• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GLAUKOMA 2.1.1. Defenisi

Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun kenaikan tekanan intra okuli adalah salah satu dari faktor resiko primer, ada tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit. ( Skuta et al, 2010).

2.1.2. Epidemiologi

Glaukoma sudut terbuka merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia, sekitar lebih dari 5 juta atau 13,5 % dari total kebutaan di dunia. Berdasarkan klasifikasi glaukoma, glaukoma sudut terbuka merupakan glaukoma yang paling sering terjadi. Di negara barat, prevalensi glaukoma sudut terbuka sekitar 1-3% dari populasi. Pada studi di Jepang, prevalensi glaukoma sudut terbuka sekitar 2,62%. Prevalensi glaukoma sudut terbuka ini meningkat dengan bertambahnya usia. Biasanya penderita glaukoma sudut terbuka terjadi pada usia antara 40 sampai 70 tahun. (Distelhorst & Hughes, 2003)

(2)

2.1.3. Derajat Keparahan Glaukoma

• Mild or early stage glaucoma

Apabila dijumpai kerusakan dari saraf optik, tetapi belum dijumpai adanya kerusakan lapangan pandang.

• Moderate stage glaucoma

Apabila dijumpai kerusakan dari saraf optik dan dijumpai kerusakan pada satu hemisfer lapangan pandang dan tidak lebih dari 50

• Severe-stage glaucoma, advanced stage glaucoma, end

stage glaucoma

fiksasi.

Apabila dijumpai kerusakan dari saraf optik dan dijumpai kerusakan pada dua hemisfer lapangan pandang dan lebih dari 5o fiksasi. (Fellman L et al, 2011)

2.1.4. Klasifikasi

Adapun menurut American of Ophthalmology glaukoma dibagi atas: Glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan childhood glaucoma.

Glaukoma sudut terbuka di bagi menjadi :

Glaukoma Primer Sudut Terbuka/Primary Open Angle

Glaucoma (POAG)

POAG terjadi ketika tidak terdapat penyakit mata lain atau penyakit sistemik yang menyebabkan peningkatan

(3)

hambatan terhadap aliran akuos atau kerusakan terhadap saraf optik, biasanya disertai dengan peningkatan TIO. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan jenis glaukoma terbanyak dan umumnya mengenai umur 40 tahun ke atas. POAG dikarakteristikkan sebagai suatu yang kronik, progresif lambat, optik neuropati dengan pola karakteristik kerusakan saraf optik dan hilangnya lapangan pandang. POAG didiagnosa dengan suatu kombinasi penemuan termasuk tingkat TIO, gambaran diskus optik, dan hilangnya lapangan pandang.Tekanan bola mata merupakan faktor resiko penting walaupun beberapa keadaan lain dapat menjadi faktor yang berpengaruh seperti riwayat keluarga, ras, miopia, diabetes mellitus dan lain-lain.( Skuta et al, 2012 )

Patogenesis naiknya TIO pada POAG disebabkan oleh karena naiknya tahanan aliran akuos humor di trabekular meshwork. Kematian sel ganglion retina timbul terutama melalui apoptosis (program kematian sel) daripada nekrosis.( Skuta et al, 2010 )

Banyak faktor yang mempengaruhi kematian sel, tetapi pendapat terbaru masih dipertentangkan adalah

(4)

kerusakan akibat iskemik dan mekanik. ( Skuta et al, 2010 )

 Glaukoma dengan Tensi Normal

Kondisi ini adalah bilateral dan progresif, dengan TIO dalam batas normal.Banyak ahli mempunyai dugaan bahwa faktor pembuluh darah lokal mempunyai peranan penting pada perkembangan penyakit.Merupakan bagian dari glaukoma primer sudut terbuka, tanpa disertai peningkatan TIO. (Skuta et al, 2010)

 Glaukoma Suspek

Glaukoma suspek diartikan sebagai suatu keadaan pada orang dewasa yang mempunyai satu dari penemuan berikut paling sedikit pada satu mata yaitu:

Suatu defek nerve fiber layer atau nervus optikus perkiraan glaukoma (perluasan cup-disc ratio, asimetris cup-disc ratio, notching neural rim, perdarahan diskus, ketidaknormalan lokal atau difus pada nerve fiber layer).

• Ketidaknormalan lapangan pandang sesuai dengan glaukoma.

• Peningkatan TIO > 21 mmHg. ( JJ Kanski, 2007 ) Biasanya, jika terdapat dua atau lebih tanda diatas maka dapat mendukung diagnosa untuk POAG,

(5)

khususnya bila terdapat faktor-faktor risiko lain seperti usia> 50 tahun, riwayat keluarga glaukoma, dan ras hitam, juga sudut bilik mata terbuka pada pemeriksaan gonioskopi. ( Svern P et al )

 Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka ( Skuta et al,2010) Bila terjadi peningkatan tekana bola mata sebagai akibat menifestasi penyakit lain maka glaukoma ini disebut sebagai glaukoma sekunder. Contoh glaukoma jenis ini adalah:

Sindroma Pseudoeksfoliasi (Exfoliation Syndrome) Glaukoma Pigmenter (Pigmentary Glaucoma) • Glaukoma akibat kelainan lensa

• Glaukoma akibat tumor intraokuli

• Glaukoma akibat inflamasi intraokuli ( Skuta et al, 2010 )

2.1.5. Patofisiologi

Patofisiologi Neuropati Optik Glaukoma

Kerusakan syaraf optik pada glaukoma dapat dibagi atas 2 tipe yakni kerusakan neuron primer (primary neuronal

damage) dan kerusakan neuron sekunder (secondary neuronal damage). (Dada et al, 2006; Schwartz, 2003)

(6)

Kerusakan Neuron Primer

Kerusakan neuron primer ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor mekanik dan faktor iskemik.

1. Faktor Mekanik

Menurut teori mekanis, TIO yang tinggi berperan menyebabkan kerusakan langsung pada nervus optikus dan akan mengubah struktur jaringan. Kenaikan TIO akan menghasilkan dorongan dari dalam ke luar (inside-outside push) yang akan menekan lapisan laminar ke arah luar dan meningkatkan regangan laminar serta meningkatkan regangan dinding sklera (Lewis et al,1993). Selain itu dengan meningkatnya TIO akan menyebabkan remodelling dan irregularitas matriks ekstra selular syaraf optik yang akan menurunkan mechanical support bagi serabut-serabut syaraf (Sihota et al, 2006).

Peningkatan TIO juga dapat memblok aliran axoplasma sehingga pengiriman growth factor esensial yang dihasilkan oleh sel target dari kollikulus superior dan korpus genikulatum lateralis ke papil syaraf optik akan turun (Dada et al, 2006)

Selain itu, peningkatan TIO disebabkan oleh karena meningkatnya tahanan/ resistensi pada humor

(7)

akuous. Ada beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan bertambahnya resistensi pada outflow humor akuous, antara lain penyempitan ruang intertrabekular, penebalan lamella trabekular, collaps kanalis sklemm, dan hilangnya sel-sel endotel trabekula. Keadaan tersebut secara fisiologis terjadi pada proses penuaan, tetapi pada glaukoma proses tersebut terjadi lebih progresif (Dada et al, 2006)

2. Faktor Iskemik

Menurut teori iskemik, turunnya aliran darah di dalam lamina kribrosa akan menyebabkan iskemia dan tidak tercukupinya energi yang diperlukan untuk transport axonal. Iskemik dan transport axonal akan memacu terjadinya apoptosis (Lewis et al, 1993)

Pada hakekatnya kematian sel (apoptosis) dapat terjadi karena rangsangan atau jejas letal yang berasal dari luar ataupun dari dalam sel itu sendiri (bersifat aktif ataupun pasif). Kematian sel yang berasal dari dalam sel itu sendiri dapat terjadi melalui mekanisme genetik, yang merupakan suatu proses fisiologis dalam keadaan mempertahankan keseimbangan fungsinya. Proses kematian yang berasal dari luar sel dan bersifat pasif dapat tejadi karena jejas ataupun injury

(8)

yang letal akibat faktor fisik, kimia, iskhemik maupun biologis (Chen, 2003). Pada proses iskemik, terjadi mekanisme autoregulasi yang abnormal sehingga tidak dapat mengkompensasi perfusi yang kurang sehingga menyebabkan iskemik pada TIO yang tinggi (Lewis et al, 1993).

Hipotesis lain yang mendasari teori ini adalah turunnya perfusi akan menyebabkan akumulasi eksitotoksin seperti glutamat yang akan menyebabkan kematian sel lebih lanjut. Fase iskemia yang diikuti dengan perbaikan pasokan darah juga dapat menyebabkan reperfusion injury pada sel ganglion retina oleh karena adanya radikal bebas (Dada et al., 2006).

2.1.6. Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap glaukoma sudut terbuka adalah dengan cara medikamentosa dan operasi. Obat-obat anti glaukoma meliputi:

Prostaglandin analog-hypotensive lipids

Beta adrenergic antagonist (nonselektif dan selektif)

• Parasimpatomimetik (miotic) agents, termasuk cholinergic dan anticholinergic agents.

(9)

Carbonic anhydrase inhibitor (oral, topikal)

Adrenergic agonists (non selektif dan selektif alpha 2

agonist)

Kombinasi obat Hyperosmotics agents. Tindakan operasi glaukoma sudut terbuka • Laser trabekuloplasti

• Trabekulektomi

Full-thickness Sclerectomy

• Kombinasi bedah katarak dan filtrasi. ( Skuta et al, 2010 ; Siegfried,2013 ; Leahy L Jack,2004)

2.2. DIABETES MELLITUS 2.2.1. Defenisi

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. (American Diabetes Association,2010)

DM tipe 2, yang merupakan 90-95% dari populasi diabetes, meliputi individual yang mengalami resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. (American Diabetes Association,2010)

(10)

2.2.2. Epidemiologi

Prevalensi DM di dunia telah meningkat drastis selama dua dekade terakhir, dari perkiraan 30 juta kasus pada tahun 1985 menjadi 177 juta kasus di tahun 2000. Berdasarkan kecenderungan ini, > 360 juta orang diperkirakan akan menderita diabetes pada tahun 2030. Indonesia merupakan negara kedelapan dengan jumlah penderita diabetes dewasa terbanyak di dunia pada tahun 2010, dan diperkirakan menjadi peringkat keenam pada tahun 2030 dengan jumlah penderita diabetes dewasa sebanyak 12 juta orang, dengan penderita terbanyak berada pada rentang usia 40-60 tahun. Menurut Riskesda 2007 prevalensi DM di Indonesia adalah 5,7%, dengan jumlah kasus sebanyak 84.473 kasus, dan angka kematian akibat penyakit tidak menular meningkat menjadi 60%, dimana DM menempati urutan ketiga dari penyebab kematian di Indonesia. (Powers AC,2008 ; Ministry Of Health RI)

2.2.3. Klasifikasi

Klasifikasi dari diabetes meliputi empat golongan klinis : (American Diabetic Association,2010 ; Powers AC, 2008)

(11)

1. Diabetes tipe 1

Destruksi sel-β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute.

A. Immune-mediated B. Idiopathic

2. Diabetes tipe 2

Bervariasi mulai dari resisten insulin dominan disertai defisiensi insulin relative hingga kurangnya sekresi insulin disertai dengan resistensi insulin.

3. Diabetes tipe lain

A. Defek genetik sel-β pancreas B. Defek genetik kerja insulin

C. Penyakit-penyakit dari eksokrin pancreas (seperti cystic fibrosis)

D. Endokrinopati (akromegali, Cushing’s syndrome, glucagonoma,pheochromocytoma, hyperthyroidism, somatostatinoma, aldosteronoma)

E. Akibat obat-obatan atau zat kimia (seperti pada pengobatan AIDS atau setelah transplantasi organ) F. Infeksi (rubella kongenital, cytomegalovirus,

coxsackie)

G. Diabetes imunologis yang jarang (“stiff-person”

(12)

H. Sindroma lainnya yang terkadang berkaitan dengan diabetes (Down’s syndrome, Klinefelter’s syndrome, Turner’s syndrome, Wolfram’s syndrome, Huntington’s chorea, Laurence-Moon-Biedl syndrome, myotonic dystrophy, porphyria, Prader-Willi syndrome)

4. Diabetes mellitus gestational (GDM)

2.2.4. Patofisiologi

Beberapa teori terjadinya diabetes : • Aktivasi dari Protein Kinase-C (PKC)

Terjadinya hiperglikemia di dalam sel meningkatan sintesis dari molekul diacylglicerol, yang akan mengaktifkan kofaktor dari isoform protein kinase-C (PKC). Ketika PKC diaktifkan oleh sel yang mengalami hiperglikemia, banyak efek yang akan ditimbulkan , antara lain produksi endothelial nitric

oxide (NO) sintesa (eNOS) akan menurun, sementara endothelin-1 meningkat. Transforming growth factor dan plasminogen activator inhibitor meningkat. (Brownlee M, 2004)

Meningkatnya aktivitas dari Hexosamine Pathway

Ketika terjadi hiperglikemia pada sel, glucose dimetabolisme melalui proses glikolisis, glucose-6-phosphate dirubah menjadi fructose-6-phosphate. Kemudian melalui

(13)

signalling, fructose-6-phosphate dirubah menjadi

glucosamine-6-phosphate oleh enzim GFAT

(glutamine:fructose-6-phosphate amidotransferase) dan pada

akhirnya menjadi UDP (uridine diphosphate) N-acetyl

glucosamine. Kemudian N-acetyl glucosamine acetyl glucosamine menjadi residu serin dan trionin oleh factor

transkripsi dan mengalami over modifikasi yang menyebabkan perubahan patologi terhadap ekspresi gen. Terjadi peningkatan transforming growth factor 1 dan plasminogen

activator inhibitor-1 yang akan berdampak buruk terhadap

pembuluh darah diabetes. (Brownlee M, 2004)

• AGEs Pathway (advanced glycation and products)

Jalur pembentukan AGEs ini merupakan jalur nonenzimatik, adalah proses perlekatan glukosa secara kimiawi ke gugus amino bebas pada protein tanpa bantuan enzim. Derajat glikosilasi non enzimatik tersebut berikatan dengan kadar gula darah. Pembentukan AGEs pada protein seperti kolagen, membentuk ikatan silang di antara berbagai polipeptida yang dapat menyebabkan terperangkapnya protein interstisium dan plasma yang tidak terglikosilasi. AGEs juga dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kapiler . AGEs berikatan dengan reseptor pada berbagai tipe sel seperti sel endotel, monosit, limfosit, makrofag dan sel mesangial.

(14)

Pengikatan tersebut menyebabkan berbagai aktivasi biologi termasuk pengeluaran sitokin, peningkatan permeabilitas endotel, peningkatan proliferasi fibroblast serta sintesis matrik ekstraseluler. (Giscco F, Brownlee M, 2010)

2.2.5. Diagnosis

Selama beberapa dekade, diabetes didiagnosis berdasarkan kriteria glukosa plasma, baik glukosa plasma puasa atau nilai 2-h 75-g oral glucose tolerance test (OGTT). Pada tahun 1997, kriteria diagnostik direvisi oleh Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus dengan mengobservasi hubungan antara kadar glukosa dan munculnya retinophaty. Analisis itu menghasilkan nilai diagnostik yang baru yaitu ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l) untuk glukosa plasma puasa dan ditegaskan dengan nilai glukosa plasma 2 jam setelah puasa ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l). Dengan semakin terstandarisasinya pemeriksaan HbA1C dan hasilnya yang dapat diterapkan pada seluruh populasi, maka ADA menyetujui untuk menggunakan HbA1C sebagai tes untuk mendiagnosa DM dengan nilai ≥6.5% (tabel 1).

(15)

2.2.6 Pre-Diabetes

Prediabetes adalah kadar glukosa darah di atas normal tetapi masih di bawah kadar glukosa darah untuk diabetes. Diagnosis prediabetes ditegakkan bila didapatkan kadar glukosa darah puasa 100-125 mg/dl (Glukosa Puasa Terganggu = GPT), atau 2 jam paska beban glukosa 140-199 mg/dl (Toleransi Glukosa Terganggu = TGT), atau keduanya (Homeostasis Glukosa Terganggu = HGT).

Prediabetes meningkatkan resiko absolut menjadi DM sebesar 2-10 kali lipat, resiko terjadinya penyakit kardiovaskular pada prediabetes sama besarnya dengan DM. Berbagai keadaan tersebut lebih meyakinkan bahwa Tindakan-tindakan dan program pencegahan dini DM sangat diperlukan, antara lain melalui penanganan prediabetes.

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa untuk Diabetes

1. A1C ≥6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium mengunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan sesuai

standar pemeriksaan DCCT.*

2. Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa didefinisikan dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8

jam.*

3. Glukosa Plasma Dua-jam ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) dengan

OGTT. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO,

menggunakan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhydrous yang dilarutkan dalam air.

4. Pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia atau krisis hiperglikemik, glukosa plasma random ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l). *Jika tidak ada hiperglikemi yg tegas, criteria 1-3 harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan ulang.

(16)

Identifikasi dan penatalaksanaan awal bagi pasien prediabetes dapat menurunkan insiden DM serta komplikasinya. (Setiawan M, 2011)

Jenis komplikasi pada diabetes adalah komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut meliputi hipoglikemi, ketoasidosis, dan hiperosmolar-non ketotik. Komplikasi kronik dibagi menjadi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri besar sehingga menyebabkan artherosklerosis. Akibat artherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung coroner, hipertensi, stroke dan gangrene pada kaki.. Komplikasi mikrovaskular adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil diantaranya pada mata sebagai retinopati dan juga glaukoma serta katarak, nefropati diabetika yaitu gangguan ginjal dan neuropati diabetika yaitu gangguan system saraf pada penderita DM. ( Hartanti PI ; Himawan WI )

2.2.7. Komplikasi DM

Komplikasi mikrovaskular pada mata dapat terjadi 5 tahun setelah menderita diabetes mellitus tanpa pengobatan yang teratur. (Fong SD et al, 2007)

(17)

2.2.8. Mekanisme Terjadinya Glaukoma Sudut Terbuka Pada Penderita DM

Penyebab pasti kelainan mikrovaskular pada penderita diabetes belum diketahui secara pasti. Enzim aldose

reductase dipercaya dapat menyebabkan terjadinya komplikasi mikrovaskular pada pendeita DM. Aldose

reductase merupakan enzim yang terdapat dalam intracellular polyol pathway, yang akan merubah glukosa menjadi sorbitol.

Tingginya kadar glukosa akan mengakibatkan tingginya aliran molekul gula dalam polyol pathway, yang menyebabkan akumulasi sorbitol dalam sel. Adanya osmotic stress dari akumulasi sorbitol ini dipercaya dapat menyebabkan terjadinya komplikasi mikrovaskular pada DM. (Fowler JM, 2008).

Penyebab lain yang dipercaya menyebabkan kelainan mikrovaskular pada penderita DM adalah gangguan aliran vaskular pada penderita DM menyebabkan perubahan dari fungsi neuron dan glial dan gangguan sel-sel ganglion retina yang beresiko terjadinya glaucomatous damage. Selain itu DM juga meningkatkan resiko kerusakan sel-sel ganglion retina yang berhubungan dengan kejadian glaukoma sudut terbuka dimana terjadi peningkatan tekanan intra okuli. (Vkas Chopra et al, 2014).

(18)

Growth factor, termasuk Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), growth hormone, dan transforming growth factor β, juga dipercaya mempunyai peranan penting

menyebabkan kelainan mikrovaskular pada DM. produksi VEGF ini akan meyebabkan terjadinya hypoxia retina, sehingga dapat menimbulkan retinopati. (Vkas Chopra et al, 2014).

2.3. PEMERIKSAAN SUDUT BILIK MATA DENGAN GONIOSKOPI

• Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang gelap

Pasien duduk menghadap slit lamp dengan meletakkan dahi pada headrest.

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan lensa Three

Mirror Goldmann yang terlebih dahulu ditetesi methylcellulosa

1%

• Pasien diinstruksikan untuk melihat ke atas untuk meletakkan tepi gonioskopi pada forniks bawah

• Kemudian pasien melihat ke arah depan untuk pemeriksaan sudut bilik mata.

Tingkat atau grade sudut bilik mata berdasarkan Shaeffer System. (Lisegang et al, 2009)

• Grade 4 : sudut yang dibentuk antara iris dan permukaan jala-jala trabekula adalah 45°.

(19)

• Grade 3 : sudut yang dibentuk antara iris dan permukaan jala-jala trabekula diantara 20° sampai 45°. • Grade 2 : sudut yang dibentuk antara iris dan permukaan

jala-jala trabekula kurang dari 20°, kemungkinan adalah sudut tertutup.

• Grade 1 : sudut yang dibentuk antara iris dan permukaan jala-jala trabekula adalah 10°, sudut tertutup. • Slit : sudut yang dibentuk antara iris dan permukaan

jala-jala trabekula kurang dari 10°. • 0 : iris melekat pada jala-jala trabekula.

2.4. EVALUASI KLINIS NERVUS OPTIKUS DAN RETINAL NERVE FIBER LAYER (RNFL)

Nervus optikus mengandung jaringan neuroglial, matriks ekstraselular serta pembuluh darah. Nervus optik manusia mengandung kira-kira 1,2-1,5 juta akson dari sel ganglion retina. Papil nervus optikus atau diskus optikus dibagi atas 4 lapisan yaitu : lapisan nerve fiber dapat dilihat langsung dengan oftalmoskopi. Lapisan ini diperdarahi oleh arteri retina sentral.Lapisan kedua atau prelaminar region secara klinis dapat dievaluasi adalah area sentral papil optik.Daerah ini diperdarahi oleh arteri siliaris posterior. Pada nervus optikus dapat diperiksa dengan oftalmoskop direk,

(20)

oftalmoskop indirek atau slit lamp yang menggunakan posterior pole

lens. ( Skuta et al, 2010 )

Kepala nervus optikus atau diskus optik, biasanya bulat atau sedikit oval dan mempunyai suatu cup sentral.Jaringan antara cup dan pinggir diskus disebut neural rim atau neuroretinal rim.Pada orang normal, rim ini mempunyai kedalaman yang relatif seragam dan warna yang bervariasi dari oranye sampai merah muda. Ukuran

cup fisiologis dapat sedikit meningkat sesuai umur. Orang kulit hitam

yang bukan glaukoma rata-rata mempunyai diskus yang lebih lebar dan cup-disc ratio lebih besar disbanding emetropia dan hyperopia. CDR saja tidak adekuat menentukan bahwa diskus optik mengalami kerusakan glaucomatous.( Skuta et al, 2010 )

Penting untuk membandingkan mata yang satu dengan sebelahnya karena asimetri diskus tidak biasa pada orang normal. Rasio CDR vertikal secara normal antara 0,1-0,4 walaupun sekitar 5 % orang normal mempunyai rasio CDR yang lebih besar dari 0,6. Asimetris rasio CDR lebih dari 0,2 terdapat pada kurang dari 1 % orang normal. ( Skuta et al, 2010 )

Optical Coherence Tomography (OCT) adalah alat bantu diagnostik non kontak, non invasif dan tidak memerlukan imersi, menampilkan irisan jaringan hidup, yang beroperasi dengan prinsip inferometri menggunakan sinar inframerah koherensi rendah sekitar 40Um dengan panjang gelombang antara 800-830 nm, yang diserap

(21)

oleh jaringan tertentu, dilengkapi dengan kamera khusus untuk menangkap refleksi sinar dan menghasilkan image atau bayangan dari jaringan histologis dengan resolusi tinggi (Bancato & Lumbroso, 2004 ; Savin G, 2005).

Kehadiran OCT telah terbukti sangat berguna dalam membantu menegakkan diagnosa, evaluasi, penatalaksanaan berbagai kelainan mata dan juga penelitian. Di bidang ilmu kesehatan mata, OCT banyak membantu menegakkan diagnosa, pemantauan terapi, pemantauan perjalanan penyakit, dokumentasi serta penjelasan kepada pasien di bidang glaukoma, retina dan kornea ( Hong&Sun, 2010). OCT ini dapat menguraikan lapisan demi lapisan serabut syaraf tanpa efek samping yang merugikan.

Stratus OCT memiliki resolusi aksial yang lebih tinggi sekitar 9 sampai 10 mikron pada jaringan.Sistem Stratus dapat menghasilkan gambar OCT yang sangat mendetail dari retina. Stratus OCT ini memliki sensitivitas lebih dari 80% dan spesifisitas lebih dari 95%. (Christoph & Hitzenberger, 2003).

Di bidang glaukoma, OCT sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, mengetahui derajat keparahan kerusakan papil syaraf optik dan kerusakan lapisan serabut syaraf retina akibat glaukoma dan menjadi alat screening yang andal dan sahih untuk glaukoma pra perimetrik yang mampu mendeteksi kerusakan 5 tahun lebih awal ( Dexter & Barton, 2011). Perubahan pada ketebalan

(22)

serabut syaraf retina harus cepat dideteksi pada penderita diabetes mellitus awal (Skarf B, 2002).

Dewasa ini OCT adalah tekhnik pilihan untuk memeriksa dan mengukur lapisan serabut syaraf retina yang dapat dijadikan marker terhadap degenerasi aksonal dan untuk pemantauan pengobatan neuroprotektif ( Novita DH, 2008)

Analisis diskus optikus pada Stratus OCT yang dilakukan berdasarkan Fast Optic DiscScan dan Fast Macular Thickness ( Fast

Macular Map dan Fast Retinal Nerve Fiber Layer 3,4 Thickness) .

Pemeriksaan tersebut menggunakan 6 garis berukuran 4 mm untuk mendapatkan data cross sectional dari diskus optikus. Analisis ONH berguna untuk memeriksa dan mengukur syaraf optik dari masing-masing 6 scan tersebut secara tunggal maupun berbarengan.v(Sari MD)

Hasil analisis terdiri dari gambaran tunggal atau gambaran gabungan dari hasil semua scan. Algoritme mendeteksi dan memperlihatkan lokasi bagian atas dan dalam RPE pada setiap sisi diskus optikus. Titik referensi diskus diindikasikan dengan gambaran silang di dalam lingkaran yang berwarna biru, dimana sebuah garis yang menghubungkan titik-titik referensi tersebut merupakan diameter diskus. Reference plane (garis offset cawan) ditentukan oleh sebuah garis yang paralel terhadap garis diameter diskus dengan offset 150 Um ke anterior (garis putih). Luas rima neuroretina

(23)

(daerah merah) pada potongan melintang disetimasikan oleh luas yang dibatasi reference plane sebagai batas posterior dan garis yang tegak lurus terhadap ujung diameter diskus sebagai batas lateral. Lebar syaraf optik pada diskus (garis kuning) di masing-masing sisi ditandai dengan garis lurus dari setiap titik referensi ke titik yang paling dekat pada permukaan anterior. ( Sari MD )

Analisis data dilakukan terhadap masing-masing scan dan disatukan manjadi hasil pengukuran ONH gabungan termasuk volume lebar rim keseluruhan (integrasi dari luas rim vertikal pada potongan melintang), lebar rim keseluruhan (dikalkulasikan berdasarkan integrasi dari rata-rata lebar syaraf pada diskus), luas diskus, luas cawan, luar rima (luas rim-luas cawan), rasio cawan diskus vertikal, horizontal dan rasio luas, dan volume cawan (Bowd, et al., 2000).

Analisis selular OCT juga mampu menampilkan lapisan demi lapisan potongan melintang area sekitar papil 360 derajat dengan resolusi tinggi. Analisis numerik ketebalan LSSR mengacu kepada “ISNT rule” atau inferior, superior, nasal dan temporal rule yang merupakan acuan standar yang digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda awal dari neuropati optik. Struktur seluler LSSR kuadran

superior dan inferior adalah yang paling sensitif terhadap perubahan

tekanan bola mata dan cenderung menjadi indikasi awal terjadinya glaukoma dan menjadi tanda glaukoma pre perimetrik yang belum

(24)

terdeteksi oleh pemeriksaan lapangan pandang. Namun ketebalan kuadran lainnya juga memberikan arti penting dalam fungsi penglihatan yang juga perlu dicermati (Kaushik & Pandav, 2010).

Dalam melakukan pemeriksaan OCT, salah satu yang harus diperhatikan adalah kejernihan optik. (Wong et al., 2010), melaporkan bahwa kekeruhan media optik dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan OCT. Kekeruhan media yang ada dapat menurunkan kekuatan sinyal optik sinar OCT. Kekuatan sinyal berkisar 0 hingga 10. Sinyal dibawah 6 menandakan hasil pengukuran yang kurang sahih dan kurang terpercaya. Maka kekuatan sinyal adalah hal yang penting yang harus diperhatikan dalam interprestasi hasil pemeriksaan (Lumbroso & Rispoli, 2009)

(25)

2.5. KERANGKA TEORI Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia Mikrovaskular Gangguan autoregulasi vaskular Penurunan Perfusi Penurunan fungsi neuron dan glial

dan gangguan metabolisme

Kerusakan lapisan serabut saraf retina

TIO Glaukoma sudut terbuka • PKC Pathway • Hexosamine Pathway • AGEs Pathway

(26)

2.6. HIPOTESA PENELITIAN

Hipotesa Mayor

 Terjadinya perubahan serabut saraf retina dan saraf optik pada penderita glaukoma sudut terbuka dengan riwayat DM tipe 2.

Hipotesa Minor

 Terjadi penipisan serabut saraf retina pada penderita DM tipe 2.

 Terjadi perubahan saraf optik pada penderita DM tipe 2.

 Terdapat perbedaan ketebalan lapisan serabut saraf retina pada penderita glaukoma sudut terbuka dengan riwayat DM tipe 2 dengan ketebalan lapisan serabut saraf retina pada penderita glaukoma sudut terbuka.  Terdapat perbedaan saraf optik pada penderita

glaukoma sudut terbuka dengan riwayat DM tipe 2 dengan ketebalan lapisan serabut saraf retina pada penderita glaukoma sudut terbuka.

(27)

2.7. KERANGKA KONSEPSIONAL

Diabetes Mellitus

Type 2

• Perubahan lapisan serabut saraf retina • Perubahan saraf • Autoregulasi • ↑ Tekanan Intra Okuli Hiperglikemia • PKC Pathway • Hexosamine Pathway • AGEs Pathway

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum hasil penelitian menunjukkan ketiga subjek memiliki kecenderungan memandang diri sebagai seorang remaja indigo yang memahami dan menerima keunikan diri yang

Berdasarkan pada teori keagenan terdapat perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemilik perusahaan sehingga akan berpotensi terjadinya masalah keagenan atau

Derajat perubahan kondisi rumah penerima bantuan rehabilitasi RTLH di kecamatan tebing setelah mendapatkan bantuan sangatlah terlihat perbedaannya, dimana sebelumnya

pumilus yang digunakan sebagai mikroorganisme penghasil enzim mananase adalah hasil isolasi dari pulau Pari di Teluk Jakarta dengan tujuan untuk mengetahui

Dan oleh sebab V ruang Hilbert maka V adalah ruang bernorma lengkap, ini berakibat ruang dual ganda V**, (akibat Teorema 3.10 ), memenuhi struktur ruang

Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi vaksinasi penyakit tetelo secara kontak dengan virus tahan panas RIVS2 ini terdiri dari dua bagian yakni percobaan dalam kandang

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

Berisikan tentang penerima bantuan tiap provinsi dan tiap Kabupaten atau kota. 2) Hasil Penyerapan Dana Bantuan. Berisikan tentang besar dana yang disalurkan di