• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN M. RIDHO ALFAZ HRP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN M. RIDHO ALFAZ HRP"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA

DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

OLEH

M. RIDHO ALFAZ HRP

120501203

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PERCETAKAN

Nama : Muhammad Ridho Alfaz Harahap

NIM : 120501203

Program Studi : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Di Kota Padangsidimpuan

Tanggal________________ Ketua Program Studi

Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP NIP. 19590912 198703 1 003

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Muhammad Ridho Alfaz Harahap

NIM : 120501203

Program Studi : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Di Kota Padangsidimpuan

Tanggal________________ Pembimbing

Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP NIP. 19590912 198703 1 003

Penguji I Penguji II

Dra. Raina Linda Sari, M.Si Dr. Rujiman, M.A

(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi saya yang berjudul “Analisis Tingkat Kemiskinan Rumah

Tangga Di Kota Padangsidimpuan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri

yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga atau yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin dan dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan etika ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi saya, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2017 Yang membuat pernyataan

Muhammad Ridho Alfaz Harahap

(5)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potret kemiskinan Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin, untuk menganalisis hubungan antara status kemiskinan dengan status pekerjaan di Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin dan untuk menganalisis karakteristik yang membedakan antara rumah tangga miskin dan tidak miskin di Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin.

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Slovin. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer melalui penyebaran kuesioner tentang karakteristik kemiskinan rumah tangga dan data sekunder yang berasal dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Padangsidimpuan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan analisis CHAID

(Chi-Squared Automatic Interaction Detection/Detector). Analisi statistik deskriptif

digunakan untuk menganalisis potret kemiskinan rumah tangga dan hubungan antara status kemiskinan dengan status pekerjaan kepala rumah tangga di Kota Padangsidimpuan. Sedangkan analisis CHAID digunakan untuk menganalisis karakteristik yang diduga paling menonjol membedakan antara rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak miskin di Kota Padangsidimpuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) karakteristik rumah tangga miskin berbeda-beda di setiap wilayah Kota Padangsidimpuan dan persentase tingkat kemiskinan di Kota Padangsidimpuan berdasarkan 14 indikator rumah tangga miskin dari Badan Pusat Statistik (BPS) Padangsidimpuan rata-rata 10%; (2) hubungan antara status kemiskinan dengan status pekerjaan kepala rumah tangga di Kota Padangsidimpuan adalah lemah dan (3) pada umumnya karakteristik atau indikator yang dominan untuk membedakan rumah tangga miskin dengan rumah tangga tidak miskin di Kota Padangsidimpuan adalah jenis lantai bangunan tempat tinggal rumah tangga miskin terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan, luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang dan tidak memiliki fasilitas buang air besar sendiri.

(6)

ABSTRACT

ANALYSIS OF HOUSEHOLD POVERTY IN THE PADANGSIDIMPUAN CITY

This study aims to analyze the portrait of poverty Padangsidimpuan City based on the characteristic of poor household, to analyze the relationship between poverty status with the status of jobs in Padangsidimpuan City based on the characteristic of poor household and to analyze the characteristic that distinguish poor household and not poor household in Padangsidimpuan City based on the characteristic of poor household.

Sample selection is done by Slovin technics. The data used in this research

is using primary data by distribution questionnaire about the characteristic of poor household and secondary data from Central Bureau Statistic of

Padangsidimpuan. The data analyze technich used is descriptive statistic analyze and CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection/Detector) analyze. Descriptive statistic analyze to analyze the portrait of poverty Padangsidimpuan City based on the characteristic of poor household and the relationship between poverty status with the jobs status head of household in Padangsidimpuan City based on the characteristic of poor household. As CHAID to analyze the characteristic that distinguish poor household and not poor household in Padangsidimpuan City based on the characteristic of poor household.

The result showed that, (1) the characteristic of poor household is difference every district in Padangsidimpuan City and percentage level of poverty Padangsidimpuan City based on 14 the indicator of poor household from Central Bureau Statistic of Padangsidimpuan average 10%; (2) the relationship between poverty status with the jobs status head of household in Padangsidimpuan City is weak and (3) generally the dominan characteristic or indicator to distinguish poor household and not poor household in Padangsidimpuan City is the wall type residential buildings of poor household from grounds/bamboo/cheap wood, floor area of residential buildings less from 8 m2/orang and not have facility of big water banishment self.

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Sholawat dan salam tidak lupa penulis ucapkan keharibaan junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Analisis Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga

Di Kota Padangsidimpuan” ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

dalam menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Medan. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis terutama kepada:

1. Ayahanda Ir. Ripin Tajaroh Harahap, M.AP dan Ibunda Tini Kartini yang telah memberikan kasih sayang, motivasi dan bimbingan kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP, selaku Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, S.E, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si, selaku Penguji 1 Skripsi Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Rujiman, MA, selaku Penguji 2 Skripsi Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

(8)

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.

Penulis juga mengharapkan saran dan bimbingan guna menyempurnakan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembaca. Sekian dan terimakasih.

Medan, Agustus 2017 Penulis

Muhammad Ridho Alfaz Harahap NIM: 120501203

(9)

DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN ... i ABSTRAK ... ii KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori... ... ... 8

2.1.1. Pengertian Kemiskinan... ... 8

2.1.2. Ukuran Kemiskinan ... 10

2.1.3. Penyebab Kemiskinan ... 12

2.1.4. Indikator Rumah Tangga Miskin ... 13

2.1.5. Konsep Pengangguran ... 15

2.2. Penelitian Terdahulu... ... ... 17

2.3. Kerangka Konseptual... ... ... 20

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 24

3.2. Populasi dan Sampel ... 24

3.2.1. Populasi ... 24

3.2.2. Sampel ... 25

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 26

3.3.1. Jenis Data ... 26

3.3.2. Sumber Data ... 26

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 27

3.5. Teknik Analisis Data ... 28

3.5.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 28

3.5.2. Analisis CHAID ... 30

(10)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian ... 38

4.1.1. Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan ... 38

4.1.2. Karakteristik Responden Penelitian... 40

4.2. Pembahasan ... 42

4.2.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 42

a. Potret kemiskinan Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin ... 42

b. Hubungan antara status kemiskinan dengan status pekerjaan kepala rumah tangga ... 52

4.2.2. Analisis CHAID ... 53

4.2.3. Implikasi Kebijakan ... 57

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 59

5.2. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

1.1. Statistik Kemiskinan Kota Padangsidimpuan Tahun

2014-2016 ... 2

2.1. Penelitian Terdahulu ... 19

3.1. Jumlah Rumah Tangga Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2016 .. 25

4.1. Rumah Tangga Miskin Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2016 .. 40

4.2. Data Demografi Responden ... 41

4.3. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Luas Lantai Bangunan Tempat Tinggal ... 42

4.4. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Jenis Lantai Bangunan Tempat Tinggal ... 43

4.5. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Jenis Dinding Bangunan Tempat Tinggal ... 44

4.6. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Fasilitas Buang Air Besar 44 4.7. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Sumber Penerangan Rumah Tangga ... 45

4.8. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Sumber Air Minum ... 46

4.9. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Bahan Bakar Memasak Sehari-hari ... 46

4.10. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Frekuensi Mengkonsumsi Daging/Ayam/Susu... 47

4.11. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Kemampuan Membeli Pakaian Baru Dalam Setahun ... 48

4.12. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Frekuensi Makan ... 48

4.13. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Kemampuan Berobat di Poliklinik/Rumah Sakit ... 49

4.14. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Pekerjaan Kepala Rumah Tangga ... 50

4.15. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Pendidikan Tertinggi Kepala Rumah Tangga ... 51

4.16. Hubungan Status Kemiskinan Dengan Kepemilikan Aset/Tabungan ... 51

4.17. Hasil Pengujian Chi-Square ... 52

4.18. Hasil Pengujian Koefisien Kontijensi ... 53

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

2.1. Kerangka Konseptual ... 22 4.1. Diagram Pohon Analisis CHAID ... 55

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Lampiran

1 Kuesioner Penelitian

2 Rekapitulasi Identitas Responden 3 Rekapitulasi Jawaban Responden

4 Hasil Analisis Tabulasi Silang (Cross Tabulation)

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan jumlah penduduk miskin. Kemiskinan dapat menimbulkan dampak negatif yang berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi. Kemiskinan merupakan masalah kompleks dan bersifat multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspek lainnya. Kompleksnya masalah kemiskinan ini

membuatnya terus menjadi masalah fenomenal di belahan dunia, termasuk di Indonesia yang merupakan negara berkembang.

Kemiskinan didefinisikan secara berbeda oleh para ahli karena kemiskinan merupakan masalah yang multidimensi. Secara bahasa, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak memiliki harta benda dan serba kekurangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kemiskinan adalah orang atau kelompok orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimumnya. (Kuncoro, 2010: 9). Secara ekonomi, kemiskinan merupakan suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumah tangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal hidupnya. Terjadinya kemiskinan ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain yaitu, tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, kondisi geografis dan lainnya. Selanjutnya standar kehidupan atau kebutuhan

(15)

minimal itu juga berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya tergantung kebiasaan/adat, fasilitas transportasi dan distribusi serta letak geografisnya.

Penentuan batas kemiskinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik

(BPS) mengacu pada kebutuhan minimal yang setara dengan kebutuhan energi sebesar 2.100 kilo kalori (kkal) per kapita per hari, ditambah dengan

kebutuhan minimum non makanan. Patokan 2.100 kilo kalori (kkal) ditentukan berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yang menyatakan hidup sehat rata-rata setiap orang harus mengkonsumsi makanan minimal 2.100 kilo kalori (kkal) per kapita per hari. (http://sumut.bps.go.id)

Kemiskinan tidak hanya dipahami sebagai ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani hidupnya secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, dan rasa aman dari perlakuan atau ancaman kekerasan.

Kota Padangsidimpuan sebagai salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara juga menghadapi masalah yang tidak sederhana dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan kota Padangsidimpuan memiliki jumlah penduduk yang besar serta pengaruh migrasi dan urbanisasi. Jumlah penduduk dapat menjadi beban dalam proses pembangunan.

Kota Padangsidimpuan terdiri dari 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan

(16)

Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru dan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu. Menurut data BPS Padangsidimpuan, jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 sebesar 209.796 jiwa. Jumlah tersebut mendiami wilayah seluas 114,66 km2 sehingga secara rata-rata kepadatan penduduk Kota Padangsidimpuan adalah 1.830 jiwa per km2. (http://padangsidimpuan.bps.go.id)

Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan yang besar berdampak dalam penyediaan infrastruktur serta lapangan pekerjaan yang memadai.

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat kaitannya dengan tersedianya lapangan pekerjaan. Faktor pertumbuhan penduduk berpengaruh pula terhadap penambahan angkatan kerja sehingga kesempatan kerja menjadi lebih terbatas penyediaannya. Akibat yang dirasakan adalah timbulnya tenaga kerja yang menganggur atau masalah pengangguran.

Angkatan kerja di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 mencapai

171.692 jiwa, sebanyak 120.579 jiwa (70,23%) diantaranya bekerja dan 51.116 jiwa (29,77%) menganggur. Di antara jumlah penduduk yang menganggur

sebanyak (7,2%) sedang mencari pekerjaan dan (18,6%) murni tidak bekerja karena alasan merasa tidak mungkin mendapatkan kerja dan alasan merasa sudah cukup. (http://padangsidimpuan.bps.go.id)

Selain itu, jumlah penduduk yang besar menjadi beban dalam proses

(17)

di Kota Padangsidimpuan. Berikut ini disajikan statistik kemiskinan Kota Padangsidimpuan tahun 2014-2016:

Tabel. 1.1.

Statistik Kemiskinan Kota Padangsidimpuan Tahun 2014 - 2016

Uraian 2014 2015 2016

Jumlah penduduk miskin (000 jiwa) 19.200 jiwa 18.400 jiwa 17.600 jiwa Persentase penduduk miskin (%) 9,6 % 9,04 % 8,52 % Garis kemiskinan (Rp.) Rp. 292.197 Rp. 300.280 Rp. 304.508 Sumber: BPS Padangsidimpuan Tahun 2016

Konsep kemiskinan yang dipakai Badan Pusat Statistik (BPS) adalah kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Dari Tabel. I.1. di atas dapat dilihat bahwa, tingkat kemiskinan Kota Padangsidimpuan selama kurun waktu 2014-2016 mengalami kecenderungan penurunan yang lebih baik. Penurunan jumlah kemiskinan ini tidak terlepas dari program-program pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka upaya percepatan pengentasan kemiskinan.

Keberhasilan pemerintah Kota Padangsidimpuan di dalam menanggulangi kemiskinan belum sepenuhnya berhasil. Ini terlihat dari persentase tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi, dimana persentase penduduk miskin Kota Padangsidimpuan menempati urutan ke-7 terbesar dari 33 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. (http://sumut.bps.go.id) Ini mengindikasikan usaha pemerintah Kota Padangsidimpuan dalam menurunkan tingkat kemiskinan belum merata ke seluruh kecamatan.

(18)

Beberapa hal yang harus diketahui oleh pemerintah Kota Padangsidimpuan dalam penanggulangan kemiskinan adalah karakteristik rumah tangga miskin. Karakteristik rumah tangga miskin menjadi salah satu ukuran dalam melihat kemiskinan dan mempermudah pemerintah dalam proses pembuatan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan analisis terhadap berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di seluruh kecamatan, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha mengatasi kemiskinan di Kota Padangsidimpuan.

Dari beberapa uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut ke dalam sebuah penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Di Kota Padangsidimpuan”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berisikan pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data dalam suatu penelitian. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yang sudah disusun secara sistematis yaitu:

1. Bagaimana potret kemiskinan Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin ?

2. Bagaimana hubungan antara status kemiskinan dengan status pekerjaan di Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin ?

3. Apa saja karakteristik yang membedakan rumah tangga miskin dan tidak miskin di Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin ?

(19)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai arah penelitian yang ingin dicapai dan menjabarkan secara jelas apa yang direncanakan untuk dilakukan dalam usulan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis potret kemiskinan Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin.

2. Untuk menganalisis hubungan antara status kemiskinan dengan status pekerjaan di Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin.

3. Untuk menganalisis karakteristik yang membedakan rumah tangga miskin dan tidak miskin di Kota Padangsidimpuan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memperkuat teori-teori yang telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Bagi Peneliti

Melalui penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk mendapatkan pengalaman ilmiah dan sarana implementasi dari teori-teori yang diajarkan.

(20)

2. Bagi Pemerintah Kota Padangsidimpuan

Melalui hasil penelitian yang dilakukan, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mengambil kebijakan dalam rangka pengentasan kemiskinan di Kota Padangsidimpuan.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan masukan dan pembanding kepada peneliti lain yang ingin meneliti permasalahan yang sama di masa yang akan datang.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan memiliki pengertian yang berbeda antar daerah dan waktu. Hal ini berarti masalah kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak hanya berbicara masalah pendapatan yang rendah, tetapi juga menyangkut masalah perumahan yang buruk, rendahnya pembangunan manusia (human

development) dalam hal pendidikan dan kesehatan, ketiadaan akses pada aset-aset

produktif, ketakutan akan masa depan, dan lain-lain.

Prasetyo (2010: 65) menyatakan bahwa, “Kemiskinan adalah suatu

intergrated concept yang memiliki lima dimensi yaitu, kemiskinan (proper),

ketidakberdayaan (powerless), kerentanan menghadapi situasi darurat (state of

emergency), ketergantungan (dependence) dan keterasingan (isolation) baik

secara geografis maupun sosiologis”.

Nugroho dan Dahuri (2008: 77) menyatakan bahwa,

“Dari aspek ekonomi, kemiskinan merupakan kesenjangan antara lemahnya daya pembelian (positif) dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar (normatif). Dari aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi perkembangan masyarakat yang rendah. Sedangkan dari aspek politik, kemiskinan berhubungan dengan rendahnya kemandirian masyarakat”.

Menurut Emil Salim dalam Zakaria (2009:94), “kemiskinan adalah suatu keadan diman manusia atau penduduk tidak dapat memenuhi kebutuhanpokok”.

(22)

Inti permasalahan kemiskinan adalah ukuran standar minimum kebutuhan dasar. Menentukan ukuran standar minimum tersebut tergantung dari pendekatan mana yang digunakan. Secara umum pendekatan yang dapat digunakan dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan obyektif dan pendekatan subyektif. Dalam pendekatan obyektif, standar minimum kebutuhan dasar ditentukan berdasarkan studi lapangan yang dilakukan oleh pihak lain, baik itu para ahli, lembaga sosial maupun lembaga pemerintah. Sedangkan untuk pendekatan subyektif, ukuran standar minimum kebutuhan dasar diukur dari pendapat orang miskin itu sendiri, hal ini terjadi ketika orang miskin tersebut membandingkan diri dengan orang yang memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi di lingkungan sekitarnya. (Rejekiningsih, 2011: 52)

Badan Pusat Statistik (BPS) Padangsidimpuan (2016) mendefenisikan kemiskinan dengan dua cara yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non pendapatan. Ukuran pendapatan adalah kemiskinan dilihat dari tingkat pendapatan/ pengeluaran individu untuk memenuhi konsumsi/kebutuhan pokok minimum masyarakat. Batas pemenuhan kebutuhan minimum mengacu pada rekomendasi Widyakarya Nasional dan Gizi tahun 1978, yaitu nilai rupiah dari pengeluaran untuk makanan yang menghasilkan energi 2100 kilo kalori per orang setiap hari. Sedangkan ukuran non-pendapatan adalah rendahnya tingkat konsumsi/akses masyarakat kepada pelayanan dasar seperti: (1) perumahan; (2) pendidikan; (3) pelayanan kesehatan; (4) fasilitas sanitasi dan layanan air bersih; dan (5) keterbatasan terhadap akses pendanaan dan kapasitas usaha, dan lain-lain. (http:/bps.padangsidimpuan.go.id)

(23)

2.1.2. Ukuran Kemiskinan

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (2016) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) di dalam mengukur tingkat kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. (http:/bps.sumut.go.id)

Konsep dasar ukuran kemiskinan berhubungan dengan pengeluaran kebutuhan dasar minimum rata rata seorang individu hidup normal. Kebutuhan dasar termasuk pilihan makanan dasar dan golongan bukan makanan. Jika seorang individu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar menunjukkan bahwa individu tersebut dapat di kategorikan miskin. Jumlah pengeluaran dapat digunakan batas antara miskin dan tidak miskin. Batas ini disebut juga dengan garis kemiskinan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (2016) mengemukakan beberapa konsep untuk ukuran garis kemiskinan, yaitu:

1. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

2. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain)

3. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan

(24)

kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Menurut konsep pengeluaran yang dikembangkan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (2016), garis kemiskinan dinyatakan sebagai besarnya rupiah yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi setara dengan 2100 kalori per kapita per hari ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lain seperti sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan dan bahan bakar. Besarnya pengeluaran per kapita yang ditentukan sebagai garis kemiskinan dibedakan antara daerah perkotaan dan pedesaan. (http:/bps.sumut.go.id)

Di samping perkiraan garis kemiskinan nasional, telah dilakukan pula beberapa perkiraan mengenai garis kemiskinan internasional di dalam mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia. Garis kemiskinan untuk daerah pedesaan dan perkotaan masing-masing sama dengan jumlah kilogram beras dalam nilai rupiah pendapatan per kapita rata rata individu.

Sayogyo (2006: 28) mengajukan ukuran garis kemiskinan untuk wilayah Indonesia dan memperinci garis kemiskinan yang mempunyai ciri:

1) Spesifikasi atas tiga garis kemiskinan yaitu: miskin, miskin sekali dan yang paling miskin baik untuk daerah pedesaan maupun untuk kota, yang mencakup konsepsi nilai ambang kecukupan pangan;

2) Menghubungkan tingkat pengeluaran rumah tangga dengan ukuran kecukupan pangan (kalori dan protein).

(25)

Dari pendekatan kemiskinan yang menjadi alat utama ukuran kemiskinan saat ini adalah kemiskinan absolut, yakni kemiskinan yang garis batasnya ditetapkan berdasarkan pada kebutuhan pokok manusia per hari berupa kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan yang dinyatakan dalam satuan mata uang.

2.1.3. Penyebab Kemiskinan

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral.

Menurut Lipsey, et al (2007: 10), penyebab dasar kemiskinan adalah: 1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal;

2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana;

3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; 4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat

dan sistem yang kurang mendukung;

5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); 6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam

masyarakat;

7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya;

8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good

governance);

9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.

Sharp et. all dalam Kuncoro (2010: 154) menjelaskan bahwa, penyebab

(26)

1) Adanya perbedaan pola kepemilikan sumberdaya sehingga terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Penduduk dikatakan miskin karena memiliki sumber daya yang hanya terbatas dengan kualitas rendah.

2) Kualitas sumber daya manusianya berbeda. Kualitas sumber daya manusia yang rendah menyebabkan produktivitas rendah, sehingga mereka bekerja dengan upah rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia karena pendidikan rendah atau karena keturunan, atau nasib yang tidak beruntung atau adanya diskriminasi.

3) Adanya perbedaan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh modal.

Ketiga faktor penyebab kemiskinan yang dikemukakan oleh Sharp, et all bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (Vicious Circle of Poverty). Nurkse mengatakan bahwa “a poor country is poor because it is poor” (negara miskin itu miskin karena dia memang miskin). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan. Oleh karena itu, setiap usaha memerangi kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan perangkap kemiskinan ini. (Kuncoro, 2010: 158)

2.1.4. Indikator Rumah Tangga Miskin

Rumah tangga dikatakan miskin apabila kehidupannya dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis kemiskinan yang disetarakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan.

(27)

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padangsidimpuan tahun 2016 memiliki beberapa indikator dalam menentukan rumah tangga miskin. Indikator tersebut antara lain:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi per orang.

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak

terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di poliklinik/

rumah sakit.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh

perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Rumah tangga miskin sesuai dengan konsep kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (2016) yaitu rumah tangga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) yang didasarkan pada garis kemiskinan makanan (2100 kkal per kapita per hari) dan non makanan. Jadi, rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang pengeluaran perkapita per bulan berada di bawah garis kemiskinan. (http:/bps.sumut.go.id)

(28)

2.1.5. Konsep Pengangguran

Penduduk dalam suatu negara dibedakan menjadi dua golongan yaitu, tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 15 - 64 tahun. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua kelompok yaitu, angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja atau tenaga kerja yang sedang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja atau tenaga kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan, dan tidak sedang mencari pekerjaan. Penduduk yang termasuk ke dalam bukan angkatan kerja, antara lain orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu yang bukan wanita karir), serta menerima pendapatan tetapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan, penderita cacat yang dependen).

Angkatan kerja dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pekerja dan pengangguran. Pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja (saat dilakukan sensus atau survei), serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Sedangkan pengangguran adalah seseorang yang mau dan membutuhkan pekerjaan dan atau seseorang yang seharusnya dilihat dari segi kebutuhan dan kemampuannya telah dan harus mempunyai pekerjaan yang layak dan sah menurut hukum dinegaranya. Pekerjaan tersebut digunakan sebagai sumber

(29)

kehidupan dan penghidupan dirinya, keluarganya, masyarakat, dan bangsanya. Tetapi karena sesuatu hal, dia tidak memiliki kesempatan itu.

Menurut Lipsey, et al. (2007: 95), pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

1) Pengangguran siklis yaitu pengangguran yang terjadi ketika permintaan total tidak memadai untuk membeli semua keluaran potensial ekonomi, sehingga menyebabkan senjang resesi dimana keluaran aktual lebih kecil dari keluaran potensial. Pengangguran siklis dikatakan sebagai orang yang menganggur terpaksa yaitu mereka ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku tetapi pekerjaan tidak tersedia.

2) Pengangguran struktural yaitu pengangguran yang disebabkan ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan jenis keterampilan, pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan struktur permintaan akan tenaga kerja.

3) Pengangguran friksional diakibatkan oleh perputaran normal tenaga kerja. Sumber penting pengangguran friksional adalah penduduk usia muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan. Selain itu, pengangguran friksional juga disebabkan oleh orang-orang yang keluar dari pekerjaannya, baik karena tidak puas dengan kondisi pekerjaan yang sekarang maupun karena diberhentikan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (2016), pengangguran terbuka adalah orang yang mencari pekerjaan, yang sedang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan, dan mereka yang sudah punya pekerjaan. Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang tidak bekerja dan pada saat survei orang tersebut sedang mencari pekerjaan, seperti yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan atau orang yang sudah pernah bekerja, karena suatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. (http:/bps.sumut.go.id)

(30)

2.2. Penelitian Terdahulu

Dalam menyusun penelitian, penulis mereferensikan penelitian terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain, penelitian yang dilakukan Sefty Dwi Juwita tahun 2013, penelitian yang dilakukan Adit Agus Prasetyo tahun 2010 dan penelitian yang dilakukan Setrellita Lindiasari tahun 2008

Penelitian yang dilakukan oleh Sefty Dwi Juwita tahun 2013 berjudul “Analisis Tingkat Kemiskinan Masyarakat Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru”. Metode analisis yang digunakan adalah Deskriptif

Kuantitatif. Dari hasil observasi dan pengolahan data dari 100 responden

di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru dapat diketahui bahwa pendapatan yang relatif tidak merata atau ketimpangannya parah (Gini

Ratio 0,82383), artinya bahwa pendapatan yang diterima oleh penduduk

Kelurahan Sail tidak sama. Pada tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan penduduk Kelurahan Sail jika dilihat dari pekerjaan atau mata pencahariannya maka ada 23% responden yang masih di bawah angka kemiskinan dan kedalaman kemiskinan terparah merata dan terdapat pada semua jenis pekerjaan. Persentase penduduk miskin yang berada di Kelurahan Sail yaitu sebesar 3,7% dari seluruh jumlah penduduk.

Penelitian yang dilakukan Adit Agus Prasetyo tahun 2010 berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2003-2007)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan,

(31)

dan tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah panel data dengan pendekatan efek tetap (fixed effect model), dan menggunakan jenis data sekunder. Penggunaan dummy wilayah dalam penelitian ini adalah untuk melihat variasi tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Adjusted R2 cukup tinggi yaitu 0,982677. Sedangkan hasil dari penelitian ini

adalah bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan, dan tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan. Oleh karenanya perkembangan pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan, dan tingkat pengangguran patut menjadi pertimbangan untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Penelitian yang dilakukan oleh Estrellita Lindiasari tahun 2008 berjudul “Analisis Kemiskinan Di Tingkat Rumah Tangga di Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan karakteristik rumah tangga miskin di tiga wilayah pengembangan yaitu Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Bogor Timur, (2) Menganalisis kaitan antara status kemiskinan dan status pekerjaan di tiga wilayah pengembangan, yaitu Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Bogor timur, dan (3) Menganalisis karakteristik yang membedakan rumah tangga miskin dan tidak miskin di tiga wilayah pengembangan yaitu Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Bogor Timur. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi potret kemiskinan di Kabupaten Bogor. Analisis statistik non parametrik digunakan untuk menganalisis kaitan antara status kemiskinan dan status pekerjaan kepala keluarga di Kabupaten Bogor. Karakteristik yang membedakan

(32)

rumah tangga miskin di Kabupaten Bogor dianalisis menggunakan metode CHAID (Chi-square Automatic Interaction Detection or Detector). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik yang membedakan rumah tangga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Bogor yaitu kepemilikan aset, luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis pekerjaan, jenis dinding bangunan tempat tinggal, dan frekuensi makan dalam sehari. Implikasi kebijakan dalam mengatasi kemiskinan di Kabupaten Bogor, yaitu memberdayakan ekonomi masyarakat, memperbanyak pembangunan infrastruktur, memperluas jaringan kerja dan kemitraan, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

Tabel. 2.1. Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti Judul Penelitian

Jenis Penelitian Hasil Penelitian Sumber 1. Sefty Dwi Juwita (2013) Program Pascasarjana Universitas Andalas Analisis Tingkat Kemiskinan Masyarakat Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru Deskriptif Kuantitatif Tingkat keparahan kemiskinan penduduk Kelurahan Sail jika dilihat dari pekerjaannya maka ada 23% responden yang masih di bawah angka kemiskinan dan kedalaman kemiskinan terparah merata dan terdapat pada semua jenis pekerjaan. Persentase penduduk miskin yang berada di Kelurahan Sail yaitu sebesar 3,7% dari seluruh jumlah penduduk

Skripsi 2. Adit Agus Prasetyo (2010) Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2003-2007) Panel data dengan pendekatan efek tetap (fixed effect model), dan menggunakan jenis data sekunder Variabel pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan, dan tingkat pengangguran

berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan Skripsi 3. Esetrellita Lindiasari Analisis Kemiskinan Di Deskriptif, statistik non-Karakteristik yang membedakan rumah Skripsi

(33)

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Tangga di Kabupaten Bogor dan analisis chaid miskin di Kabupaten Bogor yaitu kepemilikan aset, luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis pekerjaan, jenis dinding bangunan tempat tinggal, dan frekuensi makan sehari.

2.3. Kerangka Konseptual

Jumlah penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan permintaan terhadap tuntutan kehidupan yang paling minimum atau kebutuhan dasar juga semakin meningkat. Hal ini terkadang tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan kebutuhan dasar tersebut sehingga mengakibatkan tidak semua orang terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut dapat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan daya beli. Terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut menunjukkan kesejahteraan seseorang. Apabila kesejahteraan seseorang tidak terpenuhi secara terus-menerus, hal ini akan menyebabkan kemiskinan.

Peningkatan jumlah penduduk juga mengakibatkan peningkatan pada permintaan lapangan kerja. Hal ini apabila tidak ditunjang dengan jumlah lapangan kerja yang memadai akan menyebabkan masalah pengangguran. Selain itu, dengan meningkatnya jumlah penduduk akan terjadi transformasi lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanian seperti untuk perumahan. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Sehingga dengan semakin menurunnya luas lahan pertanian akan mengakibatkan banyak terjadi pengangguran di sektor tersebut.

(34)

Indikator rumah tangga miskin memberikan suatu gambaran tentang penyebab kemiskinan di wilayah Kota Padangsidimpuan. Indikator tersebut mencakup 14 indikator, yaitu luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi per orang, jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan, jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester, tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain, sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik, sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan, bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah, hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu, hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun, hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari, tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik, sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan, pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD, tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, atau barang modal lainnya.

(35)

Melalui analisis tabulasi silang terhadap indikator-indikator yang telah dijabarkan diharapkan dapat lebih memahami potret kemiskinan rumah tangga di Kota Padangsidimpuan. Hubungan status kemiskinan dengan status pekerjaan

kepala rumah tangga di Kota Padangsidimpuan juga dianalisis menggunakan analisis tabulasi silang. Selain itu, untuk mengetahui karakteristik yang membedakan rumah tangga miskin dan tidak miskin di Kota Padangsidimpuan maka dilakukan analisis CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection

Analysis) terhadap indikator-indikator tersebut.

Melalui analisis-analisis tersebut diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan penanggulangan masalah kemiskinan terutama di Kota Padangsidimpuan. Gambar di bawah ini untuk mempermudah alur penelitian.

(36)

Gambar. 2.1. Kerangka Konseptual 14 Indikator Kemiskinan Kemiskinan di Kota Padangsidimpuan CHAID Cross tabulation Karakteristik yang paling menonjol dalam membedakan rumah tangga miskin

dan tidak miskin di Kota Padangsidimpuan Hubungan antara status kemiskinan dan status pekerjaan di Kota Padangsidimpuan Potret kemiskinan di Kota Padangsidimpuan Implikasi Kebijakan

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Padang sidimpuan yang meliputi 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru dan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu. Lokasi tersebut dipilih secara sengaja karena beberapa pertimbangan, yaitu ketersediaan data untuk melakukan analisis tabulasi silang dan analisis CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection

Analysis) dalam penggambaran karakteristik kemiskinan di Kota Padangsidimpuan. Selain itu karena, persentase penduduk miskin Kota Padangsidimpuan menempati urutan ke-7 terbesar dari 33 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan data statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama satu bulan, yaitu mulai bulan Juni 2016 sampai dengan selesai.

3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Sugiyono (2008: 80) menjelaskan bahwa, “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

(38)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang berada di Kota Padangsidimpuan yang berjumlah 47.014 rumah tangga. (Sumber: Badan

Pusat Statistik (BPS) Kota Padangsidimpuan Tahun 2016)

Tabel. 3.1.

Jumlah Rumah Tangga Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2016

Kecamatan Jumlah Rumah Tangga

1. Padangsidimpuan Tenggara 7.190

2. Padangsidimpuan Selatan 14.816

3. Padangsidimpuan Batunadua 4.812

4. Padangsidimpuan Utara 14.637

5. Padangsidimpuan Hutaimbaru 3.727

6. Padangsidimpuan Angkola Julu 1.832

Jumlah 47.014

Sumber: BPS Kota Padangsidimpuan Tahun 2016

3.2.2. Sampel

Siregar (2014: 56) menjelaskan bahwa, “Sampel adalah suatu prosedur pengambilan data, di mana hanya sebagian populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari suatu populasi”.

Adapun teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran sampel dari populasi dalam penelitian ini, yaitu dengan teknik Slovin:

(Siregar, 2014: 61) Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

(39)

Berikut ini perhitungan ukuran sampel penelitian:

= 99,78

Jadi, sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 rumah tangga yang berdomisili di 6 kecamatan yang berada di wilayah Kota Padangsidimpuan.

3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer hasil kuesioner yang dibagikan kepada 100 responden dan data sekunder yang merupakan data lintas sektoral (cross-section) yaitu data sensus daerah Kota Padangsidimpuan tahun 2016 mengenai indikator rumah tangga miskin dan jumlah rumah tangga miskin pada tahun 2016.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data kuesioner yang dibagikan kepada responden dan Kantor Kecamatan yang berada di wilayah Kota Padangsidimpuan, web site resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padangsidimpuan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Sumber informasi lainnya berupa artikel diperoleh dari jurnal serta dari media

(40)

massa elektronik. Serta digunakan data-data dari literatur dan hasil-hasil penelitian sebelumnya.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. (Siregar, 2014: 40)

2. Observasi atau pengamatan langsung adalah kegiatan pengumpulan data dengan melakukan penelitian langsung terhadap kondisi lingkungan objek penelitian yang mendukung kegiatan penelitian. (Siregar, 2014: 42)

3. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan literatur-literatur ilmiah, buku-buku, jurnal-jurnal, artikel, dan majalah yang berkaitan dengan penelitian ini. (Sunyoto, 2013: 20)

4. Metode survei melalui jaringan internet adalah metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung berhubungan dengan obyek penelitian melalui jaringan internet. (Sunyoto, 2013: 22).

Jadi, data dalam penelitian ini dikumpulkan atau diperoleh melalui observasi langsung ke kecamatan yang berada di wilayah Kota Padangsidimpuan, survei pada website resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padangsidimpuan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, jurnal-jurnal ilmiah akuntansi dan keuangan serta buku-buku yang berkaitan

(41)

3.5. Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis hubungan antara indikator kemiskinan dengan status kemiskinan dan status pekerjaan di Kota Padangsidimpuan dengan menggunakan analisis deskriptif. Sedangkan, metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis karakteristik yang membedakan rumah tangga miskin dan tidak miskin di Kota Padangsidimpuan.

3.5.1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif adalah analisis yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat gambaran yang akurat mengenai hubungan antara fenomena yang diteliti. (Nazir, 2010: 45)

Analisis deskriptif dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potret kemiskinan di Kota Padangsidimpuan. Untuk mengidentifikasi potret kemiskinan dilakukan melalui analisis tabulasi silang (cross tabulation) indikator-indikator rumah tangga miskin di Kota Padangsidimpuan. Hasil analisis tabulasi silang (cross tabulation) masing-masing variabel kemudian diinterpretasikan agar diperoleh gambaran rumah tangga miskin di Kota Padangsidimpuan. Untuk mengetahui kaitan antara status

(42)

kemiskinan dengan status pekerjaan kepala rumah tangga di Kota Padangsidimpuan digunakan uji Chi-Square dan uji Koefisien Kontijensi, yaitu:

Rumus uji chi-square

∑ ∑ [( ) ] Keterangan: r = total baris c = total kolom i = indeks baris j = indeks kolom

Oij = nilai sel baris ke-i kolom ke-j

Eij = nilai harapan sel baris ke-i kolom ke-j

 Rumus Koefisien Kontijensi

√ Keterangan: C = Koefisien kontijensi X2 = Nilai Chi-Square n = Jumlah responden

Menurut Guilford dalam Rahmat (2009: 56), interpretasi nilai koefisien kontijensi adalah sebagai berikut:

0,000 - 0,200 = Sangat lemah 0,201 - 0,400 = Lemah 0,401 - 0,700 = Cukup kuat 0,701 - 0,900 = Kuat 0,901 - 1,000 = Sangat kuat

(43)

3.5.2. Analisis CHAID

Untuk menganalisis karakteristik yang diduga paling menonjol membedakan antara rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak miskin di Kota Padangsidimpuan digunakan analisis CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction

Detection/Detector).

Analisis CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection/Detector), yaitu sebuah metode analisis untuk mengklasifikasikan data kategori dimana

tujuan dari prosedurnya adalah untuk membagi rangkaian data menjadi subgrup-subgrup berdasarkan pada variabel dependennya (Lehmann dan Eherler,

2011: 24).

Bagian-bagian utama dari analisis CHAID (Chi-Squared Automatic

Interaction Detection/Detector), antara lain:

1. Uji Chi-Square

Analisis CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection/Detector) menggunakan uji chi-square dalam dua cara. Yang pertama, untuk menentukan apakah kategori-kategori dalam sebuah variabel independen bersifat seragam dan bisa digabungkan menjadi satu. Yang kedua, ketika semua variabel independen sudah diringkas menjadi bentuk yang signifikan

dan tidak mungkin digabung lagi, kemudian uji chi-square digunakan untuk menentukan variabel independen mana yang paling signifikan untuk

membagi atau membedakan kategori-kategori dalam variabel dependen (Gallagher, 2010: 56).

(44)

2. Koreksi Bonferroni

Koreksi Bonferroni adalah suatu proses koreksi yang digunakan ketika beberapa uji statistik untuk kebebasan atau ketidakbebasan dilakukan secara bersamaan. Koreksi Bonferroni biasanya digunakan dalam pembandingan berganda. Ketika terdapat sebanyak M uji perbandingan yang sudah dikatakan bebas satu sama lain, peluang untuk melakukan kesalahan tipe 1 atau α (dalam satu atau lebih uji-uji tersebut), akan sama dengan 1 dikurangi peluang untuk tidak melakukan kesalahan tipe 1 dalam uji-uji tersebut, di mana nilainya akan lebih besar dari α yang telah ditentukan. (Bagozzi, 2009: 123)

Secara umum, hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1 − (1−α ) M > α (2)

Dimana:

M = pengali Bonferroni α = salah tipe 1

Pengali Bonferroni untuk masing-masing tipe variabel-variabel independen adalah berbeda, yaitu:

 Variabel Independen Monotonik ( )

 Variabel Independen Bebas

Variabel Independen Mengambang (Floating) (

(45)

Dimana:

M = Penggali Bonferroni

c = Kategori variabel dependen r = Kategori variabel independen 3. Diagram Pohon

Bagozzi (2009: 130) menyatakan bahwa, diagram pohon yang merupakan inti

dari analisis CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection/Detector), akan berisi:

a. Simbol yang menerangkan tentang kategori tertentu (atau kategori-kategori yang telah digabungkan).

b. Sebuah ringkasan data dari variabel dependen dalam kelompok tersebut (misalnya persentase respon).

c. Ukuran sampel untuk kelompok tersebut, atau biasa dilambangkan dengan “n”.

Berikut ini tahapan analisis CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction

Detection/Detector) dalam penelitian ini:

1. Memasukkan semua data berdasarkan kategori yang ditentukan sebagai berikut:

Variabel Dependen Kategori

Status rumah tangga: 1. Miskin

2. Tidak miskin

1 2

Variabel Independen Kategori

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal

 kurang dari 8 m2 per orang

 lebih dari 8 m2 per orang

1 2 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal

 tanah/bambu/kayu murahan

 selain tanah/bambu/kayu murahan

1 2

(46)

3. Jenis dinding tempat tinggal

 bambu/rumbia/kayu kualitas rendah/tembok tanpa plester

 selain bambu/rumbia/kayu kualitas rendah/tembok tanpa plester

1 2 4. Fasilitas tempat buang air besar

 tidak punya/bersama-sama dengan rumah tangga lain

 milik sendiri

1 2 5. Sumber penerangan tempat tinggal

 bukan listrik

 listrik

1 2 6. Sumber air minum tempat tinggal

 sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan

 selain sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan

1 2 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari

 kayu bakar/arang/minyak tanah

 selain kayu bakar/arang/minyak tanah

1 2 8. Konsumsi daging/ayam/susu

 tidak pernah mengkonsumsi/hanya sekali seminggu

 pernah mengkonsumsi/lebih dari satu kali seminggu

1 2 9. Pembelian pakaian baru dalam setahun

 tidak pernah membeli/ hanya membeli satu stel dalam setahun

 membeli lebih dari satu stel dalam setahun

1 2 10. Frekuensi makan dalam satu hari

 hanya satu kali makan/dua kali makan sehari

 lebih dari dua kali makan sehari

1 2 11. Kemampuan berobat ke poliklinik atau rumah sakit

 tidak mampu membayar untuk berobat

 mampu membayar untuk berobat

1 2 12. Pekerjaan kepala rumah tangga

 pekerjaan dengan penghasilan di bawah Rp. 600.000,- per bulan

 pekerjaan dengan penghasilan di atas Rp. 600.000,- per bulan

1 2 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga

 tidak sekolah/tamat SD

 SMP/SMA/Perguruan tinggi

1 2 14. Kepemilikan aset atau tabungan

 tidak mempunyai tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,-

 mempunyai tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,-

1 2

2. Menentukan terlebih dahulu semua skala variabel yang akan digunakan dengan tepat dan benar.

3. Menentukan kategori target dari kategori-kategori variabel dependen. Hal ini dilakukan untuk memunculkan beberapa grafik lain sebagai informasi lebih

(47)

lanjut dalam data yang ada. Kategori target yang dipergunakan bisa salah satu atau semua kategori yang ada pada variabel dependen.

4. Selanjutnya akan dilanjutkan dengan proses matematis analisis CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection/Detector) sesuai prosedur yang

akan menerapkan 3 langkah analisis CHAID (Chi-Squared Automatic

Interaction Detection/Detector), yaitu langkah penggabungan, pemisahan, dan

pemberhentian. Dalam langkah penggabungan akan mulai diterapkan uji

chi-square dan pengali Bonferroni sebagai pengoreksinya. Pada langkah

penggabungan sebagian besar proses akan menggunakan uji chi-square saja. Kemudian dilakukan iterasi pada kedua langkah tersebut, dan proses iterasi akan berhenti apabila sudah tidak ada lagi variabel independen yang tersisa untuk diuji hubungannya dengan variabel dependen, atau juga apabila terbentuknya node pada diagram pohon telah memenuhi batasan yang ditentukan oleh peneliti. Proses ini disebut dengan proses pemberhentian. 5. Menentukan karakteristik rumah tangga miskin dengan menginterpretasikan

diagram pohon CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection/Detector).

6. Menentukan karakteristik yang paling menonjol dalam membedakan rumah tangga miskin dan tidak miskin di Kota Padangsidimpuan berdasarkan hasil yang sudah terbentuk.

(48)

3.6. Definisi Operasional

Beberapa definisi yang dibutuhkan dan dikondisikan dalam penelitian ini terhadap kemiskinan rumah tangga di Kota Padangsidimpuan adalah sebagai berikut:

1. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) adalah suatu cara untuk mengukur kemiskinan dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (setara 2100 kalori per kapita per hari) dan bukan makanan. Data SUSENAS bersifat makro hanya mencakup jumlah agregat dan persentase penduduk miskin, tetapi tidak dapat menunjukkan siapa si miskin dan di mana alamat mereka, sehingga kurang operasional di lapangan.

2. Rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang memenuhi indikator kemiskinan minimal sembilan dari 14 indikator.

3. Indikator kemiskinan adalah petunjuk yang memberikan indikasi tentang suatu keadaan kemiskinan atau suatu alat pengukur perubahan dari kemiskinan. 4. Luas lantai bangunan tempat tinggal < 8m2 adalah rumah tangga yang

memiliki luas lantai bangunan < 8 m2 per orang. Misalnya, suatu rumah tangga memiliki anggota rumah tangga sebanyak empat orang. Rumah tangga tersebut dapat dikatakan miskin jika memiliki luas lantai < 32 m2.

5. Jenis lantai bangunan tempat tinggal adalah rumah tangga dikatakan miskin jika memiliki jenis lantai dari tanah, bambu, atau kayu murahan.

6. Jenis dinding bangunan tempat tinggal adalah rumah tangga dikatakan miskin jika memiliki dinding selain menggunakan tembok.

(49)

7. Fasilitas tempat buang air besar rumah tangga dikatakan miskin jika tidak punya atau menggunakan fasilitas tersebut bersama-sama dengan rumah tangga lain.

8. Sumber penerangan rumah tangga dikatakan miskin jika memiliki sumber penerangan bukan listrik, seperti petromak.

9. Sumber air minum rumah tangga dikatakan miskin jika tidak menggunakan air dalam kemasan atau ledeng (PDAM) sebagai sumber air minum.

10. Bahan bakar untuk masak sehari-hari rumah tangga dikatakan miskin jika menggunakan kayu bakar, arang, atau minyak tanah untuk masak sehari-hari. 11. Konsumsi daging/ayam/susu rumah tangga dikatakan miskin jika tidak pernah

mengkonsumsi atau hanya satu kali dalam seminggu.

12. Pembelian pakaian baru dalam setahun rumah tangga dikatakan miskin jika tidak pernah atau hanya membeli satu stel dalam setahun.

13. Frekuensi makan dalam sehari rumah tangga dikatakan miskin jika hanya satu kali atau dua kali makan dalam sehari.

14. Kemampuan berobat ke puskesmas atau poliklinik rumah tangga dikatakan miskin jika tidak mampu membayar untuk berobat.

15. Pekerjaan kepala rumah tangga dikatakan miskin jika penghasilan kepala rumah tangga di bawah Rp. 600.000,- per bulan

16. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga dikatakan miskin jika kepala rumah tangga tidak pernah sekolah, tidak tamat SD atau hanya SD.

(50)

17. Kepemilikan aset atau tabungan rumah tangga dikatakan miskin jika tidak punya tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal

(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan

Kota Padangsidimpuan terbentuk pada tanggal 17 Oktober 2001, awalnya terdiri dari 5 kecamatan yang terdiri dari 58 desa dan 20 kelurahan. Namun seiring kebutuhan roda pemerintahan pada tahun 2005, Kota Padangsidimpuan dimekarkan menjadi 6 kecamatan yaitu Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru dan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu, dan terbagi lagi menjadi 42 desa dan 37 kelurahan

Kota Padangsidimpuan terletak 432 km dari kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara, dengan wilayah yang dikelilingi oleh Kabupaten Tapanuli Selatan. Posisi Kota Padangsidimpuan memiliki akses darat yang memadai dan cukup strategis, karena berada pada jalur utama yang merupakan penghubung antara berbagai pusat pertumbuhan di wilayah Sumatera. Secara astronomis, Kota Padangsidimpuan terletak antara 1018’ dan 1028’ Lintang Utara dan antara 99018’ dan 99020’ Bujur Timur.

Berdasarkan geografisnya Kota Padangsidimpuan memiliki batas-batas: Utara - Kabupaten Tapanuli Selatan (Kecamatan Angkola Barat); Selatan - Kabupaten Tapanuli Selatan (Kecamatan Batang Angkola); Barat - Kabupaten Tapanuli Selatan (Kecamatan Angkola Selatan); Timur - Kabupaten Tapanuli Selatan (Kecamatan Angkola Timur).

(52)

Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan tahun 2015 adalah 209.796 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 102.184 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 107.612 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Padangsidimpuan mengalami peningkatan dari angka 1.406 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2014 menjadi 1.429 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2015.

Sementara itu, penduduk yang bekerja dan sedang menganggur atau yang biasa disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kota

Padangsidimpuan tahun 2015 mencapai 68,27% dari jumlah penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas), sedangkan 6,96% dari penduduk angkatan kerja merupakan pengangguran. Tingkat kemiskinan Kota Padangsidimpuan selama kurun waktu 2012-2014 mengalami kecenderungan yang lebih baik. Persentase penduduk miskin mengalami penurunan setiap tahunnya. Penurunan jumlah kemiskinan ini tidak terlepas dari program-program pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka upaya percepatan pengentasan kemiskinan.

Persentase penduduk miskin Kota Padangsidimpuan tahun 2016 sebesar

8,52% menempati urutan ke-7 terbesar dari 33 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota

Padangsidimpuan dapat dilihat jumlah dan persentase rumah tangga miskin dari 6 kecamatan di Kota Padangsidimpuan, yaitu:

Referensi

Dokumen terkait

Melihat pelaksanaan jual beli pohon secara root di Desa Bengkulu Jaya Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan, telah terjadi ketidakjelasan yang berindikasi dapat

Penelitian ini berguna untuk sinkronisasi kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa dengan kurikulum yang berlaku di Jurusan Ilmu Agama Islam.. Penelitian ini

Dari hasil uji signifikansi regresi sederhana ternyata F hitung &lt;F tabel , atau 2,712&lt; 4,35 maka hipotesis ditolak, dengan demikian, dapat disimpulan bahwa

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena

Hal ini tampak pada tahun 1979-1980 muncul sekelompok purnawirawan perwira tinggi angkatan bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang tergabung dalam Petisi 50,

when a person had underwent dilatation for several WLPHVWRWUHDWWKHVWULFWXUHLVLWQHFHVVDU\WRFKDQJHWKH modality of mid or long term treatment such as placing stent in the stricture

Hal ini disebabkan oleh pupuk organik terutama brangkasan jagung yang diaplikasikan pada pertanaman padi saat MT I belum terdekomposisi sempurna akibat pendeknya

Based on their research, in this research we use tax planning, earnings pressure; debt to equity ratio; and corporate size to test whether these variables are earnings