• Tidak ada hasil yang ditemukan

Afrini Nurul Afifah. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Afrini Nurul Afifah. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Faktor Risiko Keluhan Subjektif Computer Vision Syndrome pada Pegawai Bank Negara Indonesia Cabang Universitas Indonesia, Direktorat Kemahasiswaan, dan

Pengembangan & Pelayanan Sistem Informasi Universitas Indonesia Afrini Nurul Afifah

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Email : afrini.afifah@gmail.com

Abstrak

Komputer belakangan ini menjadi kebutuhan utama bagi pekerja dalam menyelesaikan berbagai tugas. Semakin banyak pekerja mengalami keluhan okular maupun non okular terkait dengan penggunaan komputer yang dikenal sebagai gejala Computer Vision Syndrome (CVS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko CVS dengan menggunakan desain studi cross sectional pada 67 responden. Pengambilan data pada penelitian menggunakan kuesioner, wawancara, observasi, dan pengukuran langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56,7% responden mengalami keluhan subjektif CVS dengan keluhan yang paling banyak dirasakan adalah nyeri pundak (61,2%), nyeri leher (59,7%), dan eyestrain (56,7%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan CVS adalah pola istirahat kerja, durasi penggunaan komputer, posisi layar komputer, dan kesalahan refraksi mata. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara jarak antara mata dengan komputer dan keluhan subjektif CVS dan intensitas pencahayaan ruang ditemukan sebagai faktor konfonding.

Kata Kunci : Computer vision syndrome, CVS

Analysis of Computer Vision Syndrome Factors on Employee of Bank Negara Indonesia University of Indonesia Branch, Direktorat Kemahasiswaan, and Pengembangan &

Pelayanan Sistem Informasi University of Indonesia. Abstract

As computers become part of work necessity, more workers experiencing a variety of ocular and non ocular symptoms related to computer use, known as Computer Vision Syndrome (CVS). This study’s aim is to analyze Computer Vision Syndrome risk factors. This is a cross-sectional study with 67 employees involved as respondent and the data were collected with questionnaire, interview, observation, and direct measurement. The results shows that the prevalence of CVS subjective symptoms was found to be 56,7% with most complaints are shoulder pain (61,2%), neck pain (59,7%), dan eyestrain (56,7%). Rest break, duration of computer use, monitor position, and refractive error are significantly associated with Computer Vision Syndrome. There was no significantly association between eye and monitor distance and Computer Vision Syndrome and workplace lighting was found to be confounding factor.

(2)

Pendahuluan

Perkembangan teknologi dan sarana informasi semenjak abad ke-dua puluh sangat membantu manusia dalam beraktivitas. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang memiliki banyak pengguna teknologi informasi yang jumlahnya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penggunaan visual display terminal (VDT) seperti komputer dan TV dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti sakit kepala, kelelahan, pengelihatan kabur, kelelahan mata, iritasi mata, dan sulit memfokuskan pandangan, gangguan kesehatan tersebut merupakan gejala dari Computer Vision Syndrome (CVS). Menurut American Optometric Association (2014), Computer Vision Syndrome adalah kumpulan dari gangguan yang terkait dengan mata dan pengelihatan yang diakibatkan oleh penggunaan komputer dalam waktu yang lama. Gejala CVS menurut AOA (2014) adalah eyestrain, sakit kepala, mata kering dan iritasi mata, pandangan buram (blurred vision), dan sakit pada punggung, bahu, dan leher. OSHA menempatkan CVS pada peringkat pertama dalam daftar penyakit terkait dengan pekerjaan di kantor yang paling sering dikeluhkan pekerja (Joyce, 2012). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya CVS, seperti pencahayaan yang kurang, adanya glare pada monitor, jarak antara pengguna dengan monitor yang tidak sesuai, postur duduk yang tidak ergonomis, masalah pengelihatan yang tidak ditangani, dan gabungan dari beberapa hal tersebut (American Optometrists Association, 2014). Penelitian mengenai CVS jumlahnya masih terbatas, terutama di Indonesia. Faktor-faktor risiko dari CVS sudah banyak diteliti, namun belum diketahui faktor apa yang paling berpengaruh terhadap munculnya keluhan CVS.

Metodologi

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang dilakukan untuk mengetahui faktor risiko keluhan subjektif Computer Vision Syndrome (CVS) pada pekerja pengguna komputer. Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian cross-sectional dengan menggunakan data primer berupa hasil kuesioner, wawancara, observasi, dan pengukuran langsung terhadap jarak antara mata dan monitor menggunakan meteran, posisi layar komputer menggunakan foto dan busur, dan intensitas pencahayaan ruang menggunakan luxmeter untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen yang diteliti pada saat yang sama. Analisis data menggunakan metode bivariat dan multivariat untuk menjelaskan faktor yang paling berhubungan dengan CVS. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif yang menggambarkan kejadian CVS dan berbentuk analitik untuk melihat distribusi frekuensi

(3)

Populasi penelitian ini merupakan seluruh pekerja pengguna komputer di PPSI Universitas Indonesia, Depok yang berjumlah 57 orang, pekerja back office pada BNI yang berjumlah 23 orang, dan pekerja Direktorat Kemahasiswaan UI yang berjumlah 11 orang. Kriteria inklusi sampel adalah pekerja yang bekerja menggunakan komputer dan bersedia menjadi responden. Sampel terjangkau dari penelitian ini adalah 67 orang, yaitu 42 orang pekerja PPSI, 18 orang pekerja BNI, dan 7 orang pekerja Direktorat Kemahasiswaan UI.

Hasil dan Pembahasan Keluhan Computer Vision Syndrome

Keluhan subjektif CVS yang dialami pekerja diketahui dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang delapan jenis gejala CVS yang dialami pekerja berdasarkan publikasi American Optometric Association (2014), yaitu eyestrain, sakit kepala, pengelihatan kabur (blurred vision), mata kering dan iritasi, pengelihatan ganda (double vision), nyeri leher, nyeri pundak, dan nyeri punggung. Penilaian CVS pada penelitian ini menggunakan nilai median, yaitu 4. Pekerja dianggap mengalami CVS apabila mengalami minimal empat gejala tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 67 orang pegawai BNI Cabang UI, PPSI UI, dan Direktorat Kemahasiswaan UI ditemukan bahwa 38 orang mengalami CVS atau sekitar 56,7% dan sebanyak 29 orang tidak mengalami CVS atau sekitar 43,3%. Keluhan CVS yang paling banyak paling besar mengalami keluhan nyeri pada pundak sebesar 61,2%, sedangkan gejala CVS yang paling sedikit dikeluhkan adalah penglihatan ganda (double vision) sebesar 22,4%. Berikut tabel distribusi CVS pegawai berdasarkan tempat kerjanya:

Tabel 1. Distribusi Keluhan Computer Vision Syndrome Berdasarkan Tempat Kerja

Keluhan Subjektif CVS

Tempat Kerja Total

PPSI BNI Dir.

Kemahasiswaan

N % N % N % N %

Tidak 20 47,6 6 33,3 3 42,9 29 43,3

Ya 22 52,4 12 66,7 4 57,1 38 56,7

(4)

Gambar 1. Gambaran Gejala CVS pada Pegawai Bank Negara Indonesia, Direktorat Kemahasiswaan, dan PPSI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala CVS terkait keluhan okular yang paling banyak dirasakan oleh responden adalah eyestrain dengan proporsi sebesar 56,7% hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Agarwal et al (2013) pada pengguna komputer di Teerhanker Mahaveer University yang menemukan bahwa keluhan utama yang diderita adalah eyestrain dengan proporsi sebesar 53%. Menurut Sheddy (2003) eyestrain disebabkan oleh kualitas tampilan layar komputer yang kurang baik, adanya glare, kerusakan refraksi mata yang tidak ditangani, kelainan pada pengelihatan binocular, dan disfungsi daya akomodasi mata. Sementara menurut Agarwal et al (2013) penyebab lain eyestrain adalah terlalu lama bekerja dengan komputer pada jarak yang terlalu dekat dan kurangnya pencahayaan. Pada penelitian ini gejala CVS terkait dengan okular seperti eyestrain, sakit kepala, pengelihatan buram, dan mata kering serta iritasi mata masing-masing memiliki proporsi di atas 40% sementara gejala pengelihatan ganda menempati posisi terendah dengan persentase 22,4%. Hasil ini sesuai dengan gejala CVS yang dikemukakan oleh AOA (2014) yang menyatakan bahwa eyestrain, sakit kepala, pengelihatan buram, dan mata kering serta iritasi termasuk gejala CVS yang paling sering dikeluhkan. Gejala eyestrain yang menjadi keluhan utama terkait okular pada pegawai BNI cabang UI, PPSI, dan Direktorat Kemahasiswaan dapat dipicu oleh beberapa hal, yaitu pencahayaan ruang yang buruk, kelainan refraksi mata yang tidak dikoreksi, dan durasi penggunaan komputer yang terlalu lama.

Sementara untuk gejala non-okular nyeri pada pundak menjadi gejala yang paling banyak dikeluhkan dengan proporsi 61,2% dan diikuti dengan nyeri pada leher pada posisi

0%   20%   40%   60%  

(5)

kedua dengan proporsi 59,7%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Logaraj et al (2013) yang menemukan bahwa gejala nyeri pundak merupakan gejala CVS yang paling sering dikeluhkan dengan proporsi 61,3% dari 416 responden. Keluhan non-okular seperti rasa sakit pada leher, bahu dan punggung disebabkan oleh posisi layar komputer yang terlalu tinggi atau terlalu rendah sehingga menimbulkan postur janggal (Sheddy, 1995 dalam Yan et al, 2008). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Aydeniz dan Gusroy (2008) yang menemukan bahwa pengguna komputer dalam waktu lama memiliki hasil diagnosis klinis yang positif terhadap keluhan nyeri pada pundak dan leher. Posisi layar komputer yang terlalu rendah dan tinggi juga menjadi penyebab munculnya postur janggal yang menimbulkan ketegangan otot. Ketegangan otot dapat disebabkan oleh posisi statis dalam waktu lama yang membuat otot terus menerus berkontraksi dan terjadi tekanan pada pembuluh darah dan tidak lancarnya aliran darah (Grandjean, 2003). Berdasarkan hasil penelitian, hampir 79,1% kursi yang digunakan sudah memiliki pengatur ketinggian dan 74,6% kursi dilengkapi dengan bantalan punggung dan duduk yang nyaman. Sementara itu terdapat 67,2% pekerja yang bekerja dengan posisi layar komputer yang tidak sesuai, hal ini kemungkinan besar menimbulkan postur janggal.

Hubungan antara Penggunaan Kaca Mata dan Keluhan CVS

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat antara Penggunaan Kaca Mata dengan CVS Penggunaan

Kaca Mata

Keluhan Subjektif CVS Total P-Value OR 95%CI

Ya Tidak N % N % N % Iya 26 70,3 11 29,7 37 55,2 0,015 3,545 (1,285-9,785) Tidak/Normal 12 40 18 60 30 44,8 Total 38 56,7 29 43,3 67 100

Berdasarkan hasil uji statistik untuk melihat perbedaan proporsi antara pekerja pengguna komputer yang harus menggunakan kaca mata dengan keluhan subjektif CVS, didapatkan hasil bahwa ada perbedaan bermakna antara keluhan subjektif CVS antara pekerja pengguna komputer dengan pekerja dengan mata normal, dengan nilai p sebesar 0,015 dan OR sebesar 3,545 yang berarti bahwa pekerja pengguna komputer yang harus menggunakan kaca mata memiliki peluang 3,5 kali lebih besar untuk mengalami keluhan subjektif CVS dibandingkan dengan pekerja dengan mata normal.

Hal ini sesuai dengan penelitian Reddy et al (2013) yang menemukan bahwa pengguna kaca mata mengalami gejala CVS yang lebih sering daripada pengguna komputer dengan mata normal. Peneliti juga menemukan bahwa hanya terdapat 23 orang yang

(6)

menggunakan kaca mata dan satu orang pengguna lensa kontak saat bekerja dengan komputer. Hal ini sesuai dengan penelitian Reddy et al (2013) yang menemukan bahwa pengguna kaca mata mengalami gejala CVS yang lebih sering daripada pengguna komputer dengan mata normal. Peneliti juga menemukan bahwa hanya terdapat 23 orang yang menggunakan kaca mata dan satu orang pengguna lensa kontak saat bekerja dengan komputer. Peneliti menemukan bahwa mayoritas responden yang tidak menggunakan kaca mata adalah penderita rabun jauh (myopia). Hal ini sesuai dengan penelitian Rosenfield (2010) yang menemukan bahwa kelainan myopia dan hyperopia umum diderita oleh pengguna komputer dan menyebabkan gejala pengelihatan buram blurred vision. Alasan responden yang menderita rabun jauh untuk tidak menggunakan kaca mata saat menggunakan komputer dapat dipahami karena bekerja menggunakan komputer merupakan pekerjaan dengan jarak pandang yang relatif dekat sehingga mereka masih dapat melihat dengan jelas walaupun tidak menggunakan kaca mata. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah kemungkinan penggunaan komputer menyebabkan rabun jauh, sesuai dengan penelitian dari Blehm et al (2005) pada pekerja pengguna komputer yang menemukan bahwa 32,5% pekerja mengalami gejala transient myopia setelah shift kerja selesai.

Hubungan antara Jarak Mata dan Layar Komputer dengan Keluhan CVS

Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat antara Jarak Mata dan Layar Komputer dengan Keluhan CVS

Jarak Mata Dengan Layar

Komputer

Keluhan Subjektif CVS Total P-Value OR 95%CI

Ya Tidak N % N % N % <50 cm 12 66,7 6 33,3 18 26,9 0,408 1,769 (0,572-5,473) 50 cm – 100 cm 26 53,1 23 46,9 49 73,1 Total 38 56,7 29 43,3 67 100

Hubungan antara jarak mata dengan layar komputer dengan CVS didapatkan bahwa proporsi pekerja pengguna komputer dengan jarak mata dengan layar komputer yang terlalu dekat (<50 cm) lebih besar mengalami keluhan CVS dibandingkan pekerja pengguna komputer dengan jarak mata dan layar komputer yang mencukupi (50 cm – 100 cm), yaitu sebesar 66,7% sedangkan proporsi penderita CVS dengan jarak mata dan layar komputer yang mencukupi sebesar 53,1% dengan nilai p sebesar 0,408 dan OR sebesar 1,769. Ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara jarak mata dengan layar komputer dengan keluhan subjektif CVS antara pekerja pengguna komputer dengan jarak mata dan layar komputer yang terlalu dekat dengan jarak mata dan layar komputer yang mencukupi.

(7)

Mayoritas responden menggunakan komputer dengan jarak lebih antara 50 cm – 100 cm, hasil ini sesuai dengan penelitian Logaraj (2013) yang juga menemukan bahwa mayoritas responden telah menggunakan komputer pada jarak yang direkomendasikan. Penelitian ini menemukan bahwa pengguna komputer dengan jarak mata yang terlalu dekat (<50 cm) dan mengalami keluhan CVS lebih besar proporsinya, yaitu 66,7%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Blehm (2011) dan Logaraj (2013) yang menemukan bahwa pekerja pengguna komputer dengan jarak mata dan komputer yang dekat lebih banyak mengalami gejala CVS terkait okular, walaupun hasil uji statistik menemukan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara jarak mata dengan layar komputer dan keluhan CVS.

Hubungan antara Posisi Layar Komputer dengan Keluhan CVS

Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat antara Posisi Layar Komputer dengan Keluhan CVS

Posisi Layar Komputer

Keluhan subjektif CVS Total P-Value OR 95%CI

Ya Tidak N % N % N % Tidak Sesuai 30 66,7 15 33,3 45 67,2 0,034 3,5 (1,204-10,174) Sesuai 8 36,4 14 63,6 22 32,8 Total 38 56,7 29 43,3 67 100

Hubungan antara posisi layar komputer dengan keluhan subjektif CVS didapatkan bahwa proporsi pekerja pengguna komputer dengan posisi layar komputer yang tidak sesuai lebih besar mengalami kesalahan subjektif CVS dibandingkan pekerja pengguna komputer dengan posisi layar komputer yang sesuai, yaitu sebesar 66,7% sedangkan proporsi dengan posisi layar monitor yang tidak ideal sebesar 36,4 %. Berdasarkan dari hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa ada perbedaan bermakna antara posisi layar komputer dengan kesalahan subjektif CVS dengan posisi layar komputer yang tidak sesuai dengan posisi layar komputer yang sesuai, dengan nilai p sebesar 0,034 (p<0,05) dengan nilai OR sebesar 3,5 yang berarti bahwa pekerja pengguna komputer dengan posisi layar komputer yang tidak sesuai memiliki peluang 3,5 kali lebih besar untuk mengalami keluhan subjektif CVS dibandingkan dengan posisi layar komputer yang sesuai.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Reddy et al (2013) yang menemukan bahwa pengguna komputer dengan posisi layar komputer yang lebih rendah dari pada tingkat mata mengalami gejala CVS yang lebih rendah. Kebanyakan posisi layar komputer responden berada pada posisi kurang dari 150 sehingga leher pekerja terus menerus menunduk dalam durasi yang lama. Menurut Logaraj (2013) dalam penelitiannya, pengguna komputer yang melihat komputer pada sudut <150 berisiko lebih tinggi untuk mengalami sakit kepala dan iritasi mata. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini, kebanyakan responden

(8)

(71,6%) melihat komputer dengan sudut <150, ini menjelaskan besarnya persentase gejala CVS berupa sakit kepala dan iritasi mata yang dialami oleh responden pada penelitian ini. Posisi melihat komputer yang terlalu rendah juga menyebabkan tingginya gejala CVS non-okular, terutama nyeri pada pundak dan leher karena saat menunduk, otot pada pundak dan leher bekerja lebih berat untuk menahan beban kepala. Hal ini juga menjelaskan mengapa responden lebih banyak mengalami nyeri leher dan nyeri pundak dibandingkan dengan eyestrain, karena keluhan CVS terkait okular risikonya lebih besar muncul pada posisi layar monitor yang lebih tinggi dari pada mata pengguna atau lebih dari 250.

Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan CVS

Tabel 5 Hasil Analisis Bivariat antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan CVS

Durasi Penggunaan

Komputer

Keluhan subjektif CVS Total P-Value OR 95%CI

Ya Tidak N % N % N % >6 Jam 29 69 13 31 42 62,7 0,011 3,966 (1,393-11,292) ≤6 jam 9 36 16 61 25 37,3 Total 38 56,7 29 43,3 67 100

Hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan subjektif CVS didapatkan bahwa proporsi pekerja pengguna komputer dengan durasi penggunaan komputer >6 jam lebih besar mengalami keluhan subjektif CVS dibandingkan pekerja pengguna komputer dengan durasi kerja ≤6 jam, yaitu sebesar 69% sedangkan proporsi dengan durasi penggunaan komputer ≤6 jam sebesar 36 %. Terdapat perbedaan bermakna antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan subjektif CVS antara pekerja pengguna komputer dengan durasi penggunaan komputer >6 jam dengan durasi kerja ≤6 jam, dengan nilai p sebesar 0,011 (p<0,05) dan didapatkan bahwa nilai OR sebesar 3,966. Ini berarti bahwa pekerja pengguna komputer dengan durasi penggunaan komputer >6 jam memiliki peluang 4 kali lebih besar untuk mengalami keluhan subjektif CVS dibandingkan dengan durasi penggunaan komputer antara ≤6 jam.

Belum ada standar durasi penggunaan komputer yang direkomendasikan secara internasional, namun beberapa penelitian seperti Yan et all (2008) menemukan bahwa penggunaan komputer selama lebih dari 3 jam per hari meningkatkan risiko keluhan CVS pada pengguna komputer. Pegawai BNI cabang UI, PPSI, dan Direktorat Kemahasiswaan yang menjadi responden pada penelitian ini bekerja dengan komputer selama lebih dari 3 jam perhari karena pekerjaan mereka mengharuskan penggunaan komputer dalam waktu yang

(9)

lama. Health Council of the Netherland (2012) menetapkan aturan penggunaan komputer untuk para pekerja selama maksimum 6 jam per hari dan maksimum 2 jam terus menerus tanpa istirahat sejenak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Stella et al (2007) dalam Reddy (2013) yang menemukan bahwa penggunaan komputer selama 6-9 jam per hari meningkatkan risiko keluhan pada pengelihatan.

Hubungan antara Pola Istirahat Sejenak dengan Keluhan CVS

Tabel 6. Hasil Analisis Bivariat antara Pola Istirahat Selama Menggunakan Komputer dengan Keluhan CVS

Pola Istirahat Keluhan subjektif CVS Total P-Value OR 95%CI

Ya Tidak N % N % N % Tidak Ideal 30 68,2 14 31,8 44 65,7 0,011 4,018 (1,382-11,680) Ideal 8 34,8 15 65,2 23 34,3 Total 38 56,7 29 43,4 67 100

Hubungan antara pola istirahat dengan keluhan subjektif CVS didapatkan bahwa proporsi pekerja pengguna komputer dengan pola istirahat tidak ideal mengalami keluhan subjektif CVS lebih besar dibandingkan pekerja pengguna komputer dengan pola istirahat ideal, yaitu sebesar 68,2% sedangkan proporsi pola istirahat ideal sebesar 34,8%. Didapatkan hasil bahwa ada perbedaan bermakna antara pola istirahat ideal dengan CVS antara pekerja pengguna komputer dengan pola istirahat tidak ideal dengan pola istirahat ideal, dengan nilai p sebesar 0,011 (p<0,05) dan nilai OR sebesar 4,018 yang berarti bahwa pekerja pengguna komputer dengan pola istirahat tidak ideal memiliki peluang 4 kali lebih besar untuk mengalami keluhan subjektif CVS dibandingkan dengan pola istirahat ideal.

Pada penelitian ini variabel pola istirahat sejenak dinilai berdasarkan tiga kriteria, pekerja dikatakan melakukan pola istirahat yang ideal apabila ia melakukan istirahat sejenak di sela-sela pekerjaan, mengisi kegiatan istirahat dengan mengistirahatkan mata, dan melakukan peregangan fisik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja dengan pola istirahat tidak ideal dan mengalami keluhan CVS sebesar 68,2% sementara pekerja dengan pola istirahat ideal dan mengalami keluhan CVS persentasinya lebih rendah, yaitu sebesar 34,8%. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Reddy et al (2013) yang menemukan bahwa melakukan istrahat di sela-sela pekerjaan menggunakan komputer serta mengisi kegiatan istirahat dengan melihat benda yang jauh merupakan cara pencegahan CVS yang paling baik. Selain itu, berdasarkan durasi istirahat kerja, penelitian ini menemukan bahwa pekerja dengan jeda istirahat sejenak selama paling lama 20 menit mengalami keluhan CVS yang paling rendah dibandingkan dengan jeda istirahat 30 menit – 60 menit dan lebih dari 2 jam dengan

(10)

persentase 26,3%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Reddy et al (2013) yang juga menemukan bahwa jeda istirahat selama setiap 15 menit mengurangi risiko munculnya keluhan CVS serta penelitian Yan et al (2008) yang merekomendasikan pekerja pengguna komputer untuk melakukan kegiatan istirahat pendek yang sering untuk mengembalikan akomodasi mata normal untuk mencegak keluhan CVS terkait okular.

Hubungan antara Intensitas Pencahayaan Ruang dengan Keluhan CVS

Tabel 7 Hasil Analisis Bivariat antara Tingkat Pencahayaan Ruang Kerja dengan Keluhan CVS

Pencahayaan Ruang

Keluhan Subjektif CVS Total P-Value OR 95%CI

Ya Tidak N % N % N % Tidak Sesuai 35 57,4 26 42,6 61 91 1,000 1,346 (0,251-7,214) Sesuai 3 50 3 50 6 9 Total 38 56,7 29 43,4 67 100

Hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan subjektif CVS didapatkan bahwa proporsi pekerja pengguna komputer dengan tingkat pencahayaan tidak sesuai mengalami keluhan subjektif CVS lebih besar dibandingkan pekerja pengguna komputer dengan tingkat pencahayaan sesuai, yaitu sebesar 57,4% sedangkan proporsi tingkat pencahayaan yang sesuai sebesar 50%. Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan subjektif CVS antara pekerja pengguna komputer dengan pencahayaan tidak sesuai dengan pencahayaan yang sesuai, dengan nilai p sebesar 1,000 dengan nilai OR sebesar 1,346 (0,251-7,214).

Menurut Yan et al (2008), intensitas pencahayaan yang sesuai pada ruang kerja dapat mengurangi kelelahan visual yang dialami pekerja. Pencahayaan ruang kerja yang baik tidak boleh terlalu terang maupun terlalu redup, apabila intensitas cahaya terlalu terang maka akan menimbulkan glare pada layar komputer yang mengganggu pengelihatan pekerja pada layar, namun apabila pencahayaan terlalu redup maka mata harus bekerja lebih keras sehingga otot-otot mata lebih mudah lelah (Blehm et al, 2005). Reddy dan Loh (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa intensitas pencahayaan yang terlalu berlebihan, sumber pencahayaan di atas kepala, dan cahaya matahari dari luar ruang yang paling berpengaruh terhadap ketidaknyamanan visual sehingga posisi dan intensitas cahayanya perlu diatur untuk mengurangi munculnya kelelahan visual.

Berdasarkan hasil observasi pada ruang kerja, ruang BNI cabang UI dan ruang ITTC PPSI merupakan dua ruang dengan intensitas pencahayaan yang paling mendekati standar yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

(11)

1405/MENKES/SK/XI/2002 untuk ruang kerja penguna komputer sekitar 300 lux – 500 lux. Sumber cahaya pada ruang kerja BNI cabang UI berasal dari cahaya matahari dan lampu, ruang kerja dikelilingi oleh kaca sehingga cahaya matahari masuk dengan baik hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran yang menemukan seluruh titik pengukuran cahaya pada ruang kerja yang sesuai standar hanya ditemukan di ruang kerja BNI cabang UI, namun hal ini dikeluhkan oleh beberapa pekerja karena menimbulkan glare dan pantulan pada layar monitor, terutama bagi pengguna laptop. Sementara untuk PPSI, hanya ruang ITTC yang tingkat pencahayaannya hampir mendekati standar, pengukuran cahaya pada ruang kerja lain seperti pada Fasilkom gedung A dan C, rektorat lantai 4 dan 7 serta pada PPMT menunjukkan hasil yang relative jauh dari standar yang ada, begitu juga dengan ruang kerja Direktorat Kemahasiswaan.

Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, hanya terdapat 6 titik atau dari 67 titik (9%) pengukuran yang memenuhi standar yang ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 sebesar 300 lux – 500 lux dan semuanya berada pada ruang kerja Bank BNI cabang UI. Hasil penghitungan statistik tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara tingkat intensitas pencahayaan ruang kerja dan keluhan CVS. Hal ini disebabkan besarnya perbedaan persentasi antara tingkat pencahayaan yang sesuai dengan yang tidak sesuai sehingga pengolahan data menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Selain itu berdasarkan hasil kuesioner, 80,6% pekerja merasa pencahayaan ruang kerjanya sudah mencukupi, hal ini kemungkinan besar disebabkan karena mata sudah beradaptasi dengan tingkat pencahayaan yang kurang sehingga pekerja merasa baik-baik saja walaupun hasil pengukuran cahaya menunjukkan hal yang berbeda.

Hasil Analisis Multivariat

Tabel 8. Model Awal Analisis Multivariat

Variabel P value

Tingkat Pencahayaan Ruang 0,057 Jarak Mata dengan Layar Komputer 0,673

Posisi Layar Komputer 0,009

Penggunaan Kaca Mata 0,042

Durasi Penggunaan Komputer 0,017

Pola Istirahat 0,002

Berdasarkan hasil analisis diatas, variabel pengukuran cahaya dan jarak mata dengan monitor dikeluarkan dalam model sebab mempunyai nilai p>0,05.  P-value yang paling besar adalah jarak mata dengan monitor (p=0,673), sehingga untuk pemodelan selanjutnya variabel

(12)

jarak mata dengan monitor dikeluarkan dan dilihat pengaruhnya terhadap perubahan OR variabel lain yang lebih dari 10%. Setelah dilakukan pemodelan pada variabel jarak antara mata dan layar monitor, tidak terjadi perubahan OR >10% sehingga variabel ini bukan merupakan faktor konfonding. Pada pemodelan kedua dengan variabel tingkat pencahayaan ruang didapatkan perubahan nilai OR>10% sehingga faktor pencahayaan ruang kerja diketahui sebagai faktor konfonding.

Tabel 9. Model Akhir Analisis Multivariat

Variabel P-Value OR 95% CI

Pola Istirahat 0,002 11,661 2,470-55,056

Posisi Layar Komputer 0,008 8,931 1,749-45,604 Durasi Penggunaan Komputer 0,015 7,815 1,490-40,995 Penggunaan Kaca Mata 0,028 5,358 1,197-23,991 Intensitas Pencahayaan Ruang 0,061 0,077 0,005-1,124

Berdasarkan hasil analisis multivariat, didapatkan 4 variabel independen yang berhubungan bermakna dengan variabel dependen keluhan subjektif CVS. Variabel tersebut adalah:

1. Pola Istirahat Kerja 2. Posisi Layar Komputer

3. Durasi Penggunaan Komputer 4. Penggunaan Kaca Mata

Variabel yang paling mempengaruhi keluhan subjektif CVS adalah pola istirahat kerja, sehingga dapat diketahui bahwa pegawai yang tidak menjalani pola istirahat kerja yang tidak ideal memiliki risiko 11,6 kali lebih besar untuk mengalami CVS dibandingkan dengan pegawai yang menjalani pola istirahat ideal. Variabel yang masuk ke dalam faktor konfonding adalah intensitas pencahayaan ruang dan tidak ditemukan hubungan antara variabel jarak mata dengan komputer dengan keluhan CVS

Berdasarkan besar nilai P-value dan OR, pola istirahat sejenak menjadi faktor penyebab utama keluhan CVS pada pekerja BNI cabang UI, PPSI, dan Direktorat Kemahasiswaan, diikuti dengan posisi layar komputer, durasi pengguanaan komputer, dan penggunaan kaca mata. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Yan et al (2008) dan Blehm et al (2005), sementara faktor istirahat dan durasi penggunaan komputer tidak menjadi faktor penyebab CVS menurut definisi AOA (2014).

(13)

Jarak antara mata dan komputer tidak menjadi faktor penyebab CVS maupun faktor konfonding. Peneliti menemukan bahwa hasil pengukuran jarak antara mata dan komputer sebelum dikategorikan tidak memiliki perbedaan yang besar sehingga sulit dilihat perbedaan antara jarak mata dan layar komputer yang ideal dengan yang tidak ideal sebagai faktor penyebab CVS.

Hasil perhitungan multivariat menunjukkan faktor pencahayaan ruang kerja sebagai faktor konfonding dengan OR <1. Hal ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya menurut Sheddy (2005), Blehm et al (2005), dan Yan et al (2008) yang menyatakan bahwa pencahayaan ruang kerja merupakan faktor penyebab munculnya gejala CVS. Hasil ini dapat muncul karena besarnya perbedaan rasio antara intensitas pencahayaan yang tidak sesuai standar dan yang sesuai standar. Selain itu menurut penelitian dari Reddy & Loh (2008), faktor pencahayaan ruang yang terlalu terang sehingga menimbulkan glare pada layar lah yang menjadi penyebab munculnya ketidaknyamanan visual, sementara hasil pengukuran cahaya pada penelitian ini lebih banyak mendapatkan intensitas pencahayaan yang kurang dari standar.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis faktor risiko Computer Vision Syndrome pada pegawai Bank Negara Indonesia cabang UI, Pengembangan dan Pelayanan Sistem Informasi, dan Direktorat Kemahasiswaan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Keluhan subjektif Computer Vision Syndrome (CVS) pada pegawai BNI cabang UI, PPSI, dan Direktorat Kemahasiswaan pada tahun 2014 ditemukan sebesar 56,7% dengan tiga jenis keluhan yang paling banyak dirasakan adalah nyeri pundak (61,2%), nyeri leher (59,7%), dan eyestrain (56,7%).

2. Hasil dan analisis penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna antara faktor penggunaan kaca mata, durasi penggunaan komputer, pola istirahat sejenak, dan posisi layar komputer dengan keluhan subjektif CVS

3. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor jarak antara mata dan layar komputer dan intensitas pencahayaan ruang dengan keluhan subjektif CVS

4. Berdasarkan hasil analisis multivariat, faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap munculnya keluhan subjektif CVS adalah pola istirahat kerja, posisi layar komputer, durasi kerja, dan penggunaan kaca mata sedangkan faktor intensitas pencahayaan ruang kerja merupakan faktor konfounding

(14)

5. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap keluhan CVS pada pegawai BNI cabang UI, PPSI, dan Direktorat Kemahasiswaan adalah pola istirahat sejenak. Pegawai yang menjalani pola istirahat yang tidak ideal berisiko 11,6 kali lebih tinggi untuk mengalami keluhan CVS.

Saran

Bagi Managemen PPSI dan Direktorat Kemahasiswaan

1. Jika memungkinkan, ganti kursi yang belum memiliki pengaturan tinggi kursi dan sandaran kursi dengan kursi yang lebih ergonomis.

2. Memperbaiki letak dan posisi monitor agar berada tepat di depan pegawai duduk dengan posisi yang lebih rendah dari tinggi mata pegawai dengan jarak antara layar dengan posisi pekerja duduk 50 cm -100 cm atau sepanjang lengan pegawai.

3. Tingkatkan kualitas pencahayaan ruang kerja, terutama untuk PPSI Fasilkom Gedung A & C, Rektorat lt. 4 & 7 serta ruang kerja Direktorat Kemahasiswaan di Gedung PPMT dengan mengganti lampu dengan daya yang lebih besar untuk meningkatkan intensitas cahaya.

4. Managemen menetapkan aturan yang jelas mengenai durasi kerja per hari, sebaiknya tidak lebih dari 6-8 jam menggunakan komputer terutama bagi pegawai PPSI yang dapat bekerja dengan komputer hingga lebih dari 12 jam per hari.

5. Tingkatkan perawatan pada sumber pencahayaan ruang dengan segera mengganti lampu yang rusak dan rutin membersihkan kaca jendela ruang kerja, paling tidak satu kali per minggu.

6. Managemen membuat aturan yang mewajibkan pekerja untuk memasang software pengingat istirahat sejenak (rest break) selama menggunakan komputer seperti eyerelax dan workrave.

7. Managemen menyediakan pemeriksaan mata, terutama kesalahan refraksi mata secara berkala.

Bagi Managemen Bank Negara Indonesia Cabang UI

1. Memperbaiki letak dan posisi monitor dengan posisi yang lebih rendah dari tinggi mata pegawai dengan jarak antara layar dengan posisi pekerja duduk 50 cm -100 cm atau sepanjang lengan pegawai.

(15)

2. Ganti posisi beberapa layar komputer pegawai yang membelakangi kaca jendela karena menimbulkan glare atau pantulan bayangan pada layar monitor, terutama bagi pegawai yang menggunakan laptop.

3. Managemen membuat aturan yang mewajibkan pekerja untuk memasang software pengingat istirahat sejenak (rest break) selama menggunakan komputer seperti eyerelax dan workrave.

4. Managemen menyediakan pemeriksaan mata, terutama kesalahan refraksi mata secara berkala.

Bagi Pegawai BNI Cabang UI, PPSI, dan Direktorat Kemahasiswaan

1. Atur tinggi dan sandaran kursi senyaman mungkin, tambahkan bantal untuk menyangga punggung pekerja selama duduk.

2. Lakukan pemeriksaan kesalahan refraksi mata secara teratur

3. Bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata, gunakan kaca mata dengan lensa yang sesuai selama bekerja menggunakan komputer. Sebaiknya gunakan kaca mata khusus pengguna komputer.

4. Pegawai melakukan istirahat sejenak selama menggunakan komputer setiap 1 sampai 2 jam penggunaan komputer. Waktu istirahat sejenak diisi dengan melihat objek jarak jauh atau memejamkan mata dan melakukan peregangan fisik. Berikut penjelasan lengkapnya:

Tabel 10. Kegiatan Peregangan

Bagian Tubuh Kegiatan Peregangan

• Tutup mata dengan telapak tangan yang ditelungkupkan. Biarkan siku bersandar pada meja dan tarik napas dalam dan hembuskan selama satu menit

• Alihkan pandangan dari layar komputer dan lihat objek pada jarak jauh

• Tarik kepala kebelakang dan kedepan, ulang sebanyak tiga kali

• Naikkan pundak selama tiga hitungan kemudian turunkan.

(16)

Bagian Tubuh Kegiatan Peregangan • Angkat bahu dan kontraksikan otot bahu.

• Angkat kedua lengan dan luruskan ke arah depan badan, kemudian angkat lengan secara vertikal

• Lakukan kegiatan tersebut sambil duduk dengan santai, telapak kaki sejajar lantai. Ulang selama tiga kali

• Genggam tangan kemudian lepaskan setiap tiga hitungan.

• Goyangkan lengan dan tangan dengan lembut pada posisi duduk atau berdiri

• Angkat tungkai kaki dari posisi duduk, putar pergelangan kaki pelan-pelan. Gerakkan jari-jari kaki ke arah tulang kering.

• Berdiri dan berjalan di sekitar meja kerja.

(WorksafeBc, 2009)

Daftar Referensi

Anshel, J. 2005. ‘Visual Ergonomic Handbook’. Boca Raton: Taylor & Francis Group

Aydeniz A & Gursoy S. 2008. ‘Upper extremity musculoskeletal disorders among computer users’, Turkish Journal of Medical Sciences, 38:235-238

Blehm C, et al. 2005. ‘Computer Vision Syndrome: A Review’. Survey of Opthalmology , 253-262.

Grandjean & Kroemor. 2009. ‘Fitting The Task to The Human Fifth Edition’, Philadelpia: Taylor & Francis

(17)

Health Council of the Netherlands. 2012. ‘Computer use at work’. Health Council of the Netherlands

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

Rosenfield, Mark. 2011. ‘Computer Visison Syndrome: A Review Of Ocular Causes And Potential Treatment’, The Journal Of The College Of Optometrists, 502-515.

Reddy SC & Loh KY. 2008. ‘Understanding and Preventing Computer Vision Syndrome’Malaysian Family Physician, 128-130

Reddy SC, et al. 2013. ‘Computer Vision Syndrome: A Study Of Knowledge And Practices In University Students’, Nepal J Ophthamol , 161-168.

Sheddy J, et al. 2003. ‘Is all Asthenopia the Same?’ Optometry and Vision Science, 732-739. Smita Agarwal, et al. 2013. ‘Evaluation of the Factors which Contribute to the Ocular

Complaints in Computer Users’, Journal of Clinical and Diagnostic Research , 331-335.

WorksafeBC. 2009. ‘How To Make Your Computer Workstation Fit You’, Worker Compesation Board of British Columbia

Yan Z, et al. (2008). ‘Computer Vision Syndrome: A Widely Spreading But Largely Uknown Epidemic Among Computer Users’, Computers in Human Behavior , 2026-2042. Logaraj, M. 2013. ‘Practice of Ergonomic Principles and Computer Vision Syndrome (CVS)

Among Undergraduates Students in Chennai’, National Journal Of Medical Research, 111-116

Gambar

Gambar 1. Gambaran Gejala CVS pada Pegawai Bank Negara Indonesia, Direktorat  Kemahasiswaan, dan PPSI
Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat antara Penggunaan Kaca Mata dengan CVS  Penggunaan
Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat antara Jarak Mata dan Layar Komputer dengan  Keluhan CVS
Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat antara Posisi Layar Komputer dengan Keluhan CVS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perjanjian kerjasama antara Dinas Kesehatan yang mewakili Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dengan Rumah Sakit yang merupakan target untuk pelayanan peserta program

Berangkat dari fenomena tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh ekstrakurikuler pramuka terhadap hasil belajar siswa kelas VIII

Accelerometer juga dapat digunakan untuk mengukur getaran yang terjadi pada kendaraan, bangunan, mesin, dan juga bisa digunakan untuk mengukur getaran yang terjadi di dalam

dan E.coli dari sampel bakso yang berasal dari pasar Parit baru dengan menggunakan 3 medium uji yaitu medium Triple Sugar Iron (TSIA), motility indole ornithin (MIO) dan

Yang menjadi penyebab adanya genangan di kawasan Semarang Tengah Subsistem Kali Semarang adalah adanya kapasitas saluran yang kurang memadai yang disebabkan oleh dimensi saluran

Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku anak didik bedasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari

Bagi setiap keluarga yang akan membaptis anaknya, harap mengajukan permohonan kepada Majelis Jemaat GPIB Menara Kasih pada setiap hari kerja, 2 (dua) minggu sebelum

Adapun perbedaan yang dilakukan penelitian ini yaitu terletak pada pendukung keputusan terhadap mutu penilaian yang menggunakan konsep ETL dalam penerapan data