogy az általános

Gambar 5 menunjukkan perolehan skor concept map peserta didik pada seluruh siklus. Perolehan skor rata-rata dan rentang skor concept map peserta didik mengalami

Pada tepi sungai terdapat pemukiman penduduk yang tidak terlalu ramai dan memiliki keanekaragaman jenis pohon yang kurang beragam tetapi jenis- jenis ikan pada stasiun ini masih