• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUDAYAAN NILAI-NILAI ISLAM DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUDAYAAN NILAI-NILAI ISLAM DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUDAYAAN NILAI-NILAI ISLAM

DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER

Suyitno

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

suyitno@pgsd.uad.ac.id

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran pembudayaan nilai-nilai islam dalam perspektif pendidikan karakter. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini dengan metode study literasi atau study kepustakaan. Hasil dari pembahasan artikel ini menunjukkan bahwa ada 18 pembudayaan nilai-nilai islam yang termuat dalam pendidikan karakter yaitu: (1) Religius (Iman dan takwa), (2) Jujur (Akhlaq al-kariimah), (3) Toleransi (Akhlaq al-kariimah), (4) Disiplin (Akhlaq al-kariimah), (5) Kerja keras (Akhlaq al-kariimah), (6) Kreatif (Akhlaq al-kariimah), (7) Mandiri (Akhlaq al-kariimah), (8) Demokratis (Akhlaq alkariimah), (9) Rasa ingin tahu (Akhlaq al-kariimah), (10) Semangat Kebangsaan atau Nasionalisme (Akhlaq al-kariimah), (11) Cinta tanah air (Akhlaq al-kariimah), (12) Menghargai prestasi (Akhlaq al-kariimah), (13) Komunikatif (Akhlaq al-kariimah), (14) Cinta damai (Akhlaq al-kariimah), (15) Gemar membaca (Akhlaq al-kariimah), (16) Peduli lingkungan (Akhlaq alkariimah), (17) Peduli sosial (Akhlaq al-kariimah), dan (18) Tanggung jawab (Akhlaq alkariimah).

Kata Kunci: Nilai-Nilai Islam, Pendidikan Karakter. PENDAHULUAN

Dalam Undang–Undang Dasar nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang terdapat BAB 1 Pasal 1 disebutkan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negera”. Adapun pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Kemudian dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 juga disebutkan bahwa

pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pengembangan Pendidikan

karakter merupakan suatu kebutuhan dan sebuah keniscayaan untuk mewujudkan cita-cita terbentuknya suatu generasi berkarakter yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Integrasi nilai-nilai agama diperlukan dalam pendidikan karakter karena agama merupakan acuan utama yang membawa manusia untuk membentuk kehidupan yang bermoral. Meskipun tiaptiap agama memiliki perbedaan mendasar antara yang satu dengan yang lain namun ada satu kesamaan prinsip bahwa setiap perilaku manusia dalam kehidupan ini akan berdampak atau mendapatkan balasan yang setimpal di masa yang akan datang. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki kewajiban berbuat baik sebagaimana yang diperintahkan oleh Tuhan (Lickona, 2013: 64).

(2)

Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa antara pendidikan secara umum dengan pendidikan nasional memiliki fungsi dan tujuan yang sama dalam membentuk karakter/ kepribadian yang baik terhadap peserta didik. Hal ini menunjukkan betapa besarnya keseriusan pemerintah dalam upaya merealisasikan pendidikan karakter di negara tercinta ini. Salah satu upaya ke arah itu adalah memperbaiki sistem pendidikan kita yang harus menitik beratkan pada pendidikan karakter. Pendidikan yang membangun nilai-nilai moral atau karakter dikalangan peserta didik harus selalu mendapatkan perhatian.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini menggunakan metode study literasi atau study kepustakaan. Peneliti melakukan kajian yang berkaitan sesuai topik penelitian serta mengumpulkan informasi dari berbagai sumber kepustakaan yang berkaitan. Sumber kepustakaan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari buku dan jurnal serta hasil penelitian.

PEMBAHASAN A. Nilai – Nilai Islam

Pendidikan karakter mudah diterima di Indonesia, khususnya oleh para pemikir muslim, bukan karena konsep atau teoriteorinya yang baru, melainkan karena pendidikan karakter itu secara tersirat sebenarnya telah ada pada konsep pendidikan Islam yang selama ini telah diterapkan di Negara kita. Pendidikan karakter seolah-olah memperkuat sistem pendidikan Islam tersebut bahkan pantaslah jika pendidikan karakter itu merupakan ruh daripada pendidikan Islam. Pendidikan Islam pada hakikatnya kegiatan untuk membentuk anak didik menjadi manusia yang berkarakter atau bernilai, memiliki akhlak yang mulia sehingga menjadi manusia yang diridoi oleh Allah SWT.

Majid dan Andayani (2012: 58) menjelaskan bahwa dalam Islam terdapat

tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan kateladanan. Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk kepada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhamad SAW. Ketiga nilai inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam.

Nilai-nilai Islam berisi tentang ketentuan-ketentuan atau tata cara yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah (Tuhan), hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dengan alam secara keseluruhan nilai-nilai Islam dijabarkan dari tiga nilai dasar ajaran Islam (iman, islam, dan ihsan) sebagaimana tersebut di atas. Nilai-nilai dasar ajaran Islam tersebut selanjutnya dapat dijabarkan menjadi nilai-nilai islam yang lebih spesifik sepeti iman dan takwa, tawakkal, tawadhu’, sabar, syukur, disiplin, toleransi, dan sebagainya. Sesuai dengan keluasan ajaran Islam, cakupan nilai-nilai Islam sangat luas dan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.

Pendidikan Islam yang dilalui oleh peserta didik menanamkan nilai-nilai agama secara utuh terhadap anak didik setelah proses pendidikan itu berlangsung. Nilainilai agama yang telah terbentuk pada pribadi anak didik tidak dapat diketahui oleh pendidik muslim tanpa melalui proses evaluasi. Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku anak didik bedasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritualreligius, karena manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius, melainkan berilmu dan keterampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya (Arifin, 2006: 162).

(3)

Pendidikan karakter merumuskan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh anak didik setelah selesai mengikuti proses pembelajaran didalam kelas. Nilai-nilai atau karakter yang harus dimiliki anak didik pada setiap pertemuan disesuaikan dengan materi pembelajaran pada saat itu. Pada hakikatnya dalam pendidikan Islampun nilai-nilai tersebut menjadi tujuan utama setelah kegiatan pembelajaran didalam kelas dilakukan. Oleh karena itu, apa yang menjadi dasar pendidikan Islam merupakan dasar pijakan dalam penetapan konsep pendidikan karakter juga. Hal tersebut dilihat dari nilai-nilai atau karakter yang dirumuskan tidak bertentangan dengan dasar atau sumber pendidikan Islam yaitu Al-

Qur’an, Al-Sunnah dan Ijtihad.

Dari konsep tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan karakter sangat erat berkaitan dengan pendidikan Islam, bahwasanya kekayaan pendidikan Islam dengan ajaran initinya tentang moral akan sangat menarik untuk dijadikan content dari konsep pendidikan karakter. Namun demikian, pada tataran operasional, pendidikan Islam belum mampu mengolah content ini menjadi materi yang menarik dengan metode dan teknik yang efektif (Majid dan Andayani, 2012: 59).

B. Nilai – Nilai Pendidikan Karakter

Sejak tahun 1990-an, terminologi Pendidikan Karakter mulai ramai dibicarakan di Dunia Barat. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya saat itu, melalui karyanya yang banyak memukau “The Return of Character

Education” memberikan kesadaran di dunia pendidikan secara umum tentang konsep Pendidikan Karakter sebagai konsep yang harus digunakan dalam kehidupan ini dan saat itulah awal kebangkitan pendidikan karakter menjadi lebih dikembangkan oleh banyak orang di dunia (Majid & Handayani, 2012: 11).

Pendidikan Karakter atau pendidikan watak sejak awal munculnya

dalam pendidikan sudah dianggap sebagai hal yang niscaya oleh para ahli. John Dewey misalnya, sebagaimana dikutip oleh Frank G. Goble pada tahun 1916, pernah berkata, “sudah merupakan hal lumrah

dalam teori pendidikan bahwa

pembentukan watak merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah” (Mu’in, 2011: 297).

Dalam konteks pendidikan karakter, melihat bahwa kemampuan yang harus dikembangkan pada peserta didik melalui persekolahan adalah berbagai kemampuan yang akan menjadikan

manusia sebagai makhluk yang

berketuhanan (tunduk patuh pada konsep ketuhanan) dan mengemban amanah sebagai pemimpin di dunia. Kemampuan yang perlu dikembangkan pada peserta didik di Indonesia adalah kemampuan

mengabdi kepada tuhan yang

menciptakannya, kemampuan untuk menjadi dirinya sendiri, kemampuan untuk hidup secara harmoni dengan manusia dan makhluk lainnya dan kemampuan untuk menjadikan dunia ini sebagai wahana kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

Majid dan Andayani (2012: 18) menjelaskan bahwa secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar (subconscious mind) masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter sudah terbangun. Mereka juga memaparkan bahwa karakter itu tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera (instant), akan tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat dan sistematis. Berdasarkan perspektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia, pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan

(4)

anak sejak usia dini sampai dewasa (Majid dan Andayani, 2012: 108).

Pembentukan watak atau karakter tentunya harus dimulai dari pribadi/ diri sendiri, dalam keluarga (sebagai sel inti bangsa) terutama orang tua sebagai pendidiknya. Pembentukan karakter merupakan “mega proyek” yang sungguh tidak mudah, membutuhkan usaha, dan energi yang tidak sedikit. Dibutuhkan komitmen, ketekunan, keuleten, proses, metode, waktu, dan yang terpenting adalah keteladanan. Masalah keteladanan ini menjadi barang langka pada masa kini dan tentu sangat dibutuhkan dalam sebuah bangsa yang sedang mengalami krisis kepercayaan multidimensional (Sumantri, 2008: 57).

Maka dengan demikian pendidikan karakter harus ditanamkan sejak anak masih kecil dan melalui proses yang disesuaikan dalam tahapan perkembangan anak. Hal ini menunjukan bahwa dalam pembentukan karakter anak dibutuhkan kesabaran dan ketekunan para pendidiknya yang harus didukung dengan keseimbangan antara pendidikan orang tua di rumah dengan pendidikan di sekolah. Karena kebanyakan dari orang tua senantiasa menyerahkan sepenuhnya pada proses pendidikan di sekolah serta menuntut lebih cepat adanya perubahan pada diri anak yang lebih baik tanpa menghiraukan proses yang harus dilalui secara bertahab.

C.

Pembudayaan Nilai-Nilai Islam dalam

Perspektif Pendidikan Karakter

Dalam konteks pendidikan, baik pada dataran teori maupun praktek, seluruh komponen pendidikan Islam harus didasarkan pada nilai-nilai Islam. Penyelenggaraan pendidikan harus didedikasikan untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa atau iman dan amal shalih selanjutnya proses pendidikan Islam harus dijalankan dengan semangat ibadah kepada Allah SWT.

Salah satu bagian penting yang perlu diperhatikan dalam rangka menuju ke arah pengembangan sekolah yang bermuatan nilai dan religus adalah melalui penanaman pendidikan nilai dalam proses pembelajaran. Implementasi pendidikan nilai dalam proses pembelajaran dapat ditempuh dengan menggunakan berbagai metode. Melalui cara ini sebenarnya menjadi tugas dan tanggungjawab guru

untuk mensosialisasi kan dan

mengimplementasi kan pendidikan nilai dalam proses pembelajaran. Hanya saja bagaimana model atau metode yang tepat untuk mengimplementasikan pendidikan nilai tersebut dalam proses pembelajaran.

Disamping itu,

Kementerian Pendidikan Nasional (2010) telah merumuskan 18 nilai karakter yang akan ditanamkan pada diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa yaitu:

1.

Religius : Merupakan sikap yang memegang teguh perintah agamanya dan menjauhi larangan agamanya, seraya saling menjaga kerukunan dan kesatuan antar berbeda pemeluk agama dan keyakinan.

2.

Jujur: Merupakan sikap yang selalu berpegang teguh untuk menghindari keburukan dengan menjaga perkataan, perasaan dan perbuatan untuk selalu berkata dengan benar dan dapat dipercaya.

3.

Toleransi: Perilaku yang cenderung menghargai perbedaan dengan

mengurangi mempertajam

perselisihan karena perbedaan. Perilaku ini diwujudkan dengan penerimaan atas perbedaan, dan keragaman sebagai suatu kekayaan bangsa Indonesia untuk mewujudkan fungsi toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

4.

Disiplin: Tindakan yang menjaga dan mematuhi anjuran yang baik dan menghindari dan menjauhi segala

(5)

larangan yang buruk secara konsisten dan berkomitmen.

5.

Kerja keras: Mencurahkan segala kemampuan dan kemauan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai hasil yang diharapkan dengan tepat waktu dan berorientasi lebih pada proses dan perkembangan daripada berorientasi pada hasil.

6.

Kreatif: Selalu mencari alternatif penyelesaian suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang. Ini dilakukan untuk mengembangkan tata cara atau pemahaman terhadap suatu masalah yang sudah ada terlebih dahulu melalui pendekatan sudut pandang yang baru.

7.

Mandiri: Meyakini potensi diri dan melakukan tanggung jawab yang diembannya dengan penuh percaya diri dan berkomitmen.

8.

Demokratis: sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak dan kewajiban dirinya dan orang lain dalam kedudukan yang sama. Ini dilakukan untuk memberikan pengakuan secara setara dalam hak berbangsa seraya merawat kemajemukan bangsa indonesia

9.

Rasa ingin tahu: suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas dalam berbagai aspek terkait.

10.

Semangat kebangsaan: Suatu sudut pandang yang memandang dirinya sebagai bagian dari bangsa dan negaranya. Sudut pandang yang mewujudkan sikap dan perilaku yang akan mempertahankan bangsa dari berbagai ancaman, serta memahami berbagai faktor penyebab konflik sosial baik yang berasal dari luar maupun dari dalam.

11.

Cinta tanah air: tekad yang terwujud dalam perasaan, perilaku dan

perkataan yang menunjukkan

kesetiaan, kepedulian, dan

penghargaan yang tinggi terhadap aspek sosial, fisik budaya, ekonomi, dan politik dari bangsa dan negaranya.

12.

Menghargai prestasi: perasaan bangga

terhadap kelebihan dan keunggulan yang dimiliki dirinya sebagai individu maupun dirinya sebagai anggota masyarakat. Perasaan bangsa ini akan

mendorong untuk memperoleh

pencapaian-pencapaian yang positif bagi kemajuan bangsa dan negara.

13.

Bersahabat/komunikatif: Perilaku

yang ditunjukan dengan senantiasa menjaga hubungan baik dengan interaksi yang positif antar individu dalam suatu kelompok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

14.

Cinta damai: Perilaku yang selalu

mengutamakan kesatuan rasa dan

perwujudan harmoni dalam

lingkungan yang majemuk dan multikultural.

15.

Senang membaca: Rasa ingin meningkatkan pengetahuan dan pemahaman melalui gemar mencari informasi baru lewat bahan bacaan maupun mengajak masyarakat di lingkungan sekitarnya untuk memupuk perasaan gemar membaca ini.

16.

Peduli sosial: Kepekaan akan segala kesulitan yang dihadapi oleh lingkungannya dan masyarakatnya. Kepekaan ini kemudian terwujud dalam tindakan, perasaan, dan perbuatan yang berulang-ulang dan menjadi kebiasaan dalam mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang di sekitarnya, yang mana individu tidak terfokus pada dirinya sendiri dan bekerja sama dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi.

17.

Peduli lingkungan: Menjadikan pelestarian alam sebagai salah satu dasar perilaku dan kebiasaan yang dicerminkan di lingkungannya agar terus terjadi siklus pembaharuan di

(6)

alam yang berkesinambungan secara alami. Ini dilakukan agar alam yang ditempatinya tetap lestari dan abadi.

18.

Tanggung Jawab : Menyadari bahwa

segala hal yang diperbuat oleh dirinya bukan hanya merupakan tugas dan kewajiban bagi dirinya sendiri, namun

juga keluarga, lingkungan,

masyarakat, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa

Setelah mencermati butir demi butir nilai-nilai karakter bangsa yang telah dirumuskan kementerian pendidikan nasional kemudian menyandingkannya dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam, peneliti menemukan kenyataan bahwa 18 nilai karakter yang telah dirumuskan kementerian pendidikan nasional keseluruhannya telah mencerminkan dan merupakan bagian dari nilai-nilai Islam.

Sekedar untuk memperjelas, posisi nilai-nilai karakter dalam perspektif Islam dapat dilihat pada tabel karakter dan nilainilai Islam berikut ini.

Tabel 2.1 Karakter dan nilai-nilai Islam

No Nilai Karakter

Nilai Islam 1 Religius Iman dan takwa 2 Jujur Akhlaq al-kariimah 3 Toleransi Akhlaq al-kariimah 4 Disiplin Akhlaq al-kariimah 5 Kerja keras Akhlaq al-kariimah 6 Kreatif Akhlaq al-kariimah 7 Mandiri Akhlaq al-kariimah 8 Demoktatis Akhlaq al-kariimah 9 Rasa ingin tahu Akhlaq al-kariimah 10 Semangat Kebangsaan atau Nasionalisme Akhlaq al-kariimah 11 Cinta tanah air Akhlaq al-kariimah 12 Menghargai prestasi Akhlaq al-kariimah

13 Komunikatif Akhlaq al-kariimah 14 Cinta damai Akhlaq al-kariimah 15 Gemar membaca Akhlaq al-kariimah 16 Peduli lingkungan Akhlaq al-kariimah

17 Peduli social Akhlaq al-kariimah 18 Tanggung

jawab

Akhlaq al-kariimah

Berdasar pada uraian sebagaimana tersebut di atas, tampak jelas bahwa pendidikan karakter dalam proses pembelajaran pada pendidikan berbasis nilai-nilai islam diperlukan kesiapan dan kesigapan. Guru Pendidikan karakter dalam hal ini benar-benar berada pada posisi sentral, di mana selain dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada peserta didik pada mata pelajaran yang diampunya, ia dituntut pula untuk memberikan pelayanan sebagai konsultan bagi semua guru kelas atau guru mata

pelajaran di sekolahnya dalam

mengintegrasikan nilai-nilai karakter atau nilai-nilai Islam. Selanjutnya guru Pendidikan karakter juga harus mampu membangun kerja sama yang baik dengan guru pendidikan agama islam terkait

(7)

dengan tugasnya sebagai sesama konsultan karakter dalam pembelajaran.

SIMPULAN

Pendidikan karakter muncul di Indonesia di tengah-tengah sistem pendidikan Islam yang diterima oleh

Masyarakat muslim dengan

karakterkarakter yang dirumuskan sebagai penguat terhadap pendidikan Islam sehingga pendidikan karakter pada hakikatnya adalah ruh dalam pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki ruang lingkup yang jelas dan terperinci. Ruang lingkup tersebut merupakan komponen yang satu sama lain saling keterkaitan, tak dapat dipisahkan sehingga membentuk sebuah sistem. Eksistensi pendidikan Islam tidak hanya ditentukan dengan bagus atau tidaknya salah satu komponen melainkan semua komponen berjalan searah demi terciptanya pendidikan Islam di manapun dan sampai kapanpun. Seiring dengan permasalahan pendidikan secara umum yang tidak pernah selesai

Ruang lingkup pendidikan Islam

pada dasarnya mengacu kepada

sumbersumber yang berada dalam pedoman hidup umat Islam yaitu Qur’an, Al-Sunnah, dan Ijtihad. Sehingga dalam

keberadaannya di tengah-tengah

masyarakat muslim tidak terlepas dari karakter-karakter atau nilainilai yang ada pada pedoman umat Islam tersebut. Karakter-karakter yang diharapkan telah dirumuskan secara jelas yang harus dimiliki oleh setiap anak didik setelah mereka menempuh pendidikan baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat.

Secara subtantif pendidikan Karakter adalah satu-satunya mata pelajaran yang diamanahkan untuk membentuk karakter siswa sebagai warga Negara yang baik. Pendidikan karakter seyogyanya diorganisasikan secara lintas-bidang pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai karakter merupakan sebuah

keniscayaan yang diperlukan bagi penanaman nilai-nilai karakter terhadap generasi muda harapan bangsa. Agar internalisai atau penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik dapat efektif maka diperlukan identifikasi nilai-nilai karakter secara komprehensif kemudian diintegrasikan ke dalam pendidikan nasional dengan segenap komponen-komponennya yang mendasari segala aktivitas pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan dan

Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.

Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Jakarta: Rosda Ibda, Fatimah. 2012. Pendidikan moral

anak melalui pengajaran bidang studi Pendidikan karakter dan pendidikan agama. Jurnal ilmiah didaktika, 12 (2), 338-347.

Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta: Badan Peneliti

dan

Pengembangan, Pusat dan

Perbukuan.

Kokom St Komariah. 2011. Model Pendidikan Nilai Moral bagi Para Remaja menurut Perspektif Islam

Jurnal Pendidikan Agama Islam - Ta’lim Vol. 9 No. 1 - 2011 Lickona, Thomas. 1991. Educating for

(8)

Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books. Majid, A. & Andayani, D. 2012.

Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Marzuki. 2009. Prinsip Dasar Akhlak

Mulia: Pengantar Studi

KonsepKonsep Dasar Etika dalam Islam.

Yogyakarta: Debut Wahana

PressFISE UNY.

Menteri Pendidikan Nasional. 2010. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang

SISDIKNAS & Perarturan

Pemerintah Republik

Indonesia Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar. Bandung: Citra Umbara.

Mu’in, F. 2011. Pendidikan Karakter Kontruksi Teoretik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Sarjono. 2005. Nilai-nilai Dasar Pendidikan Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. II No. 2.

Sumantri, E. 2008. Seabad

Kebangkitan Nasional.

Bandung: Yasindo Multi Aspek.

Gambar

Tabel 2.1 Karakter dan nilai-nilai  Islam

Referensi

Dokumen terkait

Proses deteksi penyakit melalui iris mata dapat dilakukan karena iris mata ini terhubung dengan jutan syaraf seluruh tubuh manusia, sehingga jika terdapat gangguan

Menurut Assauri (1999:4) mendefinisikan pemasaran: “Sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu

Semua perangkat lunak bebas adalah perangkat lunak sumber terbuka, tapi sebaliknya perangkat lunak sumber terbuka belum tentu perangkat lunak bebas,

terdapat rasa rakus dan kikir untuk menurutu nafsu memiliki gadget yang kekinian, hal tersebut dapat dibatasasi dengan ibadah pada agamanya masing-masing agar

Indium diaktivasi dengan dosis neutron lamb at pada nilai dosis 70 mrem - 2300 mrem, dan aktivitas yang terjadi diukur dengan alat cacah gamma.. Hasil percobaan ini diharapkan

Fakta ini melahirkan pemikiran bahwa terdapat kemungkinan untuk meniru kondisi yang sama bagi daerah-daerah yang tidak memiliki akses terhadap tanah vulkanik

Dapat melakukan desain ulang dengan dimensi bangunan yang tidak simetris ataupun denah struktur yang tidak tipikal serta memiliki jumlah lantai yang lebih

Para pakar tersebut menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah seperangkat sarana yang diperoleh untuk membudayakan nilai-nilai budaya masyarakat yang dapat