• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA DAYA DAN PRODUKSI LISTRIK DI PLTA Ir. H. DJUANDA

DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI

OLEH:

HERMAN SIREGAR F14062292

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA DAYA DAN PRODUKSI LISTRIK DI PLTA Ir. H. DJUANDA

DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HERMAN SIREGAR F14062292

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA DAYA DAN PRODUKSI LISTRIK DI PLTA Ir. H. DJUANDA

DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI

Oleh :

HERMAN SIREGAR F14062292

Dilahirkan di Janjimauli tanggal 7 Juli 1987 Tanggal Ujian : 2 Agustus 2010

Menyetujui Bogor, Agustus 2010

(Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT) NIP. 19620714 198703 1 004

Mengetahui, Ketua Departemen

(Dr. Ir. Desrial, MEng.) NIP. 19661201 199103 1 004

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis sebagai anak ke – 7 dari 9 bersaudara dari pasangan Bapak Nakman Siregar (Alm) dan Ibu Mima Harahap, dilahirkan di Desa Janjimauli, Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara pada tanggal 7 Juli 1987.

Pada tahun 1994, penulis mulai memasuki dunia pendidikan untuk pertama kali secara formal di Sekolah Dasar (SD) N. 145662 Pagaranbatu, Kec. Batang Onang dan berhasil lulus pada tahun 2000. Setelah lulus dari SD, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) N. 1 Batang Onang dan lulus pada tahun 2003. Setelah itu, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) N. 1 Batang Onang. Kelas 2 SMA, penulis pindah sekolah ke SMA N 2 Padangsidimpuan dan berhasil lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, setelah mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), penulis akhirnya diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) tanpa jurusan karena sistem mayor minor. Dengan persaingan yang sangat ketat selama setahun di Tingkat Persiapan Besama (TPB), penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2007 dan menyelesaikan studi pada tahun 2010.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi mahasiswa. Dari tahun 2006 - 2009 penulis aktif di Rohis Kelas dan Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan (IMATAPSEL). Selain itu tahun 2006/2007 penulis juga aktif di Dormitory English Club (DEC), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Panahan. Pada tahun 2007/2008, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM F), Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI), dan Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (BP HIMATETA). Pada periode 2008/2009, penulis aktif di BEM KM IPB, IMATETANI, dan Forum Indonesia Muda (FIM) Angkatan VII.

Pada tahun ajaran 2008/2009 atau peralihan dari semester 6 ke semester 7, penulis melakukan Praktek Lapang (PL) di Perum Jasa Tirta II (PJT II), Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat dengan topik “Mempelajari Fluktuasi Aliran Permukaan Air Di DAS Citarum Perum. Jasa Tirta II, Purwakarta – Jawa Barat”.

(5)

Selanjutnya penulis melakukan penelitian di PLTA Ir. H. Djuanda yang dikelola oleh PJT II dengan topik “Analisis Hubungan Antara Daya dan Produksi Listrik Di PLTA Ir. H. Djuanda, Dengan Menggunakan Metode Regresi” di bawah bimbingan Dr. Ir. Roh Satoso Budi Waspodo, MT.

(6)

i Herman Siregar. F14062292. 2010. Analisis Hubungan Antara Daya dan Produksi Listrik di PLTA Ir. H. Djuanda dengan Menggunakan Metode Regresi. Di bawah bimbingan Roh Santoso Budi Waspodo.

RINGKASAN

Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik, maka pada tahun 1957 PLN bertugas menyelenggarakan rencana pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Secara keseluruhan Waduk Ir. H. Djuanda berfungsi untuk mengurangi banjir yang melanda daerah subur di Pantai Utara Jawa Barat seluas + 20.000 ha, penyediaan air untuk irigasi teknis seluas 242.000 ha, penyediaan air baku minum bagi PDAM Kabupaten/Kota maupun PAM DKI dan industri sebanyak + 600 juta m3/tahun, penyediaan air untuk budidaya perikanan tangkap dan KJA (Keramba Jaring Apung) di dalam waduk, di sawah (mina padi), serta tambak air payau di sepanjang Pantai Utara Jawa Barat dengan potensi seluas + 20.000 ha, dan pembangkit tenaga listrik berkapasitas 187,5 MW.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara debit air yang keluar dari turbin terhadap daya dan produksi listrik yang dihasilkan dengan persamaan regresi, mengoptimalkan daya dan produksi listrik terhadap debit air yang dikeluarkan lewat turbin untuk irigasi pertanian, serta untuk menganalisis efisiensi produksi listrik berdasarkan jumlah debit air dan daya yang digunakan pada turbin.

PLTA bekerja dengan cara mengubah energi yang disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan listrik. Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke dalam daya mekanik. Kemudian generator mengkonversi daya mekanik dari turbin tersebut ke dalam tenaga elektrik. Pada PLTA Ir. H. Djuanda saat ini terpasang daya sebesar 187,5 MW dan produksi rata-rata per tahun adalah 900 juta kWh. Hasil produksi tenaga listrik dijual kepada PT PLN (persero). Sampai saat ini produksi listrik masih merupakan andalan pendapatan Perum Jasa Tirta II (PJT II), yang mencapai + 65 % dari seluruh pendapatan perusahaan.

Tahapan penelitian dibagi menjadi dua; 1).Tahap Pengumpulan Data, yaitu dari lokasi studi dan kantor pusat Perum Jasa Tirta II (PJT II) sebagai pengelola PLTA Ir. H. Djuanda, 2). Tahap Pengolahan Data, yaitu dengan bantuan aplikasi pengolahan data Microsoft office Excel 2007 untuk memperoleh hubungan regresi antara debit air yang keluar dari turbin terhadap daya dan produksi listrik yang dihasilkan. Selain itu, juga akan dianalisis besar efisiensi produksi listrik.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat diketahui bahwa hubungan antara produksi listrik berbanding lurus dengan tinggi muka air, debit air, dan daya yang digunakan. Semakin tinggi muka air dalam waduk, maka semakin banyak debit air yang dikeluarkan, sehingga semakin besar juga daya dan jumlah produksi listrik yang akan dihasilkan. Dari hasil pengolahan data diperoleh rata – rata daya aktual = 104,77 MW, dan energi potensial rata-rata = 117,66 MW, sehingga besar efisiensi rata – rata produksi listrik tahun 2009 mencapai 89.04 % .

(7)

ii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat dan karunia – Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Hubungan Antara, Daya, dan Produksi Listrik Di PLTA Ir. H. Djuanda Dengan Menggunakan Metode Regresi”. Salawat beserta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Rasululloh Muhammad SAW yang syafa`atnya selalu diharapkan di hari akhir kelak.

Ucapan terimakasih yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan berupa masukan, saran, maupun kritikan dalam penyelesaian penelitian ini, yaitu:

1. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahan dalam peyempurnaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan MSi dan Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA yang telah berkenan menjadi dosen penguji penulis pada ujian skripsi. 3. Ayah dan Uma beserta keluarga besar Nakman Siregar yang senantiasa

dan selalu memberikan bimbingannya.

4. Keluarga besar Nakman Siregar (Kak Masnoun, Kak Nurleni, Kak Masleni, Kak Samriana, Bang Mukmin, Bang Kiman, Adek Marlina, dan Adek Sadima) atas do`a, nasihat, dan bantuannya.

5. Andri Sewoko, STp, MP atas kesediaannya dalam membantu penulis dalam pengambilan data di PLTA Ir. H. Djuanda juga atas arahan, dan saran – sarannya dalam pelaksanaan penelitian ini.

6. Teman – teman dari TEP 43; Oji, Romy, Kindi, Iit, Risma, Irfan, dan lainnya, atas semua bantuannya kepada penulis.

7. Teruntuk teman – teman FATETA; Kak Wening, Kak Lisma, Kak Ade, Kak Pengki, Atiqotun, Akhir, dan lainnya, atas motivasi dan bantuannya selama ini.

8. Adekku yang selalu sabar memberikan motivasi, nasehat, dan bantuan kepada penulis.

(8)

iii 9. Teman – teman Al – Izzer`s; Faizul, Hariyadi, Satrio, Pujo, Jafar, Ishak, Haryadi,Tendy, Dedi, Akbar,Wirudi, Imam, Damara, Kang Kopral, dan Gabut United lainnya yang tidak bisa disebutkan, yang telah memberikan dukungan, nasihat, dan bantuan kepada penulis selama ini.

Penulis berharap semoga penelitian ini nantinya akan bermanfaat untuk berbagai pihak dengan berbagai cara. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam perbaikan atau kelanjutan penelitian ini.

Bogor, Agustus 2010

(9)

iv DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) ... 4

B. Produksi Listrik ... 7

C. Efisiensi Produksi Listrik ... 9

D. Analisis Regresi ... 10

III. METODOLOGI ... 13

A. Waktu dan Tempat ... 13

B. Alat dan Bahan ... 13

C. Prosedur Penelitian ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 15

B. Waduk dan PLTA Ir. H. Djuanda ... 19

C. Debit Air Di Waduk Ir. H. Djuanda ... 21

D. Produksi Listrik ... 26

E. Hubungan Debit Air dengan Daya dan Produksi Listrik ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(10)

v DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Besar Debit Air yang Masuk ke waduk dan keluar dari Turbin ... 23

Tabel 2. Debit Air, Daya, dan Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun 2009 ... 34

Tabel 3. Debit Air dan Produksi Listrik yang Dihasilkan Tahun 2000 – 2009 ... 35

(11)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Waduk Ir. H. Djuanda ... 4

Gambar 2. Potongan Sentral Listrik Tenaga Air ... 5

Gambar 3. Vertical Francaise Turbin ... 5

Gambar 4. Generator di PLTA Ir. H. Djuanda ... 6

Gambar 5. Saluran Transmisi PLTA Ir. H. Djuanda ... 6

Gambar 6. Diagram Alir Proses Penelitian ... 14

Gambar 7. Sumber Mata Air DAS Citarum (Mata Air Gunung Wayang) ... 22

Gambar 8. Arboretrum Wayang Windu, Gunung Wayang... 25

Gambar 9. Grafik Tinggi Muka Air di Waduk Pada Tahun 2009 ... 31

Gambar 10. Grafik Produksi Listrik yang Dihasilkan Pada Tahun 2009 ... 32

Gambar 11. Grafik Debit Air yang Dikeluarkan Lewat Turbin Tahun 2009 ... 33

Gambar 12. Grafik Daya Untuk Menggerakkan Turbin Tahun 2009 ... 33

Gambar 13. Grafik Hubungan Antara Debit Air, Daya, dan Produksi Listrik Pada Tahun 2009 ... 34

Gambar 14. Grafik Debit Air yang Dikeluarkan Melalui Turbin Tahun 2000 – 2009 ... 36

(12)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Denah Daerah Irigasi Jatiluhur di PLTA Ir. H. Djuanda ... 42

Lampiran 2.

Potongan Penampang Spill Way

... 43

Lampiran 3. Bagan Aliran Air di Waduk Ir. H. Djuanda ... 43

Lampiran 4. Produksi Listrik Bulan Januari di PLTA Ir. H. Djuanda ... 44

Lampiran 5. Produksi Listrik Bulan Februari di PLTA Ir. H. Djuanda ... 45

Lampiran 6. Produksi Listrik Bulan Maret di PLTA Ir. H. Djuanda ... 46

Lampiran 7. Produksi Listrik Bulan April di PLTA Ir. H. Djuanda ... 47

Lampiran 8. Produksi Listrik Bulan Mei di PLTA Ir. H. Djuanda ... 48

Lampiran 9. Produksi Listrik Bulan Juni di PLTA Ir. H. Djuanda ... 49

Lampiran 10. Produksi Listrik Bulan Juli di PLTA Ir. H. Djuanda ... 50

Lampiran 11. Produksi Listrik Bulan Agustus di PLTA Ir. H. Djuanda ... 51

Lampiran 12. Produksi Listrik Bulan September di PLTA Ir. H. Djuanda ... 52

Lampiran 13. Produksi Listrik Bulan Oktober di PLTA Ir. H. Djuanda ... 53

Lampiran 14. Produksi Listrik Bulan November di PLTA Ir. H. Djuanda ... 54

Lampiran 15. Produksi Listrik Bulan Desember di PLTA Ir. H. Djuanda ... 55

Lampiran 16. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan Januari ... 56

Lampiran 17. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan Februari ... 57

Lampiran 18. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan Maret ... 58

Lampiran 19. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan April ... 59

Lampiran 20. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan Mei ... 60

Lampiran 21. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan Juni ... 61

Lampiran 22. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan Juli ... 62

Lampiran 23. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan Agustus... 63

Lampiran 24. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan September... 64

Lampiran 25. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan Oktober ... 65

Lampiran 26. Daya yang Digunakan di PLTA Ir H. Djuanda Bulan November ... 66

(13)

viii Lampiran 28. Produksi Listrik Dari Tahun 1980 – Tahun 2009 ... 68 Lampiran 29. Debit Turbin PLTA Waduk Ir. H. Djuanda (m3/detik)... 69 Lampiran 30. Hubungan TMA (m dpl) Dan Volume Waduk (Juta m3) ... 71

(14)

9

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Waduk merupakan salah satu bangunan kendali hidrolik yang dibangun pada tempat-tempat tertentu sepanjang aliran sungai. Bagi negara tropis seperti Indonesia yang mempunyai musim hujan yang cukup lama, adanya waduk banyak memberikan manfaat yang dapat dirasakan antara lain berupa penampungan air irigasi, pembangkit tenaga listrik, pengendali banjir, sarana perikanan, dan juga sarana rekreasi.

Khusus mengenai manfaat waduk untuk penyediaan dan pengaturan air irigasi, pembangunan waduk merupakan suatu hal penting. Akan tetapi dalam pembangunannya memerlukan biaya yang sangat besar. Pembangunan waduk di Pulau Jawa yang berpenduduk padat dapat pula menimbulkan masalah-masalah khusus yang memerlukan penanganan khusus pula.

Jawa Barat merupakan daerah yang mempunyai sumber air yang potensial seperti Sungai Citarum. Wilayah yang dilalui oleh Sungai Citarum meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, dan sebagian Indramayu. Sumber air yang dikelola dan dikembangkan oleh Perum Jasa Tirta II (PJT II) mencapai + 11 x 109 m3/tahun. Air ini sebanyak 5,5 x 109 m3/tahun berasal dari Sungai Citarum, sedangkan sisanya + 5,5 x 109 m3/tahun berasal dari sungai-sungai lain yang terdapat di Jawa Barat.

Waduk Ir. H. Djuanda merupakan salah satu modal utama PJT II yang berfungsi sebagai penyedia air baku untuk minum, dan untuk penggelontoran daerah DKI Jakarta, penyedia air irigasi untuk mengairi lahan pertanian seluas + 250 x 103 ha, penyedia air untuk pembangkit tenaga listrik, pengendalian banjir, pengembangan pariwisata, dan sebagai sarana olahraga. Di samping mengelola Waduk Ir. H. Djuanda, PJT II juga mengelola sungai – sungai di Jawa Barat bagian Utara seperti Sungai Cikao, Sungai Cipamingkis, Sungai Cileuleung, dan Sungai Cisomang.

Waduk Ir. H. Djuanda merupakan salah satu bangunan pengairan yang membanggakan bagi bangsa Indonesia. Secara umum Waduk serbaguna Ir. H. Djuanda yang berada di Kabupaten Purwakarta terdiri atas waduk utama, sistem

(15)

10 dan infrastruktur pengairannya, termasuk Bendung Curug, dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik, maka pada tahun 1957 PLN bertugas menyelenggarakan rencana pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Pembangunan ini diwujudkan dengan melakukan kontrak kerjasama dengan konsultan Prancis. Pekerjaan proyek ini baru dilakukan pada tahun 1962 oleh Direktorat Pengairan Departemen Perusahaan Umum (PU). Akibat tidak adanya koordinasi PLN dan Direktorat Pengairan, maka terjadi perbedaan tinggi muka air antara Bendung Curug dengan bagian hilir Waduk Ir. H. Djuanda sehingga harus dilakukan pemompaan air pada Bendung Curug (PJT II, 1998 dalam Sasmita, 2005).

Pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda pada awalnya dimaksudkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yaitu sebagai penyedia listrik untuk daerah Jawa dan Bali. Namun, karena kebutuhan yang sangat mendesak dari petani yang kekurangan air dalam mengairi sawah pertanian mereka, maka pemerintah mengalihfungsikan Waduk Ir. H. Djuanda sebagai penyuplai air untuk pertanian.

Secara keseluruhan, Waduk Ir. H. Djuanda berfungsi untuk mengurangi banjir yang melanda daerah subur di Pantai Utara Jawa Barat seluas + 20.000 ha, penyediaan air untuk irigasi teknis seluas 242.000 ha, penyediaan air baku minum bagi PDAM Kabupaten/Kota maupun PAM DKI dan industri sebanyak + 600 juta m3/tahun, penyediaan air untuk budidaya perikanan tangkap dan KJA (Keramba Jaring Apung) di dalam waduk, di sawah (mina padi), serta tambak air payau di sepanjang Pantai Utara Jawa Barat dengan potensi seluas + 20.000 ha, dan pembangkitan tenaga listrik berkapasitas 187,5 MW (PJT II, 1998 dalam Astari, 2000).

Berubahnya fungsi utama waduk dari penghasil listrik menjadi penyedia air buat irigasi pertanian mengakibatkan jumlah produksi listrik yang dihasilkan kurang optimal. Pengeluaran air dari waduk ketika turbin sedang mengalami kerusakan tetap dilakukan untuk irigasi pertanian yang seluas 242.000 ha, industri, air baku PDAM, dan lainnya.

(16)

11

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis hubungan antara debit air yang keluar dari turbin terhadap daya dan produksi listrik yang dihasilkan dengan persamaan regresi. 2. Mengoptimalkan daya dan hasil produksi listrik dari besar debit air yang

dikeluarkan lewat turbin untuk irigasi pertanian. 3. Menganalisis efisiensi produksi listrik yang dihasilkan.

(17)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dapat dibangun apabila terdapat debit air dan tinggi jatuh yang cukup sehingga kelayakannya dapat tercapai. PLTA yang paling konvensional mempunyai empat komponen utama sebagai berikut (Tim Penyusun FS PLTMH, 2010) :

Waduk

Waduk berfungsi menaikkan permukaan air sungai untuk menciptakan tinggi jatuh air. Selain menyimpan air, waduk juga dibangun dengan tujuan untuk menyimpan energi.

Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2010

Gambar 1. Waduk Ir. H. Djuanda

Turbin

Gaya jatuh air yang mendorong baling-baling menyebabkan turbin berputar. Turbin air kebanyakan seperti kincir angin, dengan menggantikan fungsi dorong angin untuk memutar baling-baling digantikan air untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin mengubah energi kinetik yang disebabkan gaya jatuh air menjadi energi mekanik. Salah satu jenis turbin yang biasa digunakan di PLTA adalah jenis Vertical Francaise Turbin (Gambar 3). Posisi turbin lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

(18)

13

Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2001

Gambar 2. Potongan Sentral Listrik Tenaga Air

Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2001

Gambar 3. Vertikal Francaise Turbine

Generator

Generator kemudian dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-baling turbin berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya mengubah energi mekanik dari turbin menjadi energi

Turbi n

(19)

14 elektrik. Generator di PLTA bekerja seperti halnya generator pembangkit listrik lainnya.

Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2001

Gambar 4. Generator di PLTA Ir. H. Djuanda

Jalur Transmisi

Jalur Transmisi berfungsi menyalurkan energi listrik dari PLTA menuju rumah-rumah dan pusat industri.

Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2001

(20)

15 Menurut Tim Penyusun FS PLTMH (2010), pada operasi pembangkit listrik tenaga air, perhitungan keadaan air yang masuk pada waduk tempat penampungan air serta besar air yang tersedia dalam waduk dan perhitungan besar air yang akan dialirkan melalui pintu saluran air untuk menggerakkan turbin sebagai penggerak sumber listrik, merupakan suatu keharusan untuk dimiliki. Dengan demikian kontrol terhadap air yang masuk maupun yang didistribusikan kepintu saluran air untuk menggerakkan turbin harus dilakukan dengan baik, sehingga dalam operasi pembangkit listrik tenaga air dapat dijadikan sebagai dasar tindakan pengaturan efisiensi penggunaan air maupun pengamanan seluruh sistem, sehingga pembangkit listrik tenaga air dapat beroperasi sepanjang tahun walaupun pada musim kemarau panjang. Kontrol tersebut dapat dilakukan dengan melakukan analisa terhadap keadaan air melalui perhitungan-perhitungan hidrologi yang tersedia pada pusat kontrol operasi pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Perencanaan jalur transmisi pendistribusian daya listrik yang terbangkitkan dilakukan berdasarkan beberapa hal, seperti (Tim Penyusun FS PLTMH, 2010):

a. Mudah untuk akses dan perawatan. b. Kondisi tanah untuk tiang kuat dan stabil.

c. Diharapkan tidak ada masalah dalam pengalihan/penggunaan lahan. d. Tidak ada masalah pada jarak dengan rumah dan pohon.

e. Dipilih jalur distribusi paling pendek.

f. Jika tiang dipasang di sekitar curam atau pada dasar jurang, hindarkan dari potensi longsong.

B. Produksi Listrik

Besarnya listrik yang dihasilkan PLTA tergantung beberapa faktor, yaitu (Tim Penyusun FS PLTMH, 2010) :

1. Tinggi Jatuh Air

Tinggi jatuh air berpengaruh pada daya yang dihasilkan. Semakin tinggi air jatuh, maka semakin besar tenaga yang dihasilkan. Biasanya, tinggi air jatuh tergantung tinggi muka air dari suatu bendungan. Semakin tinggi muka air suatu bendungan, semakin tinggi air jatuh maka semakin besar tanaga yang dihasilkan. Ilmuwan mengatakan bahwa tinggi jatuh air berbanding lurus dengan jarak jatuh.

(21)

16 Dengan kata lain, air jatuh dengan jarak dua satuan maka akan menghasilkan dua satuan energi lebih banyak. Selain tinggi jatuh air, jumlah air yang jatuh juga sangat mempengaruhi. Semakin banyak air yang jatuh menyebabkan turbin akan menghasilkan tenaga yang lebih banyak.

2. Jumlah Air yang Jatuh (Debit Air)

Semakin banyak air yang jatuh menyebabkan turbin akan menghasilkan tenaga yang lebih banyak. Jumlah air yang tersedia tergantung kepada jumlah air yang mengalir di sungai. Semakin besar sungai akan mempunyai aliran yang lebih besar dan dapat menghasilkan energi yang banyak. Tenaga juga berbanding lurus dengan aliran sungai.

3. Debit yang Melewati Turbin

Untuk dapat mengoptimalkan pengoperasian pembangkit listrik tenaga air ini diperlukan perhitungan volume air yang tersedia dalam waduk sehingga dapat dihitung debit yang melewati turbin. Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan, dan energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros turbin ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. Pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan mempertimbangkan parameter-parameter khusus yang mempengaruhi sistem operasi turbin, yaitu : faktor tinggi jatuhan air efektif (net head) dan debit yang akan dimanfaatkan untuk operasi turbin, faktor daya (power) yang diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang tersedia. Kemudian kecepatan (putaran) turbin yang akan ditransmisikan ke generator.

4. Turbin yang Digunakan

Semakin banyak turbin yang digunakan dalam PLTA, maka produksi listrik yang dihasilkan juga akan semakin besar. Jenis – jenis turbin yang sering digunakan dalam PLTA sangat bervariasi. Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang saat ini sebesar 187,5 MW dan produksi rata-rata per tahun adalah 900 juta kWh. Jenis turbin yang digunakan adalah Vertikal Francaise Turbin. Hasil produksi tenaga listrik dijual kepada PT. PLN (persero). Sampai saat ini produksi listrik masih merupakan andalan pendapatan Perum Jasa Tirta II (PJT II), lebih kurang 65 % dari seluruh pendapatan perusahaan. Besar produksi listrik, selain berdasarkan jumlah debit air yang dikeluarkan, juga sangat

(22)

17 dipengaruhi oleh jumlah turbin yang dapat dioperasikan dengan baik ketika air dikeluarkan.

C. Efisiensi Produksi Listrik

Potensi tenaga air adalah kapasitas pembangkit listrik yang mungkin dapat dikembangkan di suatu lokasi tertentu untuk dapat membangkitkan tenaga listrik. Dua komponen tersebut adalah : debit dan tinggi jatuh air. Debit air adalah jumlah volume air per satuan waktu yang akan memutar turbin pembangkit listrik. Tinggi jatuh air (head) adalah perbedaan elevasi permukaan air di tempat masuknya air ke dalam pipa pesat (penstock) dan di tempat keluarnya air dari mesin pembangkit (tail race). Energi dari tenaga air ini merupakan energi potensial, maka besaran potensi juga dipengaruhi oleh percepatan gravitasi, dimana formula untuk menghitung potensi tenaga listrik dapat dihitung dengan Persamaan (Tim Penyusun FS PLTMH, 2010): h Q g P  .. . di mana :

P = Kapasitas daya pembangkit listrik (kW) η = Efesiensi peralatan elektromekanik (E/M) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/dt2)

Q = Debit air (m3/dt) h = Tinggi jatuh (m)

E/M di sini adalah efisiensi gabungan dari efisiensi turbin dan generator. Adapun rumus efisiensi yang biasa digunakan untuk besar produksi listrik yang dihasilkan adalah (Perum Jasa Tirta II, 2001):

di mana :

Ep = Energi Potensial (MW)

(23)

18 g = Percepatan Gravitasi (9.8 m/s2)

h = Tinggi Jatuh Air (m)

(Tinggi Jatuh Air = TMA Waduk – 27 meter)

D. Analisis Regresi

1. Pengertian Regresi

Regresi mempermasalahkan hubungan antara nilai-nilai pengamatan terhadap dua peubah atau lebih, terutama hubungan yang tidak sempurna. Istilah regresi berasal dari hasil penelaahan Francis Galton (1822-1911) mengenai sifat-sifat keturunan dalam biologi (Sembiring, 1995).

Berdasarkan pusat Pengolahan Data dan Statistika, regresi diartikan dalam dua bentuk yakni:

a. Merupakan tempat kedudukan rata-rata (atau median atau bahkan rata-rata geometrik) populasi nilai suatu peubah, katakan nilai Y, untuk berbagai nilai atau selang nilai peubah yang lain misal nilai X, tempat kedudukan ini dapat dibayangkan berupa garis lurus atau kurva tertentu lainnya yang disebut garis regresi Y pada X. Garis regresi ini ada kalanya dapat dirumuskan berupa fungsi linier, kuadratik, logaritmik, dll.

b. Penyesuaian suatu fungsi atau kurva terhadap data, terutama bila data yang tersedia tidak cukup banyak sehingga hanya ada satu nilai Y saja untuk setiap nilai X atau selang nilai X.

Perlu diperhatikan bahwa adanya hubungan regresi antara dua peubah tidak selalu berarti adanya hubungan sebab akibat. Untuk memperlihatkan adanya hubungan sebab-akibat perlu suatu metodologi atau melalui percobaan yang betul-betul terkontrol.

2. Fungsi Regresi

Persamaaan regresi sering digunakan untuk menurut Sembiring (1995): a. Deskripsi data, dalam hal persamaan regresi ada pada tahapan pencarian

data dan pembandingan

b. Mendapatkan hubungan sebab-akibat, kalau kita dapat mengubah-ubah tingkat X dengan sebaik-baiknya dan mengawasi faktor-faktor lainnya supaya seragam dan kemudian mengamati peubah lainnya misalkan Y,

(24)

19 maka persamaan regresi Y dan X dapat menjelaskan pola hubungan sebab-akibat antara Y dan X.

c. Dalam suatu percobaan yang terkontrol dimana terdapat faktor lain yang sulit dikontrol tetapi diperkirakan akan mempengaruhi faktor Y, dalam hal ini analisa regresi dapat digunakan sebagai penyidik perbandingan.

d. Penyusunan model dan melihat pola hubungan antara peubah X1, X2,

X3,...,Xk dengan peubah Y, regresi dapat digunakan untuk menemukan

hubungan atau model yang paling tepat, yang mungkin hanya melibatkan beberapa saja dari peubah X1, X2, X3,..., Xk tersebut.

3. Pemodelan Analisa Regresi

Menurut penelaahan Sembiring, model analisa regresi yang digunakan dalam pembuatan hubungan antara debit air yang melewati turbin, daya yang digunakan, dan hasil produksi listrik adalah model Polinomial. Hal ini karena setelah dilakukan beberapa kali percobaan analisa regresi dengan berbagai metode, maka yang paling tepat adalah dengan menggunakan metode polinomial dengan persamaan umum yang digunakan adalah sebagai berikut:

dimana :

an, an-1,..,a1,a0 = konstanta/ koefisien polinom

n = bilangan bulat tak negatif

X = variabel bebas yang nilainya dapat dipergunakan untuk meramal Y = variabel yang terikat

Setelah persamaan regresi diperoleh, selanjutnya adalah menilai kesesuaian model dengan data. Penilaian tersebut dapat menggunakan metode Koefisien Relasi (R2) terbesar.

Nilai R2 disebut sebagai koefisien korelasi darab atau koefisien penentu (determinasi). Semakin dekat R2 dengan angka 1, maka semakin baik kecocokan data dengan model yang digunakan. Sebaliknya, makin dekat R2 dengan 0 berarti data semakin tidak cocok dengan model yang digunakan. Nilai R2 biasanya dinyatakan dalam persen dan amat sering digunakan sebagai alat analisa (Sembiring, 1995).

(25)

20 4. Pemilihan Model Analisa Regresi

Dalam analisa regresi terdapat berbagai metode untuk memilih model terbaik. Salah satu metode adalah metode MAXR atau metode R2 maksimum yakni metode pemilihan model yang digunakan untuk memilih model yang terbaik dalam satu peubah, dalam dua peubah dan seterusnya. Patokan nilai yang dipakai adalah R2. Dimulai dengan model satu peubah, metode ini berusaha menemukan model yang memberikan R2 terbesar dalam kelompok tersebut. Kemudian peubah baru ditambahkan ke dalam model yang memberikan tambahan pada R2 yang terbesar. Model ini kemudian dibandingkan dengan model peubah lainnya yang diperoleh dengan mengganti salah satu peubah dalam model tadi dengan suatu peubah yang berada di luar model. Model yang memberikan R2 terbesar kemudian dipilih. Perbandingan ini dilakukan dengan setiap model yang dapat diperoleh dengan mengganti salah satu peubah dalam model dengan peubah yang lainnya yang berada di luar. Model yang memberikan R2 terbesar kemudian dipilih sebagai model terbaik dari kelompok model dengan dua peubah. Peubah ketiga kemudian dipilih yang memberikan tambahan R2 yang terbesar. Dengan cara mengganti suatu peubah dalam model dengan peubah lainnya yang berada di luar dipilih model tiga peubah yang memberikan nilai R2 terbesar. Pekerjaan ini diteruskan sehingga diperoleh model dengan tiga peubah yang memberikan R2 terbesar, dan seterusnya (Sembiring, 1995).

Seperti yang dikemukakan di atas, R2 akan selalu bertambah bila makin banyak peubah yang masuk ke model. Begitupun, nilai R2 mungkin berbeda cukup besar kendatipun tidak ada perbedaan sistematis yang besar antara komponen modelnya (Sembiring, 1995).

(26)

21

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dengan topik “Analisis Hubungan Antara Daya dan Produksi Listrik Di PLTA Ir. H. Djuanda Dengan Menggunakan Metode Regresi” ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2010. Penelitian ini dilakukan di PLTA Ir. H. Djuanda, Purwakarta, Jawa Barat.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pembangunan sistem adalah : 1. Seperangkat PC (Personal Computer).

2. Sistem operasi Microsoft Windows XP Service Pack. 3. Data pelengkap dari PLTA Ir. H. Djuanda, yaitu:

a. Tinggi muka air (TMA),

b. Debit air yang keluar dari turbin,

c. Daya (beban) yang digunakan untuk menggerakkan turbin, dan d. Hasil produksi listrik.

C. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :

1. Tahap Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh secara langsung dari lokasi studi dan dari kantor pusat Perum Jasa Tirta (PJT II) sebagai pengelola PLTA Ir. H. Djuanda. Pengambilan data di PLTA Ir. H. Djuanda dilakukan setian pukul 07.00. Adapun data-data yang dibutuhkan adalah data TMA, debit air yang dikeluarkan lewat turbin, daya yang digunakan menggerakkan turbin, dan data produksi listrik dari tanggal 1 Januari sampai 31 Desember 2009.

2. Tahap Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan akan diolah dan dianalisis dengan bantuan program Microsoft office Excel 2007 untuk memperoleh

(27)

22 hubungan regresi antara debit air yang keluar dari turbin terhadap daya dan produksi listrik yang dihasilkan.

a. Analisis hubungan regresi

Dengan menggunakan analisis regresi, akan diperoleh hubungan antara TMA, debit air yang keluar dari turbin, daya yang digunakan dan jumlah produksi listrik. Dengan analisis ini maka akan dapat dilakukan perencanaan jumlah produksi listrik selama 1 tahun periade musim tanam di PLTA Ir. H. Djuanda.

b. Analisis efisiensi produksi listrik

Dengan menggunakan data-data yang telah diperoleh, maka akan dilakukan pengolahan data untuk mencari tinggi jatuh air dalam menggerakkan turbin, dan besar energi potensial jatuh air sehingga diperoleh daya aktual untuk menggerakkan turbin. Dari besar energi potensial yang diperoleh melalui pengolahan data dan besar daya aktual yang diperoleh dari pengukuran, maka akan diperoleh besar efisiensi produksi listrik yang diperoleh selama satu tahun periode musim tanam.

Pengolahan data untuk memperoleh : Daya, Tinggi Jatuh Air, Energi Potensial, dan

Efisiensi produksi listrik.

Mulai

Analisis Hubungan Regresi antara Debit Air, Daya, dan Produksi litrik dengan menggunakan

software Microsoft Excel 2007

Selesai Pengumpulan data :

1. TMA

2. Debit yang melewati turbin 3. Daya yang digunakan 4. Besar produksi listrik

(28)

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah dan Perkembangan

Untuk memenuhi kebutuhan listrik maka pada tahun 1957 PLN bertugas menyelenggarakan rencana Pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Ini diwujudkan dengan melakuan kontrak kerjasama dengan konsultan Prancis. Pekerjaan proyek ini baru dilakuan pada tahun 1962 oleh Direktorat Pengairan Departemen PU. Akibat tidak adanya koordinasi PLN dan Direktorat Pengairan maka terjadi perbedaan tinggi muka air antara Bendung Curug dengan bagian hilir Waduk Ir. H. Djuanda sehingga harus dilakukan pemompaan air pada Bendung Curug (PJT II, 1998 dalam Sasmita, 2005).

Pembuatan Waduk Ir. H. Djuanda sudah direncanakan pemerintah pada tahun 1948 dan merupakan gagasan dari Prof. Dr. Ir. W. J. Van Blommestein untuk mengairi daerah perkebunan yang ada di Pulau Jawa. Dalam perencanaannya, waduk ini dapat mengairi lahan perkebunan sampai daerah Kali Rambut, Pekalongan (Jawa Tengah). Namun, karena difungsikan untuk mengairi lahan persawahan, maka air yang dibutuhkan sangat banyak sehingga daerah irigasi yang dapat dilayani hanya sampai daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Secara keseluruhan waduk ini berfungsi untuk mengurangi banjir yang melanda daerah subur di Pantai Utara Jawa Barat seluas + 20.000 ha, penyediaan air untuk irigasi teknis seluas 242.000 ha, penyediaan air baku bagi PDAM Kabupaten/Kota maupun PAM DKI dan industri sebanyak + 600 juta m3/tahun, penyediaan air untuk budidaya perikanan tangkap dan keramba jaring apung (KJA) di waduk, di sawah (mina padi), serta tambak air payau di sepanjang Pantai Utara Jawa Barat seluas + 20.000 ha, dan pembangkit tenaga listrik berkapasitas 187,5 MW (PJT II, 1998 dalam Astari, 2000).

Umur Waduk Ir. H. Djuanda dapat diprediksi dari hasil pemeruman (metode untuk perhitungan volume waduk). Tujuan dari pemeruman adalah memberikan masukan kepada pihak pengelola waduk agar mengetahui laju dan distribusi sedimen waduk secara periodik serta dapat mengoptimalkan pengoperasian waduk. Berdasarkan prediksi awal, pembuatan umur ekonomis

(29)

24 waduk adalah 98 tahun, akan tetapi dengan terus bertambahnya jumlah sedimen yang ada di waduk maka umur ekonomis (fungsi waduk) akan berkurang.

Adapun sejarah perkembangan pengelolaan waduk, PLTA, dan jaringan pengairan Jatiluhur sejak dibentuk tahun 1957 sampai sekarang adalah :

a) Proyek Serbaguna Jatiluhur (1957-1967)

Pelaksanaan pembangunan Waduk Ir. H. Djuanda dimulai pada tahun 1957 yang meliputi waduk utama, PLTA, serta sarana sistem pengairan. Proyek serbaguna Jatiluhur merupakan Tahap I dari pengembangan sumber daya air di wilayah Sungai Citarum dengan tujuan utama untuk meningkatkan produksi bahan pangan nasional yaitu beras. Proyek pembangunan tersebut dinyatakan selesai pada tahun 1967, dan untuk mengenang jasa salah satu putra terbaik Bangsa Indonesia, maka Waduk dan PLTA Jatiluhur diresmikan dengan nama Ir. H. Djuanda.

b) Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur (1967-1970)

Pemerintah merubah status organisasi Proyek Serbaguna Jatiluhur menjadi Perusahaan Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1967. Tujuan diubahnya status Proyek Serbaguna menjadi Perusahaan Negara yaitu agar potensi yang timbul dengan selesainya proyek PLTA Ir. H. Djuanda dapat diusahakan secara maksimal.

c) Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur (1970-1998)

Sebagai Badan Usaha, pada saat itu PN Jatiluhur dalam usahanya harus memperoleh keuntungan. Penyediaan air untuk pertanian yang pada awalnya bersifat sosial diusahakan secara komersial, sehingga pengelolaan sumber daya air menjadi tidak harmonis serta tujuan utama dari pembangunan proyek tersebut pun tidak tercapai. Agar pemanfaatan dan pengembangan potensi-potensi yang timbul dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka kepengurusannya harus didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Dengan dasar tersebut , maka pemerintah membentuk Perusahaan Umum dengan nama “Otorita Jatilihur” (POJ).

Dengan dibentuknya POJ, maka badan/proyek dan dinas-dinas yang berada di wilayah POJ kemudian dilebur ke dalam POJ. Badan-badan tersebut antara lain :

(30)

25 1) Proyek Irigasi Jatiluhur (Departemen Pekerjaan Umum).

2) Proyek Pengairan Tersier Jatiluhur (Depatemen Dalam Negeri). 3) Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur (Departemen Perindustrian). 4) Dinas Pekerjaan Umum Jawa Barat Wilayah Purwakarta. d) Perusahaan Umum Jasa Tirta II (1998-Sekarang)

Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur (POJ) dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1970, yang kemudian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1980, dan pada tahun 1990 disesuaikan lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42.

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998 tentang Perusahaan Umum, maka POJ diubah lagi dan disesuaikan namanya menjadi Perusahaan Umun Jasa Tirta II (PJT II). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 1999, maka sifat usaha PJT II adalah untuk menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

2. Letak, Luas, dan Batas Wilayah

Secara geografis daerah kerja PJT II terletak antara 50 55’ 5” - 70 42’ 20” LS dan 1060 54’ 3” - 1080 4’ 4” BT. Ketinggiannya berada antara 400 – 600 m dpl pada daerah kaki pegunungan dan ketinggian antara 0 – 50 m dpl pada kaki perbukitan yang bergelombang.

Wilayah kerja PJT II meliputi keseluruhan Wilayah Sungai Citarum, mulai dari hulu di daerah tangkapan, Waduk Ir. H. Djuanda sampai dengan hilir hingga muara-muara sungainya. Luas daerah kerja PJT II + 12.000 km2 yang merupakan daerah kesatuan hidrologis yang mencakup daerah pengaliran 75 sungai yang mengalir sepanjang dataran Utara Jawa Barat mulai dari batas Timur DKI Jakarta sampai Sungai Cilalanang. Jumlah aliran rata-rata tahunan sebesar 12,95 miliar m3 per tahun, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Sungai Cilalanang

Sebelah Barat : Hulu Sungai Cikeas, Kali Sunter, dan muara Sungai Cakung

(31)

26 Sebelah Selatan : Dari arah Tenggara – Selatan – Barat Daya,

berturut-turut adalah Gunung Manglayang, Gunung Karicumbi Cananggang, Gunung Mandalawangi, Gunung Guntur, Gunung Sanggar Wayang, Gunung Patuha Kancana, Gunung Gede, dan Gunung Pangrango.

Wilayah ini mencakup 10 kabupaten/kota, yaitu Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Bogor, Cianjur, Sumedang, dan Indramayu.

Sumber air Sungai Citarum bermula dari mata air di Gunung Wayang dan dari anak-anak sungai Citarum yang tersebar di beberapa tempat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdiri dari 7 (tujuh) sub DAS, yaitu: sub DAS Citarik yang bermata air di Gunung Kareumbi, sub DAS Cisangkuy yang bermata air di Gunung Wayang, sub DAS Ciminyak yang bermata air di Gunung Buleud, sub DAS Cikapundung yang bermata air di Gunung Tangkuban Parahu, sub DAS Ciwidey yang bermata air di Gunung Patuha, sub DAS Cihaur yang bermata air di Gunung Burangrang, dan sub DAS Cisokan yang bermata air di Gunung Masigit dan di Gunung Pangrango. Luas daerah tangkapan dari DAS Citarum tersebut meliputi area seluas 4.543,40 km2 yang mencakup 4 (empat) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu sebagian Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, dan seluruh Kota Bandung. Sungai Citarum bermuara di tiga lokasi, yaitu Muara Gembong, Muara Bungin, dan Muara Karawang di Laut Jawa. Tata guna lahan di Daerah Irigasi Jatiluhur sebagian berupa sawah yang penyebarannya meliputi daerah bagian Utara pada daerah-daerah aluvial. Kebun campuran terletak di kaki bukit dan pegunungan atau pada daerah antara sawah dan daerah-daerah perkebunan. Perkebunan tersebar di daerah antara pegunungan dan daerah-daerah pegunungan, sedangkan hutan lindung terdapat di daerah pegunungan dan di lereng bukit.

Kondisi tata guna lahan di DAS Citarum Hulu dengan luas total 54.728 ha dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu: lahan bervegetasi rapat (hutan), perkebunan, persawahan, kebun campuran/tegalan, dan pemukiman. Areal bervegetasi rapat (hutan) tersebar di beberapa lokasi pegunungan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan luasan hampir mencapai 25 % dari luas DAS Citarum

(32)

27 Hulu. Kebun campuran dan tegalan tersebar secara acak dengan luas areal yang relatif kecil, meskipun secara keseluruhan luasnya mencapai sepertiga dari luas DAS Citarum Hulu. Wilayah persawahan sekitar 15 % dari luas DAS Ciarun Hulu. Luas persawahan ini dapat lebih dari 15 % dalam kenyataannya karena adanya perbedaan pola tanam antara petani. Pemukiman terdapat di bagian tengah dan tersebar (PJT II, 2001).

3. Visi dan Misi Perusahaan

Visi perusahaan adalah terwujudnya perusahaan yang terkemuka dan berkualitas dalam pengelolaan air dan sumberdaya air untuk memberikan pelayanan terbesar dalam penyediaan air untuk berbagai kebutuhan dan sumbangan terhadap ketahanan pangan nasional.

Untuk mewujudkan visi dari perusahaan tersebut, maka ditetapkan misi dari perusahaan sebagai berikut :

b) Penyediaan air baku untuk air minum, pertanian, listrik, industri, pelabuhan, penggelontoran, dan kebutuhan lainnya.

c) Pembangkitan dan penyaluran listrik tenaga air.

d) Pengembangan kepariwisataan dan pemanfaatan lahan.

e) Mempertahankan ketahanan pangan melalui penyediaan air pertanian dan pengendalian bahaya banjir dengan upaya pelestarian perlindungan lingkungan melalui pemberian informasi, rekomendasi, dan penyuluhan. f) Memaksimalkan laba dan memupuk keuntungan berdasarkan bisnis untuk

terjaminnya kelestarian aset Negara dan kesinambungan pelayanan kepada masyarakat.

B. Waduk dan PLTA Ir. H. Djuanda

Waduk Ir. H. Djuanda terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Waduk Ir. H. Djuanda adalah waduk terbesar di Indonesia. Waduk Ir. H. Djuanda merupakan waduk/danau terendah tetapi terbesar di antara trilogi waduk buatan di Jawa Barat yaitu Waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda (lebih dikenal dengan Waduk Jatiluhur). Danau dengan lokasi tertinggi dan terkecil adalah Saguling. Jadi kalau diurutkan air mengalir dari Citarum masuk ke Saguling diturunkan ke Cirata baru ke Jatiluhur. Begitu pula tingkat polusi airnya yang paling parah adalah Saguling dan

(33)

28 yang paling bersih adalah Waduk Ir. H. Djuanda. Di ketiga waduk/danau tersebut terdapat turbin pembangkit listrik (PLTA) yang menerangi Jawa-Bali. Bendungan yang luasnya 8.300 ha mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m3/tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia. Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187,5 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 900 juta kWh setiap tahun. Waduk ini dikelola oleh PT. PLN (Persero).

Selain untuk PLTA, Waduk Ir. H. Djuanda memiliki fungsi sebagai penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum untuk wilayah sekitar Purwakarta, budi daya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II.

Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia, kawasan Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel dan bungalow, bar dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air, playground, dan fasilitas lainnya. Sarana olahraga dan rekreasi air misalnya mendayung, selancar angin, kapal pesiar, ski air, boating, dan lainnya. Di perairan Waduk Ir. H. Djanda ini juga terdapat budidaya ikan keramba jaring apung, yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau dalam keheningan malam kita dapat memancing penuh ketenangan sambil menikmati ikan bakar. Dikawasan ini pula kita dapat melihat Stasiun Satelit Bumi yang dikelola oleh PT. Indosat Tbk. (±7 km dari pusat Kota Purwakarta), sebagai alat komunikasi internasional. Jenis layanan yang disediakan antara lain international toll free service (ITFS), Indosat Calling Card (ICC), international direct dan lainnya. Waduk Jatiluhur dapat dikunjungi melalui Jalan Tol Purbaleunyi (Purwakarta-Bandung-Cileunyi), keluar di Gerbang Tol Jatiluhur ataupun juga dari tol Cikampek.

Dewasa ini Waduk Ir. H. Djuanda lebih dikenal sebagai waduk serbaguna. Hal ini karena penggunaan waduk selain untuk pertanian, juga untuk penggelontoran Kota/Kabupaten, penyuplai air baku PDAM Kota/Kabupaten,

(34)

29 industri, budidaya perikanan tangkap, KJA, pariwisata, dan juga untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Pada umumnya, PLTA bekerja dengan cara mengubah energi yang disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan listrik. Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke dalam daya mekanik. Kemudian generator mengkonversi daya mekanik tersebut dari turbin ke dalam tenaga elektrik.

Waduk Ir. H. Djuanda selain berfungsi untuk pertanian juga merupakan salah satu penghasil listrik terbesar untuk daerah Jawa Barat. Tujuan perusahaan ini adalah untuk turut serta dalam membangun ekonomi nasional dengan berperan serta dalam melaksanakan program pembangunan nasional dalam bidang pengelolaan air, sumber-sumber air, dan ketenagalistrikan.

PLTA Ir. H. Djuanda saat ini terpasang daya sebesar 187,5 MW dan produksi rata-rata per tahun adalah 900 juta kWh. Hasil produksi tenaga listrik dijual kepada PT PLN (persero). Sampai saat ini produksi listrik masih merupakan andalan pendapatan Perum Jasa Tirta II (PJT II), lebih kurang 65 % dari seluruh pendapatan perusahaan.

C. Debit Air Di Waduk Ir. H. Djuanda

1. Debit Air Dari Hulu Sungai Citarum

Sumber air Sungai Citarum bermula dari mata air di Gunung Wayang dan dari anak-anak Sungai Citarum yang tersebar di beberapa tempat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdiri dari 7 (tujuh) sub DAS, yaitu: sub DAS Citarik yang bermata air di Gunung Kareumbi, sub DAS Cisangkuy yang bermata air di Gunung Wayang, sub DAS Ciminyak yang bermata air di Gunung Buleud, sub DAS Cikapundung yang bermata air di Gunung Tangkuban Parahu, sub DAS Ciwidey yang bermata air di Gunung Patuha, sub DAS Cihaur yang bermata air di Gunung Burangrang, dan sub DAS Cisokan yang bermata air di Gunung Masigit dan di Gunung Pangrango. Luas daerah tangkapan dari DAS Citarum tersebut meliputi area seluas 4.543,40 km2 yang mencakup 4 (empat) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu sebagian Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, dan seluruh Kota Bandung. Sungai Citarum bermuara di tiga lokasi, Muara Gembong, Muara Bungin, dan Muara Karawang di Laut Jawa.

(35)

30 Kondisi tata guna lahan di DAS Citarum Hulu dengan luas total 54.728 ha dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu: lahan bervegetasi rapat (hutan), perkebunan, persawahan, kebun campuran/tegalan, dan pemukiman. Areal bervegetasi rapat (hutan) tersebar di beberapa lokasi pegunungan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan luasan hampir mencapai 25 % dari luas DAS Citarum Hulu. Kebun campuran dan tegalan tersebar secara acak dengan areal relatif kecil, meskipun secara keseluruhan luasnya mencapai sepertiga dari luas DAS Citarum Hulu. Wilayah persawahan sekitar 15 % dari luas DAS Citarum Hulu. Luas persawahan ini dapat lebih dari 15 % dalam kenyataannya karena adanya perbedaan pola tanam antara petani (PJT II, 2001).

Besar air yang masuk ke Waduk Ir. H. Djuanda adalah berasal dari Outlet Waduk Cirata ditambah dengan air yang berasal dari sungai – sungai lokal yang bermuara ke Sungai Citarum di antara outlet Waduk Cirata sampai dengan inlet Waduk Ir. H. Djuanda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Gambar 7. Sumber Mata Air DAS Citarum (Mata Air Gunung Wayang)

Daerah tangkapan hujan DAS Citarum di hulu Waduk Ir. H. Djuanda meliputi area seluas 4.543,40 km2 yang terbagi dalam 3 daerah tangkapan hujan sebagai berikut:

b. Daerah tangkapan Waduk Saguling, dari Waduk Saguling sampai ke hulu seluas 2.271,70 km2 (50% dari keseluruhan).

(36)

31 c. Daerah tangkapan Waduk Cirata, dari Waduk Cirata sampai outlet Waduk

Saguling seluas 1.908,23 km2 (42%).

d. Daerah tangkapan Waduk Ir. H. Djuanda ke arah hulu sampai outlet Waduk Cirata seluas 364,47 km2 (8%).

Tabel 1. Besar Debit Air yang Masuk ke waduk dan keluar dari Turbin.

Bulan Debit Air Masuk

(m3/dt)

Debit Air Keluar (m3/dt) Januari 3.533,10 4.207,22 Februari 4.877,95 3.141,84 Maret 7.679,67 4.186,03 April 7.046,80 4.364,18 Mei 6.559,52 5.558,20 Juni 5.599,32 6.097,56 Juli 4.566,09 5.914,96 Agustus 3.159,05 5.816,48 September 3.145,94 4.498,86 Oktober 4.424,46 4.616,41 November 5.858,03 4.463,94 Desember 5.366,59 5.112,93 Jumlah 61.816,52 57.978,61

2. Ketersediaan Air Di Waduk Ir. H. Djuanda

Air yang dikeluarkan dari Waduk Ir. H. Djuanda akan dialirkan ke hilir. Air ini akan dibagikan untuk pertanian, industri, penggelontoran kota, PDAM, dan juga untuk perikanan tambak yang ada di hilir.

Perencanaan produksi listrik selama setahun/satu periode biasanya ditentukan dalam rapat perencanaan pola tanam. Dalam rapat ini akan dibahas jumlah air yang akan dikeluarkan selama satu periode musim tanam yaitu Musim Tanam Rendeng, Musim Tanam Gadu I, dan Musim Tanam Gadu II. Setelah diketahui jumlah air yang akan dikeluarkan selama satu periode musim tanam, maka jumlah produksi listrik yang akan dihasilkan selama satu periode musim tanam ke depan dapat direncanakan.

Namun perencanaan pengeluaran air juga dapat dirancang jika jumlah debit air yang tersedia dalam waduk telah diketahui. Jumlah debit air yang tersedia dalam waduk di awal tahun ditambah dengan analisis musim setahun kedepan sangat

(37)

32 menentukan perencanaan pengeluaran air dari waduk selama periode musim tanam berlangsung.

3. Pengaruh Musim

Musim yang ada di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan November – Mei dan musim kemarau pada bulan Juni – Oktober. Masa transisi bervariasi dari tahun ke tahun dengan jarak 1 – 2 bulan. Pada musim hujan, angin barat membawa udara lembab dan hangat dari arah barat menuju barat laut sehingga mengakibatkan hujan deras di wilayah Jatiluhur terutama pada daerah pegunungan. Sedangkan pada musim kemarau, angin timur membawa angin dari arah timur menuju selatan.

a. Musim Hujan

Musim hujan di Indonesia umumnya terjadi pada bulan November – Mei. Namun, pada tahun – tahun tertentu musim hujan di Indonesia dapat terjadi lebih singkat seperti yang terjadi pada tahun 2006. Umumnya, jika musim hujan sedang berlangsung di Indonesia, maka sebagian wilayah Indonesia akan mengalami banjir. Misalnya wilayah Jakarta yang hampir tiap tahun pada musim hujan akan mengalami bencana banjir.

Untuk wilayah D. I. Jatiluhur, pada saat musim hujan, maka fluktuasi aliran air sungai di DAS Citarum akan lebih besar jika dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini karena air yang jatuh di daerah tangkapan hujan di wilayah DAS Citarum hulu akan mengalir ke DAS Citarum.

Untuk menghindari terjadinya aliran permukaan yang berlebihan dari daerah tangkapan hujan di wilayah hulu DAS Citarum, maka di daerah hulu DAS Citarum (Gunung Wayang) telah disiapkan sebuah Arboretrum (Arboretrum Wayang Windu seluas 40 ha) yang salah satu fungsinya adalah untuk mencegah aliran permukaan tanah pada saat musim hujan berlangsung. Aliran permukaan tanah tersebut akan disimpan dalam tanah dan bencana banjirpun dapat dicegah. Walaupun faktanya untuk sekarang ini banjir di DAS Citarum belum dapat dicegah karena luas arboretrum yang dibutuhkan masih sangat kurang.

Arboretrum tersebut selain berfungsi untuk menahan air pada musim hujan, juga akan memberikan air pada saat musim kemarau. Sehingga fluktuasi

(38)

33 aliran air sungai di DAS Citarum pada saat musim hujan dan musim kemarau tidak terlalu signifikan.

Gambar 8. Arboretrum Wayang Windu, Gunung Wayang

b. Musim Kemarau

Pada musim kemarau umumnya jumlah air akan berkurang. Aliran air yang mengalir di DAS Citarum akan semakin berkurang jika dibandingkan dengan jumlah aliran pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena kurangnya air yang mengalir dari daerah tangkapan hujan di hulu DAS Citarum, juga karena terjadinya peningkatan suhu pada permukaan sehingga tingkat penguapan air permukaan meningkat.

Salah satu fungsi dibuatnya Arboretrum selain untuk mencegah banjir pada musim hujan adalah untuk menyediakan air pada musim kemarau. Air yang ditahan/disimpan pada musim hujan akan dikeluarkan pada musim kemarau melalui aliran permukaan. Dengan adanya Arboretrum tersebut, maka perbedaan fluktuasi aliran air sungai di DAS Citarum pada musim hujan dan musim kemarau tidak terlalu signifikan. Jadi, pada saat terjadi musim kemarau persediaan air untuk Pertanian, Industri, PDAM, dan lainnya masih dapat dipenuhi.

c. El – Nino dan La – Nina

El – Nino dan La – Nina akan mengakibatkan periode Musim Kemarau dan Musim Hujan terjadi lebih lama. El – Nino dan La – Nina terjadi pada bagian

(39)

34 Timur Indonesia/Samudra Pasifik bagian Tengah (50 LU – 50 LS ; 170 – 1200 BB). El – Nino dan La - Nina di Indonesia terjadi karena adanya perbedaan suhu antara Indonesia dan Pasifik Tengah yang menyebabkan terjadinya aliran massa uap air kearah Fasifik Tengah atau kearah Indonesia dalam waktu yang lebih lama. Aliran massa uap air tersebut menyebabkan terjadinya Musim Kemarau dan Musim Hujan lebih panjang di wilayah Indonesia.

Isu tentang adanya El – Nino di Indonesia menyebabkan Musim Kemarau pada periode 2009/2010 akan terjadi lebih lama lagi (sampai bulan Februari). El – Nino di Indonesia berlangsung dari bulan Agustus 2009 dan diperkirakan puncaknya terjadi pada bulan Februari 2010. Akibat suhu di Pasifik Tengah lebih besar daripada suhu di Indonesia menyebabkan massa uap air mengalir dari Indonesia ke Pasifik Tengah yang menyebabkan terjadinya kemarau yang panjang di Indonesia (El – Nino).

Untuk mengatasi datangnya musim kemarau panjang (El – Nino) di wilayah Indonesia, maka dari PJT II sudah melakukan persiapan dini. PJT II yang ditugasi untuk melakukan pengelolaan atas D. I. Jatiluhur telah melakukan penghematan air sejak periode 2008/2009. Ini dilakukan agar persediaan air pada periode 2009/2010 pada saat terjadi El – Nino masih dapat dipenuhi. Terutama untuk irigasi pertanian, PAM wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta, untuk Penggelontoran Kota/Kabupaten, untuk industri, PLTA, dan lainnya.

D. Produksi Listrik

Besarnya produksi listrik dari setiap turbin akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti besar debit air yang dikeluarkan melalui turbin, jumlah turbin yang dioperasikan, daya yang digunakan, dan tinggi muka air (TMA) yang berpengaruh pada tinggi jatuh air. Besar kecilnya produksi listrik yang dihasilkan oleh sebuah turbin diukur dengan menggunakan kWh meter pada setiap jam 07:00. Pengukuran ini dilakukan secara rutin kecuali setiap tanggal 1 pada awal bulan dan pada akhir bulan. Pada awal bulan (tanggal 1), pengukuran dihitung selama 14 jam, yaitu dari jam 17:00 pada akhir bulan sampai jam 07:00 di awal bulan, sedangkan pada akhir bulan pengukuran dihitung selama 34 jam, yaitu dari jam 07:00 hari sebelumnya sampai jam 17:00 pada akhir bulan. Untuk hari-hari

(40)

35 yang lainnya pengukuran dihitung selama 24 jam, yaitu dari jam 07:00 sampai jam 07:00 hari berikutnya.

Selang waktu pengukuran ini sangat berpengaru pada perhitungan besar produksi listrik yang dihasilkan pada hari tersebut. Listrik yang dihasilkan dalam bentu kWh kemudian dilakukan konversi menjadi MW dengan perhitungan kWh dibagi dengan 1000 dikalikan dengan selang waktu perhitungan.

Contoh perhitungan konversi listrik dari kWh menjadi MW di PLTA Ir. H. Djuanda dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

Produksi tanggal 1 Januari 2010:

Produksi tanggal 15 Januari 2010:

Produksi tanggal 31 Januari 2010:

Jumlah produksi listrik yang dihasilkan oleh tiap turbin dengan tinggi jatuh air dan daya yang sama tidak selalu menghasilkan besar produksi yang sama. Namun, perbedaan yang dihasilkan tidaklah begitu signifikan atau sangat kecil. Hal ini dimungkinkan karena adanya kesalahan pada operator dalam menggunakan alat ukur atau dalam mengukur jumlah produksi listrik yang dihasilkan dengan kWh meter.

1. Debit Air yang Dikeluarkan

Debit air yang dikeluarkan dari waduk ke hilir dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti; permintaan petani dari hilir untuk irigasi pertanian yang biasanya sudah direncanaan di awal periode musim tanam selama setahun, untuk penggelontoran kota, industri, PDAM, dan perikanan tambak yang ada di hilir.

Pada kondisi tertentu pemberian air ini dapat berubah dari perencanaan. Ini terjadi karena adanya peristiwa yang terjadi di luar perkiraan. Sebagai contoh,

(41)

36 rusaknya pintu bendung yang ada dihilir, rusaknya turbin, dan rusaknya dinding saluran utama yang mengakibatkan pemberian air harus dikurangi karena kerusakan tersebut harus segera diperbaiki. Selain itu, yang sering mengkibatkan terjadinya perubahan tersebut adalah karena jumlah aliran air yang masuk dari hulu melebihi kondisi normal. Ini biasanya terjadi pada musim hujan dimana jumlah air yang mengalir dari hulu Sungai Citarum melebihi kondisi normal yang mengakibatkan air dalam waduk harus segera dikeluarkan.

Pada saat volume air di dalam waduk berlebih (TMA > 107 meter = terjadi limpas), maka semua turbin harus digunakan. Pada kondisi ini, seharusnya jumlah produksi listrik dapat dimaksimalkan. Sehingga, jika jumlah debit air yang dikeluarkan melalaui turbin belum mencukupi, barulah air dikeluarkan melalui Holowjet. Akan tetapi, karena kurangnya perawatan pada turbin (turbin rusak) menyebabkan produksi listrik tidak dapat dimaksimalkan,

Kondisi dimana air harus dikeluarkan dengan segera juga dapat terjadi sebaliknya sehingga turbin yang aktif dioperasikan sedikit (sekitar 2 sampai 3 turbin). Ini sering terjadi pada musim kemarau panjang dimana air yang masuk ke waduk dari hulu terlalu kecil dan juga ketika terjadinya El-Nino, sehingga harus dilakukan penghematan air. Karena jika tidak dilakukan penghematan air ke hilir, maka jumlah persediaan air akan sangat berkurang. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghematan pengeluaran air. Berhubung karena tujuan utama pengeluaran air dari waduk adalah untuk irigasi pertanian, maka jumlah air yang akan dikeluarkan juga sesuai dengan kebutuhan untuk irigasi pertanian yang sebelumnya telah dilakukan perencanaan di awal tahun periode musim tanam.

Penggunaan turbin berdasarkan jumlah air yang dikeluarkan dilakukan untuk memaksimalkan jumlah produksi listrik yang akan dihasilkan. Karena selain untuk irigasi ke hilir, Waduk Ir. H. Djuanda juga diperuntukkan untuk memproduksi listrik.

Jumlah debit air yang dikeluarkan ke hilir selain karena kondisi di atas (musim hujan atau musim kemarau), yang paling utama adalah berdasarkan permintaan petani dari hilir. Pada saat perencanaan tahunan, yang pertama kali direncanakan setelah volume air dalam waduk diketahui adalah berapa debit air yang akan dialirkan ke hilir. Setelah debit air yang akan dikeluarkan diketahui per

(42)

37 harinya, maka jumlah listrik yang akan diproduksi dalam setahun periode musim tanam dapat direncanakan.

2. Penggunaan Turbin

Di Waduk Ir. H. Djuanda terdapat 6 buah turbin. Penggunaan turbin tiap harinya tidak selalu sama. Penggunaan turbin ini selain karena faktor pengeluaran jumlah air yang akan dikeluarkan karena permintaan dari hilir atau kondisi musim yang tiba-tiba berubah, juga berdasarkan kondisi turbin yang dapat dioperasikan dalam keadaan baik/normal.

Pada kondisi – kondisi tertentu turbin ini akan digunakan seluruhnya dan dapat juga sebaliknya dimana turbin yang digunakan sedikit (lebih banyak yang diistirahatkan). Sebagai contoh, pada saat musim hujan debit air yang masuk ke Waduk Ir. H. Djuanda akan sangat melimpah dari hulu. Debit yang berlebihan akan menyebabkan TMA di waduk melebihi batas maksimal tinggi air yang dapat ditahan oleh spill way yaitu 107 meter. Ketika TMA melebihi batas tersebut (107 meter), maka akan terjadi limpasan. Agar tidak terjadi kerusakan pada waduk, maka air perlu dikeluarkan dari waduk dengan segera. Sebab debit air yang mengalir dari hulu akan terus bertambah. Dan yang paling menghawatirkan adalah jika jumlah debit air yang mengalir ke waduk jauh lebih banyak dari pada kondisi biasanya.

Pada kondisi seperti ini, maka produksi listrik dapat dimaksimalkan lewat turbin. Daya maksimal yang dapat dihasilkan di PLTA Ir. H. Djuanda adalah 187.5 MW atau sekitar 31 – 32 MW/turbin. Pada saat turbin dioperasikan secara keseluruhan, maka jumlah produksi listrik yang dihasilkan akan maksimal. Pada saat kondisi turbin digunakan keseluruhan secara maksimal, maka produksi listrik akan maksimal.

Besar produksi listrik akan sangat dipengaruhi oleh tinggi jatuh air dan daya yang digunakan dalam menggerakkan turbin. Namun, faktor yang paling penting untuk memproduksi listrik dari turbin selain dari tinggi jatuh air, daya yang digunakan, dan jumlah turbin yang dioperasikan adalah seberapa besar debit air yang akan dikeluarkan ke hilir untuk memenuhi permintaan petani dan lainnya. Karena banyaknya jumlah penggunaan turbin ditentukan setelah jumlah debit air yang akan dikeluarkan diketahui.

(43)

38 Selain 6 turbin, Waduk Ir. H. Djuanda juga disiapkan dengan 2 buah holowjet yang akan digunakan jika jumlah debit air di dalam waduk melebihi kapasitasnya. Sehingga dengan mengeluarkan air melalui holowjet, maka jumlah debit air dalam waduk akan cepat berkurang sehingga kemungkinan terjadinya dampak buruk dapat segera diatasi.

Namun, pada kondisi sebaliknya dimana besar volume debit air yang ada di waduk sedikit juga dapat terjadi. Pada musim kemarau panjang dimana jumlah volume/debit air yang terdapat dalam waduk terlalu sedikit, sehingga jumlah debit air yang dikeluarkan ke hilir harus dihemat sebelum musim hujan datang lagi. Pada kondisi seperti ini, maka ke-6 turbin yang ada di PLTA Ir. H. Djuanda tidak akan dapat dioperasikan. Sebab dengan kondisi air yang dikeluarkan sedikit dan juga untuk memaksimalkan jumlah produksi listrik dari debit air yang ada, maka turbin akan digunakan secara bergantian. Selain untuk memaksimalkan produksi listrik, ini juga dapat digunakan untuk mengistirahatkan turbin secara bergantian. Pada saat turbin tidak dioperasikan, maka akan dilakukan pengecekan dan perbaikan jika ada kerusakan pada turbin tersebut. Dan ini akan dilakukan secara bergantian pada ke-6 turbin tersebut. Sehingga jika musim hujan datang yang mengakibatkan debit air yang datang dari hulu berlebih, maka semua turbin sudah siap untuk dioperasikan.

3. Daya yang Digunakan

Pada kondisi normal, daya yang digunakan sekitar 20 MW – 30 MW. Sedangkan daya maksimal yang dapat digunakan tiap turbin adalah sekitar 32 MW. Namun, daya daya maksimal jarang digunakan karena kalau dapat menyebabkan kerusakan pada pintu jatuh air.

Besar kecilnya daya yang digunakan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Tinggi Muka Air (TMA) dalam waduk, Besar debit air yang dikeluarkan lewat turbin, dan Jumlah turbin yang dioperasikan.

Tinggi muka air (TMA) sangat mempengaruhi produksi listrik yang dihasilkan. Sebab, tinggi rendahnya TMA dalam waduk akan mempengaruhi tinggi jatuh air dalam menggerakkan turbin. Semakin besar tinggi jatuh air yang memutar turbin, maka semakin besar juga debit air yang dapat dilewatkan untuk

(44)

39 daya yang sama. Sehingga jumlah produksi listrik yang dihasilkan juga akan semakin besar. Selain itu, semakin besar debit air yang dilewatkan melalui turbin, maka jumlah turbin yang dipakai semakin maksimal/banyak. Sehingga jumlah produksi listrik yang dihasilkan lebih besar.

4. Tinggi Muka Air

Tinggi rendahnya tinggi muka air (TMA) di waduk Ir H. Djuanda sangat mempengaruhi besar kecilnya produksi listrik yang dihasilkan. Terbukti dari besar produksi listrik yang dihasilkan pada tahun 2009 berbanding lurus dengan tinggi muka air yang ada di dalam waduk. Pada tahun 2009 TMA paling rendah adalah sekitar 97 mdpl (bulan November) dan TMA maksimal adalah sekitar 107 mdpl (bulan April – Juni). Untuk lebih jelasnya perbandingan fluktuasi tinggi muka air dan produksi listrik yang dihasilkan di PLTA Ir. H. Djuanda dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Pada tahun 2009 TMA di Waduk Ir. H. Djuanda yang paling rendah terjadi pada tanggal 19 November 2009 yaitu sebesar 97,20 mdpl, sedangkan untuk TMA tertinggi terjadi pada tanggal 17 April 2009 sebesar 107.30 mdpl. Akan tetapi, karena TMA maksimum yang dapat ditampung oleh spill way pada waduk adalah 107 mdpl, maka tinggi jatuh air maksimum yang dapat diperoleh adalah sebesar 80 mdpl.

Gambar 9. Grafik Tinggi Muka Air di Waduk Pada Tahun 2009

R² = 0.98 92 94 96 98 100 102 104 106 108 Ti n gg i M u ka A ir (m d p l) Bulan

Gambar

Gambar 1. Waduk Ir. H. Djuanda  Turbin
Gambar 2. Potongan Sentral Listrik Tenaga Air
Gambar 4. Generator di PLTA Ir. H. Djuanda  Jalur Transmisi
Gambar 6. Diagram Alir Proses Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap penyakit kusta agar nantinya praktik deteksi dini kusta dapat berjalan dan penemuan

Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar

Dari penjelasan definisi judul diatas maka dapat disimpulkan bahwa kawasan pingit ini akan diubah menjadi kawasan vertikal yang sehat menggunakan metode pendekatan biophilic

Dalam artikel Melani (2012), Uriep Budhiprasetyo selaku Direktur Pengawasan Anggota Bursa BEI mengatakan bahwa komposisi ideal investor dalam bursa berupa 70%

Berdasarkan pada permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: Untuk mengetahui pengaruh produk dan Sapta Pesona

Dari hasil tersebut menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pertumbuhan bayi prematur usia 6 sampai 12 bulan di wilayah kerja

Material yang dianil pada temperatur yang paling rendah sehingga hanya recovery yang terjadi akan menunjukan pengupingan yang disebabkan tekstur deformasi yang

Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental