• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU ETIS BERBAHASA SANTUN : Studi Deskriptif pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay Tahun Ajaran 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU ETIS BERBAHASA SANTUN : Studi Deskriptif pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay Tahun Ajaran 2013/2014."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Nomor: 176/S/PPB/2014

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK

MENGEMBANGKAN PERILAKU ETIS

BERBAHASA SANTUN

(Studi Deskriptif Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay Tahun Ajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

oleh

Yunita Dwi Aryani 0906305

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Program Bimbingan Pribadi Sosial

Untuk Mengembangkan Perilaku Etis

Berbahasa Santun

Oleh

Yunita Dwi Aryani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Yunita Dwi Aryani 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

YUNITA DWI ARYANI 0906305

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN PERILAKU ETIS BERBAHASA SANTUN

(Studi Deskriptif Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay Tahun Ajaran 2013/2014)

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing :

Pembimbing I

Dr. Hj. Nani M. Sugandhi, M.Pd NIP :195708301981012001

Pembimbing II

Dr. Nurhudaya, M.Pd NIP :196007251986011001

Mengetahui

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

Yunita Dwi Aryani, 2014

ABSTRAK

Yunita Dwi Aryani (2014). Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Etis Berbahasa Santun (Studi Deskriptif pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay Tahun Ajaran 2013/2014)

Penelitian ini didasari oleh fenomena banyaknya siswa tidak berbahasa santun yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, seperti berkomunikasi dengan teman disertai nama hewan, mengejek kelemahan teman, dan bersikap serta berbahasa tidak sopan. Tujuan penelitian adalah memperoleh gambaran kesantuan bahasa siswa dan memperoleh gambaran mengenai perilaku etis berbahasa santun siswa berdasarkan jenis kelamin serta mengembangkan program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan perilaku etis berbahasa santun siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Jumlah subjek penelitian yaitu 251 siswa. Hasil penelitian menunjukkan Perilaku Etis Berbahasa Santun Siswa SMP Negeri 3 Ciparay umumnya tergolong pada kategori sedang. Dari 251 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, 55,38% diantaranya atau 139 siswa dapat disebut sebagai siswa yang perilaku etis berbahasa santun dengan kategori sedang. Sebesar 34,66% atau 87 siswa dari total responden termasuk siswa yang perilaku etis berbahasa santun dengan kategori tinggi, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 25 siswa atau 9,96% tergolong memperlihatkan perilaku etis berbahasa santun dengan kategori rendah. Perilaku etis berbahasa santun siswa berdasarkan jenis kelamin siswa perempuan umumnya lebih baik dibanding siswa laki-laki. Dapat terlihat dari persentase tingkat ketercapaian skornya yakni siswa perempuan sebesar 76,06% sedangkan siswa laki-laki sebesar 67,58%. Rekomendasi bagi Guru BK/Konselor diharapkan mampu mengaplikasikan program hasil penelitian untuk mengembangkan perilaku etis berbahasa santun siswa yang telah dirancang peneliti terhadap siswa kelas VII.

Kata kunci: Perilaku etis berbahasa santun, siswa, program bimbingan pribadi sosial.

(5)

Yunita Dwi Aryani, 2014

ABSTRACT

Yunita Dwi Aryani (2014). The Social Personality Counseling Program To Improve An Ethical Behavior Of Good Communication (Descriptive Study To Student Of SMP Negeri 3 Ciparay Academic Year 2013/2014 – Class VII)

This study is based on the phenomenon of the many students who do not speak properly and notappropriate with norms in society, such as using sarcasm for communicating with friends, mocking friends by their weakness, and have worst attitude and language. The purpose of this study was to determine the description of an ethical behavior of good communication of students by their gender and to develop a social personality counseling program in order to support the student of SMP Negeri 3 Ciparay Academic Year 2013/2014 – class VII have an ethical behavior of good communication. This study uses a quantitative approach with descriptive methods. Samples were taken as much as 251 students. The results of study have shown that an ethical behavior of good communication of the student of SMP Negeri 3 Ciparay generally classified in the middle category. From 55.38 percent of the total 251 students, which are 139 students classified in the middle category, 34.66 percent of the total 251 students, which is 87 students classified to high category, and 9.96 percent of the total 251 students, which is 25 students classified in low category. An ethical behavior of good communication of female students are better than male, it can be seen from the percentage ofthe level achievementscores of female student is 76,06 percent, while the male was 67,58 percent. The results recommend the Counseling Teacher to apply the program from this study to its students so that an ethical behavior of good communication will improve.

(6)

Yunita Dwi Aryani, 2014

DAFTAR ISI

PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah Dan Rumusan Masalah ... 9

C. Metode Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II PERILAKU ETIS BERBAHASA SANTUN DAN BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL DI SEKOLAH ... 13

A. Karakteristik Perkembangan Remaja ... 13

B. Pengertian Perilaku Etis ... 16

C. Pengertian Berbahasa Santun ... 18

D. Aspek-Aspek Perilaku Etis ... 20

E. Konsep Program Bimbingan Pribadi Sosial ... 26

F. Peranan Layanan Bimbingan Pribadi Sosial Dalam Mengembangkan Perilaku Etis Berbahasa Santun ... 35

G. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 36

(7)

Yunita Dwi Aryani, 2014

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Lokasi dan Populasi/Sampel Penelitian ... 39

B. Metode dan Desain Penelitian ... 39

C. Definisi Oprasional Variabel ... 41

D. Instrumen Penelitian ... 44

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 46

F. Teknik Pengumpulan Data ... 51

G. Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Hasil Penelitian ... 55

B. Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Rekomendasi ... 90

DAFTAR PUSTAKA

(8)

Yunita Dwi Aryani, 2014

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Alternatif Jawaban ... 45

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Etis Berbahasa Santun (Sebelum Judgement) ... 45

Tabel 3.3 Hasil Pertimbangan Instrumen ... 47

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Etis Berbahasa Santun (Setelah Judgement) ... 47

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas ... 49

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Etis Berbahasa Santun (Setelah Uji Validitas) ... 50

Tabel 3.7 Kategori Kesantunan Berbahasa Siswa... 53

Tabel 3.8 Perilaku Etis Berbahasa Santun SMP Negeri 3 Ciparay Berdasarkan jenis Kelamin ... 54

Tabel 4.1 Persentase Tingkat Ketercapaian Skor Perilaku Etis Berbahasa Santun Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay Tahun Ajaran 2013/2014... 55

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Siswa Bedasarkan Kategorisasi Perilaku Etis Berbahasa Santun SMP Negeri 3 Ciparay ... 56

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Siswa Bedasarkan Kategorisasi Perilaku Etis Berbahasa Santun SMP Negeri 3 Ciparay Berdasarkan Aspek... 57

Tabel 4.4 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan yang Benar ... 58

Tabel 4.5 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan yang Baik ... 59

Tabel 4.6 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan yang Tepat ... 60

Tabel 4.7 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan Yang Mudah ... 61

Tabel 4.8 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan Yang Lemah Lembut ... 62

Tabel 4.9 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan Yang Mulia ... 63 Tabel 4.10 Persentase Tingkat Ketercapaian Skor Perilaku Etis

(9)

Yunita Dwi Aryani, 2014

Jenis Kelamin ... 64 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Siswa Bedasarkan Kategorisasi

Perilaku Etis Berbahasa Santun SMP Negeri 3 Ciparay

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66 Tabel 4.12 Kondisi Umum Siswa Berdasarkan Aspek Berbahasa

Santun ... 76 Tabel 4.13 Rencana Operasional Pelaksanaan Prorgam Bimbingan

(10)

Yunita Dwi Aryani, 2014

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Persentase Tingkat Ketercapaian Skor Perilaku Etis

Berbahasa Santun Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay

Tahun Ajaran 2013/2014 ... 56

Grafik 4.2 Distribusi Frekuensi Siswa Bedasarkan Kategorisasi Perilaku Etis Berbahasa Santun SMP Negeri 3 Ciparay ... 57

Grafik 4.3 Distribusi Frekuensi Siswa Bedasarkan Kategorisasi Perilaku Etis Berbahasa Santun SMP Negeri 3 Ciparay Berdasarkan Aspek ... 58

Grafik 4.4 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan yang Benar ... 59

Grafik 4.5 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan yang Baik ... 60

Grafik 4.6 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan yang Tepat ... 61

Grafik 4.7 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan Yang Mudah ... 62

Grafik 4.8 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan Yang Lemah Lembut... 63

Grafik 4.9 Gambaran Umum Indikator Aspek Perkataan Yang Mulia ... 64

Grafik 4.10 Persentase Tingkat Ketercapaian Skor Perilaku Etis Berbahasa Santun Siswa SMP Negeri 3 Ciparay Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

(11)

Yunita Dwi Aryani, 2014

DAFTAR BAGAN

(12)

Yunita Dwi Aryani, 2014

DAFTAR LAMPIRAN

A. SK Pengangkatan Pembimbing B. Surat Izin Penelitian

C. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian D. Instrumen Penelitian Sebelum Uji Coba

E. Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba F. Penghitungan Validitas

(13)

Yunita Dwi Aryani, 2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan salah satu media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Manusia tidak akan lepas dari proses penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan dalam setiap kehidupan untuk mempermudah proses berkomunikasi. Penggunaan bahasa tidak mengenal usia, dari orang tua hingga anak kecil, harus menggunakan bahasa untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikannya. Selain itu, bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural, dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda.

Dalam Rakhmat (2009:268) ada dua cara untuk mendifinisikan bahasa:

fungsional dan formal. Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan” (sosially shared means for expressing ideas). Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa.

Sedangkan menurut Chusairi dan Damanik (2002:188), “bahasa meliputi suatu sistem simbol yang kita gunakan untuk berkomunikasi satu sama lain. Sistem itu ditandai oleh penciptaan yang tidak pernah berhenti dan adanya sistem atau aturan.”

(14)

2

Yunita Dwi Aryani, 2014

Seorang anak biasanya mengucapkan kata-kata yang mereka dapatkan dari lingkungan mereka. Hal ini biasa disebut pemerolehan bahasa. Menurut Marjusman Maksan (Yaniarti, 2011), „pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang (bukan cuma anak-anak) secara tidak sadar, implisit, dan informal.‟ Hal ini berarti pembelajaran bahasa tidak ada guru secara resmi melainkan anak meniru secara alami yang dikatakan oleh orang tuanya dan penerapan bahasa yang ditentukan oleh norma di lingkungan tempat dia tinggal.

Bahasa sebagai produk masyarakat, tidak terlepas dari lingkungan sosial dan budaya masyarakatnya. Masyarakat yang bergerak secara dinamis menggerakkan bahasa secara dinamis pula. Suryalaga (Sauri, 2011:8), menyebutkan bahwa „kesopanan atau tatakrama dan perubahannya tidak terlepas dari faktor waktu, tempat, struktur sosial dan situasi.‟ Faktor waktu yang dimaksud semakin berkembangnya zaman tatakrama atau kesopanan pun dapat berkembang sesuai norma yang berlaku pada zaman yang telah ada. Tatakarma berkaitan dengan tempat, seperti tatakrama pada saat makan dirumah makan dan juga tatakrama pada saat berkunjung kerumah orang (bertamu) Tatakrama terkait pula dengan struktur sosial seperti usia, pekerjaan, jabatan, dan lain sebagainya. Dan juga situasi yang menjadikan kesesuaian tingkah laku pada situasi tertentu.

Kesantunan berbahasa ini sangat berkaitan erat dengan lingkungan dimana seseorang tinggal, karena bahasa yang digunakan dapat dinilai santun atau tidaknya tergantung pada norma yang dianut di lingkungan tempat ia tinggal. Sehingga norma yang ada di lingkungan tersebut menjadi faktor utama penentu kesanantunan dalam berbahasa, tidak menutup kemungkinan norma yang ada di sunda sesuai dengan norma yang ada di jawa. Penentu kesantunan ini sangat penting diketahui dan dipahami oleh masyarakat yang ada di sekitarnya agar kesantunan dalam berbahasa dapat terjaga dan tetap dilestarikan oleh masyarakat pemakai bahasa.

(15)

3

Yunita Dwi Aryani, 2014

menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan.” Komunikasi dapat dikatakan harmonis apabila penutur dan lawan tutur tetap menjaga bahasa yang disampaikan dan tidak didasari dengan saling mempermalukan juga menghina kelemahan lawan bicara. Sebaiknya komunikasi ini dilakukakan dengan saling menghargai dan menghormati lawan bicara. Komunikasi yang disampaikan dapat dikatakan santun itu dinilai dari kebiasaan berbahasa yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda ramah tamah (someah). Murah senyum lemah lembut dan sangat menghormati orang tua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarkat sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orangtua. Begitu juga berbahasa dapat dikatakan santun menurut kaidah bahasa Indonesia apabila penutur dapat berbahasa menurut kaidah yang ada dalam Bahasa Indonesia dan mimik yang dimunculkan pada saat sedang berkomunikasi.

Tidak semua siswa disekolah mempunyai sikap santun namun terdapat siswa yang memiliki sikap kurang santun. Seperti dikemukakan oleh Sauri (2010:196-197):

(16)

4

Yunita Dwi Aryani, 2014

terlalu kasar atau terlalu lembut tetapi menunjukkan ketidaksantunan karena bahasa yang digunakkan dengan cara menyindir atau mencemooh dan disertai dengan raut wajah yang sinis serta intonasi yang tinggi. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sauri (2005:81-82), “berbahasa santun bukan dilihat dari pilihan kosa kata yang dipergunakannya saja, akan tetapi juga dari cara pengucapan dan gaya serta mimik penuturnya.”

Sauri (2005:89-90) mengemukakan pula bahasa yang digunakan remaja dalam situasi bermain banyak digunakan ungkapan, seperti :

goblog, anjing, anjir, setan, monyet, maneh, aing, sia, elu, bokap, nyokap, bête, bolot, astaga, boloho, belengong, jurig, kampungan, gila, edan, nyerahin, gimana, udah, kamu mah, atuh, jang, mah, heula, entar, biarin, cumin, cumah, gajih, sayah, habis, conto, gering, pikirin, pukulin, dan sebagainya. Pilihan kata bahasa tidak santun yang digunakan remaja tersebut di atas berkaitan dengan kebiasaan remaja sehari-hari di dalam pergaulan mereka. Kebiasaan tidak berbahasa santun di kalangan remaja menyebabkan ketidaksantunan itu menjadi suatu hal yang diterima di kalangan mereka. Hal ini dapat terlihat dari reaksi orang yang diajak bicara yang merasa tidak tersinggung dengan kata-kata tidak santun tersebut.

(17)

5

Yunita Dwi Aryani, 2014

faktor lingkungan anak mengikuti bahasa yang dituturkan oleh temannya meskipun bertolak belakang dengan pembelajaran bahasa dirumah, anak mempunyai penilaian bahwa dengan berbahasa kasar dia dapat diterima oleh teman-temannya dan merasa bahwa dia gaul karena telah mengikuti trend dilingkungannya.

Pada zaman sekarang ini sudah tidak asing lagi berbahasa kurang santun dilingkungan teman sebaya bahkan pola asuh orang tua sendiri kerap dijumpai hal tersebut. Berbahasa kasar ini cenderung berkaitan dengan kesopanan anak, dapat dijumpai anak berbahasa kasar dalam berkomunikasi dengan teman sebaya tanpa melihat disekitarnya dan juga cenderung sering dilakukan dengan teman yang usianya lebih tua dari anak tersebut.

Menurut Sellen dan Harper (Goddard, 2011:186) ‘although the language of new communication environments cannot be mapped in any simple way onto

accounts of speech and writing characteristics.’

Dewasa ini, bahasa yang digunakan remaja tidak lagi menunjukkan ciri dari sebuah bangsa yang menjunjung tinggi etika dan kelemahlembutan. Budaya dan adat ketimuran yang menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia mungkin tidak lagi menjadi bagian dari jati diri bangsa, jika pergeseran budaya ini tidak diantisipasi secara dini.

Menurut Sauri (2011:2), “salah satu faktor yang sangat menentukan dalam proses pelestarian dan pewarisan budaya berbahasa ini adalah pendidikan.” Maka anak perlu dididik agar dapat berbahasa secara santun, karena anak merupakan generasi penerus yang kelak akan menjadi contoh bagi keturunannya. Apabila anak dibiarkan dengan bahasa yang kurang santun tersebut sejak sekarang, tidak menutup kemungkinan bahasa santun yang sudah ada pun akan tergeser oleh bahasa kurang santun sebab telah ada pembiasaan sebelumnya. Dapat dilihat di lingkungan terdekat, seseorang yang sering menggunakan bahasa santun dalam komunikasi dapat menimbulkan perselisihan, permusuhan, juga pertengkaran.

(18)

6

Yunita Dwi Aryani, 2014

Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang dipikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif.

Tatacara berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi (komunikator dan komunikan) demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, masalah tatacara berbahasa ini harus mendapatkan perhatian, terutama dalam komunikasi anatarpersonal. Dengan mengetahui tatacara berbahasa diharapkan orang lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi. Sauri (2010:197) mengemukakan:

Upaya untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang bertutur kata santun merupakan hal yang sangat penting. Karena masyarakat sekarang ini tengah bergerak ke arah yang semakin maju dan modern. Setiap perubahan masyarakat melahirkan konsekuensi-konsekuensi tertentu yang berkaitan dengan masalah nilai dan moral. Misalnya kemajuan bidang komunikasi melahirkan pergeseran budaya belajar anak-anak dan benturan antara tradisi Barat yang bebas dengan tradisi Timur yang penuh keterbatasan norma. Demikian pula dampaknya pada nilai-nilai budaya termasuk tatacara dan kesantunan berbahasa di kalangan generasi muda termasuk pelajar. Dalam kondisi ini, pendidikan (khususnya sekolah) dituntut untuk memiliki kemampuan mendidik dan mengembangkan etika berbahasa santun agar siswa dapat berkomunikasi dengan lebih baik. Sebab bagaimanapun berbahasa yang baik merupakan cermin kepribadian yang baik.

(19)

7

Yunita Dwi Aryani, 2014

Maka dalam meningkatkan budaya berbahasa santun ini dipandang penting, agar siswa dapat terbiasa berkomunikasi dengan bahasa santun baik dengan teman sebaya maupun dengan orang yang lebih tua. Menurut Pichon et al (2010:448) we examined strategic aspects of the communicative competence of young

plurilingual children in relation to the context of the language

acquisition/learning.”

Salah satu faktor penyebab timbulnya berbahasa kurang santun di sekolah yaitu kurang adanya perhatian berbahasa santun secara khusus, dari pihak sekolah, keluarga dan masyarakat. Apabila masyarakat yang berpandangan berbahasa santun ini bagian yang penting dari proses pendidikan maka akan melibatkan berbahasa santun ini dalam dunia pendidikan untuk anakanya, karena pendidikan yang utama berasal dari dalam keluarga dan lingkungan tempat dia tinggal. Peran keluarga dalam mengajarkan berbahasa santun dapat dimulai dengan membiasakan anak berbicara santun dan tidak kasar, memberikan pengertian kepada anak apabila anak mendengar perkataan kurang santun dilingkungannya sehingga anak dapat memilah-memilih bahasa yang tepat untuk komunikasi terutama dengan memakai bahasa santun. Adapun pendidikan dilingkungan sekolah juga sama, proses meniru pada anak tidak berhenti begitu saja melinkan dalam lingkunan sekolah guru lah yang menjadi objek tiru anak sehingga guru juga harus menggunakan bahasa santun. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Sauri (2011:3):

Pendidikan sekolah adalah proses belajar mengajar atau proses komunikasi edukatif antara guru dan murid. Dilihat dari pandangan sosial, sekolah merupakan institusi sosial yang tidak berdiri sendiri. Sebagai institusi sosial, sekolah berada dalam lingkungan institusi sosial lainnya dalam masyarakat. Sekolah bukanlah tempat yang steril dari pengaruh di luar sekolah. Siswa datang dari keluarga danmasyarakat, demikian pula guru, karyawan, dan kepala sekolah. Karena itu sekolah tidak bisa dipisahkan dari masyarakatnya. Bahkan lebih dari itu, sekolah merupakan gambaran atau miniatur dari masyarakat lingkungannya.

(20)

8

Yunita Dwi Aryani, 2014

peran guru tersebut dan siswa akan merasa canggung pada saat berbahasa kurang santun di lingkungan sekolah. Di SMP Negeri 3 Ciparay memiliki budaya satu hari dalam seminggu menggunakan bahasa daerah (bahasa sunda) pada hari rabu. Siswa dituntut menggunakan bahasa daerah (bahasa sunda) dilingkungan sekolah, bukan hanya siswa saja tetapi guru juga dituntut menggunakan bahasa daerah dalam proses mengajar ataupun komunikasi dilingkungan sekolah. Dalam kegiatan ini siswa diharapkan dapat terbiasa menggunakan bahasa santun dalam proses komunikasi dengan teman sebaya maupun dengan guru, dan akan merasa canggung pada saat berbahasa kurang santun apalagi didepan guru.

Peran guru BK dalam mengembangkan perilaku etis berbahasa santun ini sangat dibutuhkan guna untuk memfasilitasi siswa dalam menjalankan tugas perkembangannya. Guru BK sebagai pendidik psikologis harus memperhatikan kebutuhan siswa yang tentunya sesuai dengan perkembangan diusianya. Guru BK dapat membimbing siswa agar dapat berbahasa santun dalam berkomunikasi dan membimbing siswa dalam mengetahui tugas perkembangannya khususnya dalam aspek perilaku etis.

Berbahasa santun ini dapat dikembangkan dengan menggunakan bimbingan pribadi sosial pada siswa terutama siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay Tahun Ajaran 2013/2014. Dapat dilihat, menurut Juntika Nurihsan (Sitorus, 2012) „bimbingan sosial-pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para individu untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial-pribadi. Bimbingan sosial pribadi diarahkan untuk memantapkan keperibadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya.‟ Oleh karena itu, perlu dibuat program khusus mengenai perilaku etis berbahasa santun ini guna membantu proses layanan yang diberikan oleh guru BK, dan untuk membuat layanan yang signifikan perlu diadakan penelitian terlebih dahulu.

(21)

9

Yunita Dwi Aryani, 2014

untuk melakukan penelitian yang berjudul Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Perilaku Etis Berbahasa Santun.

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa diperkenalkan dengan cara berkomunikasi yang jauh dari sopan santun oleh lingkungan. Bahasa yang kurang santun menjadi bahasa yang wajar untuk berkomunikasi dengan teman sebaya.

2. Faktor dominan pembentukan bahasa dipengaruhi oleh pola asuh dan lingkungan dimana siswa tinggal. Pembiasaan komunikasi yang dilakukan sehari-hari bahkan disetiap waktu,menjadi pola terbentuknya kebiasaan komunikasi dengan teman sebaya baik dilihat pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.

Dengan dirumuskannya identifikasi masalah tersebut dapat diketahui bagaimana peranan Bimbingan dan Konseling untuk mengembangkan perilaku etis berbahasa santun pada kemampuan komunikasi di kehidupan sehari-hari dengan teman sebaya maupun orang yang lebih tua.

Maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Seperti apa gambaran umum dalam hal kesantunan berbahasa di SMP Negeri

3 Ciparay?

2. Seperti apa gambaran umum dalam hal kesantunan berbahasa siswa berdasarkan jenis kelamin?

3. Bagaimana program hipotetik Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk meningkatkan kesantunan dalam berbahasa?

C. Metode Penelitian

(22)

10

Yunita Dwi Aryani, 2014

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaannya dengan fenomena lain. Menurut Sukmadinata (2010:72) “metode deskriptif merupakan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.”

Penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay. Karena usia SMP merupakan usia berkelompok sehingga rasa ingin diterima oleh teman-temannya tinggi sehingga usia ini mulai mengikuti bahasa dilingkungan sekitarnya dengan penyaringan bahasa yang rendah.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji tentang keefektifan berbahasa santun pada siswa dengan merumuskan strategi bimbingan pribadi sosial dalam layanan yang diberikannya.

1. Memperoleh gambaran secara umum mengenai kesantunan berbahasa di SMP Negeri 3 Ciparay.

2. Memperoleh gambaran secara umum mengenai kesantunan berbahasa siswa berdasarkan jenis kelamin.

3. Memprediksi program hipotetik Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk meningkatkan kesantunan dalam berbahasa.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Bagi peneliti

(23)

11

Yunita Dwi Aryani, 2014 2. Bagi siswa

Dengan mengetahui pengaruh pentingnya membudayakan berbahasa dalam konotasi positif, siswa dapat mengembangkan berbahasa/berkomunikasi lebih baik lagi sehingga dalam tutur kata akan lebih sopan. Terutama dalam berkomunikasi denganteman sebaya.

3. Bagi sekolah

Peneliti diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru BK disekolah yang bersangkutan untuk mengembangan layanan bimbingan dan konseling disekolah.

F. Struktur Organisasi

(24)

12

Yunita Dwi Aryani, 2014

(25)

Yunita Dwi Aryani, 2014

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Populasi/Sampel Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Ciparay, yang ditujukan kepada kelas VII.

“Populasi penelitian adalah keseluruhan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah yang memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Sampel merupakan bagian dari populasi yang memilii cirri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti” (Martono, 2011:74). Pengambilan sampel dilakukan secara acak atau yang biasa disebut dengan istilah random sampling. Menurut Sukmadinata (2010:253) “pengambilan sampel secara acak berarti setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang samauntuk dijadikan sampel. Individu-individu tersebut mempunyai peluang yang sama, bila mereka memiliki karakteristik yang sama atau diasumsikan sama.”

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay. Terdapat beberapa pertimbangan mengapa penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Ciparay kelas VII, diantaranya sebagai berikut:

1. SMP Negeri 3 Ciparay ini terletak di daerah kabupaten sehingga dalam berbahasa terkadang sulit untuk menggunakan bahasa Indonesia yang fasih.

2. Siswa kelas VII berada pada rentang 13-14 tahun dalam lingkup psikologi perkembangan individu memasuki masa remaja. Dimana dalam usia ini siswa dapat berinteraksi dan melakukan hubungan baik dengan teman dan pihak sekolah lainnya.

3. Belum adanya yang meneliti mengenai perilaku etis berbahasa santun dalam aspek pribadi sosial.

B. Metode dan Desain Penelitian

(26)

40

Yunita Dwi Aryani, 2014

yang menekankan fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Maksimalisasi objektivitas desain penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan terkontrol.”

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif. Sukmadinata (2010:72) mengemukakan:

metode deskriptif merupakan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian deskriptif mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaannya dengan fenomena lain.

Adapun langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Mengumpulkan informasi serta fenomena melalui wawancara terhadap

guru BK di SMP Negeri 3 Ciparay serta observasi mengenai perilaku etis berbahasa santun siswa.

2. Studi literatur mengenai konsep berbahasa santun dan bimbingan pribadi sosial.

3. Menyusun instrument perilaku etis berbahasa santun serta dilakukan judgement instrument tersebut oleh ahli.

4. Menggunakan instrument perilaku etis berbahasa santun pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay.

5. Menyusun program hipotetik bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan perilaku etis berbahasa santun siswa berdasarkan dari pengolahan data instrument yang telah di sebar.

6. Menguji kelayakan program oleh Dosen BK serta guru Bimbingan Konseling di SMP Negeri 3 Ciparay sehingga program tersebut layak digunakan oleh sekolah.

(27)

41

Yunita Dwi Aryani, 2014

secara hipotetik efektif untuk mengembangkan perilaku etis berbahasa santun siswa.

C. Definisi Oprasional Variabel

1. Berbahasa Santun

Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu ide atau suatu pemikiran yang ingin dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan melalui kode-kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal.

Santun merupakan sikap yang ditunjukkan sesuai dengan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial.

Berbahasa santun merupakan penggunaan bahasa dalam komunikasi yang berasal dari suatu pemikiran yang dilakukan antara komunikan dan komunikator baik secara verbal maupun nonverabal dengan memperhatikan norma yang berlaku pada masyarakat tertentu.

Sedangkan, perilaku etis yaitu perilaku/tingkah laku yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat tersebut. Jadi, perilaku etis berbahasa santun yaitu perilaku dan penggunaan bahasa yang ditunjukkan oleh komunikan kepada komunikator baik secara verbal maupun nonverbal dengan memperhatikan norma yang berlaku di masyarakat tersebut.

Komunikasi secara verbal ini merupakan komunikasi secara lisan dari penutur kepada lawan tutur, sedangkan komunikasi nonverbal merupakan isyarat-isyarat tubuh yang ditunjukan ketika sedang berkomunikasi. Dalam pemilihan kata, pemilihan kalimat, pemilihan isyarat atau gesture yang ditunjukkan, juga menjadi penentu kesantunan dalam berbahasa dan dapat ditunjukkan atau disampaikan secara berbeda-beda dengan melihat terlebih dahulu siapa lawan tutur yang diajak berkomunikasi.

(28)

42

Yunita Dwi Aryani, 2014

karima, dan qaulan layyina. Aspek ini lebih lanjut dijelaskan, yaitu sebagai

berikut:

1. Qaulan Sadida (Perkataan yang Benar)

Qaulan Sadidan yaitu suatu pembicaraan, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa) dengan bentuk ucapan-ucapan yang jujur dan adil. Jujur artinya transparan; apa adanya; tidak ada yang disembunyikan. Sedangkan adil mengandung arti isi pembicaraan sesuai dengan kemestiannya; tidak berat sebelah atau memihak.

2. Qaulan Ma’rufa (Perkataan yang Baik)

Secara leksikal kata ma‟ruf bermakna baik dan diterima oleh nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Bahwa qaulan ma‟rufa mengandung arti perkataan yang baik, yaitu

perkataan yang pantas, menyenangkan, serta sesuai dengan hukum dan logika. Dalam pengertian di atas tampak bahwa perkataan yang baik adalah perkataan yang bahasanya dapat difahami oleh orang yang diajak bicara dan diucapkan dengan pengungkapan yang sesuai dengan norma dan diarahkan kepada orang (objek) yang tepat.

3. Qaulan Baligha (Perkataan yang Tepat)

Qaulan baligha diartikan sebagai pembicaraan yang fasih, jelas maknanya, serta tepat dalam mengungkapkan apa yang dikehendakinya. Qaulan balighah diartikan sebagai ucapan yang benar dari segi kata. Apabila dilihat dari segi sasaran atau ranah yang disentuhnya dapat diartikan sebagai ucapan yang efektif.

4. Qaulan Maysura (Perkataan yang Mudah)

(29)

43

Yunita Dwi Aryani, 2014

dengan konteks adalah ucapan yang membuat orang lain merasa mudah, bernada lunak, bahasanya menarik, dan tidak berbelit-belit, serta memberikan optimisme bagi orang yang diajak bicara. Mudah artinya dan bahasanya komunikatif sehingga dapat dimengerti dan berisi kata-kata yang mendorong orang lain tetap mempunyai harapan. Ucapan yang lunak adalah ucapan yang menggunakan ungkapan dan diucapkan dengan pantas dan layak. Dengan demikian qaulan maysura memberikan rincian operasional bagi tatacara pengucapan bahasa yang santun.

5. Qaulan Layyina (Perkataan yang Lemah Lembut)

Secara leksikal ungkapan qaulan layyina bermakna perkataan lemah lembut. Bahwa makna qaulan layyina adalah ucapan baik yang dilakukan dengan lemah lembut sehingga dapat menyentuh hati orang yang diajak bicara. Ucapan yang lemah lembut dimulai dari dorongan dan suasana hati orang yang berbicara. Apabila ia berbicara dengan hati yang tulus dan memandang orang yang diajak bicara sebagai saudara yang ia cintai, maka akan lahir ucapan yang bernada lemah lembut. Dampak kelemah lembutan itu akan membawa isi pembicaraan kepada hati orang yang diajak bicara. Komunikasi yang terjadi adalah hubungan dua hati yang akan berdampak pada tercerapnya isi ucapan oleh orang yang diajak bicara. Akibatnya ucapan itu akan memiliki pengaruh yang dalam, bukan hanya sekedar sampainya informasi, tetapi juga berubahnya pandangan, sikap, dan perilaku orang yang diajak bicara.

6. Qaulan Karima (Perkataan yang Mulia)

(30)

44

Yunita Dwi Aryani, 2014

Sebaliknya ucapan yang menghinakan dan merendahkan orang lain merupakan ucapan yang tidak santun.

2. Program Bimbingan Pribadi Sosial

Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial merupakan bagian dari program Bimbingan dan Konseling secara keseluruhan. Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu serangkaian rencana layanana bimbingan dan konseling pribadi sosial disekolah yang tersusun secara terorganisasi dalam kurun waktu tertentu untuk mengembangkan perilaku etis berbahsa santun. Struktur program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk mengembangkan perilaku etis berbahasa santun siswa terdiri atas: (a) rasional, (b) deskripsi kebutuhan, (c) tujuan, (d) komponen program, (e) rencana operasional, (f) pengembangan satuan layanan, (g) waktu pelaksanaan, (h) personel, (i) sarana dan prasarana, dan (j) evaluasi.

D. Instrumen Penelitian

1. Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket. Dengan menggunakan pertanyaan tertutup dan skala Guttman. Danim (2004:162) mengemukakan bahwa „angket paling umum digunakan dalam metode-metode penelitian survey, dimana peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan tertulis kepada sekelompok populasi atau representatifnya.‟

Arikunto (2006:152) mengemukakan keuntungan dalam menggunakan angket yaitu,

(31)

45

Yunita Dwi Aryani, 2014

Menurut Arikunto (2009:181) “Skala Guttman sama dengan yang disusun oleh Bogardus, yaitu berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing

harus di jawab “ya” atau “tidak”.” Dan siswa hanya memberikan tanda checklist

(√) pada kolom alternatif jawaban (“ya”, “tidak”).

Adapun kriteria penyekoran untuk mendapatkan skor angket perilaku etis berbahasa santun siswa dapat dilihat di tabel berikut ini:

Tabel 3.1 Alternatif Jawaban

Pernyataan Ya Tidak

Positif (+) 1 0

Negatif (-) 0 1

Pada alat ukur, setiap item diasumsikan memiliki nilai 0-1 dengan bobot tertentu sebagai berikut:

a. Untuk pilihan jawaban Ya memiliki skor 1 pada pernyataan positif dan skor 0 pada pernyataan negatif.

b. Untuk pilihan jawaban Tidak memiliki skor 0 pada pernyataan positif dan skor 1 pada pernyataan negatif.

2. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap berbahasa santun dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian. Kisi-kisi instrumen pengungkap data yang digunakan dikembangkan dari aspek teoritis yang dikemukakan oleh Sauri dan di angkat dari Al-quran dan hadis. Kisi-kisi instrumen tersebut disajikan pada table berikut.

Table 3.2

Kisi-kisi Instrumen Perilaku Etis Berbahasa Santun (Sebelum Judgement)

(32)

46

E. Proses Pengembangan Instrumen

1. Penimbangan Pakar

Instrumen perilaku etis berbahasa santun yang telah dibuat terlebih dahulu dilakukan uji kelayakan. Uji kelayakan dilakukan dengan cara menimbang (judgement) setiap butir-butir pernyataan dalam instrumen kemandirian perilaku dari segi isi, bahasa, konstruk oleh pakar atau oleh Dosen PPB FIP UPI yaitu, Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd; Eka Sakti Yudha, M.Pd; Ari Rahmat Riyadi, M.Pd. Uji kelayakan ini bertujuan untuk menimbang kesesuaian setiap butir pernyataan dengan definisi operasional variabel dan ketepatan penyampaian bahasa agar dapat dimengerti oleh responden.

(33)

47

Direvisi 1,9,14,15,16,21,25,31,34,38 10

Adapun kisi-kisi instrumen setelah penimbangan instrumen (judgement) adalah sebagai berikut:

Table 3.4

Kisi-kisi Instrumen Perilaku Etis Berbahasa Santun (Setelah Judgement)

No Aspek Indikator Item Pernyataan

(34)

48

Yunita Dwi Aryani, 2014

2. Uji Keterbacaan

Sebelum uji validitas dilakukan sebelumnya dilakukan terlebih dahulu uji keterbacaan. Uji keterbacaan bertujuan untuk mengukur sejauh manainstrumen tersebut dapat dipahami oleh subjek penelitian. Setelah uji keterbacaan item yang kurang dimengerti dapat diperbaiki sehingga subjek penelitian dapat mengerti maksud pernyataan yang diberikan.

Secara umum item pernyataan dapat dipahami oleh siswa sehingga instrumen tersebut dapat digunakan sebagai alat pengumpul data.

3. Uji Validitas

Pengujian validitas yang dilakukan dalam penelitian melibatkan seluruh item yang terdapat dalam instrumen yang telah disusun sebelumnya. Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan tingkat kesahihan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. Danim (2004:195) mengemukakan, “sebuah instrumen dikatakan valid, jika instrumen tersebut dapat dijadikan alat untuk mengukur apa yang diukur dan mampu mengukur apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan tujuan tertentu.”

Pengujian validitasa alat pengumpulan data ini menggunakan rumus korelasi point biserial, yaitu:

r

pbis

=

Keterangan :

rpbis = koefisien korelasi biserial

xp = rata-rata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya

xt = rata-rata skor total s =standar deviasi

(35)

49

Yunita Dwi Aryani, 2014

q = proporsi siswa yang menjawabsalah

(Arikunto, 2009:79)

Selanjutnya mencari thitung, dengan rumus:

Keterangan:

t = harga thitung untuk tingkat signifikansi r = koefisien korelasi hasil r hitung n = jumlah responden

(Riduwan, 2008:98)

Setelah di peroleh thitung selanjutnya membandingkannya dengan ttabel untuk mengetahui tingkat signifikannya dengan ketentuan thitung> ttabel. Kaidah keputusan: jika thitung> ttabelberarti butir pernyataan valid, sebaliknya jika thitung< ttabelberarti butir pernyataan tidak valid. ttabel untuk α = 0,05 dengan derajat kebebasan (dk=251-2) adalah 1,645. Pengujian validitas dilakukan terhadap 62 item pernyataan dengan jumlah subjek 251 siswa. Dari 62 item diperoleh 61 item yang valid dan 1 item yang tidak valid. Adapun hasil uji validitas tersaji sebagai berikut. Dan proses pengolahan terlampir.

Table 3.5 Hasil Uji Validitas

Kesimpulan Item Jumlah

Valid 1,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26, 27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,48,49, 50,51,52,53,54,55,56,57,58,59,60.

61

Tidak Valid 2 1

(36)

50

Yunita Dwi Aryani, 2014

Table 3.6

Kisi-kisi Instrumen Perilaku Etis Berbahasa Santun (Setelah Uji Validitas)

No Aspek Indikator Item Pernyataan

Positif Negatif

Danim (2004:199) menyatakan “reliabilitas instrumen adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh alat ukur, meskipun digunakan berulang-ulang pada subjek yang sama atau berbeda.” Menurut Arikunto, (2009:86). “Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.”

Metode yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah K-R. 20 (Kuder-Richardson. 20):

(37)

51

Yunita Dwi Aryani, 2014 Keterangan :

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah

∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = banyaknya item

S = standar deviasi dari tes

(Arikunto, 2009:100)

Dari pengujian reliabilitas instrumen diperoleh hasil reliabilitas tes sebesar 0,722 atau dibulatkan 0,72. Artinya tingkat korelasi tinggi, yang menunjukan bahwa instrumen yang digunakan sudah baik dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data.Dan proses pengolahan terlampir.

Titik tolak ukur koefisien reliabilitas yang digunakan adalah pedoman interprestasi koefisien korelasi yang disajikan pada tabel berikut:

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 : sangat tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggi

Antara 0,400 sampai dengan 0,600 : cukup Antara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendah Antara 0,00 sampai dengan 0,200 : sangat rendah

(Arikunto, 2009:75)

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran angket kepada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay. Data yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu data tentang perilaku etis berbahasa santun pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay. Angket yang disebarkan dalam penelitian ini menggunakan sekala Guttman.

Jenis angket yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan angket tertutup, yaitu responden diberikan sejumlah pernyataan mengenai hal yang akan diungkapkan dari variabel yang telah tersedia serta telah disediakan jawabannya

pula, alternatif jawaban dalam penelitian ini “ya” atau “tidak”, sehingga siswa

(38)

52

Yunita Dwi Aryani, 2014

disediakan. Untuk skor yang diberikan apabila pernyataan positif 1 bagi yang

menjawab “ya” dan 0 untuk pernyataan negatif bagi yang menjawab “ya”, sedangkan untuk pernyataan positif 0 bagi yang menjawab “tidak” dan 1 untuk pernyataan negatif bagi yang menjawab “tidak”.

G. Teknik Analisis Data

Pada penelitian dirumuskan tiga pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian tersebut akan di jawab sebagai berikut:

Pertanyaan penelitian mengenai gambaran umum kesantunan berbahasa siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay dijawab dengan cara mengelompokkan kesantunan berbahasa siswa kedalam tiga kategori yaitu, Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R). untuk menentukan panjang kelas, terlebih dahulu perlu diketahui rentang (R) antara skor terbesar dengan skor terkecil, rumus yang digunakan yaitu:

R = skor terbesar

skor terkecil

(Furqon, 2004:24)

Setelah diketahui nilai rentang (R), maka panjang kelas (p), dapat diketahui dengan rumus:

bk=

(Furqon, 2004:24)

(39)

53

Yunita Dwi Aryani, 2014

Table 3.7

Kategori Kesantunan Berbahasa Siswa Rentang

Skor Kategori Deskripsi

49-58 Tinggi Siswa pada kategori tinggi memperlihatkan gambaran yang telah mencapai kesantunan berbahasa pada setiap aspeknya, yaitu mampu berbahasa denganperkataan yang benar,perkataan yang baik,perkataan yang tepat,perkataan yang mudah,perkataan yang lemah lembut, perkataan yang mulia.

Siswa pada kategori ini sebanyak 87 siswa atau 34,66%.

39-48 Sedang Siswa pada kategori sedangmemperlihatkan gambaran yang tengah mencapai pada kesantunan berbahasa. Artinya siswa pada kualifikasi rendah masih memerlukan bimbingan dari orang lain, atau belum menunjukkan konsistensi perilaku dalam menunjukan aspek-aspek berbahasa santun yaitu, mampu berbahasa dengan perkataan yang benar,perkataan yang baik,perkataan yang tepat,perkataan yang mudah,perkataan yang lemah lembut, perkataan yang mulia.

Siswa pada kategori ini sebanyak 139 siswa atau 55,38%.

29-38 Rendah Siswa pada kategori rendahmemperlihatkan gambaran yang belum mampu mencapai kesantunan berbahasa yang baik pada setiap aspek-aspek berbahasa santun yaitu, belum mampu berbahasa dengan perkataan yang benar,perkataan yang baik,perkataan yang tepat,perkataan yang mudah, perkataan yang lemah lembut, perkataan yang mulia.

Siswa pada kategori ini sebanyak 25 siswa atau 9,96%.

Dari Table 3.5 menunjukkan hasil penelitian bahwa siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay masih membutuhkan upaya pemberian layanan untuk mengembangkan berbahasa santun, karena berbahasa santun siswa SMP Negeri 3 Ciparay masih banyak dalam kategori sedang. Upaya tersebut dapat berupa layanan dasar. Pemberian layanan difokuskan berdasarkan kualifikasi dari interprestasi skor kategori berbahasa santun.

(40)

54

Yunita Dwi Aryani, 2014

Table 3.8

Perilaku Etis Berbahasa Santun SMP Negeri 3 Ciparay Berdasarkan Jenis Kelamin

No Aspek Laki-laki Perempuan

1 Perkataan yang benar 60,91% 67,06%

2 Perkataan yang baik 75,21% 79,68%

3 Perkataan yang tepat 67,36% 73,72%

4 Perkataan yang mudah 63,63% 69,08%

5 Perkataan yang lemah lembut 84,51% 88,61%

6 Perkataan yang mulia 74,41% 75,23%

Perilaku etis berbahasa santun siswa 67,58% 76,06%

(41)

Yunita Dwi Aryani, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasanya dapat dirumuskan kesimpulan yaitu, hasil penelitian menunjukkan perilaku etis berbahasa santun siswa kelas VII SMP Negeri 3 Ciparay Tahun Ajaran 2013/2014 berada pada kategori sedang, artinya siswa telah mampu berbahasa secara santun yang sesuai dengan etika yang disertai adanya feedback yang diwujudkan dalam berbahasa dengan perkataan yang benar, perkataan yang baik, perkataan yang tepat, perkataan yang mudah, perkataan yang lemah lembut, perkataan yang mulia. Pada pencapaian aspek perilaku etis berbahasa santun, sebagian besar siswa memiliki kemampuan dalam berbahasa dengan perkataan yang mulia. Sebagian kecil siswa belum mampu untuk berbahasa dalam perkataan yang benar. Dan empat aspek lainnya dalam tingkat pencapaian yang sedang. Sedangkan perilaku etis berbahasa santun berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa perilaku etis berbahasa santun siswa perempuan umumnya lebih baik dibanding siswa laki-laki dilihat dari persentase ketercapaian skornya.

Program bimbingan pribadi sosial yang disusun diarahkan pada pendekatan preventif dan pengembangan, yaitu mengembangkan perilaku etis berbahasa santun siswa disekolah sehingga siswa dapat berbahasa dengan santun sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungan tersebut.

(42)

90

Yunita Dwi Aryani, 2014

pujian kepada siswa yang menggunakan bahasa santun, dapat juga membiasakan berbahasa santun ini pada kegiatan ekstrakulikuler, pemasangan plakat atau brosur yang berisi ajakan untuk membiasakan berbahasa santun mencantumkan berbahasa santun pada salah satu poin tata tertib sekolah.

B. Rekomendasi

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Pada upaya mengembangkan perilaku etis berbahasa santun siswa di sekolah, Guru Bimbingan dan Konseling dapat meningkatkan kebiasaan berbahasa siswa dalam berkata secara baik dan benar serta dapat menyampaikan makna pembicaraan secara tepat juga mudah untuk dipahami dan tidak berbelit-belit, perlu diperhatikan juga sikap serta perkataan yang lemah lembut atau mencerminkan penghargaan, penghormatan dan sopan, melalui program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan perilaku etis berbahasa santun yang telah disusun ini.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

(43)

Yunita Dwi Aryani, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Amanda dan Horne, O.V. (2012). “Overcoming Language Barriers: Interfaces Between Disciplines”. First Language.[online], Vol 32(1), 12 halaman. Dirujuk di:http://fla.sagepub.com/content/32/1-2/270.full.pdf+html. 15 Oktober 2012.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Bertens, K. (2011). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bovee, C.L. & Thill, J.V. (2007). Komunikasi Bisnis. Terjemahan Doddi Prastuti. Jakarta: Indeks.

Chaer, Abdul. (2010). Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

Chusairi, Achmad dan Damanik, Juda. (2002). Life-Span Development (five ed). Jakarta: Erlangga

Danim, Sudarwan. (2004). Metode Penelitian Untuk Ilmu-ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi Aksara

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.

Furqon. (2004). Statistika Terapan Untuk penelitian. Bandung: Alpabeta.

Goddard, Angela. (2011). “Overcoming Language Barriers: Interfaces Between Disciplines Environment”. Language and Literature. [online], Vol 20(3), 18 halaman. Dirujuk di: http://lal.sagepub.com/content/20/3/184.full.pdf+html. 15 Oktober 2012.

Hurlock, Elisabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Marlina. (2012). Makalah Kesantunan Dalam Berbahasa. [online]. Dirujuk di: http://blog.ub.ac.id/marlinasipayung/2012/06/11/makalah-kesantunan-dalam-berbahasa/. Pada: 9 Oktober 2012

(44)

Yunita Dwi Aryani, 2014

Lian, Nitha. (2010). Pengertian dan Teori Etika. [online]. Dirujuk di: http://nitha-lian.blogspot.com/2010/11/pengertian-dan-teori-etika.html. Pada: 10 Oktober 2012

Nurbayan. Yayan (2013). Makalah Semantik Kata Qaul Dalam Al-qur’an Menurut Sofyan Sauri. [online]. Dirujuk di: http://www.readbag.com/file-

upi-direktori-fpbs-jur-pend-bahasa-arab-196608291990011-yayan-nurbayan-makalah-semantik-kata-qaul-dalam-al-quran-sofyan-sauri. Pada 01 November 2013

Nurihsan, Ahmad Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Pichon, Le Emmanuelle. et al.(2010). “Influence Of The Context Of Learning A Language On The Strategic Competence Of Children”. International Journal of Bilingualism. [online], Vol 14(4), 18 halaman. Dirujuk di: http://ijb.sagepub.com/content/14/4/447.full.pdf+html. 15 Oktober 2012. Pratama, Feby Deriawan. (2012). Profil Keterampilan Komunikasi Interpersonal

Dan Implikasinya Bagi Layanan Dasar (Studi Deskriptif Terhadap Siswa Jurusan Pekerjaan Sosial di SMK Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012). Skripsi S1 pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Rakhmat, Jalaluddin. (2009). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda

Riduwan. (2008). Belajar Mudah untuk Guru Karyawan dan peneliti Pemula. Bandung: Alpabeta.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan Dan Konseling Kelompok Di Sekolah (Metode, Teknik Dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Sauri, Sofyan. (2005). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung: PT. Genesindo. Sauri, Sofyan. (2010). Membangun Bangsa Berkarakter Santun Melalui

Pendidikan Nilai Di Persekolahan. [online]. Dirujuk di:

http://File.Upi.Edu/Direktori/PROCEEDING/UPI-UPSI/2010/Book_2/MEMBANGUN_BANGSA_BERKARAKTER_SANT UN_MELALUI_PENDIDIKAN_NILAI_DI_PERSEKOLAHAN.PDF. Pada: 02 November 2012

Sauri, Sofyan. (2011). Pengembangan Strategi Pendidikan Berbahasa Santun Di

Sekolah. [online]. Dirujuk di:

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195604 201983011-SOFYAN_SAURI/jurnal2/Jurnal.pdf. Pada: 02 November 2012 Sholekha, Nurhayati. (2012). Profil Pelaku Etis Siswa dan Implikasinya Terhadap

(45)

Yunita Dwi Aryani, 2014

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_ppb_0703768_chapter2.pdf. Skripsi S1 pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sitorus, Folo R.M. (2012). Program Bimbingan Pribadi Dan Social Untuk Mereduksi Kenakalan Remaja (Studi Deskriptif kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2011-2012).[online]. Diterbitkan :http://repository.upi.edu/operator/upload/s_bp_0705167_chapter2.pdf. Skripsi S1 pada FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Suherman, Uman. (2009). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi Press.

Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.

Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Surya, Mohamad. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro.

Tn. (2013). Makalah Perkembangan Bahasa Pada Remaja. [online]. Dirujuk di: http://semutlewat.blogspot.com/2013/01/makalah-perkembangan-bahasa-pada-remaja.html. Pada: 31 Juli 2013

Yaniarti, Eha. (2011). Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Bahasa.

[Online]. Dirujuk di:

http://Ehayuniartikusnaidi.wordpress.com/PENGARUH POLA ASUH TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA _ Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Bahasa Anak 0-4 Tahun.html. Pada: 10 Okotober 2012

Gambar

Tabel 3.1 Alternatif Jawaban
Tabel 3.3 Hasil Penimbangan Instrumen
Table 3.6 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Etis Berbahasa Santun
Table 3.7 Kategori Kesantunan Berbahasa Siswa
+2

Referensi

Dokumen terkait

D.(anggota). Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model

Rekomendasi berdasarkan hasil penelitian diantaranya pada upaya mengembangkan kemandirian perilaku siswa di sekolah, Guru BK diharapkan mampu mengaplikasikan program dan

Manfaat dari pelaksanaan bimbingan konsleing dan peran guru yang melakukan bimbingan konseling adalah terbentuknya perilaku siswa yang lebih baik, dapat

Profil Perilaku Bullying Di Pesantren Dan Implikasinya Bagi Bimbingan Dan Konseling Pribadi Sosial Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Hubungan Kebiasaan Menonton Tayangan Sinetron dengan Perilaku Bullying Siswa serta Implikasinya Bagi Bimbingan dan Konseling (Studi Deskriptif terhadap Siswa Kelas VIII

Pengabdian PIbM SMPN 8 Kota Malang dalam Mengembangkan Perilaku Etis Siswa Berbasis Pembelajaran OIDDE telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, dengan kegiatan

Perubahan perilaku sopan santun siswa dari kondisi awal dan setelah siklus I berdasar pengamatan saat siswa melaksanakan layanan bimbingan kelompok dengan

Implementasi layanan bimbingan dan konseling pribadi sosial yang sukses merupakan upaya dan kerja keras seorang guru dalam mengambil peran terhadap proses