45
Pada penelitian tesis kali ini, ada beberapa hasil penelitian yang akan dipaparkan pada bagian ini. Adapun hasil penelitian yang akan dibahas pada bagian ini adalah mengenai hasil pengolahan data penyelesaian persamaan Nikolaevskiy, hasil pengolahan data Soft-mode Turbulence serta hasil pengolahan data gelombang seismik yang dihasilkan dari gempa bumi.
5.1. Persamaan Nikolaevskiy
Hal pertama yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah membuat penyelesaian persamaan Nikolaevskiy secara komputasi. Penyelesaian persamaan Nikolaevskiy diselesaikan dengan menggunakan metode exponential time differencing. Metode ini merupakan metode khusus untuk menyelesaikan persamaan diferensial dengan sifat stiff. Pemilihan metode ini dikarenakan persamaan Nikolaevskiy merupakan persamaan tak linear yang mempunyai sifat stiff. Pada penelitian kali ini penyelesain persamaan Nikolaevskiy telah diselesaikan dengan mengguanakan software Phyton.
Program penyelesain persamaan Nikolaevskiy dijalankan dengan variasi paramater kontrol 0< ≤ . Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ε 1 parameter kontrol terhadap prilaku penyelesaian persamaan Nikolaevskiy. Perilaku yang diamati di sini merupakan perubahan waktu korelasi (τKWW) terhadap perubahan parameter kontrol. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan analisis autokorelasi terhadap data yang didapat dari hasil penyelesaian persamaan Nikolaevskiy.
Analisis autokorelasi dilakukan pada semua titik simulasi (512 titik) untuk satu parameter kontrol, kemudian diambil nilai rata-rata sebagai wakilan hasil autokorelasi untuk satu parameter kontrol tersebut. Hasil rata-rata analisis autokorelasi untuk beberapa parameter kontrol dapat dilihat pada Gambar 5.1 sebagai berikut:
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.1 Grafik autokorelasi dari penyelesaian persamaan Nikolaevskiy untuk (a) ε =0.001, (b) ε =0.006, (c) ε =0.02, (d) ε =0.05
Pada Gambar 5.1 terlihat bahwa semakin besar nilai parameter kontrol, maka waktu korelasinya berubah menjadi lebih kecil. Waktu korelasi yang besar menujukkan bahwa data yang ada memiliki kesamaan anatara data satu dengan data yang lainnya, sedangkan untuk waktu korelasi yang kecil menunjukkan adanya ketidaksamaan antara data yang satu dengan yang lainnya atau dengan kata lain dapat dikatakan adanya fluktuatif pada data yang dihasilkan. Pernyataan ini diperkuat juga dengan bentuk gelombang yang dihasilkan dari penyelesaian persamaan Nikolaevskiy. Untuk parameter kontrol ε yang kecil, bentuk Q τ Q τ Q τ Q τ
penyelesaian dari persamaan Nikolaevskiy menujukkan tidak adanya fluktuatiuf yang terjadi. Sedangkan untuk parameter kontrol ε yang besar, bentuk penyelesain dar persamaan Nikolaevskiy menujukkan adanya fluktuatif.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.2 Contoh bentuk gelombang yang dihasilkan dari penyelesaian persamaan Nikolaevskiy, dengan sumbu x adalah waktu dan sumbu y adalah amplitudo, (a) ε =0.001 (b) ε =0.006 (c) ε =0.02 (d) ε =0.05.
Pada Gambar 5.2 merupakan contoh bentuk gelombang yang diambil dari titik ke 200 untuk setiap ε. Untuk Gambar 5.2 (a) terlihat bahwa untuk ε yang mendekati nol, grafik yang dihasilkan untuk t=1000 masih merupakan garis lurus, dengan adanya sedikit bengkokan. Sedangkan untuk parameter kontrol yang lain, dengan t=1000 sudah terlihat adanya perubahan amplitudo. Pada Gambar 5.2 dapat ditunjukkan bahwa semakin besar ε maka grafik yang dihasilkan semakin menujukkan adanya fluktuatif.
Untuk melihat kemiripan data antara titik posisi yang satu dengan titik posisi yang lain, pada Gambar 5.3 ditunjukkan contoh gambar untuk beberapa parameter kontrol pada waktu yang sama (t =500) . Pada gambar dapat dilihat untuk ε yang kecil, memiliki kesamaan amplitudo antara titik posisi yang satu dengan titik posisi yang lainnya, akan tetapi untuk ε yang besar menunjukkan adanya perbedaan amplitudo yang signifikan antara satu titik posisi dengan titik posisi yang lainnya.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.3 Contoh bentuk gelombang yang dihasilkan dari penyelesaian persamaan Nikolaevskiy, dengan sumbu x adalah posisi dan sumbu y adalah amplitudo, (a) ε =0.001 (b) ε =0.006 (c) ε =0.02 (d) ε =0.05.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh perubahan parameter kontrol (ε) terhadap waktu korelasi (τKWW ), dilakukan analisis autokorelasi pada semua data yang didapatkan dari variasi ε (0< ≤ε 1). Grafik analisis
autokorelasi dari setiap data sesuai dengan persamaan persamaan Kohlrausch-Williams-Watts (persamaan 4.9) sehingga diperoleh nilai waktu korelasi (τKWW) dari setiap parameter kontrol (ε). Gambar 5.3 menunjukan hubungan antara ε dengan τKWW−1 sebagai berikut:
Gambar 5.4 Grafik hubungan antara parameter kontrol ε dengan inverse waktu korelasi τKWW−1 yang diperoleh dari hasil fitting persamaan (4.9) untuk persamaan Nikolaevskiy.
Pada gambar diatas, secara umum dapat dilihat bahwa parameter kontrol berbanding terbalik dengan waktu korelasi. Akan tetapi, informasi yang sangat penting pada gambar diatas adalah untuk ε yang mendekati nol, maka τKWW−1 juga mendekati nol. Hal ini menunjukkan bahwa untuk ε yang mendekati nol mempunyai waktu korelasi yang nilainya menuju tak hingga. Sehingga dari grafik
1 KWW
τ−
diatas bisa ditunjukkan bahwa untuk ε =0 merupakan nilai kritis dari persamaan Nikolaevskiy. Selain itu jika diamati lebih teliti, ada suatu anomali untuk ε <0.2. Hal ini dimungkinkan berhubungan dengan sifat dari persamaan Nikolaevskiy itu sendiri. Dan Tanaka (2005) pada penelitiannya menyebutkan bahwa adanya transisi sifat dari persamaan Nikolaevskiy ke persamaan Kuramoto-Sivashinsky. Pada penelitiannya disebutkan bahwa untuk ε >0.1 sifat dari persamaan Nikolaevskiy sama dengan sifat dari persamaan Kuramoto-Sivashinsky.
Untuk memperkuat pernyataan diatas, selain informasi waktu korelasi, dari hasil fitting menggunakan persamaan Kohlrausch-Williams-Watts juga didapat informasi mengenai jenis persamaan eksponensial yang didapat dari besarnya nilai
β (Kohlrausch exsponent). Seperti yang sudah diketahui bahwa untuk nilai β = 1 merupakan bentuk eksponensial biasa, sedangakan untuk β > merupakan 1 bentuk kompres eksponensial dan untuk β < merupakan bentuk streched 1 eksponensial. Dari hasil plot antara ε dengan β didapat grafik sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 5.5 sebagai berikut:
Gambar 5.5 Grafik hubungan antara parameter kontrol ε dengan Kohlrausch exsponent β yang diperoleh dari hasil fitting persamaan (4.9) untuk persamaan Nikolaevskiy.
β
ε
Pada Gambar 5.5 bisa dilihat bahwa untuk nilai ε yang kecil memiliki nilai β > . Sama halnya dengan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 5.4, grafik 1 yang ditunjukkan pada Gambar 5.5 juga menujukkan anomali pada ε <0.2. Untuk mengetahui hal tersebut, penelitian difokuskan pada ε <0.2 dengan memperkecil jeda antara parameter kontrol. Dari data yang didapat dilakukan analisis autokorelasi dan didapatkan garfik sebagai berikut:
Gambar 5.6 Grafik hubungan antara parameter kontrol (ε <0.2) dengan Kohlrausch exsponent β yang diperoleh dari hasil fitting persamaan (4.9) untuk persamaan Nikolaevskiy.
Dengan melakukan moving average pada Gambar 5.6 diperoleh grafik sebagai berikut:
β
Gambar 5.7 Grafik hubungan antara parameter kontrol (ε <0.2) dengan Kohlrausch exsponent β yang diperoleh dari hasil fitting persamaan (4.9) untuk persamaan Nikolaevskiy setelah moving average.
Pada gambar di atas dapat dilihat nilai β memiliki kecenderungan menurun seiring bertambahnya nilai parameter kontrol. Akan tetapi, pada saat
0.1
ε > terjadi perubahan nilai β yang sangat signifikan sehingga terkesan pada gambar diatas ada 2 buah grafik yang berbeda. Hal ini memperkuat pernyataan dari Dan Tanaka bahwa adanya kesamaan sifat persamaan Nikolaevsky dengan persamaan Kuramoto-Sivashinsky pada ε >0.1.
5.2. Fenomena Soft-mode Turbulence
Fenomena Soft-mode Turbulence (SMT) terjadi akibat adanya interaksi antara mode kebebasan berotasi dari molekul kristal cair dengan mode konveksi elektrik ketika kristal cair tersebut dikenai tegangan listrik. Interaksi terjadi secara tak linear sehingga menghasilkan spatiotemporal chaos yang disebut dengan Soft-mode Turbulenc (SMT). Fenomena SMT terjadi ketika tegangan listrik yang
β
diberikan lebih besar dari tegangan batas konveksi (V > ), dengan Vc V c merupakan tegangan ketika setengah bahan kristal cair mengalami konveksi.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.8 Grafik autokorelasi untuk data SMT dengan (a) ε =0.05, (b) 0.1
ε = , (c) ε =0.2, (d) ε =0.3
Data yang dimiliki pada penelitian kali ini merupakan data skunder dengan parameter kontrol (ε ≤3), dengan parameter kontrol yang didefinisikan sebagai
(
2 2)
2c c
V V V
ε = − . Dengan menerapkan analisis yang sama seperti pada persamaan Nikolaevskiy, diperoleh grafik autokorelasi untuk beberapa parameter kontrol seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.8.
Q τ Q τ Q τ Q τ
Hasil analisis autokorelasi pada fenomena SMT menunjukkan perilaku yang hampir sama dengan hasil analisis autokerelasi pada persamaan Nikolaevskiy. Dari informasi Gambar 5.8 dapat dilihat bahwa semakin besar nilai parameter kontrol, maka waktu korelasi menjadi semakin kecil. Untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh dari parameter kontrol terhadap waktu korelasi, maka pada grafik hasil autokorelasi untuk data SMT di fitting menggunakan persamaan Kohlrausch-Williams-Watts untuk mendapatkan nilai waktu korelasi (τKWW) serta untuk mendapatkan nilai Kohlrausch exsponent (β) dari setiap parameter kontrol.
Gambar 5.9 Grafik hubungan antara parameter kontrol ε dengan inverse waktu korelasi τKWW−1 yang diperoleh dari hasil fitting persamaan (4.9) untuk fenomena SMT.
Sama halnya dengan persamaan Nikolaevskiy, pada fenomena SMT dapat ditunjukkan pula bahwa paramenter kontrol ε memiliki kecenderungan berbanding terbalik dengan waktu korelasi τKWW−1 . Pada Gambar 5.9 dapat dilihat bahwa ketika ε ≈0maka nilai dari τKWW−1 ≈ yang ditunjukkan dengan nilai 0 b≈0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 y = b + a * x Error Value 0.0050664 0.0015902 b 0.027535 0.47647 a NA 0.00067764 Chisq NA 0.98371 R 1 KWW τ− ε
yang merupakan titik potong dengan sumbu y . Hal ini menunjukkan bahwa pada saat ε =0tidak terjadi apa-apa pada kristal cair, namun ketika tegangan dinaikkan sehingga menyebabkan ε >0 maka terjadi fenomena SMT pada kristal cair. Dari informasi waktu korelasi, dimungkinkan untuk memodelkan fenomena SMT menggunakan persamaan Nikolaevskiy.
Selain informasi mengenai waktu korelasi, dari hasil fitting juga didapatkan nilai β yang merupakan Kohlrausch exsponent. Grafik hubungan antara parameter kontrol ε dengan Kohlrausch exsponent β ditunjukkan pada Gambar 5.10 sebagai berikut:
Gambar 5.10 Grafik hubungan antara parameter kontrol ε dengan Kohlrausch exsponent β yang diperoleh dari hasil fitting persamaan (4.9) untuk fenomena SMT.
Pada Gambar 5.10 diatas terlihat bahwa untuk ε ≤0.1 memiliki nilai 1
β > (kompres eksponensial) yang besarnya mengecil seiring bertambahnya nilai ε. Hal ini menunjukkan bahwa pada fenomena SMT untuk ε <0.1 merupakan
β
bentuk kompres eksponensial. Sedangkan untuk 0.1< ≤ε 0.3 memiliki bentuk eksponesial biasa, yang ditunjukkan dengan nilai β yang bernilai mendekati satu.
Dari data yang ada dengan nilai parameter kontrol yang cukup besar, yaitu 0.3
ε ≤ masih belum ditemukan adanya transisi seperti yang ditunjukkan pada hasil persamaan Nikolaevskiy. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui fenomena apa yang terjadi pada ε >0.3. Adakah terjadi transisi nilai
β seperti pada persamaan Nikolaevskiy atau tidak masih menjadi tanda tanya besar yang masih harus dijawab.
5.3. Fenomena Gelombang Gempa Bumi
Data untuk gelombang gempa bumi merupakan data gelombang gempa bumi yang terekam di stasiun wanagama pada bulan september-oktober tahun 2009. Data gelombang yang terekam, pada umumnya yang menjadi amplitudo masih berbentuk cacah (counts), oleh sebab itu langkah pertama yang dilakukan sebelum dilakukan analisis adalah merubahnya terlebih dahulu menjadi kecepatan. Hal ini dilakukan supaya jenis data dari gempa bumi sama dengan jenis data dari persamaan Nikolaevskiy yang merupakan model yang dibandingkan dengan fenomena gelombang seismik. Sebagaimana diketahui bahwa pada persamaan Nikolaevskiy yang menjadi amplitudo adalah medan kecepatan. Adapun data event gempa bumi yang digunakan pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1 Data event gempa bumi.
Tanggal Origin time Lintang Bujur kedalaman Magnitudo (Mw) 02-09-2009 07:55:02 8.00 107.30 62.0 7.0 02-09-2009 09:28:43 8.30 107.10 10.0 5.1 02-09-2009 20:48:59 8.20 107.20 10.0 4.2 28-09-2009 00:26:24 8.10 107.20 53.0 5.1 02-10-2009 09:00:42 8.10 107.20 10.0 4.6 12-10-2009 02:56:59 8.00 107.30 61.0 4.7 12-10-2009 15:01:04 8.20 107.30 42.0 4.5
Untuk data gelombang gempa bumi, prameter kontrol yang diangggap berpengaruh besar terhadap besar kecilnya simpangan yang dihasilkan adalah magnitudo. Sehingga untuk grafik analisis yang dihasilkan dari data gempa bumi akan dilihat bagaimana pengaruh dari magnitudo gempa bumi terhada parameter-parameter yang ada pada analisis autokorelasi. Dengan menerapkan analisis yang sama seperti pada persamaan Nikolaevskiy dan fenomena SMT, didapatkan grafik autokorelasi untuk beberapa magnitudo gempa bumi seperti yang ditunjukkan Gambar 5.11.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.11 Grafik autokorelasi untuk data gelombang gempa bumi dengan magnitudo (dalam Mw) (a) 4.7, (b) 4.2, (c) 4.6, (d) 7.0.
Q τ Q τ Q τ Q τ
Hasil analisis autokorelasi pada gelombang gempa bumi untuk beberapa magnitudo masih belum menunjukkan adanya hubungan secara jelas antar besarnya magnitudo dengan waktu korelasi. Dari Gambar 5.11 terlihat bahwa waktu korelasi untuk semua magnitudo memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Untuk mengetahui lebih detail mengenai waktu korelasi, maka grafik hasil autokorelasi dari data gelombang gempa bumi di fitting dengan persamaan Kohlrausch-Williams-Watts sama halnya seperti yang dilakukan pada kedua data sebelumnya. Dari hasil fitting didapatkan dua buah grafik yaitu: grafik hubungan antara magnitudo dengan inverse waktu korelasi (Gambar 5.12) dan grafik hubungan antara magnitudo dengan Kohlrausch exsponent (Gambar 5.13).
Gambar 5.12 Grafik hubungan antara magnitudo gempa bumi dengan inverse waktu korelasi τKWW−1 yang diperoleh dari hasil fitting persamaan (4.9).
Pada Gambar 5.12 terlihat adanya kecenderungan bahwa untuk magnitudo yang kecil memiliki waktu korelasi yang besar. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 5.12 seiring dengan bertambah besarnya magnitudo. Akan tetapi hal ini belum bisa dijadikan sebagai kesimpulan
1 KWW
τ−
yang pasti dikarenakan terlalu sedikitnya data yang ada. Selain itu, untuk fenomena gelombang gempa bumi, faktor yang mempengaruhi bentuk gelombang yang terekam pada seismograf bukan hanya satu faktor yaitu magnitudo. Banyak yang mempengaruhi bentuk gelombang yang terekam pada seismograf, misalnya saja letak hiposenter dan episenter. Selain itu, jenis medium yang heterogen juga akan mempengaruhi penjalaran gelombang itu sendiri padahal untuk dua fenomena sebelumnya, yang menjadi parameter kontrol pada sistem adalah tunggal dan besarnya bisa di tentukan secara akurat.
Selain itu untuk data gelombang gempa bumi secara langsung, peneliti tidak bisa bebas menentukan parameter kontrol seperti pada data persamaan Nikolaevskiy maupun data SMT. Pada grafik terlihat ada jeda yang cukup lebar antara magnitudo 5.1 dengan magnitudo 7.0 yang memungkinkan adanya informasi penting yang lain yang tidak diketahui oleh peneliti. Selanjutnya untuk magnitudo yang lebih kecil dari 4.2 juga tidak ada informasi yang dapat ditampilkan, padahal pada kedua data sebelumnya, hal itu merupakan informasi penting mengenai hal apa yang terjadi pada sistem yang kita amati.
Gambar 5.13 Grafik hubungan antara magnitudo gempa bumi dengan Kohlrausch exsponent β yang diperoleh dari hasil fitting persamaan (4.9).
β
M
Sedangkan untuk grafik hubungan antara magnitudo dengan Kohlrausch exsponent (Gambar 5.13), terlihat bahwa hanya satu mganitudo yang memiliki
1
β < (streched eksponensial), sedangkan untuk magnitudo yang lainnya memiliki 1
β > (kompres eksponensial). Masih belum banyak informasi yang bisa digali dari garfik yang ada dikarenakan minimnya data yang dimiliki. Pada hanya terlihat untuk tiga data diawal memiliki β yang nilainya cenderung menurun. Dari fakta-fakta yang ada, perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dan mendalam untuk mengetahui bagaimana hubungan antar persamaan Nikolaevskiy dengan fenomena gelombang gempa bumi.