• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. bedah, gunting, pecahan ampul obat, dan lain lainnya. Dimana alat yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TIJAUAN PUSTAKA. bedah, gunting, pecahan ampul obat, dan lain lainnya. Dimana alat yang"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka Tusuk Jarum

Menurut Direktorat Pengawas Kerja (2005), petugas di rumah sakit utamanya yang sering bersentuhan langsung dengan pasien seperti dokter, perawat, dan dokter gigi memiliki resiko tinggi terhadap paparan penyakit melalui benda yang digunakannya untuk mengobati pasien seperti jarum suntik, pisau bedah, gunting, pecahan ampul obat, dan lain – lainnya. Dimana alat yang dimaksud telah terkontaminasi serum atau darah pasien dengan penyakit tertentu (utamanya penyakit dengan kausa virus)sehingga penyakit dapat terjangkit kepada petugas tersebut. Sedangkan menurut RSUD Dr. PringadiKota Medan luka tusuk jarum merupakan kecelakaan kerja yang menimpa petugas medis diakibatkan oleh benda-benda yang memiliki sudut tajam atau runcing yang menusuk, memotong, melukai kulit seperti jarum suntik, jarum jahit bedah, pisau, skalpel, gunting atau benang kawat.

Menurut Hermana (2006) sebagaian besar luka disebabkan oleh benda tajam di rumah sakit terjadi pada ruangan kamar operasi dan sebagian besar dikarenakan oleh pisau dan jarum karena kedua benda ini paling sering digunakan. The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) alat yang meningkatkan risiko terjadinya luka tusuk seperti alat dengan jarum cekung pada ujungnya seperti drain, troikart atau jarum infus sekali pakai yang

(2)

9

telah digunakan harus dibuang, spuit yang terkontaminasi setelah digunakan, dan jarum infus bersayap (wingneedle).

2.2 Perawat

Menurut Persatuan Perawat NasPional Indonesia (PPNI) perawat adalah seorang yang telah menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikanya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Praptianingsih, 2007).

Dalam praktik keperawatan fungsi perawat terdiri dari tiga fungsi yaitu fungsi independen, interdependen, dan dependen : (Praptianingsih, 2007)

1. Fungsi independen, dalam fungsi ini tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Contoh tindakan perawat dalam menjalankan fungsi independen adalah.

a. Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasien/keluarga dan menguji secara fisik untuk menentukan status kesehatan.

b. Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan untuk memelihara atau memperbaiki kesehatan.

c. Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari, mendorong pasien untuk berperilaku wajar.

2. Fungsi interdependen, tindakan perawat berdasar pada kerjasama dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lain berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien.

(3)

10

Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter.

3. Fungsi dependen, dalam fungsi ini perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat, melakukan suntikan.

2.2.1 Perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS)

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki melalui pendidikan keperawatan (Undang-Undang Kesehatan No 23, 1992). Seorang perawat dikatakan profesional jika pengetahuan, dan keterampilan keperawatan profesional serta memiliki sikap profesional sesuai dengan kode etik. Asuhan keperawatan perioperatif merupakan komponen universal dari keperawatan yang bertindak sebagai kerangka konseptual untuk keperawatan perioperatif. Istilah perioperatif menggambarkan pengalaman pasien sebelum, selama dan segera setelah proses pembedahan. Seorang perawat yang memiliki spesialisasi dalam perawatan kamar bedah bertanggung jawab untuk mengkaji, merencanakan dan mengimplementasikan (mendelegasikan), dan mengevaluasi perawatan selama pase pre operatif, intra operatif, dan post operatif (Rochrock, 2000).

Perawat kamar bedah dalam melakukan praktek keperawatan harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan. Adapun peran

(4)

11

perawat kamar bedah sama dengan perawat lain di unit lain. Menurut konsersium ilmu kesehatan tahun 1989 perawat memiliki peran sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver), advokasi Client, pendidik (Edukator), Koordinator, Collaborator, konsultan, Change agent (agen dari perubahan), dan sebagai peneliti (Hidayat, 2004).

Perawat kamar bedah juga menjalankan fungsi perawat sebagaimana fungsi perawat di unit lain. Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya fungsi tersebut. Dapat berubah disesuaikan dengan keadaannya dalam menjalankan perannya. Hidayat (2004) menjelaskan bahwa fungsi perawat sebagai berikut :

1. Fungsi Independen, merupakan fungsi mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (kebutuhan oksigenasi, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta-mencitai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

2. Fungsi Dependen, merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan pesan atau instruksi dari perawat lain, Sehingga sebagai pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialisasi kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

(5)

12

3. Fungsi Interdependen, fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang sifatnya ketergantungan diantara tim satu dengan tim yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam memberikan pelayanan seperti asuhan keperawatan dengan penyakit kompleks atau asuhan keperawatan di kamar bedah keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan dokter ataupun lainnya.

Kamar operasi atau kamar bedah yang lebih dikenal dengan OK. Singkatan dari Bahasa Belanda Operatin Kamar (OK), yaitu suatu unit kerja yang terorgansir, sangat kompleks dan terintegrasi merupakan fasilitas untuk melaksanakan kegiatan operasi di rumah sakit. Sebuah kamar operasi merupakan ruang paling istimewa di rumah sakit, pengelolaannya bisa dikatakan paling khusus dibandingkan dengan ruangan lain pada umumnya. Di tempat ini dilakukan segala tindakan invasif terhadap tubuh manusia untuk menjamin tindakan operasi berjalan dengan lancar dan meminimalisir faktor-faktor pengganggu maka perlu pengendalian di kamar operasi untuk meningkatkan kualitas pengelolaan kamar operasi, kerjasama yang baik sangat diperlukan antara personelnya, baik dokter, perawat, maupun personel operasi yang lain.

Menurut Depkes (1993) Instalasi Bedah Sentral (IBS) atau kamar operasi merupakan salah satu jenis pelayanan unit khusus yang tersedia untuk pasien yang memerlukan tindakan pembedahan baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan steril. Secara umum lingkungan kamar operasi atau IBS dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

(6)

13

1. Area bebas (unrestrected area), pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.

2. Area semi ketat (semi restrected area), pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar yang terdiri atas topi, masker, baju dan celana operasi.

3. Area terbatas (restricted area), pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan prosedur aseptik.

Menurut Depkes (1993), tenaga perawat di ruang kamar operasi dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

2 Perawat instrumen (scrub nurse), perawat profesional yang diberikan wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan atau mengatur alat pembedahan selama tindakan pembedahan berlangsung. Uraian tugas seorang perawat instrumen ialah :

A. Sebelum pembedahan :

1. Melakukan kunjungan pasien yang akan dibedah minimal sehari sebelum pembedahan untuk memberikan penjelasan.

2. Menyiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai meliputi : a. Kebersihan ruang operasi dan peralatan.

b. Meja mayo/instrumen. c. Meja operasi lengkap. d. Lampu operasi.

e. Mesin anestesi lengkap. f. Suction pump.

(7)

14

g. Gas medis.

3. Menyiapkan set instrumen steril sesuai jenis pembedahan.

4. Menyiapkan bahan desinfektan dan bahan lain sesuai keperluan pembedahan. 5. Menyiapkan sarung tangan dan alat tenun steril.

B. Saat pembedahan :

1. Memperingatkan "tim steril" jika terjadi penyimpangan prosedur aseptik. 2. Membantu mengenakan pakaian steril dan sarung tangan untuk ahli bedah

dan assisten.

3. Menata instrumen steril di meja mayo sesuai urutan prosedur pembedahan. 4. Memberikan bahan desinfektan kepada operator untuk desinfektan daerah

kulit yang akan disayat.

5. Memberikan laken steril untuk prosedur drapping.

6. Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai urutan prosedur dan kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat dan benar.

7. Memberikan kain steril kepada operator, dan mengambil kain kasa yang telah digunakan dengan memakai alat.

8. Menyiapkan benang jahitan sesuai kebutuhan dalam keadaan siap pakai. 9. Mempertahankan instrumen selama pembedahan dalam keadaan tersusun

secara sistematis untuk memudahkan bekerja.

10. Membersihkan instrumen dari darah dalam pembedahan untuk memperatankan sterilitas alat dan meja mayo.

(8)

15

12. Memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kain kasa dan jarum kepada ahli bedah sebelum luka ditutup lapis demi lapis.

13. Menyiapkan cairan untuk mencuci luka.

14. Membersihkan kulit sekitar luka setelah luka dijahit. 15. Menutup luka dengan kain kasas streril.

16. Menyiapkan bahan pemeriksaan laboratorium/patologi. C. Setelah pembedahan :

1. Memfiksasi drain, dan Catheter.

2. Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah yang dipasang elektrode.

3. Menggantikan alat tenun, baju pasien, dan penutup serta memindahkan pasien dari meja opeasi ke kereta dorong.

4. Memeriksa dan menghitung semua instrumen dan menghitung sebelum dikeluarkan dari kamar operasi.

5. Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi pembedahan dalam keadaan lengkap.

6. Membersihkan instrumen bekas pakai dengan cara: a. Pembersihan awal.

b. Merendam dengan cairan desinfektan yang mengandung deterjen. c. Menyikat sela-sela engsel instrumen.

d. Membilas dengan air mengalir. e. Mengeringkan.

(9)

16

f. Membungkus instrumen sesuai jenis, macam, bahan, kegunaan dan ukuran.

g. Memasang pita autoclaved dan membuat label nama alat-alat (set) pada tiap bungkusan instrumen dan selanjutnya siap untuk disterilkan sesuai prosedur yang berlaku.

h. Membesihkan kamar operasi setelah tindakan pembedahan selesai agar siap pakai.

3 Perawat sirkuler (circulating nurse), perawat profesional yang diberi wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran pelaksanaan tindakan pembedahan. Adapun uraian tugas perawat sirkuler, ialah :

A. Sebelum pembedahan:

1. Menerima pasien yang akan dibedah.

2. Memeriksa dengan menggunakan formulir check list meliputi: a. Kelengkapan donkumen medis antara lain :

1. Izin operasi.

2. Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir. 3. Hasil pemeriksaan radiologi dan foro rontgen. 4. Hasil pemeriksaan ahli anestesi (pra visit anesteri). 5. Hasil konsultasi ahli lain sesuai kebutuhan.

b. Kelengkapan obat-obatan, cairan, alat kesehatan. c. Persediaan darah (bila diperlukan).

(10)

17

3. Memeriksa persiapan fisik.

4. Melakukan serah terima pasien dan perlengkapan sesuai isian check list, dengan perawat ruang rawat.

5. Memberikan penjelasan ulang kepada pasien sebatas kewenangan tentang: a. Tindakan pembedahan yang akan dilakukan.

b. Tim bedah yang akan menolong.

c. Fasilitas yang ada didalam kamar bedah antara lain : lampu operasi dan mesin pembiusan.

d. Tahap-tahap anestesi B. Saat pembedahan :

1. Mengatur posisi pasien sesuai jenis pembedahan dan bekerja sama dengan petugas anestesi.

2. Membuka set steril dengan memperhatikan tenik aseptik.

3. Mengingatkan tim bedah jika mengetahui adanya penyimpangan penerapan tenik aseptik.

4. Mengikatkan tali pakaian steril tim bedah.

5. Membantu, mengukur dan mencatat kehilangan darah dan cairan, dengan cara mengetahui jumlah produksi urine, jumlah perdarahan, dan jumlah cairan yang hilang.

a. Cara menghitung perdarahan:

1. Berat kain kasa kering harus diketahui sebelum dipakai. 2. Timbang kain kasa basah.

(11)

18

3. Selisih berat kain kasa basah dengan kain kasa kering adalah jumlah perdarahan.

b. Cara menghitung pengeluaran jumlah cairan, jumlah cairan dalam botol suction yang berasal dari pasien diukur dengan membaca skala angka-angka dalam botol suction.

c. Cara mengetahui jumlah produksi urine, jumlah produlsi urine didalam urine bag diukur dan dicatat setiap jam atau secara periodik (normal 1 : 2 cc/kg berat badan per jam).

6. Mencatat jumlah cairan yang hilang dengan cara menjumlahkan pendarahan yang berasal dari kasa, suction, urine dikurangi dengan pemakaian cairan untuk pencucian luka selama pembedahan.

7. Melaporkan hasil pemantauan dan pencatatan kepada ahli anestesi.

8. Menghubungi petugas penunjang medis (petugas radiologi, petugas laboraiorium) bila diperlukan selama pembedahan.

9. Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan.

10. Menghitung dan mencatat pemakaian kain kasa, bekerja sama dengan perawat instrument.

11. Mengukur dan mencatat tanda vital.

12. Mengambil instrumen yang jatuh dengan menggunakan alat dan memisahkan dari instrumen yang steril.

13. Memeriksa kelengkapan instrumen dan kain kasa, bersama perawat instrumen agar (tidak tertinggal dalarn tubuh pasien sebelum luka operasi di tutup). 14. Merawat bayi untuk kasus section caesari.

(12)

19

C. Setelah pembedahan :

1. Membersihkan dan merapikan pasien yang sudah selesai dilakukan pembedahan.

2. Memindahkan pasien dari meja operasi ke kereta dorong yang telah disediakan.

3. Mengukur dan mencatat tanda vital : a. Pernafasan.

b. Tekanan drah. c. Suhu dan nadi.

4. Mengukur tingkat kesadaran, dengan cara memanggil nama pasien, memberikan stimulus, dan memeriksa reaksi pupil.

5. Meneliti, menghitung dan mencatat obat-obatan serta cairan yang diberikan kepada pasien.

6. Memeriksa kelengkapan dokumen medik antara lain: a. Laporan pembedahan.

b. Laporan anestesi.

c. Pengisian formulir patologi anatomi (PA)

7. Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama pembedahaan antara lain : a. Identitas pasien meliputi : nama pasien, umur pasien, nomor rekam medik, nama tim bedah, waktu dan lama pembedahan, jenis pembedahan, jenis kasus (bersih, bersih tercemar, tercemar, atau kotor), tempar tindakan, dan urutan jadwal tindakan pembedahan.

(13)

20

c. Tindakan yang dilakukan. d. Hasil evaluasi.

8. Melakukan serah terima dengan perawat ruang rawat petugas ruang rawat tentang :

1. Kelengkapan dokumen medik, instruksi pasca bedah. 2. Keadaan umum pasien.

3. Obat-obatan dan resep baru.

9. Membantu perawat instrumen, membersihkan dan menyusun instrumen yang telah digunakan kemudian alat tersebut disterilkan.

10. Membersihkan slang dan botol suction dari sisa jaringan serta cairan operasi. 11. Mensterilkan slang suction yang di pakai langsung ke pasien.

12. Membantu membersihkan kamar bedah setelah tindakan pembedahan selesai. 3. Perawat anestesi, perawat yang diberi wewenang dan tanggung jawab dalam

membantu terselenggaranya pelaksaan tindakan bius di kamar operasi. Adapun uraian tugas seorang perawat anestesi, ialah :

A. Sebelum pembedahan :

1. Melakukan kunjungan pra anestesi untuk menilai status fisik pasien sebatas wewenang dan tanggung jawabnya.

2. Menerima pasien di ruangan penerimaan kamar operasi.

3. Menyiapkan alat dan mesin anestesi dan kelengkapan formulir anestesi. 4. Menilai kembali fungsi dan keadaan mesin anestesi dan alat monitoring. 5. Menyiapkan kelengkapan meja operasi, yaitu :

(14)

21

a. Pengikat meja operasi. b. Standar tangan.

c. Kunci meja operasi. d. Boog kepala. e. Standar infus.

6. Menyiapkan botol suction.

7. Mengatur posisi meja operasi sesuai tindakan operasi. 8. Memasang infus/transfusi darah jika diperlukan.

9. Memberikan premedikasi sesuai program dokter anestesi. 10. Mengukur tanda vital dan menilai kembali kondisi fisik pasien. 11. Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh dan aspirasi.

12. Memindahkan pasien ke meja operasi dan memasang sabuk pengaman. 13. Menyiapkan obat-obat bius dan membantu ahli anestesi dalam proses

pembiusan.

B. Saat pembedahan :

1. Membebaskan jalan nafas, dengan cara mempertahankan posisi kepala tetap extensi, menghisap lendir, mempertahankan posisi endotacheal tube.

2. Memenuhi keseimbangan O2 dan CO2 dengan cara memantau flowmeter pada

mesin pembiusan.

3. Mempertahankan keseimbangan cairan dengan cara mengukur dan memantau cairan tubuh yang hilang selama pembedahan, antara lain:

a. Cairan lambung. b. Cairan rongga tubuh.

(15)

22

c. Urine. d. Pendarahan. 4. Mengukur tanda vital.

5. Memberi obat-obat sesuai program pengobatan.

6. Melaporkan hasil pemantauan kepada dokter ahli anestesi/bedah. 7. Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh.

8. Menilai hilangnya efek obat anestesi pada pasien. 9. Melakukan resusitasi pada henti jantung.

C. Setelah pembedahan :

1. Mempertahan jalan nafas pasien.

2. Memantau tanda-tanda vital untuk mengetahui sirkulasi, pernafasan dan keseimbangan cairan.

3. Memantau tingkat kesadaran dan reflek pasien.

4. Memantau dan mencatat tentang perkembangan pasien perioperatif. 5. Menilai respon pasien terhadap obat anestesi.

6. Memindahkan pasien ke ruangan rawatbila kondisi pasien stabil dan mendapatkan izin dokter ahli anestesi.

7. Membersihkan alat-alat anaestesi seperti semula agar siap pakai. 2.2.2 Perawat Ruangan Intensive Care Unit (ICU)

Intensive care unit (ICU) merupakan suatu area yang sangat spesifik dan canggih di rumah sakit dimana desain, staf, lokasi, perlengkapan dan peralatan, didedikasikan untuk mengelola pasien dengan penyakit kritis, luka dan komplikasi yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

(16)

23

kehidupan. Ruang ICU menyediakan pelayanan keahlian dan fasilitas khusus yang berfungsi untuk mendukung tanda-tanda vital dan menggunakan staf kesehatan yang telah berpengalaman mengatasi permasalahan tersebut (Depkes, 2006). Ruang ICU memberikan pelayanan berupa diagnosa dan penatalaksanaan spesifik penyakit akut yang mengancam nyawa dan berpotensi menimbulkan kematian dalam beberapa menit ataupun beberapa hari. Memberikan bantuan untuk fungsi vital tubuh, pemenuhan kebutuhan dasar, pemantauan fungsi vital, penatalaksanaan komplikasi dan memberikan bantuan psikologis pada pasien yang bergantung pada orang lain ataupun mesin (Depkes, 2006). Staf yang ada di ICU terdiri dari multidisiplin tim yang berdedikasi, bermotivasi tinggi, siap bekerja di bawah tekanan dalam jangka waktu yang lama. Staf yang bekerja di ICU merupakan salah satu komponen yang sangat penting. Mereka harus mampu bekerja dalam tim dan memiliki kualitas. Tim di ICU terdiri dari intensivist, dokter jaga, perawat, ahli gizi, ahli terapi pernafasan, ahli fisioterapi,teknisi, ahli program computer, farmasi, pekerja sosial, arsitek, staf pendukung lainnya seperti petugas kebersihan dan penjaga keamanan.

Seorang perawat ICU adalah seorang yang memenuhi standar kompetensi berikut :

1. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis anastesiologi melalui program pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh perhimpunan profesi yang terkait.

2. Menunjang kualitas pelayanan ICU dan menggunakan sumber daya ICU secara efesien.

(17)

24

3. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU. 4. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24

jam/hari, 7 hari/minggu.

5. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain : a. Sampel darah arteri.

b. Memasang dan mempertahankan jalan napas termasuk intubasi trakeal, trakeostomi perkutan dan ventilasi mekanis.

c. Mengambil kateter intravaskuler untk monitoring invasive maupun terapi invasif misalnya; peralatan monitoring, termasuk : Kateter vena sentral (CVP)

d. Resusitasi jantung paru. e. Pipa torakostomi.

6. Melaksanakan dua peran utama :

a. Pengelolaan pasien, seorang petugas medis intensif mampu mengelola pasien sakit kritis dalam kondisi seperti :

1. Hemodinamik tidak stabil.

2. Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan ventilasi mekanis.

3. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi intracranial. 4. Gangguan atau gagal ginjal akut.

5. Gangguan endokrin dan/ atau metabolic akut yang mengancam nyawa. 6. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi

(18)

25

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang pedoman pelayanan ICU mengatur mengenai prosedur medik, antara lain : pemasangan CVP, intubasi dan perawatannya, ekstubasi, balance cairan, penilaian kematian batang otak, indikasi penggunaan dan penghentian ventilator mekanik, serta penggunaan ventilator mekanik. Sedangkan mengenai alat-alat medis yang digunakan pada ruang ICU ialah : Syringe pump, Infusion pump, Suction, dan Defibrilator.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang pedoman pelayanan ICU melakukan pendidikan dan pelatihan kepada petugas medis dan non-medismengenai hal-hal yang terkait dengan ICU seperti :

1. Pelatihan pemantauan (monitoring). 2. Pelatihan ventilasi mekanis.

3. Pelatihan terapi cairan, elektrolit, dan asam-basa 4. Pelatihan penatalaksanaan infeksi, dan

5. Pelatihan manejemen ICU.

2.3 Jenis – Jenis Alat Kesehatan

Pada umumnya jenis benda tajam yang biasa digunakan di rumah sakit adalah:

1. Peralatan Bedah A. Pisau Bedah (scalpel)

Pisau bedah merupakan peralatan terbaik untuk memotong jaringan, mata pisau yang tajam memungkinkan untuk memisahkan jaringan dengan trauma

(19)

26

sekecil mungkin terhadap jaringan sekitarnya. Bentuk mata pisau sangat bervariasi di mana bentuk mempunyai kegunaannya tersendiri, Scalpel harus dipegang sedemikian rupa sehingga mudah dikendalikan dan pada saat yang sama, dapat digerakkan dengan leluasa. Tangkai scalpel dipegang membentuk sudut 30-40 derajat antara ibu jari dan jari ketiga dan keempat, sedangkan jari telunjuk diletakkan di punggung pisau sebagai kendali.

Gambar 2.1 Jenis-jenis scalpel (kiri), dan Cara Memegang scalpel(kanan). B. Gunting

Berdasar fungsinya gunting dibagi 3 (tiga), yaitu : gunting operasi, gunting benang (untuk memotong benang dan untuk mengambil benang), dan gunting pembalut.

1. Gunting operasi merupakan alat untuk memotong jaringan, berdasarkan ujungnya (tumpul-tumpul, tajam-tajam, dan tajam tumpul), berdasarkan bentuknya (lurus dan bengkok), dan berdasarkan tepi ketajamannya (rata dan bergerigi). Gunting operasi tidak boleh digunakan untuk memotong benang meskipun

(20)

27

pemotongan dilakukan pada bagian distal gunting, model gunting operasi bermacam-macam jenisnya, tetapi yang paling disukai adalah mayo, metzenbaum, dan sustrunk. Model metzenbaum lebih tipis dan hanya digunakan untuk operasi jaringan padat, gunting operasi disamping untuk menggunting jaringan juga dapat untuk preparasi tumpul.

2. Gunting benangbiasanya pendek, lebih berat, bladenya mempunyai sisi ketajaman yang bergerigi. Fungsinya untuk memotong benang (katun, sutera, nilon, dan stainless steel), gunting untuk mengambil benang operasi biasanya lebih ringan, tajam, ujungnya tipis, dan di dekat ujung gunting dari salah satu blade (di bagian ketajaman) terdapat lekukan ke dalam yang berfungsi untuk mengangkat benang operasi

3. Gunting pembalut memilikiblade yang lebih pendek mempunyai ujung tumpul, sedangkan blade yang lain lebih panjang karena di bagian ujungnya diperlengkapi dengan suatu kepingan bulat pipih dan terletak mendatar. Bagian ujung yang mendatar apabila disisipkan ke dalam pembalut tidak akan membahayakan karena tidak akan melukai kulit. 4. Gunting untuk Kegunaan secara Umum

Gunting dengan dua ujung yang tumpul biasanya digunakan sebagai gunting benang. Gunting dengan salah satu atau kedua ujungnya runcing digunakan untuk membagi jaringan dengan mendorong ujungnya yang runcing di bawah jaringan. Gunting dengan ujung yang runcing tidak digunakan di dalam rongga karena dapat melubangi organ atau pembuluh darah.

(21)

28

Gambar 2.2 Jenis-jenis Gunting Berdasarkan Ujungnya (tumpul-tumpul, tajam-tajam, dan tajam tumpul), dan Berdasarkan Bentuknya (lurus-bengkok).

C. Pinset

1. Hemostatic forceps, Klem hemostatik merupakan alat yang digunakan untuk menjepit pembuluh darah yang terpotong, dilengkapi box lock mempunyai alur transversal pada sisi dalam tips (batang penjepit). Alur tranversal ada yang hanya sebagian dariujung sampai tengah, dan dari ujung sampai distal tips, berdasarkan bentuk batangnya hemostatik forceps dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : lurus dan bengkok. Berdasarkan pola alur hemostatik forceps dibagi menjadi 5 (lima), yaitu :

a. Rochester-pean(alur transversal dari ujung sampai pangkal) untuk menjepit pembuluh darah besar dan jaringan.

(22)

29

b. Ochsner (alur seperti rochester-pean forceps tetapi ujungnya bergigi), fungsi gigi untuk mencegah terjadinya slip ketika digunakan untuk menjepit pembuluh darah besar dan jaringan.

c. Carmalt (alur memanjang dari pangkal sampai mendekati ujung, tetapi di bagian ujungnya beralur transversal). Alur transversal di ujung berfungsi untuk memudahkan melepas forceps setelah digunakan.

d. Kelly (alur transversal dari tengah sampai ujung distal) untuk menjepit pembuluh darah kecil.

e. Mosquito (alur transversal dari pangkal sampai ujung distal) untuk menjepit pembuluh darah kecil.

2. Pinset Jaringan (tissue forceps)

Tissue forceps merupakan alat yang berfungsi untuk memegang jaringan pada waktu operasi dan waktu menjahit tepi luka, juga untuk memegang jarum jahit waktu menjahit tepi luka. Berdasar bentuk ujungnya pinset dibagi 2 (dua), yaitu :

a. Pinset anatomis (ujung tidak bergigi) merupakan pinset yang berfungsi untuk memegang jaringan atau organ dalam, dan organ berlumen. b. Pinset chirurgis atau pinset bedah (ujung bergigi) merupakan pinset

yang terutama berfungsi untuk memegang kulit dan jaringan lain, kecuali organ dalam dan organ berlumen.

(23)

30

3. Pinset Anatomis (thumb forceps)

Pinset anatomis terdiri dari dua bilah logam yang bersatu pada salah satu ujungnya dan digunakan untuk mengangkat jaringan atau memegang jaringan di antara permukaan yang berhadapan. Pada permukaannya terdapat gerigi (teeth) pinset dapat memegang jaringan tanpa tergelincir dan tanpa menggunakan tekanan yang berlebihan pinset dipegang di antara ibu jari, jari tengah dan jari telunjuk.

4. Klem Pemegang

Peralatan ini dibentuk terutama untuk memegang jaringan dan memungkinkan untuk melakukan traksi. Permukaan yang berhadapan dari setiap kepala klem bervariasi tergantung dari tujuan yang spesifik. Semuanya mempunyai lubang untuk jari dan sistem pengunci.

(24)

31

2. Pemegang Jarum (needle holder)

Semua alat pemegang jarum mempunyai kepala yang lebar dengan berbagai macam bentuk gerigi pada kepalanya, bentuknya menyerupai hemostatik forceps tetapi tips pemegang jarum lebih pendek, lebih berat dan mempunyai alur dengan pola menyilang, namun kebanyakan pemegang jarum mempunyai pola alur memanjang, hal ini dimaksudkan untuk membantu memperkuat dalam menjepit jarum. Macam needle holder antara lain mayo-heegar (panjang), Metzembaum (panjang), dan Derf-needle holder (pendek).

Gambar 2.4 Pemegang Jarum Mayo-heegar(panjang) needle holder, dan Derf-needle holder(pendek).

3. Towel clamp

Towel clamp merupakan forceps yang berfungsi untuk menjepit duk/drapes dan handuk pada kulit pasien supaya posisi drapes dan handuk tidak bergeser, dalam menjepitkan klem pada kulit sebaiknya diusahakan agar kulit yang dijepit sesedikit mungkin. Klem ditempatkan pada ke 4(empat) sudut drapes

(25)

32

dengan posisi tengkurap (bagian yang cekung ditempelkan kulit/drapes), dan membentuk sudut 45° (derajat) dengan jaringan yang akan diiris. Ada 2 (dua) macam towel clips, yaitu : plain backhaus towel clamps, dan backhaus towel clamps with ball stop.

Gambar 2.5 Plain backhaus towel clamps, dan Backhaus towel clamps with ball stop.

4. Jarum Suntik (Injection needle)

1. Hypodermic needle (jarum suntik umum), dihubungkan dengan syringe (semprit) yang digunakan untuk penyuntikkan.

2. Spinal needle (jarum LP/ jarum suntik spinal), jarum suntik yang digunakan untuk Lumble Punctie, yang di dalam jarumnya terdapat jarum yang lainnya.

3. Wing needle (jarum suntik bersayap), jarum suntik yang berbentuk kupu-kupu berfungsi sebagai vena tambahan dalam pemberian obat, terbuat dari bahan logam yang dapat mengakibatkan terjadinya trombosis. Jenis-jenis wing needle, yaitu :

(26)

33

a. Scalp Vein Needle (JMS). b. Butterfly Infusion Set (Abbott). c. Surflo Winged Infusion Set. d. IV Infusion Set (Atom). e. Venofix.

f. AVF Set (Arterial Venal Fistula Set), jenis jarum suntik yang berbentuk sayap dengan ukuran jarum yang lebih besar digunakan sebagai penyambung ke alat tranfusion yang masuk ke alat pencuci darah.

4. Syringe

Alat yang dihubungkan dengan suntik yang digunakan untuk menyuntik. Secara umum syringe dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Bagian Syringe, bagian-bagian pada syringe yaitu : silinder berkala (barrel), tutup (tempat menempelnya jarum pada ujungnya), dan piston dengan pegangan (plunger).

2. Bahan Syringe, terbuat dari bahan-bahan seperti : gelas semuanya, gelas dan metal (bagian silinder terbuat dari gelas, dan lainnya terbuat dari bahan metal), plastik semuanya (umumnya disposable), dan metal semuanya (misalnya Glyserine spuit).

Menurut bentuk ujungnya (tip) dari tutup alat syringe dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Luer Cone (Luer Tip = Slip Tip).

(27)

34

3. Record Cone (Record Tip = Slip Tip).

Berdasarkan penggunaannya syringe dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Penggunaan syringe secara umum, yang digunakan untuk melakukan

tindakan injeksi dengan cara meyuntikkan bermacam-macam obat melalui kulit, contohnya RECORD Syringe,dan Disposable Syringe With Needle.

2. Penggunaan syringe khusus, digunakan dengan cara yang khusus seperti menyemprotkan cairan (obat) ke dalam anus, telinga, dan sebagainya atau dengan cara melakukan penyuntikkan. Jenis – jenis alat syringe yang digunakan secara khusus, yaitu :

1. Glycerine Syringe, dapat terbuat dari bahan gelas dan plastik yang digunakan untuk menyemprotkan lavement/clysna melalui anus. 2. Water Syringe, dapat terbuat dari bahan metal, dan pada bagian

silinder terbuat dari bahan gelas dan logam yang digunakan untuk menyemprotkan air ke dalam lubang gigi agar bersih pada waktu di tambal.

3. Ear Syringe, dapat terbuat dari bahan logam secara keseluruhannya ear syringe yang dilengkapi dengan value connection disebut dengan self filling ear syringe.

4. Wound and Bladder Syringe, dapat terbuat dari bahan metal secara keseluruhannya, dan gelas dan metal (tipe janet), digunakan untuk membersihkan luka-luka yang bernanah, borok (ulcers), dan dapat

(28)

35

digunakan juga untuk menyemprot kandungan kemih dengan menggunakan bantuan catheter.

5. Tubercoline Syringe.

6. Insuline Syringe, dapat terbuat dari bahan kaca dan mental, dan plastik.

5. Tempat Alat Suntik (syringe container), digunakan untuk menyimpan alat-alat suntik yang terbuat dari bahan logam Stainless Steel (SS).

6. Jarum Jahit (suturing needles)

Jarum jahit yang baik mempunyai sifat cukup kuat, kaku, tidak mudah bengkok tetapi cukup fleksibel (jaum mampu membengkok atau akan menjadi bengkok dahulu sebelum patah), cukup tajam untuk menembus jaringan, bersih, terbuat dari stainlaess staeel yang tahan terhadap korosif, dan permukaannya halus. Berdasar lubang atau mata jarum, jarum jahit dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Jarum dengan lubang atau mata jarum tertutup (lubang jarum berbentuk bulat, bujur atau segiempat).

2. Lubang jarum french (pada ujung jarum terdapat celah dari bagian sisi dalam lubang).

3. Lubang jarum swaged mempunyai kemampuan untuk memprotek ujung benang jahit sedemikian rupa sehingga dapat mencegah lepasnya benang selama digunakan untuk menjahit.

Batang jarum jahit ada yang berukuran besar, dan panjang. Sedangkan batang jarum ada yang berbentuk bulat, oval, datar, sudut (segitiga atau ribbed),

(29)

36

batang jarum bentuk bulat atau oval biasanya mempunyai diameter lebih besar di bagian lubang atau mata jarumnya yang kemudian diameter tersebut semakin mengecil di bagian ujung (lancipnya)dan batang jarum datar atau segitiga dapat memotong jaringan atau mengiris jaringan. Bentuk jarum juga ada yang lurus, bengkok atau lengkung dengan sudut kelengkungan ¼, , ½, lingkaran, dan ½ lengkung. Jarum yang lengkung akan memudahkan dalam menjahit jaringan dalam atau yang tebal (terutama jarum lengkung ½, atau lingkaran), sedangkan jarum lurus atau ½ lengkung biasanya digunakan untuk menjahit jaringan superficial terutama kulit. Untuk memudahkan dalam menggunakan jarum jahit umumnya jarum dijepit dengan needle holder di bagian tengah jarum, dan tidak berdekatan dengan lubang atau ujung jarum. Ujung jarum sebaiknya tidak dipegang dengan needle holder atau tangan yang bersarung tangan. Ujung jarum umumnya diklasifikasikan menjadi 2 (dua), seperti :

1. Taper (untuk menjahit jaringan lunak, organ berlumen dalam rongga dada dan rongga abdomen, pembuluh darah, tendo, syaraf).

2. Tumpul (jarang digunakan kecuali untuk menjahit hepar dan ginjal), segitiga, cutting (mempunyai tepi tajam, biasanya digunakan untuk menjahit jaringan padat, kulit, fascia).

(30)

37

Gambar 2.6 Jarum dan Benang Jahit.

Gambar 2.7 Jenis – Jenis Jarum Jahit

Gambar 2.8 Cara Memasang Jarum dan Benang Jahit Dengan Menggunakan Pemegang Jarum.

7. Catheter, dapat terbuat dari bahan logam, kaca, karet atau plastik. Berbentuk pipa yang digunakan dengan cara dimasukkan ke dalam rongga tubuh yang berfungsi sebagai tempat saluran. Catheter dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

(31)

38

1. Intra Vena Catheter (IV Catheter), merupaka jenis alat yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah vena (sebagai perpanjang vena) untuk proses pengobatan yang lebih dari 48 jam. Jenis-jenis alat IV Catheter, yaitu : ABBOCATH-T, Surflo IV Catheter (Terumo), dan Intra Venous Cannula (JMS), catheter dapat terbuat dari bahan seperti Teflon (FEP = Fluorinated Ethyiene-Propylene), Plastik PRC (Poly Vinyl Chloride), dan TFE (Tetra Flour-Ethylene).

2. Non Intra Vena Catheter, merupakan jenis alat yang digunakan sebagai saluran dengan cara (umumnya) dimasukkan kedalam lubang-lubang yang terdapat pada tubuh. Jenis- jenis alat non intra vena catheter, yaitu : 1. Nelaton Catheter yang terbuat dari bahan palstik dan karet (latex)

yang berfungsi sebagai tempat saluran urine.

2. Ballon Catheter (Foley Catheter) yang terbuat dari bahan karet (latex) yang dilapisi dengan silicone pada bagian dan terluar dari ballon catheter. Sebagai tempat saluran urine yang memiliki sistem tertutup sehingga terbebas dari udara dan polusi, menggunakan jarum suntik sebagai alat bantuan dalam melakukan proses pemasangan. 3. Oxygen Catheter berwarna hijau sehingga dapat dibedakan dengan

jenis catheter lainnya dilengkapi juga dengan masker (face mask) dan kantung udara, berfungsi untuk mengalirkan gas oksigen kedalam lubang hidung.

(32)

39

4. Feeding Tube, digunakan untuk memasukkan cairan makanan melalui mulut atau hidung terutama pada penderita dengan keadaan coma.

5. Doudenal Tube jenis alat yang berupa slang dapat terbuat dari bahan karet (latex) dan plastik, terdapat beberapa lubang di ujung slang yang berguna untuk pemberian obat-obatan.

6. Rectal Tube jenis alat yang salah satu bagian ujung alat dimasukkan ke dalam anus, dan bagian ujung lainnya pada alat tersebut dihubungkan dengan alat Glycerine Syringe.

7. Phlegm Sucter jenis alat penyedot lendir atau cairan amniotik dari trachea pada bayi yang baru lahir.

8. Male Incontinence Sheath jenis alat yang digunakan dengan cara memasukkan ke alat vital dan bagian ujung alat tersebut dihubungkan dengan urine bag.

8. Alat Laboratorium

Alat laboratorium salah satunya ialah blood lancet berfungsi untuk mengambil sampel darah yang digunakan untuk pemeriksaan di laboratorium dengan jalan menusuk ujung jari dengan alat tersebut.

2.4 Potensi Bahaya dan Risiko Paparan Penyakit Akibat Kerja

Menurut La Dou (1994) yang dikutip oleh Hermana (2006) bahwasannya banyak tenaga medis yang terpajan oleh bloodborne pathogens melalui mata, mulut, kulit, atau membran mukosa yang kontak dengan cairan tubuh yang berpotensi menimbulkan infeksi yang serius atau fatal. Pajanan dapat terjadi

(33)

40

selama melakukan kegiatan pembedahan melalui jaringan dan instrumen tajam lain dalam menangani luka, melalui luka kulit dan saat melakukan pembersihan tumpahan material.

Tabel 2.1 Keadaan yang berpotensi menimbulkan pajanan terhadap tenaga medis (perawat, dokter, dan dokter gigi)

Jenis Kegiatan Keadaan Pajanan

Penanganan pasien. Kontak dengan darah dan cairan tubuh lainnya. Pengunaan jarum.

Kecelakaan menimpa diri sendiri, terjadinya luka tusuk jarum.

Penanganan vial, tempat darah dan cairan tubuh lainnya

Container rusak sehingga terjadi kontak dengan darah dan cairan tubuh lainnya.

Mengumpulkan spesimen darah dan cairan tubuh lainnya

Terjadinya kecelakaan sehingga mengakibatkan kontak dengan darah dan tubuh lainnya yang infeksius akibat tumpahan dan penanganan peralatan rutin cairan.

Menyiapkan sampel darah dan cairan tubuh lainnya

Luka tersayat akibat sudut kaca preparat(object glass), terjadi pajanan tanpa kontak kulit.

Melakukan pemeriksaan darah atau cairan tubuh lainnya

Terjadi luka tusuk yang menimpa diri sendiri sehingga terkena cairan darah, kontaminasi droplet melalui udara.

Penanganan pisau bedah dan handpieces setalah digunakan

Terjadi luka sayat atau terjepit yang disebabkan oleh peralatan yang terkontaminasi

(34)

41

Perawat yang terkena luka tusuk jarum suntik dapat terpajan patogen darah yang menimbulkan infeksi, perawat mengalami insiden luka tusuk jarum suntik tertinggi diantara petugas rumah sakit lainnya. Patogen darah yang dapat menimbulkan infeksi meliputi virus Hepatitis B (HBV), virus Hepatitis C (HCV), Human immunodefisiensi virus (HIV), dan lebih dari 20 jenis patogen darah lainnya. Risiko terjangkit infeksi HBV 30%, HCV 10%, dan HIV 0,3% (ICN, 2000).

Menurut Wilburn (2004) dalam Naphole (2009) infeksi Hepatitis B merupakan risiko okupasional yang paling sering terjadi pada perawat, tingkat risiko seorang perawat terinfeksi Hepatitis B di tempat kerja berhubungan dengan tingkat kontak darah dan status e-Antigen Hepatitis B (HBeAg) darah tersebut. Sebagaimana diketahui CDC mencatat bahwa perawat yang terkena luka tusuk jarum suntik dan terkontaminasi darah dengan HBsAg positif dan HBeAg negatif mempunyai risiko hepatitis klinis 1% hingga 6% dengan serokonversi 23% hingga 37% sedangkan kontaminasi darah dengan HBsAg negatif dan HBeAg positif mempunyai risiko hepatitis klinis 22% hingga 33% dengan serokonversi 37% hingga 62%. Konteks luka tusuk jarum suntik risiko penularan HBV diperkirakan 60 kali lebih besar jika carrier berstatus HBeAg positif dibandingkan carrier dengan HBeAg negatif. Penularan HBV mempunyai risiko 10 kali lebih besar dari penularan HIV.

Insiden serokonversi anti virus Hepatitis C pasca pajanan terhadap sumber penularan virus Hepatitis C (HCV) positif adalah 1,8%. Exposure Prevention Information Network (EPINet) pada tahun 2003 menginformasikan bahwa terjadi

(35)

42

laju konversi 0,85% pada luka tusuk jarum suntik terkontaminasi oleh HCV, penularan HCV jarang sekali terjadi pada selaput lendir yang terpajan darah dan juga belum pernah terdokumentasi pada pajanan kulit yang tidak intak terhadap darah. Gejala klinis terinfeksi HCV tidak segera terjadi pasca luka tusuk jarum suntik atau Needlestick Injury (NSI). Penelitian CDC menunjukkan bahwa diperlukan waktu bertahun-tahun sampai Hepatitis C menggejala pada seseorang, oleh karena itu sesudah 10-20 tahun atau lebih penyakit ini baru terdiagnosis. Sebanyak 80% dari perawat yang terinfeksi HCV melalui luka tusuk jarum suntik atau NSI berkembang menjadi hepatitis kronik berisiko terhadap sirosis hati dan kanker hati sehingga memungkinkan untuk pencangkokan hati (CDC, 2001). Risiko terjangkit HIV pada luka tusuk jarum suntik terpajan darah HIV positif tidak besar, Beltrami memperkirakan risiko penularan HIV pasca pajanan melalui luka di kulit akibat terpajan darah HIV positif sekitar 0,3%. The Health Protection Agency (HPA) di Inggris pada tahun 1993 melaporkan 5 kasus infeksi HIV pasca pajanan okupasi di sarana pelayanan kesehatan (Naphole, 2009).

2.5 Pencegahan Luka Tusuk Jarum

Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah misalnya penularan infeksi HBV, HCV, dan HIV di sarana kesehatan. Penularan penyakit infeksi tersebut sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya (Depkes, 2003). Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah saat perawat berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam

(36)

43

tutupnya(Recapping). Oleh karena itu, sangat tidak dianjurkan untuk melakukan penutupan kembali jarum suntik tersebut, melainkan langsung saja di buang ke tempat penampungan sementara tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan, atau ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutup kembali (recapping), gunakan cara penutupan jarum dengan menggunakan metode satu tangan untuk mencegah jari tertusuk jarum (Depkes, 2003). Sebelum dibawa ketempat pembuangan akhir atau tempat pemusnahan makan diperlukan suatu wadah penampungan sementara yang bersifat kedap air atau tidak mudah bocor serta kedap tusukan. Wadah penampungan jarum suntik bekas pakai harus ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi dengan limbah benda tajam, dan setelah ditutup tidak dapat dibuka kembali sehingga ini tidak tumpah (Depkes, 2003).

Gambar 2.9 Cara melakukan recapping jarum suntik dengan satu tangan Sumber : Depkes (2010).

(37)

44

2.6 Faktor – Faktor Terjadinya Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya

Menurut CDC (2004) faktor yang berkonstribusi dalam menyebabkan luka tusuk jarum, yaitu :

1. Jenis alat suntik meliputi (jarum hipodermik, jarum jahit, winged steel needles (butterfly), pisau bedah, jarum phledotomi, dan catheter).

2. Cara kerja seperti : menutup kembali suntik dengan tutupnya menggunakan dua tangan, pada saat melakukan penyuntikan, teknik pengoperan alat yang salah, dan pada saat pembuangan benda tajam.

3. Peralatan yang tidak sempurna. 4. Kurangnya jumlah petugas kesehatan. 5. Pelatihan/Training yang minim.

6. kurang waspada terhadap hazard jarum suntik.

Ng (2007) menyatakan bahwa minimnya pengetahuan petugas kesehatan mengenai penyakit yang ditimbulkan oleh patogen dari cairan tubuh atau darah, dan kewaspadaan universal merupakan faktor penentu terjadinya needlestick injury. Hasil penelitian Ismail (2009) menyatakan bahwa faktor yang mendasari terjadinya luka tusuk jarum ialah pengetahuan petugas kesehatan terhadap luka tusuk jarum suntik, prosedur kerja, pemberlakuan kewaspadaan universal, dan kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan universal.Menurut Forley (2003) menegaskan bahwa alat suntik yang lebih aman bersama-sama dengan pengetahuan petugas kesehatan serta pengendalian cara kerja dapat mengurangi terjadinya luka tusuk jarum suntik hingga 90%.

(38)

45

2.6.1 Pengetahuan

Menurut Endsley (1995) dalam Hermana (2006) minimnya pengetahuan mengenai tempat kerja berdampak pada kewaspadaan petugas kesehatan. Penyebab dari minimnya pengetahuan seorang petugas kesehatan dikarenakan kurangnya pengalaman, orientasi yang tidak adekuat, pelatihan awal yang tidak baik atau pelatihan penyegaran yang kurang, serta pemahaman petugas kesehatan dalam menjalani tugas. Menurut Ng (2007) pengetahuan merupakan kemampuan seorang perawat dalam mengevaluasi suatu kejadian yang tidak dikehendaki, oleh karena itu perawat yang memiliki pengetahuan yang tinggi tidak mengalami risiko luka tusuk jarum sebaliknya perawat yang memiliki pengetahuan yang minim rentan terhadap kejadian luka tusuk jarum.

2.6.2 Standar Kerja

Standar kerja adalah suatu perangkat intruksi atau langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien, merupakan tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima seseorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien (Depkes, 2005b). Dalam melakukan tugas menyuntik atau pengambilan darah perawat mengahadapi risiko luka tusuk jarum dan berdampak pada penyakit infeksi, oleh karena itu perawat dan petugas kesehatan lainnya memerlukan jaminan keselamatan kerja. CDC mengeluarkan panduan kewaspadaan universal pada tahun 1985, selanjutnya dikembangkan dan diterapkan oleh pihak rumah sakit dalam bentuk prosedur kerja sebagai acuan

(39)

46

dalam mencegah luka tusuk jarum dan dampak infeksi pada perawat dan petugas kesehatan lainnya (Intan, 2013). Tujuan umum Standar Prosedur Operasional adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperwatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku. Tujuan Khusus Standar Prosedur Operasional adalah (Depkes, 2005b) :

1. Menjaga konsistensi tingkat penampilan kerja atau kinerja.

2. Meminimalkan kegagalan, kesalahan dan kelalaian.Merupakan parameter untuk menilai mutu kinerja dan pelayanan.

3. Memastikan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.

4. Menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait. 5. Mengarahkan pendokumentasian yang adequat dan akurat.

Fungsi Standar Prosedur Operasional adalah (Depkes, 2005b): 1. Memperkuat tugas petugas atau tim.

2. Sebagai dasar hukum dan etik bila terjadi penyimpangan. 3. Mengetahui hambatan.

4. Mengarahkan untuk disiplin dalam kerja.

5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin. 2.6.3 Keterampilan

Keterampilan yang tinggi mencerminkan adanaya koordinasi yang efisien anatar pikiran, fungsi alat indra dan otot-otot tubuh, meskipun perawat memiliki keterampilan yang baik kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan masih tetap ada.

(40)

47

Oleh karena itu upaya keselamatan harus tetap di laksanakan secara berkesinsambungan (Hermana, 2006).

2.6.4 Pelatihan/Training

Pelatihan merupakan elemen penting dalam program pengendalian bahaya yang merupakan bagian dari program keselamatan dan kesehatan kerja yang dilakukan secara komprehensif di tempat kerja. pelatihan secara signifikasn (99,9%) dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan dalam menangani kecelakaan. Perawat yang tidak mengikuti pelatihan mempunyai risiko luka tusuk jarum yang lebih tinggi dibanding perawat yang mengikuti pelatihan (Ismail et all, 2009). 2.6.5 Kewaspadaan Universal

Kewaspadaan universal merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi di sarana pelayanan kesehatan, penerapan kewaspadaan universal didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat berpontensial menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Depkes, 2010).Prinsip utama kewaspadaan universal ialah menjaga hiegine sanitasi individu, hiegine sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok, yaitu :

1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang.

2. Pemakaian alat pelindung diri (APD) di antaranya pemakaian sarung tangan yang berguna dalam mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.

3. Pengelolaam alat kesehatan bekas pakai.

(41)

48

5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan. (Depkes, 2010) 2.6.5.1 Cuci Tangan

Mikroorganisme pada kulit dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu : flora residen dan flora transien. Flora residen merupakan mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis, sedangkan flora transien atau flora kontaminasi merupakan mikroorganisme yang jenisnya tergantung dari lingkungan tempat kerja, mikroorganisme ini dapat dengan mudah dihilangkan dari permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan menggunakan sabun atau deterjen oleh karena itu, cuci tangan merupakan cara pencegahan infeksi yang sangat penting. Cuci tangan seharusnya dilakukan dengan benar sebelum dan setelah melakukan tindakan perawatan walaupun menggunakan sarung tangan atau alat pelindung lainnya yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan dapat terjaga dari infeksi (Depkes, 2010).

Menurut Depkes (2010) ada 3 (tiga) cara cuci tangan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan, yaitu :

1. Cuci tangan hieginik atau rutin berguna untuk mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan dengan menggunakan sabun atau deterjen.

2. Cuci tangan aseptik dapat dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik.

(42)

49

3. Cuci tangan bedah (surgical handscrub) dilakukan sebelum tindakan bedah, dengan antiseptik dan sikat steril.

Indikasi dalam mencuci tangan dapat dilakukan menjadi 2 (dua) tahap, yaitu sebelum melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan secara bersih dan setelah melakukan tindakan yang kemungkinan terjadi pencemaran, seperti (Depkes, 2010) :

1. Sebelum melakukan tindakan, seperti saat akan memeriksa (kontak langsung dengan pasien), saat akan menggunakan sarung tangan steril atau sarung tangan yang telah didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk melakukan suatu tindakan, saat akan menggunakan peralatan yang telah di-DTT, dan saat melakukan injeksi.

2. Setelah melakukan tindakan, yang kemungkinan terjadi pencemaran seperti setelah menerima pasien, setelah memegang alat – alat bekas pakai dan bahan – bahan lain yang berisiko terkontaminasi, dan setelah melepaskan sarung tangan (cuci tangan sesudah melepaskan sarung tangan, perlu dilakukan karena ada kemungkinan sarung tangan berlubang atau robek).

2.6.5.2 Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas kesehatan dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan berisiko mencakup tindakan rutin, tindakan bedah, otopsi, atau perawatan gigi (Depkes, 2010). Tidak semua alat pelindung diri (APD) tubuh harus digunakan, jenis pelindung tubuh yang perlu digunakan tergantung pada jenis tindakan atau

(43)

50

kegiatan yang akan dikerjakan seperti : untuk tindakan bedah minor APD yang dipergunakan cukup sarung tangan steril atau DTT saja, tetapi jika jenis kegiatan seperti kegiatan operatif di kamar operasi atau melakukankegiatan pertolongan persalinan sebaiknya semua pelindung tubuh dipergunakan oleh petugas kesehatan guna untuk mengurangi kemungkinan terpajan darah atau cairan tubuh lainnya.

1. Sarung Tangan

Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak secara langsung dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, selapaut lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Menurut Depkes (2010) sarung tangan dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Sarung tangan bersih merupakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat luka terbuka, sarung tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan bedah bila tidak ada sarung tangan steril.

b. Sarung tangan steril merupakan sarung yang disterilkan dan harus digunakan pada tindakan bedah, bila tidak tersedia sarung tangan steril baru dapat digunakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi. c. Sarung tangan rumah tangga terbuat dari latex atau vinil yang tebal

seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga, sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu membersihkan alat kesehatan.

(44)

51

Menurut Depkes (2010), perlu digunakan sarung tangan ganda pada keadaan khusus seperti :

1. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dari 60 menit) atau melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan benar robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti : jarum, gunting atau penjempit. 2. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang

banyak seperti : operasi cesar, dan persalinan.

3. Bila memakai sarung tangan pakai ulang yang seharusnya sekali pakai. 2. Pelindung Wajah (masker dan kacamata)

Pelindung wajah terdiri dari 2 (dua) macam pelindung yaitu masker dan kacamata dengan berbagai macam bentuk yaitu ada yang terpisah dan ada pula yang menjadi satu, pemakaian pelindung wajah tersebut dimaksudkan untuk melindungi selaput lendir hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, termasuk tindakan bedah.

3. Penutup Kepala

Tujuan pemakaian penutup kepala bertujuan untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat– alat atau daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas kesehatan dari percikan bahan – bahan dari pasien. Pada keadaan tertentu misal pada saat pembedahan atau diruang rawat intensif (ICU) petugas kesehatan maupun pasien harus menggunakan penutup kepala yangan menutupi kepala dengan baik.

(45)

52

4. Gaun/Baju Pelindung

Gaun pelindung atau celemek merupakan salah satu jenis pakaian kerja seperti : diketahui bahwa pakaian kerja dapat berupa seragam kerja, gaun bedah, jas laboratorium dan celemek. Jenis bahan dapat berupa bahan tembus cairan dan bahan tidak tembus cairan, tujuan pemakaian gaun pelindung untuk melindungi petugas kesehatan dari kemungkinan percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam. Gaun pelindung steril digunakan oleh ahli bedah dan para asisten pada saat melakukan pembedahan, sedangkan gaun non-steril digunakan di berbagai unit yang berisiko tinggi misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang rawat intensif (ICU), rawat darurat, dan kamar bayi.

5. Sepatu Pelindung

Sepatu khusus digunakan oleh petugas kesehatan yang bekerja di ruang tertentu misalnya ruang bedah, laboratorium, ICU, dan ruang isolasi. Sepatu hanya diperbolehkan pada ruangan tersebut dan tidak boleh dipergunakan ke ruangan lainnya, tujuan pemakaiannya untuk melindungi kaki petugas kesehatan dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu harus menutupi seluruh ujung dan telapak kaki dan tidak dianjurkan menggunakan sandal atau sepatu terbuka dan seharusnya terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan tahan tusukan misalnya karet atau plastik.

(46)

53

2.6.5.3 Pengelolaan Alat Kesehatan

1. Dekontaminasi, dekontaminasi merupakan langkah awal dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang tercemar setelah alat digunakan, alat harus direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi alat kesehatan atau suatu permukaan benda, menginaktivasi virus, dan dapat mengamankan perawat yang membersihkan alat tersebut dari risiko penularan.

2. Pencucian, setelah melakukan dekontaminasi, lakukan pembersihan dengan mencuci alat-alat kesehatan tersebut. Alat-alat kesehatan dicuci dengan menggunakan deterjen netral dan air, perawat yang melakukan hal ini diwajibkan menggunakan sarung tangan. Pada alat yang tidak terkontaminasi dengan cairan atau darah seperti infuse pump, tensimeter, dan lain-lain cukup dilap menggunakan larutan deterjen dan sikat.

3. Desinfeksi dan Sterilisasi

1. Desinfeksi merupakan proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali endospora bakteri. Biasanya hal ini dilakukan dengan menggunakan cairan kimia, pasteurisasi atau perebusan. Beberapa jenis-jenis desinfeksi, yaitu : a. Desinfeksi kimiawi : alkohol, klorin, formaldehid, glutardehid,

hidrogen peroksida, yodifora, asam parasetat, fenol, ikatan auronimum kuartener.

(47)

54

b. Desinfeksi fisik : radiasi dengan ultraviole, pasteurisasi, dan menggunakan mesin desinfektor (flushing and washer desinfector). c. Desinfeksi tingkat tinggi (DTT), merupakan alternatif

penatalaksanaan alat kesehatan apabila sterilisasi tidak tersedia atau tidak mungkin dilaksanakan. DTT dapat membunuh semua mikroorganisme termasuk Hepatitis B dan HIV, namun tidak dapat membunuh endospora dengan sempurna. Cara melakukan DTT anatara lain : 1). Merebus dalam air mendidih selama 20 menit, 2). Rendam dalam desinfektan kimiawi seperti glutaraldehid, dan formaldehid 8%, dan 3). DTT dengan uap (steamer).

2. Sterilisasi merupakan proses menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora bakteri. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara :

a. Sterilisasi fisik, seperti pemanasan basah, pemanasan kering, radiasi sinar gamma, dan filtrasi.

b. Sterilisasi kimiawi, menggunakan bahan kimia dengan cara merendam (misalnya dalam larutan glutaraldehid) dan menguapi dengan gas kimia (diantaranya dengan gas etilin oksida).

4. Penyimpanan

Dari cara penyimpanan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Alat yang dibungkus, selama peralatan masih terbungkus semua alat steril dianggap tetap steril. Untuk penyimpanan yang optimal, simpan bungkusan steril dalam lemari tertutup di bagian yang tidak terlalu

(48)

55

sering di jamah, suhu udara sejuk, dan kering atau kelembapan rendah.

2. Alat yang tidak terbungkus,alat yang tidak terbungkus harus digunakan segera setelah dikeluarkan. Alat yang tersimpan pada wadah steril dan tertutup apabila yakin tetap steril paling lama 1 minggu, tetapi jika ragu harus dilakukan sterilisasi kembali.

2.6.5.4 Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Secara umum limbah dapat dibedakan menjadi limbah cair dan limbah padat, limbah padat biasanya disebut juga sampah tidak semua sampah rumah sakit berbahaya. Petugas yang menangani sampah ada kemungkinan terinfeksi terutama disebabkan karena luka benda tajam yang terkontaminasi (Depkes, 2010).

Menurut Depkes (2010) limbah yang berasal dari rumah sakit secara umum dibedakan atas :

1. Limbah rumah tangga atau limbah non-medis yaitu limbah yang tidak kontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai risiko rendah yakni sampah – sampah yang yang dihasilkan dari kegiatan di ruang tunggu pasien atau pengunjung, ruang administrasi, dan kebun. Sampah jenis ini meliputi sisa makanan, sisa pembungkus makanan, plastik, dan sisa pembungkus obat. Sampah jenis ini dapat langsung dibuang melalui pelayanan pengelolaan sampah kota.

2. Limbah medis, yaitu bagian dari sampah rumah sakit yang berasal dari bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien dan

(49)

56

dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi dan bersifat menularkan penyakit. Limbah medis ini dapat berupa :

A. Limbah klinis, yaitu limbah yang berasal dari rumah sakit yang memerlukan tanggung jawab pihak rumah saki serta memerlukan perlakuan khusus, karena berpotensi menularkan penyakit sehingga dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi. Limbah klinis dapat berupa:

a. darah atau cairan tubuh lainnya yang mengandung darah kering seperti perban, kassa,dan benda – benda dari kamar bedah.

b. Sampah organik misalnya jaringan, potongan tubuh, dan plasenta. c. Benda – benda tajam bekas pakai yang memiliki sudut kurang dari 90

derajat, dapat menyebabkan luka iris atau tusuk, misalnya : jarum suntik; kaca sediaan (preparat glass), infus set, ampul/vial obat, jarum jahit, pisau bedah, tabung darah, pipet atau jenis gelas lainnya yang bersifat infeksius (sediaan apus darah).

B. Limbah laboratorium, setiap jenis limbah yang berasal dari laboratorium dikelompokkan sebagai limbah berisiko tinggi.

C. Limbah berbahaya, yaitu limbah yang mempunyai sifat beracun. Limbah jenis ini meliputi produk pembersih, disinfektan, obat-obatan sitotoksik dan senyawa radio aktif.

Penampungan sementara untuk setiap jenis limbah sangan diperlukan sebelum sampah-sampah dibuang, syarat yang harus dipenuhi sebagai tempat penampungan sementara ialah (Depkes, 2010) :

(50)

57

1. Ditempatkan pada daerah yang mudah dijangkau oleh petugas, pasien, dan penumpang.

2. Harus memiliki penutup yang kedap air sehingga tidak mudah bocor agar terhindar dari jangkauan serangga, tikus, dan binatang lainnya.

3. Hanya bersifat sementara tidak diperbolehkan lebih dari satu hari.

Menurut Depkes (2010), penampungan limbah di rumah sakit dibagi menjadi 2 (dua) berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan yaitu :

1. Penampungan limbah padat

a. Gunakan jenis wadah yang mudah dibersihkan, tidak bocor, wadah dapat berbahan plastik atau yang paling baik berbahan logam agar tidak mudah bocor atau korosif.

b. Dilengkapi dengan tutup, lebih baik jika tersedia wadah yang dilengkapi dengan pedal pembuka.

c. Kosongkan wadah setiap hari atau setelah ¾ bagian dari wadah telah penuh dan jangan memungut limbah tanpa menggunakan sarung tangan. d. Cucilah wadah dengan menggunakan larutan desinfektan dan bilas dengan

air setiap hari atau lebih sering setelah digunakan.

e. Cucilah sarung tangan dan tangan setelah melakukan penangan terhadap limbah medis.

2. Penampungan limbah benda tajam. a. Tahan bocor dan tahan tusukan.

b. Harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan menggunakan satu tangan.

(51)

58

c. Mempunyai penutup yang tidak dapat dibuka kembali.

d. Bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan menggunakan satu tangan.

e. Diganti setelah ¾ bagian dari penampungan wadah tersebut terisi dengan limbah benda tajam.

2.6.5.5 Penatalaksanaan Luka Tusuk Jarum atau Benda Tajam Lainnya Jika terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum suntik bekas pakai atau terpecik bahan infeksius (darah atau cairan tubuh) maka perlu pengelolaan yang begitu cermat, tepat, dan efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi nosokomial yang tidak diinginkan. Hal yang terpenting dengan sesegara mungkin mencuci dengan menggunakan sabun antiseptik dan mengusahakan untuk meminimalkan kuman yang masuk ke dalam aliran darah dengan melakukan penekanan pada bagian luka hingga darah keluar dari bagian yang terluka, bila darah mengenai mulut maka keluarkan dengan cara melakukan kumur – kumur dengan air beberapa kali, bila terciprat ke bagian mata maka cucilah mata dengan menggunakan air mengalir atau garam fsiologis, dan bila mengenai hidung hembuskan keluar hidung dan bersihkan dengan menggunakan air (Depkes, 2010).

Tatalaksana pajanan darah di tempat kerja dan pemberian Post Exposure Prophylaxis(PEP) disesuaikan dengan ketersediaan saranan dan kebijakan institusi setempat, apabila memungkinkan maka dapat dilaksanakan seperti panduan seperti dibawah ini :

(52)

59

Langkah I : Cuci

1. Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti pada kulit yang terluka, mulut, mata, dan hidung.

2. Setiap pajanan dilakukan pencatatan dan dilaporkan dalam 24 jam kepada pihak yang berwenang yaitu atasan langsung dan panitia pengendalian infeksi nosokomial atau panitia K3. Laporan tersebut sangat penting untuk menemukan langkah berikutnya dengan memulai pemberian Post Exposure Prophylaxis(PEP) setelah 72 jam untuk dianjurkan karena tidak efektif. Langkah II : Telaah pajanan

A. Pajanan : Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi. 1. Perlukaan kulit.

2. Pajanan pada selaput mukosa. 3. Pajanan melalui kulit yang luka. 4. Gigitan yang berdarah.

B. Bahan pajanan : Bahan yang memberikan risiko penularan infeksi, yaitu 1. Darah.

2. Cairan bercampur darah yang kasat oleh mata.

3. Cairan yang berpontensi terinfeksi : semen, cairan vagina, cairan serebrospinal, c. sinovia, c. Pleura, c. peritoneal, c. perickardial, dan c. amnion.

Gambar

Gambar 2.2  Jenis-jenis  Gunting  Berdasarkan  Ujungnya  (tumpul-tumpul,   tajam-tajam,  dan  tajam  tumpul),  dan  Berdasarkan  Bentuknya  (lurus-bengkok)
Gambar 2.3 Jenis-jenis pinset
Gambar 2.4  Pemegang  Jarum  Mayo-heegar(panjang)  needle  holder,  dan  Derf-needle holder(pendek)
Gambar 2.5  Plain  backhaus towel  clamps,  dan Backhaus  towel  clamps  with  ball stop
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan morfologi spermatozoa menggunakan pewarnaan Williams lebih mudah diamati karena dalam proses pewarnaan terdapat tahap pencucian preparat yang telah

pembinaan mental, pembinaan moral dan pembinaan fisik bagi tenaga kependidikan. 2) Kepala sekolah sebagai Manajer, yang pada hakekatnya merupakan suatu proses

Menurut Taylor (2009), laki-laki mendominasi peran kekerasan dalam berpacaran yang berujung pada konflik, dimana perempuan sering menjadi korban dalam kekera-

c. Selain itu dilakukan pemotretan untuk mendokumentasikan kejadian-kejadian khusus selama pelaksanaan pembelajaran. Menganalisis data pada waktu melakukan pengamatan,

Dari pengertian dan batasan keluarga dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau

PURWOREJO, FP – Untuk memberi semangat bagi anggota yang sedang melaksanakan tugas pengamanan Operasi Lilin Candi 2016, Bhayangkari Cabang Purworejo mengunjungi pos-pos

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan pada penelitian yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Kognitif melalui Kegiatan Membilang pada Kelompok B TK Budi

terpusat, fokus, serta bisa diselesaikan dengan adanya batasan perumusan masalah yang ada di dalamnya. Dalam kegiatan ini peneliti membuat dan menyusun instrumen penelitian