LAPORAN AKHIR
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
PENGATURAN OPTIMALISASI LAHAN POLA AGROFORESTRY
TANAMAN KEHUTANAN DENGAN SAWIT
KEMENTERIAN/LEMBAGA:
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN
Peneliti:
1. Hengki Siahaan
2. Agus Sumadi
3. Agung Wahyu Nugroho
4. Teten Rahman S.
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
2012
KEMENTERIAN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
BALAI PENELITIAN KEHUTANAN PALEMBANG
Jl. Kol. H. Burlian Punti Kayu Km 6,5 PO BOX 179 Telp/Fax 414864 Palembang
e-mail : tembesu@telkom.net
LEMBAR PENGESAHAN DAN IDENTITAS
PENGATURAN OPTIMALISASI LAHAN POLA AGROFORESTRI TANAMAN KEHUTANAN DENGAN SAWIT
INSENTIF PENINGKATAN
KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI TAHUN 2012
Mengesahkan,
Kepala Balai Penelitian Kehutanan
Koordinator/ Peneliti Utama,
Ir. Suharyanto, MM NIP. 195804251987031002
Hengki Siahaan, S.Hut., M.Si NIP. 19730822 199903 1 006
PRAKATA
Perkembangan perkebunan sawit di Sumatera Selatan menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, baik pada skala perusahaan maupun skala petani. Pada skala perusahaan, pengembangan perkebunan sawit dilakukan secara monokultur, berbeda dengan pengembangan sawit pada lahan perkebunan milik masyarakat yang mengembangkan berbagai pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan, yaitu pola agroforestry sawit dengan bambang lanang di Kabupaten lahat dan pola agroforestry sawit dengan kayu bawang di Kabupaten Bengkulu Selatan.
Pola-pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan yang dikembangkan oleh petani sangat beragam, baik pola penanaman, pengaturan jarak tanam, pergiliran tanaman, maupun pemilihan jenis tanaman kehutanan itu sendiri. Pengembangan yang dilakukan oleh petani belum dilakukan secara terencana dan tanpa melakukan analisis biaya. Dengan penelitian ini akan dilakukan analisis biaya pada pola-pola yang dijumpai dan mengintrodusir pola yang memberikan hasil yang optimal kepada petani sawit.
Pada sisi kebijakan pengembangan perkebunan, diharapkan pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan diharapkan dapat diterapkan tidak hanya pada perkebunan sawit milik masyarakat, tetapi juga pada perkebunan skala perusahaan. Apabila kebijakan ini dapat dikembangkan, maka akan diperoleh supply kayu dalam jumlah yang besar dari kegiatan perkebunan sawit dan diharapkan akan dapat mengurangi defisit kekurangan kayu.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ii PRAKATA ... iii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
RINGKASAN ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pokok Permasalahan ... 3
C. Maksud dan Tujuan Kegiatan ... 3
D. Metodologi Pelaksanaan ... 3
1. Lokus Kegiatan ... 3
2. Fokus Kegiatan ... 3
3. Ruang Lingkup ... 4
4. Bentuk Kegiatan ... 4
II. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan ... 5
1. Perkembangan Kegiatan... 5
2. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan ... 6
B. Pengelolaan Administrasi Manajerial ... 6
1. Perencanaan Anggaran ... 6
2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran ... 8
3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset ... 9
4. Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial ... 9
III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA A. Metode Pencapaian Target Kinerja ... 10
1. Kerangka-Rancangan Metode Penelitian ... 10
2. Indikator Keberhasilan Pencapaian Target Kinerja ... 12
a. Pola-pola Agroforestry Sawit dengan Tanaman Kehutanan ... 12
b. Respon dan Pengalaman Petani Agroforestry ... 15
c. Pola Rekomendasi Agroforestry Sawit dengan Tanaman Kehutanan ... 18 B Potensi Pengembangan ke Depan... 20
1. Kerangka Pengembangan ke Depan ... 20
2. Strategi Pengembangan ke Depan ... 20
IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program ... 22
1. Kerangka Sinergi Koordinasi ... 22
2. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi ... 23
3. Perkembangan Sinergi Koordinasi... 23
B. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa ... 24
1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan ... 24
2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan ... 25
3. Perkembangan Pemanfaatan ... 25 V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 27 B. Saran ... 28 DAFTAR PUSTAKA ... 28 LAMPIRAN ...
DAFTAR TABEL
No. Teks Hal
1. Tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian “Pengaturan optimalisasi lahan pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit” tahun
2012 ... 5
2. Perencanaan anggaran penelitian “Pengaturan optimalisasi lahan
pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit” tahun 2012 ... 6 3. Tahapan penyerapan anggaran penelitian “Pengaturan optimalisasi
lahan pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit” tahun
2012 ... 8 4. Lokasi, ukuran, umur dan pemilik plot pengukuran Pola Agroforestry
Tanaman Kehutanan dengan Sawit di Kab. Lahat ... 13 5. Lokasi, umur, ukuran dan pemiliki plot pengukuran pola agroforestry
tanaman kehutanan dengan sawit di Bengkulu Selatan ... 14 6. Pengalaman petani dalam praktik optimalisasi lahan kebun pola
agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan di Kab. Lahat ... 15 7. Perbandingan produksi sawit dan kayu pada pola monokultur dan
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Hal
1. Kerangka metode proses pencapaian target kinerja ... 10 2. Pola agroforestry sawit dengan jenis bambang (Michelia
campacha L.) di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan ... 13 3. Pola agroforestry sawit dan kayu bawang (Dysoxylum
molliscimum Blume) di Kabupaten Bengkulu Selatan ... 14 4. Sistem perakaran pohon dan sawit pada agroforestry sawit
dengan bambang (kiri) dan sawit dengan kayu bawang (kanan) ... 17 5. Sistem tajuk pohon dan sawit pada agroforestry sawit dengan
bambang (kiri) dan sawit dengan kayu bawang (kanan) ... 17 6. Agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan pola tanam jalur ... 18 7. Agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan pola tanam jalur
berseling ... 19 8. Agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan pola tepi/pagar ... 19 9. Agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan dengan pola
kombinasi tepi/pagar dan jalur berseling ... 20 10. Kerangka pengembangan agroforestry sawit dengan tanaman
kehutanan ... 20 11. Kerangka sinergi koordinasi kelembagaan program
pengembangan agroforestry sawit dan tanaman kehutanan ... 22 12. Kerangka pemanfaatan hasil penelitian pola agroforestry sawit
RINGKASAN
Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Bagian Selatan, terutama di Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang sangat cepat. Secara ekonomi, perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, dari aspek ekologi, perkebunan kelapa sawit secara monokultur mempunyai beberapa dampak negatif seperti menurunnya keanekaragaman jenis, ketersediaan air, dan terjadinya deforestasi dan kerusakan lahan rawa gambut.
Salah satu upaya dalam meningkatkan peran sekaligus mengantisipasi dampak negatif yang terjadi, perkebunan kelapa sawit dapat dikembangkan dalam bentuk agroforestry dengan tanaman kehutanan. Di Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, pola ini telah dilakukan oleh petani yang dikenal sebagai kebun rakyat atau hutan rakyat, yaitu agroforestry sawit-bambang (Michelia champaca L) di Kabupaten lahat dan sawit-kayu bawang (Dysoxylum molliscimum Blume.) di Kabupaten Bengkulu Selatan. Agroforestry ini perlu dikembangkan secara optimal sehingga dapat diaplikasikan secara luas.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan pola tanam campuran sawit dengan tanaman kehutanan yang optimal baik dari produksi sawit (CPO) dan hasil kayu dari tanaman kehutanan. Pelaksanaan kegiatan diawali dengan pengumpulan informasi awal pengembangan agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan, pengumpulan data pada berbagai lokasi pengembangan (Kab. Lahat dan Bengkulu Selatan) dan analisis untuk menghasilkan pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan yang optimal.
Metode yang digunakan adalah pembuatan plot, wawancara, pengukuran, analisis data, diskusi dengan pihak terkait, dan pengambilan kesimpulan (rekomendasi) pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit yang optimal.
Program penelitian disinergikan pada tiga kelembagaan utama yaitu Dinas Perkebunan Propinsi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten, dan Kelompok tani. Program dikoordinasikan secara lebih rinci pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan pada tingkat Kabupaten. Implementasi program dilakukan pada tingkat petani/pelaku usaha yang mengembangkan pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pengaturan pola tanam, agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan tidak mempunyai dampak yang signifikan terhadap penurunan produksi sawit dan di sisi lain dapat menghasilkan kayu yang juga mempunyai nilai ekonomi. Pola agroforestry optimal sawit-bambang maupun sawit-kayu bawang perlu disampaikan kepada lembaga terkait di daerah agar disosialisasikan kepada masyarakat di daerahnya. Sosialisasi dapat juga dilakukan dengan pembuatan demplot hasil penelitian sehingga pola-pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan dapat menyebar kepada petani sawit lainnya. Pada tataran kebijakan, diharapkan pola ini juga dapat dikembangkan pada perusahaan yang mengembangkan perkebunan sawit melalui kebijakan yang diambil oleh Dinas Perkebunan baik tingkat propinsi maupun kabupaten.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Bagian Selatan, terutama di Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang sangat cepat. Di Sumatera Selatan, tahun 2010, perkebunan sawit menduduki peringkat kedua terluas setelah perkebunan karet, yaitu mencapai 818.346 ha, sedangkan perkebunan karet sebesar 1.195.111 ha. Dengan luasan tersebut, perkebunan sawit di Sumatera Selatan dapat menghasilkan CPO sebesar 2.160.632 ton dan menyerap tenaga kerja sebesar 294.605 orang (Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, 2011). Hingga tahun 2013, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Perkebunan, perkebunan sawit ditargetkan mencapai 1.200.000 ha, sehingga akan mempunyai peran yang sangat strategis dalam perekonomian di Sumatera Selatan.
Secara ekonomi, perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di Sumatera Selatan. Namun demikian, dari aspek ekologi, perkebunan kelapa sawit secara monokultur mempunyai beberapa dampak negatif seperti menurunnya keanekaragaman jenis baik flora maupun fauna, menurunnya ketersediaan air, dan terjadinya deforestasi dan kerusakan lahan rawa gambut akibat ekspansi yang berlebihan. Oleh karena itu, sesuai dengan salah satu prinsip dan kriteria RSPO (Roundtable for Sustainable Palm Oil), maka setiap pengembang perkebunan sawit bertanggungjawab atas dampak negatif yang terjadi, baik terhadap lingkungan, konservasi kekayaan alam, maupun keanekaragaman hayati.
Salah satu upaya dalam meningkatkan peran sekaligus mengantisipasi dampak negatif yang terjadi, perkebunan kelapa sawit dapat dikembangkan dalam bentuk agroforestry dengan tanaman kehutanan. Sistem agroforestri dicirikan oleh keberadaan komponen pohon dan tanaman pertanian atau
perkebunan dalam ruang dan waktu yang sama (Suryanto et al 2005). Pengembangan sistem agroforestri yang dilakukan oleh masyarakat dapat memberikan manfaat ganda pada masyarakat, yaitu berupa hasil tahunan dari tanaman pertanian maupun berupa hasil akhir (kayu) dari tanaman kehutanan. Selain itu sistem agroforestri merupakan sistem pengolahan lahan yang dapat mendukung penyediaan pangan sesuai dengan pendapat Widianto et al (2003) yang mengatakan bahwa agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan.
Di Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, pengembangan perkebunan sawit dalam bentuk agroforestry tidak dilakukan pada perkebunan yang dibangun oleh perusahaan, tetapi justru dilakukan oleh petani yang dikenal sebagai kebun rakyat atau hutan rakyat. Bentuk agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan yang dikembangkan oleh petani di Sumatera Selatan, terutama di Kabupaten Lahat adalah sawit dengan bambang lanang (Michelia champaca L) dan sawit dengan jati (Tectona grandis), namun yang paling umum dijumpai adalah sawit dengan bambang lanang. Sementara di Propinsi Bengkulu (Kabupaten Seluma dan Bengkulu Selatan) berkembang agroforestry antara sawit dengan kayu bawang (Dysoxylum molliscimum Blume.).
Pola-pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan yang dikembangkan oleh petani sangat beragam, baik pola penanaman, pengaturan jarak tanam, pergiliran tanaman, maupun pemilihan jenis tanaman kehutanan itu sendiri. Pengembangan yang dilakukan oleh petani belum dilakukan secara terencana dan tanpa melakukan analisis biaya. Kegiatan penelitian akan dilakukan pada lahan masyarakat yang telah mengembangkan tanaman kehutanan dan sawit untuk menilai pola yang ideal untuk diterapkan dalam skala luas.
B. Pokok Permasalahan
Perkembangan usaha perkebunan sawit yang sangat pesat di satu sisi telah memberi kesejahteraan bagi masyarakat, tetapi di sisi lain akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan semakin meminggirkan usaha-usaha yang berkaitan dengan pembangunan hutan tanaman. Pembangunan usaha perkebunan sawit dengan pola agroforestry dengan tanaman kehutanan dapat menjadi salah satu solusi permasalahan lingkungan dan defisit kebutuhan kayu yang saat ini semakin meningkat.
C. Maksud dan Tujuan Kegiatan
Maksud kegiatan ini adalah mendapatkan pola tanam campuran sawit dengan tanaman kehutanan yang optimal baik dari produksi sawit (CPO) dan hasil kayu dari tanaman kehutanan. Tujuannya adalah menyediakan teknik pengembangan agroforestry tanaman sawit dengan tanaman kehutanan.
D. Metodologi Pelaksanaan 1. Lokus Kegiatan
Lokus kegiatan pada tahun 2012 adalah pada kebun-kebun sawit pada lahan masyarakat yang dikembangkan dengan pola agroforestry dengan tanaman kehutanan (hutan rakyat). Secara administrasi pemerintahan lokus kegiatan berada pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu.
2. Fokus Kegiatan
Fokus kegiatan penelitian ini adalah bidang ketahanan pangan (1.01.01) yaitu perkebunan sawit yang dikelola dalam bentuk agroforestry dengan tanaman kehutanan. Pola agroforestry yang dimaksud adalah campuran antara sawit dengan kayu Bambang lanang (Michelia champaca L.) dan sawit dengan Kayu bawang (Dysoxylum molliscimum Blume).
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi aspek silvikultur agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan (bambang lanang dan kayu bawang) dan aspek sosial ekonomi. Aspek silvikultur meliputi pengaturan pola tanam, pergiliran tanaman, pengaturan kerapatan, persaingan perakaran, dan persaingan tajuk. Aspek sosial ekonomi antara lain meliputi pertumbuhan dan hasil kayu, produksi sawit, dan respon masyarakat.
4. Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan survey lokasi pengembangan agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit, pembuatan petak ukur (plot), pengukuran pertumbuhan tanaman kehutanan dan produksi sawit, wawancara, analisis data dan pembuatan laporan.
II. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan 1. Perkembangan Kegiatan
Tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian ”Pengaturan optimalisasi lahan pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit” disajikan secara rigkas pada Tabel 1. Saat ini penelitian telah mencapai tahap akhir (tahap 4) yaitu tahap analisis data dan pembuatan laporan. Pada tahap ini semua data dan informasi yang diperoleh dari tahap 1 hingga tahap 3 dianalisis, ditabulasikan, dan disajikan sehingga menjadi informasi yang bermanfaat dan mudah dipahami.
Tabel 1. Tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian ” Pengaturan optimalisasi lahan pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit” tahun 2012
No Tahapan Kegiatan Deskripsi Singkat Tahapan Kegiatan Alokasi Waktu 1. Persiapan, penelusuran informasi, dan pengumpulan data sekunder Pengumpulan literatur, pencarian informasi, penyusunan proposal,
koordinasi dengan mitra terkait
Februari s/d Maret 2012
2. Pengukuran, pengumpulan dan analisis data di Kab. Lahat, Sumsel
Diskusi dengan pihak terkait (dinas, koperasi, kelompok tani), pembuatan plot.
April s/d Mei 2012
3. Pengukuran dan pengumpulan data di Kab. Bengkulu Selatan, Bengkulu
Diskusi dengan pihak terkait (dinas, koperasi, kelompok tani), pembuatan plot.
Agustus s/d September 2012 4. Analisis data dan
pembuatan laporan
Tabulasi dan analisis data lapangan, diskusi dan pembuatan laporan
Mei-Oktober 2012
2. Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan
Dalam pelaksanaan kegiatan tidak ada kendala yang berarti yang menghalangi berlangsungnya kegiatan. Beberapa kendala yang dapat diatasi sejalan dengan berlangsungnya kegiatan antara lain seperti adanya respon negatif dari beberapa petani terhadap kegiatan yang dilakukan dan kurangnya SDM pada tingkat petani yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan.
B. Pengelolaan Administrasi Manajerial 1. Perencanaan Anggaran
Perencanaan anggaran untuk kegiatan penelitian “Pengaturan Optimalisasi Lahan Pola Agroforestry Tanaman Kehutanan Dengan Sawit” tahun 2012 (Tabel 2) sebesar Rp. 200.000.000,- dibedakan atas biaya personil (komponen 1) dan biaya non personil (komponen 2, 3, dan 4).
Tabel 2. Perencanaan Anggaran penelitian “Pengaturan Optimalisasi Lahan Pola Agroforestry Tanaman Kehutanan Dengan Sawit” tahun 2012 No. Komponen Anggaran Alokasi (Rp.) Persentase (%)
1. Gaji dan Upah 71.450.000 35,73
2. Bahan Habis Pakai 3.018.000 1,51
3. Perjalanan 124.290.000 62,15
4. Lain-lain 1.242.000 0,62
Jumlah Biaya 200.000.000 100,00
a. Biaya personil 1) Gaji dan upah
No. Pelaksana Kegiatan Jumlah
(Orang) Volume Biaya Satuan (Rp.) Biaya 1 tahun (Rp.) 1. Koordinator /Peneliti Utama 1 385 OJ 40.000 15.400.000 2. Pelaksana/Peneliti
(2 orang Peneliti Muda)
2 770 OJ 40.000 30.800.000
3. Teknisi (1 orang) 1 375 OJ 20.000 7.500.000
4. Tenaga Harian 355 HOK 50.000 17.750.000
b. Biaya non personil 1) Bahan Habis Pakai
No. Bahan Volume
Biaya Satuan
(Rp.)
Biaya 1 tahun (Rp.)
1. cat minyak 13 kaleng 48.000 624.000
2. cat semprot 10 buah 25.000 250.000
3. kuas 1" 10 buah 5.000 50.000
4. kuas 1,5 " 2 buah 8.000 16.000
5. Parang 2 buah 50.000 100.000
6. meteran kain 1,5 m 13 buah 3.000 39.000
7. meteran 50 m 6 buah 70.000 420.000
8. tali tambang 55 m 3.000 165.000
9. Thinner 7 kaleng 22.000 154.000
10. meteran 100 m 1 buah 100.000 100.000
11. spidol marker 16 buah 5.000 80.000
12. Gunting 4 buah 15.000 60.000
13. Handboard 6 buah 12.500 75.000
14. Handcounter 4 buah 15.000 60.000
15 dokument pack folder 3 buah 25.000 75.000
16 Timbangan 5 buah 150.000 750.000
Jumlah Biaya 3.018.000
2) Perjalanan
No. Tujuan Volume Biaya 1 tahun (Rp.)
1. Perjalanan dalam rangka penelitian Pola Agroforestry Sawit dengan kayu
bambang di Provinsi Sumsel
12 OT 61.955.000
2. Perjalanan dalam rangka Pembuatan plot Pola Agroforestry Sawit dengan kayu bawang di Provinsi Bengkulu
6 OT 50.030.000 3. Perjalanan dalam rangka Supervisi kegiatan
penelitian/monitoring 5 OT 12.305.000
3) lain-lain
No. Uraian Volume Harga Satuan
(Rp.) Biaya 1 thn (Rp.) 1. Fotocopy 460 lembar 200 92.000 2. Dokumentasi 1 Paket 700.000 700.000 3. Album 6 buah 75.000 450.000 Jumlah 1.242.000
2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran
Tabel 3. Tahapan penyerapan anggaran penelitian ”Pengaturan Optimalisasi Lahan Pola Agroforestry Sawit Dengan Tanaman Kehutanan”
No. Pos Pengeluaran
Anggaran Realisasi Realisasi Rencana 1 Tahun Tahap I Tahap II Tahap III
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) 1 2 3 4 5 6 1 Gaji Upah - Upah harian 17.750.000 5.850.000 8.400.000 3.500.000 - Insentif 53.700.000 15.360.000 24.080.000 14.260.000 Jumlah 1 71.450.000 21.210.000 32.480.000 17.760.000 2 Belanja Bahan
Bahan habis pakai 3.018.000 1.260.000 850.000 908.000
Jumlah 2 3.018.000 1.260.000 850.000 908.000
3 Belanja Perjalanan
- Perjalanan dalam rangka pelaksanaan penelitian
111.985.000 37.180.000 57.700.000 17.105.000
- Perjalanan dalam rangka supervisi/monitoring 12.305.000 8.305.000 4.000.000 Jumlah 3 124.290.000 37.180.000 66.005.000 21.105.000 4 Lain-lain - Fotocopy 92.000 40.000 31.000 21.000 - Dokumentasi 700.000 160.000 409.000 131.000 - Album foto 450.000 150.000 225.000 75.000 Jumlah 4 1.242.000 350.000 665.000 227.000 Jumlah 1 s.d 4 200.000.000 60.000.000 100.000.000 40.000.000
Mekanisme pengelolaan anggaran disesuaikan dengan kontrak kerjasama antara Kementerian Ristek dengan Badan Litbang Kehutanan. Penggunaan anggaran dilakukan dengan tiga tahapan yang telah ditetapkan, yaitu tahap pertama sebesar 30%, tahap kedua 50% dan tahap ketiga sebesar 20%. Komponen anggaran yang digunakan pada masing-masing tahapan kegiatan disajikan pada Tabel 3.
3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset
Aset yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah berupa aset tidak berwujud yaitu berupa tulisan ilmiah dalam jurnal dan prosiding. Media jurnal yang dipilih sesuai dengan bidang fokus penelitian adalah Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, sedangkan prosiding yang digunakan adalah prosiding yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Produktifitas Hutan. 4. Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi manajerial
Tidak ada kendala maupun hambatan berarti yang dihadapi dalam pengelolaan administrasi manajerial. Komunikasi dengan pengelola berjalan dengan baik, baik secara langsug maupun melalui media elektronik (website, e-mail).
III. Metode Pencapaian Target Kinerja
A. Metode Pencapaian Target Kinerja 1. Kerangka-Rancangan Metode Penelitian
Gambar 1. Kerangka metode proses pencapaian target kinerja
Metode pencapaian target kinerja penelitian ini diawali dengan studi literatur dan pengumpulan informasi pengembangan agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit. Setelah informasi diperoleh kemudian dilakukan survey lokasi, pembuatan plot, wawancara, pengukuran, analisis data, diskusi dengan pihak terkait, dan pengambilan kesimpulan (rekomendasi) pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit yang optimal. Rekomendasi
Studi literatur
Pengumpulan informasi Dinas Perkebunan
Propinsi
Dinas Hutbun Kabupaten Kelompok tani Survei Lokasi
Pembuatan plot Wawancara
Pertumbuhan pohon tanam, pemeliharaaan Produksi sawit, pola
Analisi data dan Pelaporan
Kesimpulan dan Rekomendasi Pola Optimal Penyampain hasil ke Dinas terkait,
kemudian disampaikan kepada pengguna, yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten, kelompok tani, dan pelaku usaha (Gambar 1).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan banyak dijumpai pada kebun-kebun sawit yang diusahakan oleh petani atau yang lebih dikenal sebagai kebun rakyat atau hutan rakyat. Pola agroforestry ini tidak dijumpai pada perkebunan-perkebunan sawit yang dikelola oleh perusahaan. Di Kabupaten Lahat, Propinsi Sumatera Selatan dijumpai agroforestry antara sawit dengan jenis bambang (Michelia champaca L) dan di Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu dijumpai agroforestry sawit dengan kayu bawang (Dysoxylum molliscimum Blume).
Pengembangan pola agroforestry oleh petani, umumnya masih dilakukan secara sederhana. Penanaman dilakukan dengan berbagai pola tetapi belum memperhitungkan kompetisi yang mungkin terjadi antar tanaman, baik pada sistem perakaran maupun ruang tajuk (kompetisi cahaya matahari), sehingga tidak memberikan hasil yang optimal. Untuk memperoleh pola dan pengaturan jarak tanam yang optimal, maka perlu dilakukan analisis dengan membandingkan hasil yang diperoleh pada berbagai pola yang telah dikembangkan oleh petani. Perbandingan hasil dilakukan dengan mengukur produksi tandan buah segar (TBS) dan riap kayu (m3/ha/thn) pada berbagai pola tanam yang dikembangkan oleh petani. Selain itu dilakukan juga studi aspek silvikultur untuk melihat kompetisi pada sistem perakaran maupun kompetisi antar tajuk tanaman.
Wawancara juga dilakukan untuk menggali pengalaman petani tentang pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan yang dikembangkannya. Selain itu juga untuk memperoleh gambaran bagaimana tingkat kepuasan masyarakat terhadap pola agroforestry yang dikembangkannya.
Data dan informasi yang diperoleh, baik melalui plot pengukuran maupun hasil wawancara selanjutnya dianalisis dan dipadukan untuk memperoleh pola agroforestry sawit + tanaman kehutanan yang optimal. Pola ini kemudian akan dijadikan sebagai pola rekomendasi agroforestry sawit dengan tanaman
kehutanan yang akan disampaikan kepada pengguna, yaitu pemerintah daerah, petani, ataupun pelaku usaha lainnya.
2. Indikator Keberhasilan Pencapaian Target Kinerja
Indikator keberhasilan pencapaian target kinerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Terbentuknya plot penelitian pada lahan agroforstry tanaman kehutanan dan sawit
- Diketahuinya respon masyarakat terhadap pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan.
- Diperolehnya data pertumbuhan pohon (m3/ha/tahun) dan produksi sawit (TBS) pada berbagai pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan. - Diperolehnya pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit yang
optimal
- Disampaikannya rekomendasi pola optimal kepada dinas terkait, kelompok masyarakat dan pelaku usaha
3. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Penelitian
a. Pola-pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan
Di Kabupaten Lahat dijumpai pola agroforestry sawit dengan jenis bambang (Michelia champaca L.) dan jati (Tectona grandis) sedangkan di Kabupaten Bengkulu Selatan dijumpai pola agroforestry sawit dengan kayu bawang (Dysoxylum molliscimum Blume). Plot pengamatan dibuat untuk memperoleh data produksi kayu (riap) dan produksi sawit (TBS) pada pola-pola agroforestry yang dikembangkan oleh petani tersebut. Di Kabupaten Lahat dibuat 8 plot pengamatan yang tersebar pada 4 desa dan 4 kecamatan (Tabel 4) sedangkan di Kabupaten Bengkulu Selatan dibuat 4 plot pengukuran (Tabel 5). Beberapa contoh plot disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Pola agroforestry sawit dengan jenis bambang (Michelia campacha L.) di Kabupaten Lahat ,Sumatera Selatan
Tabel 4 Lokasi, ukuran, umur, dan pemilik plot pengukuran Pola Agroforestry Tanaman Kehutanan dengan Sawit di Kab. Lahat
Lokasi No. PUP Umur (thn) Ukuran (m x m) Pola Tanam Pemilik
Desa Pulau Beringin, Kec. Kikim Selatan, Kab. Lahat 1 S = 3,5 B = 5,5 40 x 45 Sawit + Bambang (acak) Hendri 2 S = 7,0 B = 6,0 50 x 75 Sawit + Bambang (pola pagar) Ngadison 3 S = 6,0 B = 6,0 30 x 40 Sawit + Bambang+ karet (acak) Ahmad Hinin Desa Pagar Jati, Kec.
Kikim Selatan, Lahat
4 S = 7,0
B = 7,0
25 x 40 Sawit + Bambang (acak)
Ritonga Desa Tanjung Aur,
Kec. Kikim Tengah, Lahat. 5 S = 8,0 B = 8,0 50 x 50 Sawit + Bambang (acak) Rudi Desa Gelombang, Kec. Kikim Timur, Lahat. 6 S = 8,0 B = 8,0 50 x 50 Sawit + Bambang (Pola jalur) Taslim
Desa Gunung Aji, Kec Pseksu, Kab. Lahat
7 S = 6,0
J = 6,0
40 x 40 Sawit + Jati (Pola jalur)
Muis Desa Banu Ayu, Kec.
Kikim Selatan, Lahat
8 - 30 x 50 Sawit + Bambang+
Sungkai (Acak)
Ismed Keterangan: S = Sawit, B= Bambang, dan J = Jati
Tabel 5. Lokasi, umur, ukuran, dan pemilik plot pengukuran pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit di Bengkulu Selatan
Lokasi No.
PUP
Umur (tahun)
Ukuran
(m x m) Pola tanam Pemilik Desa Bakal Dalam,
Kec. Talo Kecil, Kab. Bengkulu Selatan 1 S= 12 Bw=6 40 x 40 Sawit+bawang (pola jalur) Nasri
Desa Batu Ampar, Kec. Keduran Ulu, Kab. Bengkulu Selatan 2 S=5 Bw=11 40 x 40 Sawit+bawang (pola acak) Amrah
Desa Tabah, Kec. Talo Kecil, Kab. Bengkulu Selatan 3 S=10 Bw=12 30 x 30 Sawit+bawang (pola acak) Arsam
Desa Bakal Dalam, Kec. Talo Kecil, Kab. Bengkulu Selatan 4 S=5 Bw=10 30 x 30 Sawit+bawang (pola acak) Zairi
Keterangan: S=sawit, Bw=kayu bawang
Gambar 3. Pola agroforestry sawit dengan kayu bawang (Dysoxylum molliscimum Blume) di Kabupaten Bengkulu Selatan
b. Respon dan pengalaman petani agroforestry
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 petani agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan di Kab. Lahat diketahui bahwa petani yang mengembangkan agroforestry sawit dengan jati mempunyai respon yang negatif terhadap agroforestry. Petani merasa produksi sawit yang diperoleh menurun sementara pertumbuhan tanaman jatinya sangat lambat sehingga tidak dapat mengimbangi penurunan produksi sawit. Berbeda dengan petani yang mengembangkan agroforestry sawit dengan kayu bambang, sebagian besar petani (75 %) memberikan respon positif (Tabel 6).
Tabel 6. Pengalaman petani dalam praktik optimalisasi lahan kebun pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan di Kab. Lahat
No . Nama Petani Jumlah sawit (btg) /jarak tanam (m) Umur dan Produksi rerata TBS / 2 minggu
Jenis dan jumlah tanaman campuran
Sikap terhadap agroforestri
sawit
1. Ismet 70 / 9 x 9 4 th / 400 kg bambang (30), 6 th positif 2. Danuri 500 / 9 x 9 9 th / 3000 kg jati (100), 9 th negatif 3. Hendri 32 / 9 x 8 5 th / 150 kg bambang (50), 5,5 th positif 4. Ngadisan 750 / 9 x 9 7 th / 4500 kg bambang (200), 7 th positif 5. Jumin 67 / 9 x 8 6 th / 250 kg bambang (76), 6 th negatif 6. Tompul 61 / 7 x 8 7 th / 200 kg bambang (30), 7 th positif 7. Rudi 250 / 10 x 10 5 th / 1200 kg bambang (250), 5 th positif 8. Taslim 125 / 8 x 8 8 th / 500 kg bambang (60), 8 th positif 9. Sarjani 60 / 6 x 6 8 th / 500 kg bambang (30) , 8 th negatif 10. Muis 100 / 9 x 10 6 th / 200 kg jati (60), 10 th negatif
Penurunan produksi sawit dalam jumlah besar dapat terjadi pada pola agroforestry sawit dengan kayu bambang jika dilakukan tanpa pengaturan pola tanam dan kerapatan. Kerapatan tanaman kayu yang berlebihan dapat menekan produksi sawit dan riap tanaman kayu itu sendiri. Jika pola dan pengaturan kerapatan dilakukan dengan tepat, maka penurunan produksi sawit dapat diimbangi oleh riap tanaman kayu. Pada Tabel 7 disajikan perbandingan produksi sawit antara kebun sawit monokultur dengan kebun sawit agroforestry serta menampilakan produksi kayu pada saat pengukuran (umur tertentu).
Tabel 7. Perbandingan produksi sawit dan kayu pada pola monokultur dan agroforestry sawit dengan kayu bambang dan bawang
No. Pemilik/Lokasi Jenis/ umur Pohon Umur Sawit Produksi/Potensi* Mono kultur sawit (kg/ha) Agroforestry Sawit (kg/ha) Pohon (m3/ha) Penurunan prod sawit (%) 1 Ngadison/
Desa Pulau Beringin Kab. Lahat Bambang/ 6 thn/ 66 btg/ha 7 631 493 19,75 21,87 2 Amrah/
Desa Batu Ampar Kab. Bkl Selatan Bawang/ 11 thn/ 169 btg/ha 5 2140 928 142.8 56,64 3 Zairi/ Desa Bakal Dalam Kab. Seluma Bawang/ 10 thn/ 155 btg/ha 5 1200 800 95.8 33,33
* = Data sementara produksi sawit musim kemarau pada satu periode panen TBS (2 minggu)
Pada Tabel 7 terlihat bahwa dengan jumlah pohon 66 batang/ha terdapat penurunan produksi sawit sebesar 21,87 % dan dengan semakin besarnya jumlah pohon maka semakin besar pula penurunan produksi sawit tetapi akan semakin besar produksi kayu yang diperoleh, sehingga pengaturan yang tepat dapat memberikan nilai ekonomi yang sama. Keuntungan akan diperoleh adalah keuntungan ekologis dengan kehadiran pohon pada areal perkebunan terutama pada areal-areal yang kritis seperti lahan-lahan miring dan daerah kering.
Pengaturan kerapatan (jumlah pohon dan sawit per hektar) berkaitan dengan aspek silvikultur, yaitu pemanfaatan tapak dan ruang seoptimal mungkin. Pemanfaatan tapak dan ruang berkaitan dengan persaingan pada sistem perakaran utuk memperoleh air dan unsur hara, maupun persaingan tajuk untuk memperoleh cahaya matahari.
Pada sistem perakaran, optimalisasi pemanfaatan ruang terjadi karena sistem perakaran pohon (bambang dan kayu bawang) berbeda dengan sawit. Sistem perakaran pohon adalah akar tunjang yang cenderung memanfaatkan
tanah pada bagian yang lebih dalam (subsoil) sedangkan sistem perakaran sawit adalah akar serabut yang lebih cenderung memanfaatkan bagian permukaan tanah (Gambar 4).
Gambar 4. Sistem perakaran pohon dan sawit pada agroforestry sawit dengan bambang (kiri) dan sawit dengan kayu bawang (kanan) Pada sistem tajuk, optimalisasi ruang terjadi karena tajuk pohon dan kelapa sawit memanfaatkan ruang yang berbeda. Pertumbuhan pohon bambang dan kayu bawang yang menjulang ke atas (dapat mencapai >20 m) tidak akan menghalangi tajuk sawit dalam memperoleh cahaya matahari karena berada pada ketinggian lebih kurang 10 m lebih rendah (Gambar 5).
Gambar 5. Sistem tajuk pohon dan sawit pada agroforestry sawit dengan bambang (kiri) dan sawit dengan kayu bawang (kanan)
c. Pola Rekomendasi Agroforestry Sawit dengan tanaman kehutanan Pola rekomendasi agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan dikembangkan berdasarkan hasil studi dan analisis terhadap pola-pola agroforestry yang telah dikembangkan oleh masyarakat. Pola-pola tersebut adalah pola tanam jalur berseling, pola jalur intensif, pola pagar, dan pola kombinasi pagar dan jalur berseling. Masing-masing pola dirinci secara lebih detil sebagai berikut:
Pola 1. Agroforestry pola tanam jalur
Pada pola ini sawit ditanam dengan pola segitiga 9 m x 9 m, jumlah batang 143 batang/ha. Pohon ditanam dengan jarak tanam 9 m x 15,6 m dengan jumlah pohon 71 batang/ha (Gambar 6).
Gambar 6. Agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan dengan pola tanam jalur
Pola 2. Agroforestry pola tanam jalur berseling
Pada pola ini, sawit juga ditanam sama dengan pola tanam jalur sehingga jumlah sawit adalah 143 batang/ha. Pola ini bermaksud mengurangi jumlah pohon per hektar dan jarak tanam pohon menjadi 18 m x 16.4 m sehingga diperoleh sebanyak 34 batang/ha. Pada pola ini produksi sawit diharapakan lebih banyak dibanding pola tanam jalur (Gambar 7).
.
Gambar 7. Agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan dengan pola tanam jalur berseling
Pola 3. Agroforestry pola tanam tepi/pagar
Pada pola ini sawit ditanam seperti pola sebelumnya, tetapi tanaman kayu hanya ditanam pada tepi lahan. Pada pola ini juga akan diperoleh pohon dengan jumlah 46 batang/ha (Gambar 8).
Gambar 8. Agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan dengan pola tepi/pagar
Pola 4. Agroforestry kombinasi pola pagar dan jalur berseling
Pola ini adalah pola kombinasi antara pola pagar dan pola jalur berseling. Sawit ditanam dengan jarak tanam seperti pada pola sebelumnya. Pada pola ini jumlah pohon/ha adalah 80 batang/ha.
Gambar 9. Agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan dengan pola kombinasi tepi/pagar dan jalur berseling
B. Potensi Pengembangan Ke Depan 1. Kerangka Pengembangan ke Depan
Gambar 10. Kerangka pengembangan agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan
2. Strategi Pengembangan ke Depan
Pasca kegiatan penelitian tahun pertama akan diperoleh pola agroforestry optimal antara tanaman kehutanan dengan sawit, baik pola agroforestry sawit-bambang lanang maupun sawit-kayu bawang. Pola-pola ini
Pola Optimal Agroforestry
Rekomendasi Kebijakan Dishutbun Propinsi Dishutbun Kabupaten Rekomendasi Teknis
Pelakau usaha Petani
perlu disampaikan kepada lembaga terkait di daerah untuk melakukan sosialisasi secara lebih intensif kepada masyarakat di daerahnya.
Selaian melalui dinas terkait di daerah, sosialisasi dapat juga dilakukan dengan pembuatan demplot hasil penelitian. Oleh karena itu, ke depan, diharapkan dapat dilakukan pembuatan demplot sehingga pola-pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan dapat menyebar kepada petani sawit lainnya. Pada tataran kebijakan, diharapkan pola ini juga dapat dikembangkan pada perusahaan-perusahaan yang mengembangkan perkebunan sawit melalui kebijakan yang diambil oleh Dinas Perkebunan baik tingkat propinsi maupun kabupaten.
IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program 1. Kerangka Sinergi Koordinasi
Gambar 11. Kerangka sinergi koordinasi kelembagaan program pengembangan agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan Sinergi koordinasi kelembagaan pada program penelitian ini dilakukan pada tiga kelembagaan utama yaitu Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten, dan Kelompok tani. Dinas Perkebunan Propinsi lebih berperan sebagai sumber informasi terkait lokasi-lokasi dan perkembangan usaha perkebunan sawit di propinsi tersebut. Program yang direncanakan dikoordinasikan secara lebih rinci pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan pada tingkat Kabupaten. Selanjutnya program diimplementasikan pada tingkat petani/pelaku usaha yang mengembangkan pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan. Pembuatan plot, pengumpulan data dan pengukuran dilakukan secara bersama-sama dengan petani dan didampingi penyuluh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Disbun Propinsi Dishutbun Kabupaten
Kelompok tani
Pembuatan plot Wawancara
Analisis data Kesimpulan/Rekomendasi
Kabupaten, sehingga diskusi dapat dilakukan secara langsung di lapangan. Kerangka sinergi koordinasi kelembagaan disajikan pada Gambar11.
2. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi
Keberhasilan program penelitian pengembangan agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit dapat dilihat dengan indikator sebagai berikut:
- Program penelitian sejalan dengan program Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten dan hasil yang diperoleh dijadikan sebagai bagian dari program pengembangan ke depan.
- Jenis yang direkomendasikan sebagai tanaman agroforestry dengan sawit diterima oleh petani.
- Petani menerima dan mempertimbangkan pola agroforestry yang direkomendasikan dari hasil penelitian.
- Terjadinya pertukaran informasi antara peneliti, petani, dan dinas kehutanan dan perkebunan di daerah
3. Perkembangan Sinergi Koordinasi
Pada tahap pertama program disinergikan dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten (Kabupaten Lahat dan Bengkulu Selatan), sehingga diperoleh jenis tanaman kehutanan yang cocok dan diminati oleh petani pada masing-masing daerah, yaitu jenis bambang (Michelia champaca L.) di Kabupaten Lahat dan kayu bawang (Dysoxylum molliscimum Blume) di Kabupaten Bengkulu Selatan. Sesuai dengan hasil diskusi dengan penyuluh pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan pada masing-masing daerah, dilakukan pembuatan plot pengukuran pada lahan-lahan petani yang mengembangkan berbagai pola agroforestry sawit dengan tanaman kayu. Penilaian produktivitas tegakan dilakukan secara bersama-sama antara peneliti, petani, dan penyuluh pada plot-plot penelitian yang dibuat. Diskusi
secara langsung juga dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengukuran dan penilaian produktifitas lahan petani pada masing-masing plot.
B. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 1. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan
Gambar 12. Kerangka pemanfaatan hasil penelitian pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan
Bentuk hasil penelitian ini adalah berupa rekomendasi kebijakan, rekomendasi teknis, dan karya tulis ilmiah dalam bentuk jurnal dan prosiding. Karya tulis ilmiah diperuntukkan bagi masyarakat ilmiah dalam bidang terkait. Rekomendasi kebijakan disampaikan kepada Pemerintah Daerah melalui Dinas Perkebunan/Kehutanan Propinsi dan Kabupaten sedangkan rekomendasi teknis disampaikan kepada petani secara langsung oleh peneliti atau penyuluh. Kerangka pemanfaatan hasil litbangyasa disajikan pada Gambar 12.
Hasil litbangyasa berupa tulisan ilmiah dikemas dalam bentuk jurnal hasil penelitian dan makalah dalam prosiding pertemuan ilmiah. Tulisan ilmiah hasil penelitian akan diproses ke dalam Jurnal Penelitian Hutan Tanaman dan makalah prosiding akan disampaikan dalam pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Balai Penelitian Kehutanan Palembang.
Rekomendasi kebijakan akan disampaikan dalam bentuk laporan hasil penelitian pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan pada tingkat Propinsi dan
Hasil Litbang
Karya Tulis Ilmiah Rekomendasi Kebijakan
Disbun Propinsi Disbun Kabupaten
Rekomendasi Teknis
Pelakau usaha Petani Masyarakat Ilmiah
Kabupaten. Hasil penelitian ini juga akan dikomunikasikan kepada penyuluh kehutanan/pertanian pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan pada tingkat kabupaten untuk dijadikan sebagai salah satu bahan dalam kegiatan penyuluhan.
Rekomendasi teknis akan disampaikan secara langsung kepada petani yang mengembangkan pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan. Rekomendasi berkaitan dengan pemilihan jenis yang cocok untuk dicampur dengan sawit dan pola-pola yang memberikan hasil yang optimal.
2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan
Indikator keberhasilan pemanfaatan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Hasil penelitian diterbitkan dalam Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
- Makalah hasil penelitian dapat disampaikan dalam pertemuan ilmiah dan dimuat dalam prosiding seminar hasil-hasil penelitian
- Rekomendasi kebijakan dijadikan sebagai salah satu model alternatif dalam pengembangan perkebunan sawit oleh dinas kehutanan/perkebunan di daerah.
- Rekomendasi teknis disampaikan secara langsung dan dapat diterima oleh petani sawit
3. Perkembangan Pemanfaatan
Proses penyusunan tulisan ilmiah, baik dalam bentuk jurnal maupun makalah dalam prosiding, saat ini masih pada tahap pengumpulan data. Data yang dikumpulkan adalah data pertumbuhan pohon dan produksi sawit pada pola agroforestry sawit dengan bambang lanang (Michelia champacha L) di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan serta sawit dengan kayu bawang (Dysoxylum molliscimum Blume) di Kabupaten Bengkulu Selatan.
Hasil penelitian, berupa data pertumbuhan kayu dan produksi sawit pada berbagai pola tanam agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan telah
disampaikan secara informal kepada penyuluh pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lahat dan Kabupaten Bengkulu Selatan. Demikian pula kepada para petani, telah disampaikan secara langsung mengenai metode pengaturan jarak tanam dan pola-pola tanam agroforestry yang cocok dan dapat memberikan hasil yang optimal.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Tahapan pelaksanaan kegiatan diawali dengan pengumpulan informasi awal pengembangan agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan. Kemudian dilakukan pengumpulan data pada berbagai lokasi pengembangan (Kab. Lahat dan Bengkulu Selatan) dan analisis untuk menghasilkan pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan yang optimal.
2. Metode Pencapaian Target Kinerja
Metode pencapaian target kinerja penelitian ini diawali dengan studi literatur dan pengumpulan informasi pengembangan agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit. Setelah informasi diperoleh kemudian dilakukan survey lokasi, pembuatan plot, wawancara, pengukuran, analisis data, diskusi dengan pihak terkait, dan pengambilan kesimpulan (rekomendasi) pola agroforestry tanaman kehutanan dengan sawit yang optimal. Rekomendasi kemudian disampaikan kepada pengguna, yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten, kelompok tani, dan pelaku usaha
3. Potensi Pengembangan ke Depan
Pola agroforestry optimal sawit-bambang maupun sawit-kayu bawang perlu disampaikan kepada lembaga terkait di daerah agar disosialisasikan kepada masyarakat di daerahnya. Sosialisasi dapat juga dilakukan dengan pembuatan demplot hasil penelitian sehingga pola-pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan dapat menyebar kepada petani sawit lainnya. Pada tataran kebijakan, diharapkan pola ini juga dapat dikembangkan pada perusahaan yang mengembangkan perkebunan sawit melalui kebijakan yang diambil oleh Dinas Perkebunan baik tingkat propinsi maupun kabupaten.
4. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program
Sinergi koordinasi kelembagaan pada program dilakukan pada tiga kelembagaan utama yaitu Dinas Perkebunan Propinsi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten, dan Kelompok tani. Dinas Perkebunan Propinsi lebih berperan sebagai sumber informasi terkait lokasi-lokasi dan perkembangan usaha perkebunan sawit di propinsi tersebut. Program dikoordinasikan secara lebih rinci pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan pada tingkat Kabupaten. Implementasikan program dilakukan pada tingkat petani/pelaku usaha yang mengembangkan pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan.
5. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
Bentuk hasil penelitian ini adalah berupa rekomendasi kebijakan, rekomendasi teknis, dan karya tulis ilmiah dalam bentuk jurnal dan prosiding. Karya tulis ilmiah diperuntukkan bagi masyarakat ilmiah dalam bidang terkait. Rekomendasi kebijakan disampaikan kepada Pemerintah Daerah melalui Dinas Perkebunan/Kehutanan Propinsi dan Kabupaten sedangkan rekomendasi teknis disampaikan kepada petani secara langsung oleh peneliti atau penyuluh.
B. Saran
1. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan
Hasil penelitian berupa pola agroforestry sawit dengan tanaman kehutanan merupakan pola yang perlu dikembangkan pada petani maupun pelaku usaha perkebunan sawit sehingga menjadi usaha yang tidak hanya menghasilkan pangan tetapi juga mneghasilkan kayu dan keuntungan ekologis. 2. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek
Dukungan program Ristek sangat dibutuhkan dalam kegiatan selanjutnya yaitu pengembangan pola optimal melalui sosialisasi kepada petani atau pelaku usaha lainnya terutama melalui pembuatan demplot.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto E. 2003. Pertumbuhan Kayu Bawang (Protium javanicum Burm F.) pada Tegakan Monokultur di Bengkulu Utara. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 5(2): 64-70. http//ejurnal.tripod.com/djipoid.html [12 Sep 2007]. Dinas Kehutanan Propinsi Bengkulu. 2003. Budidaya Tanaman Kayu Bawang.
Bengkulu: Dishut Propinsi Bengkulu.
Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan. 2011. Data Perkembangan, Luas Izin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan, Hak Guna Usaha, Realisasi Tanam dan Pabrik Pada Perusahaan Perkebunan di Propinsi Sumatera Selatan. Palembang.
Siahaan H., Endang Suhendang, Teddy Rusolono, dan Agus Sumadi. 2010. Pertumbuhan Tegakan Kayu Bawang (Protium javanicum Burm F) pada Berbagai Pola Tanam dan Kerapatan Tegakan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 9 No. 1. Puslitbang Peningkatan Produktifitas Hutan.
Suryanto P., W.B. Aryono Dan M.Sambas Sabarnurdin. 2006. Model Bera Dalam Sistem Agroforestri. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XII No. 2 : 15-26.
Suryanto P., Tohari dan M.S. Sabarnurdin. 2005. Dinamika Sistem Berbagi Sumberdaya (Resouces Sharing) dalam Agroforestri: Dasar Pertimbangan Penyusunan Strategi Silvikultur. Ilmu Pertanian. Vol. 12 No.2, 2005 : 165 – 178.
Widianto, N. Wijayanto dan D. Suprayogo. 2003. Pengelolaan dan Pengembangan Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia.