• Tidak ada hasil yang ditemukan

Information Seeking Behavior Di Perpustakaan Perguruan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Information Seeking Behavior Di Perpustakaan Perguruan Tinggi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Information Seeking Behavior Di Perpustakaan

Perguruan Tinggi

: Deden Himawan

 

Pendahuluan

Perilaku penemuan informasi (Information seeking behavior) dimulai dari adanya kesenjangan antara pengetahuan dan kebutuhan informasi yang diperlukannya dalam diri pencari informasi. Munculnya kesenjangan dalam diri seseorang tersebut akhirnya mendorong orang untuk mencari informasi guna mengatasi permasalahan yang dihadapinya (Kuhltau, 1991). Perpustakaan perguruan tinggi (academic library ) sebagai unsur penunjang bagi pelaksanaan tridarma perguruan tinggi yaitu belajar mengajar, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Untuk menjalankan fungsi itu perpustakaan harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai,

termasuk koleksi yang lengkap dan sesuai dengan bidang cakupannya, yaitu bidang yang ada pada program pengajaran dan penelitian perguruan tinggi bersangkutan. Seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi telah mengatur bahwa setiap universitas/institut harus memiliki perpustakaan, pusat komputer, laboratorium/studio, dan unsur penunjang lain yang diperlukan untuk penyelenggaraan perguruan tinggi.

Perpustakaan seperti tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia  No. 43 Tahun 2007, tentang perpustakaan adalah institusi pengelaola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara professional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Selanjutnta pada pasal 24 dinyatakan bahwa:

1)    Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan standar nasional pendidikan

(2)

2)    perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memiliki koleksi baik jumlah judul maupun eksemplarnya, yang mencukupi untuk mendukung pelaksanaan

pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

3)    Perpustakaan perguruan tinggi mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi

4)    Setiap perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna memenuhi standar nasional pendidikan dan standar nasional perpustakaan.

Berdasarkan pasal di atas, perpustakaan harus memiliki koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka, Artinya dalam pengembangan koleksi, perpustakaan

perguruan tinggi mengutamakan kebutuhan sivitas akademika yaitu mahasiswa, tenaga pengajar, tenaga peneliti dan tenaga administrasi.

Seperti yang sudah menjadi slogan yang berlaku umum bahwa perpustakaan adalah jantungnya perguruan tinggi. Untuk itu,  setiap civitas akademika bisa

belajar dan mengembangkan kemampuan diri sesuai dengan bidang yang ditekuni.

Aset perpustakaan berupa buku, jurnal, hasil penelitian, skripsi, tesis dan disertasi memberikan kontribusi yang besar terhadap proses belajar mengajar. Selain itu perpustakaan berfungsi untuk melestarikan aset perpustakaan yang menjadi rujukan dalam rangka pengembangan ilmu dan teknologi. Pada sisi lain

perpustakaan merupakan tempat untuk menghasilkan karya ilmiah atau buah pikiran civitas akademika yang mampu memberikan solusi pada persoalan kehidupan yang ada. Semua hasil karya ilmiah civitas akademika disimpan dan didokumentasikan sebagai suatu karya yang menjadi simbol dan kebanggaan civitas akademika.

(3)

Informasi adalah data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakannya (Fred R. 1999).  Informasi adalah jumlah pengurangan ketidakpastian ketika pesan diterima (Claude E. Shannon & Warren Weaver, 1949). Sedangkan menurut Gordon B. Davis, 1999, Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi

penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat itu atau masa yang akan datang. Dari beberapa definisi tersebut dapat dikatakan bahwa informasi adalah pesan yang memberi arti dan dapat mempengaruhi orang lain yang

menerima pesan tersebut, atau data yang memiliki arti bagi penerima informasi.

Ilmu informasi menurut Taylor, 1966, adalah:

The science that investigated the properties and behavior of information, the forces governing the flow of information, and the means of processing information for optimum accessibility and usability. The Process include the organization, storage, retreivel, interpretation, and the use of information. The field is derived from or related to matematics, loguc, linguistics, psychology, computer technology, operation research, the graphic arts, communications, library science,

management, and some other field (Taylor, 1966 : 19)

Ilmu informasi dipandang sebagai ilmu yang mempelajari kandungan dan perilaku informasi, arus informasi dan sarana untuk mengolah informasi untuk memudahkan akses dan pemanfaatannya. Di dalamnya tercakup proses organisasi, seleksi,

pengumpulan, penyimpanan, temu kembali, interpretasi dan pemanfaatan informasi.

Kebutuhan Informasi

Setiap manusian membutuhkan informasi sebagai bagian dari tuntutan

kehidupannya, menunjang kegiatannya, dan dalam memenuhi kebutuhannya. Rasa ingin tahu seseorang timbul karena ia ingin selalu berusaha menambah

pengetahuannya. Krech, Crutchfield dan Ballachey  (Yusuf, 2009) lebih jauh menjelaskan karena adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah-masalah

sosial, seseorang termotivasi untuk mencari pengetahuan, bagaimana caranya agar dapat memecahkan masalah tersebut. Salah satu cara adalah mencari tambahan pengetahuan melalui membaca berbagai media bahan bacaan yang sebagian besar

(4)

tersedia di perpustakaan-perpustakaan.

Fungsi informasi bisa berkembang sesuai dengan bidang keahliannya yang ditekuni.  Namun setidaknya yang utama adalah sebagai data dan fakta yang membuktikan adanya suatu kebenaran, sebagai penjelas hal-hal yang sebelumnya meragukan, sebagai prediksi untuk peristiwa-peristiwa yang mungkin akan terjadi pada masa yang akan datang. Nyatanya, informasi itu banyak fungsinya. Tidak terbatas pada salah satu bidang atau aspek saja, melainkan menyeluruh, hanya bobot dan

manfaatnya yang berbeda karena disesuaikan dengan kondisi yang membutuhkannya (Yusup, 2009).

Menurut Guha ada empat jenis kebutuhan terhadap informasi:

1. Current need approach, yaitu pendekatan kepada kebutuhan pengguna informasi yang sifatnya mutakhir. Pengguna berinteraksi dengan sistem informasi dengan cara yang sangat umum untuk meningkatkan

pengetahuannya. Jenis pendekatan ini perlu ada interaksi yang sifatnya konstan antara pengguna dan sistem informasi.

1. Everyday need approach, yaitu pendekatan terhadap kebutuhan pengguna yang sifatnya spesifik dan cepat. Informasi yang dibutuhkan pengguna merupakan informasi yang rutin dihadapi oleh pengguna.

2. Exhaustic need approach, yaitu pendekatan terhadap kebutuhan pengguna akan informasi yang mendalam, pengguna informasi mempunyai

ketergantungan yang tinggi pada informasi yang dibutuhkan dan relevan, spesifik, dan lengkap.

3. Catching-up need approach, yaitu pendekatan terhadap pengguna akan informasi yang ringkas, tetapi juga lengkap khususnya mengenai

perkembangan terakhir suatu subyek yang diperlukan dan hal-hal yang sifatnya relevan.

Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Informasi

Dalam penelitiannya Katz, Gurevitch, dan Haas (dalam Yusup, 2009) orang yang tingkat pendidikannya tinggi lebih banyak mempunyai kebutuhan dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah. Ini berarti bahwa orang yang

(5)

mempunyai pendidikan relatif tinggi, seperti guru, dosen, dan peneliti, misalnya, lebih banyak mempunyai kebutuhan akan sesuatu yang bisa memuaskannya, dan lebih banyak mempunyai tujuan yang berkaitan dengan permasalahan

kehidupannya dari pada orang-orang pada umumnya. Hal ini terjadi karena pada umumnya orang lebih senang berpikir simpleks daripada orang-orang yang

berpendidkan tinggi yang lebih banyak menggunakan pola berpikir multipleks. Konsep multipleksitas (dalam berpikir) ini diusulkan oleh Krech, Crutchfield, dan Ballachey (Yusup, 2009) untuk menjelaskan adanya perbedaan dalam cara orang mengalami perubahan kognisi yang di antaranya dipengaruhi oleh sistem kognisi yang sudah dipunyai oleh orang yang bersangkutan sebelumnya. Semua informasi yang menerpa orang yang berpikiran multipleks akan dikelolanya, dikaitkan dengan informasi lain yang sudah dipunyainya untuk kemudian dicari pola kaitannya guna menghasilkan pengetahuan baru atau informasi baru.

Perilaku Informasi

Penelitian terhadap perilaku informasi, dalam bukunya Putu Laxman Pendit (2003: 30-32) sudah dimulai sejak lama di bidang perpustakaan, melalui survai pada tahun 1916 di Inggris tentang bagaimana perpustakaan digunakan dan siapa saja yang menggunakannya., Baru pada tahun 1960 kajian yang semula kepada dokumennya beralih kepada upaya memahami kebutuhan informasi.   Wilson dikenal sebagai pemerhati khusus perilaku pencarian informasi. Karya-karyanya banyak dikutip oleh para peneliti bidang informasi sejak ia mengeluarkan serangkaian model pada

tahun 1981. Wilson juga dapat dianggap sebagai orang yang memperjelas perbedaan antara berbagai istilah yang digunakan dalam penelitian perilaku

informasi. Perbedaan aspek tersebut menghasilkan pola pikir yang mempengaruhi perilaku informasi individu. Dari sini diketahui bahwa banyak hal yang dapat

mempengaruhi perbedaan perilaku informasi antara satu individu dengan individu lain, atau pun satu kelompok dengan kelompok lainnya. Hal ini akan berimbas pada munculnya keragaman perilaku informasi dalam perpustakaan, yang menuntut pustakawan untuk menerapkan strategi yang berbeda pula dalam menghadapi pemustaka.

Perilaku informasi merupakan hal yang penting dalam penerapan dan

pembangunan sistem informasi. Wilson memperjelas perbedaan antara berbagai istilah yang digunakan dalam penelitian perilaku informasi. Dia menyajikan

beberapa definisi tentang perilaku informasi, yaitu information behavior,

information seeking behavior, Information Searching Behavior,dan Information Use Behavior.

(6)

Information Behavior is the totality of human behaviorin relation to sources and

channels of information,including both active and passive information seeking, and information use. Thus, it includes face to face communication with others, as well as the passive reception of information as in, for example,watching TV advertisements, without any intention to act on the information given.

 

Information Seeking Behavior is the purposive seeking for information as a

consequence of a need to satisfy some goal. In the course of seeking, the individual may interact with manual information systems (such as a newspaper or a library), or with computer-based systems (such as the World Wide Web).

 

Information Searching Behavior is the ‘micro-level’ of behavior employed by the

searcher in interacting with information systems of all kinds. It consists of all the interactions with the system, whether at the level of human computer interaction (for example, use of the mouse and clicks on links) or at the intellectual level (for example, adopting a Boolean search strategy or determining the criteria for

deciding which of two books selected from adjacent places on a library shelf is most useful), which will also involve mental acts, such as judging the relevance of data or information retrieved.

 

Information Use Behavior consists of the physical and mental acts involved in

incorporating the information found into the person’s existing knowledge base. It may involve, therefore, physical acts such as marking sections in a text to note their importance or significance, as well as mental acts that involve, for example, comparison of new information with existing knowledge. (Wilson, 2000 vol. 3:1-2)

(7)

Sesuai dengan uraian Wilson di atas bahwa seeking bersifat lebih umum , sedangkan searching bersifat lebih khusus dan terarah. Sebab itu, information seeking adalah upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang

sedikit-banyaknya sudah lebih terencana dan terarah.Sedangkan perilaku

penggunaan informasi (information user behavior) terdiri dari tindakan-tindakan fisik maupun mental yang dilakukan seseorang ketika seseorang menggabungkan informasi yang ditemukannya dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki sebelumnya.

Perilaku Manusia

Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh

organisme yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun demikian sebagian terbesar dari perilaku organisme itu sebagi respon

terhadap stimulus eksternal. Bagaiman kaitan antara stimulus dan perilaku sebagai respon terdapat sudut pandang yang belum menyatu antara para ahli. Ada ahli yang memandang bahwa perilaku sebagai respon terhadap stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya, dan individu atau organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan perilakunya, hubungan stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanistis. Pandangan semacam ini pada

umumnya merupakan pandangan yang bersifat behavioristis.

Berbeda dengan pandangan kaum behavioristis adalah pandangan dari aliran kognitif, yaitu yang memandang perilaku individu merupakan respon dari stimulus, namun dalam diri individu itu ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Ini berarti individu dalam kedaan aktif dalam menentukan perilaku yang diambilnya (Walgito, 2003: 13).

Beberapa Teori Perilaku

Beberapa teori yang dikemukakan oleh (Walgito, 2003: 17 – 18):

(8)

psikologi sosial, yang menerbitkan buku psikologi sosial yang pertama kali, dan mulai saat ini psikologi sosial menjadi pembicaraan yang cukup menarik. Menurut McDougall perilaku itu disebabkan karena insting, dan McDougall mengajukan suatu daftar insting. Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena

pengalaman. Pendapat McDougall ini mendapat tanggapan yang cukup tajam dari F. Allport yang menerbitkan buku Psikologi Sosial pada tahun 1924, yang berpendapat bahwa perilaku manusia ini disebabkan karena banyak faktor, termasuk orang-orang yang ada disekitarnya dengan perilakunya (Baron dan Byrne dalam Walgito, 2003).

- Teori Dorongan (Drive Theory), teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu.

Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya maka akan terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut. Karena itu teori ini menurut Hull (Crider dan Hergenhahn dalam Walgito, 2003) juga disebut teori drive reduction.

- Teori Insentif (Incentive Theory), teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negative. Reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah, sedangkan

reinforcement yang negative berkaitan dengan hukuman. Reinforcement yang positif akan mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan reinforcement yang negatif akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku. Ini berarti bahwa perilaku timbul karena adanya insentif atau reinforcement. Perilaku semacam ini dikupas secara tajam dalam psikologi belajar.

- Teori Atribusi, teori ini ingin menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap, dsb.) ataukah oleh kedaan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh Fritz Heider (Baron dan Byrne dalam Walgito, 2003) dan teori ini menyangkut lapangan psikologi sosial. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal.

- Teori Kognitif, apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan membawa manfaat sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan. Ini yang disebut sebagai model subjective expected utility (SEU) (Fishbein dan Ajzen dalam Walgito, 2003). Dengan kemampuan memilih ini berarti faktor berpikir

(9)

berperan dalam menentukan pemilihannya. Dengan kemampuan berpikir seseorang akan dapat melihat apa yang telah terjadi sebagai bahan

pertimbangannya di samping melihat apa yang dihadapi pada waktu sekarang dan juga dapat melihat ke depan apa yang akan terjadi dalam seseorang

bertindak. Dalam model SEU kepentingan pribadi yang menonjol. Tetapi dalam seseorang berperilaku kadang-kadang kepentingan pribadi dapat disingkirkan.

 

Model of Information Behavior

Ada beberapa model perilaku pencarian informasi, satu diantaranya adalah model Wilson (1981)  yang disebut a model of information behavior, model ini

diperkenalkan berdasarkan dua proposisi yaitu:

1. Bahwa kebutuhan informasi bukan kebutuhan utama atau primer, namun merupakan kebutuhan sekunder yang timbul karena keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Bahwa dalam usahanya menemukan informasi menghadapi hambatan

(barries) sebagai variabel perantara (intervening variable), hambatan tersebut kemungkinan akan mempengaruhi perilakunya.

Dari model ini, dapat diketahui bahwa Wilson menganggap bahwa perilaku informasi merupakan proses melingkar yang langsung berkaitan dengan pengolahan dan pemanfaatan informasi dalam konteks kehidupan seseorang. Terlihat pula bahwa kebutuhan akan informasi tidak langsung berubah menjadi perilaku mencari informasi, melainkan harus dipicu terlebih dahulu oleh

pemahaman seseorang tentang tekanan dan persoalan dalam hidupnya. Kemudian, setelah kebutuhan informasi berubah menjadi aktivitas mencari informasi, ada beberapa hal yang mempengaruhi perilaku tersebut, yaitu:

1. Kondisi psikologis seseorang. Cukup masuk akal, bahwa seseorang yang sedang risau dan bertampang cemberut akan memperlihatkan perilaku

informasi yang berbeda dibandingkan dengan seseorang yang sedang gembira dan berwajah sumringah.

(10)

sebagai bagian dari masyarakat tempat ia hidup dan berkegiatan. Kita dapat menduga bahwa kelas sosial juga dapat mempengaruhi perilaku informasi seseorang, walau mungkin pengaruh tersebut lebih banyak ditentukan oleh akses seseorang ke media perantara. Perilaku seseorang dari kelompok masyarakat yang tak memiliki akses ke internet pastilah berbeda dari orang yang hidup dalam fasilitas teknologi melimpah.

3. Peran seseorang di masyarakatnya, khususnya dalam hubungan interpersonal, ikut mempengaruhi perilaku informasi. Misalnya, peran menggurui yang ada di kalangan dosen akan menyebabkan perilaku informasi berbeda dibandingkan perilaku mahasiswa yang lebih banyak berperan sebagai pelajar. Jika kedua orang ini berhadapan dengan pustakawan, peran-peran mereka akan ikut mempengaruhi cara mereka bertanya, bersikap, dan bertindak dalam kegiatan mencari informasi.

4. Lingkungan, dalam hal ini adalah lingkungan terdekat maupun lingkungan yang lebih luas, sebagaimana terlihat di gambar sebelumnya ketika Wilson berbicara tentang perilaku orang perorangan.

5. Karakteristik sumber informasi, atau mungkin lebih spesifik: karakter media yang akan digunakan dalam mencari dan menemukan informasi. Berkaitan dengan butir 2 di atas, orang-orang yang terbiasa dengan media elektronik dan datang dari strata sosial atas pastilah menunjukkan perilaku

informasi berbeda dibandingkan mereka yang sangat jarang terpapar media elektronik, baik karena keterbatasan ekonomi maupun karena kondisi

sosial-budaya. (Wilson, dikutip dari pendit, 2008)

Kelima faktor di atas, menurut Wilson, akan sangat mempengaruhi bagaimana akhirnya seseorang mewujudkan kebutuhan informasi dalam bentuk perilaku

informasi. Selain itu, ada faktor lain yang akan ikut menentukan aktivitas pencarian dan penemuan informasi seseorang, yaitu pandangan seseorang tentang risiko dan imbalan yang kelak akan dihadapinya jika ia benar-benar melakukan pencarian informasi. Di tahap ini, seseorang menimbang-nimbang, apakah perilakunya perlu disesuaikan atau diselaraskan dengan kondisi yang ia hadapi.

Pada akhirnya, di dalam model Wilson terlihat bahwa berbagai perilaku informasi (mulai dari yang hanya berupa perhatian pasif, seperti melakukan observasi dan browsing serampangan, sampai pencarian yang berkelanjutan) bukanlah wujud langsung dari kebutuhan informasi seseorang. Terlalu sederhana jika kita

menganggap bahwa seseorang yang datang ke perpustakaan mempunyai kebutuhan yang pasti dan mutlak. Ada berlapis-lapis faktor yang mengantarai kebutuhan dan perilaku.

(11)

Information behavior (perilaku informasi) adalah sub-disiplin ilmu informasi dan perpustakaan. Sebagai seorang pustakawan, kita harus mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka/pemakai. Bagaimana kita bisa mengetahui kebutuhan informasi pemustaka/pemakai, apabila tidak ada teori information behavior. Teori ini membuat pustakawan tahu informasi apa yang dibutuhkan oleh

pemustaka/pemakai dan membuat pustakawan tahu bagaimana cara mengelola informasi dalam konteks yang bermacam-macam. Hal itu disebabkan karena ruang lingkup information behavior ada pada user needs and uses.

Pengelolaan dan Pemanfaatan Informasi

Pengelolaan dan pemanfaatan informasi bersifat subjektif seperti halnya kebutuhan informasi. Sehingga akan berbeda pengertian  satu sama lain antar individu, Oleh karena itu dalam tulisan ini dibatasi oleh tiga hal, yaitu:

- Pengadaan Informasi - Pengolahan Informasi

- Akses  Informasi  (sarana temu Kembali)

Pengadaan Informasi

Kegiatan pengadaan informasi dalam hal ini pengadaan bahan perpustakaan untuk perpustakaan perguruan tinggi yaitu membuat sebuah konsep yang merupakan bagian integral dari suatu perencanaan strategis yang dimulai dengan

mengidentifikasikan kebutuhan pemustaka dan diakhiri dengan suksesnya keterpakaian bahan perpustakaan. Langkah-langkah dalam pelaksanaan pengadaan bahan perpustakaan dimulai dengan pemilihan (selection) bahan perpustakaan yaitu proses mengidentifikasi bahan perpustakaan yang akan

ditambahkan pada koleksi yang telah ada di perpustakaan.  Kegiatan ini  dilakukan berdasarkan azas berikut ini:

1)    Relevansi. Koleksi hendaknya relevan dengan program pendidikan,

(12)

2)    Berorientasi kepada kebutuhan pengguna.  Pengembangan koleksi harus ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan pengguna.  Pengguna perpustakaan perguruan tinggi adalah tenaga pengajar, tenaga peneliti, tenga administrasi, mahasiswa, dan alumni yang kebutuhannya akan informasi berbeda-beda.

3)    Kelengkapan.  Koleksi hendaknya jangan hanya terdiri atas buku ajar yang langsung dipakai dalam perkuliahan saja, tetapi juga meliputi bidang ilmu yang berkaitan dengan program yang ada secara lengkap.

4)    Kemutakhiran.  Koleksi hendaknya mencerminkan kemutahiran.  Ini berarti bahwa perpustakaan harus mengadakan dan memperbaharui pustaka sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

5)    Kerjasama.  Koleksi hendaknya merupakan hasil kerja sama semua pihak yang berkepentingan dalam pengembangan koleksi, yaitu antara pustakawan, tenaga pengajar, dan mahasiswa.  Dengan kerja sama, diharapkan pengembangan koleksi dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Pengolahan Informasi

Disamping bertugas untuk menyediakan informasi, perpustakaan juga berkewajiban untuk mengolah informasi tersebut agar dapat ditemukan kembali dengan mudah untuk dimanfaatkan oleh civitas akademika dalam melaksanakan proses belajar mengajarnya. Karena itu perpustakaan bertugas  mengolah dokumen perpustakaan (Pengolahan Bahan Perpustakaan), dimana kegiatan ini merupakan salah satu

kegiatan pokok dalam rangkaian kegiatan perpustakaan meliputi: katalogisasi, klasifikasi dan kelengkapan bahan pustaka

- Katalogisasi atau pengatalogan adalah proses pembuatan katalog, dimana dalam katalog dicantumkan data penting  yang terkandung dalam bahan pustaka,  baik ciri fisik (katalogisasi deskriptif) maupun isi intelektual

(klasifikasi), seperti nama pengarang, judul buku, penerbit dan subyek. Jadi katalogisasi adalah proses pengambilan keputusan yang menuntut

kemampuan menginterpretasikan dan menerapkan berbagai standar sehingga hal-hal penting dari bahan pustaka terekam menjadi katalog. Pedoman yang

(13)

digunakan dalam katalogisasi deskriptif adalah AACR(Anglo American

Catalogue Rule). Tujuan katalogisasi adalah merupakan sarana yang efisien membantu pengguna perpustakaan dalam memperoleh dokumen. Menurut Cutter (1876) tujuan katalog adalah sebagai berikut:

- Memungkinkan seseorang menemukan sebuah buku yang diketahui berdasarkan: a) pengarangnya b) judul atau c) subyeknya.

- Menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan: a) oleh pengarang tetentu, b) berdasarkan subyek tertentu, atau c) dalam jenis literature tertentu.

- Membantu dalam pemilihan buku: a) berdasarkan edisinya, b) berdasarkan karakternya.

- Klasifikasi dimaksudkan untuk mengelompokan bahan pustaka menurut isinya, mencakup penentuan subyek dan dinyatakan dengan nomor kelas. .  Ada beberapa daftar klasifikasi subjek standar yang cukup banyak dipergunakan secara internasional yaitu DDC (Dewey Decimal Classification), UDC (Universal Decimal Classification) dan LC (Library of Congress Classification).

- Kelengkapan bahan pustaka merupakan pekerjaan pengolahan tahap akhir, yaitu melengkapi kelengkapan pada fisik dokumen, seperti nomor panggil dll.

Kegiatan pengolahan bahan perpustakaan ini merupakan kegiatan intelektual yang bersifat kompleks karena berhubungan dengan intelektualitas yang terkandung dalam bahan perpustakaan,  minat baca,  serta perilaku masyarakat terhadap informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta visi dan misi perpustakaan. Dengan pengolahan  bahan perpustakaan yang baik dan professional diharapkan koleksi perpustakaan tertata secara sistematis dan dapat ditemukan kembali secara efektif dan efisien melalui suatau system sarana temu kembali informasi (

Information retrieval system).

Akses Informasi dan Sarana Temu Kembali

Berbagai macam sarana temu kembali dalam mengakses berbagai informasi di perpustakaan yaitu:

(14)

berbagai bentuk katalog dan yang paling banyak digunakan  katalog kartu, katalog komputer atau disebut OPAC (online Public Access Catalogue). - CD-ROM, mempercepat akses informasi multi media baik berupa abstrak,

indeks, bahan full text, dalam bentuk digital tanpa mengadakan hubungan ke jaringan internet

- Internet, Untuk mengakses informasi multimedia dalam resource internet, sarana telekomunikasi dan distribusi informasi, dan untuk membuat

homepage, penyebarluasan katalog dan informasi.

Daftar Pustaka

Himawan, D. (2008) Panduan Pengolahan Bahan Perpustakaan,

Bogor: IPB Press.

McQuail,s, Denis.(2000) McQuail’s mass communication theory.

London: Sage Publications.

Saepudin, Encang (2009) Perilaku pencarian dalam memenuhi kebutuhan

Informasi. http//iperpin. Worldpress.com diakses tanggal

25 Mei 2009

(15)

terapan di dalam Media masa. Jakarta: Prenada Media Group.

Wilson, T.D. (2000) Human information behavior, dalam Informing science

Vol. 3, no. 2 (2000) p. 49-55

Yusuf, Pawit M. (2009) Ilmu informasi, komunikasi dan kepustakaan,

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pengajian manaqib malam sebelas dilaksanakan dimushola serta diserambi bawah / lantai satu pondok pesansantren Darul Qur’an pada pukul 22.00 sampai dengan

This research will also integrate Geographic Information System (GIS), VGI, social media tools, data mining, and mobile technology to design a conceptual framework for promoting

Akan muncul tampilan seperti pada gambar. Isikan NIM saudara kemudian isikan pula Password yang telah saudara miliki dari dosen wali.. 1) Untuk Mengevaluasi Proses Belajar

P : Pada tahapan plan Bapak dan guru lain peserta lesson study berdiskusi dalam membuat perencanaan pembelajaran seperti menentukan indikator dari kompetensi

Hasil penelitian dan setelah dilakukan olahan data, kategori dukungan petugas kesehatan kurang mendukung Berdasarkan wawancara pada responden dengan dukungan petugas

Karakteristik ancaman bencana letusan yang potensial dari G. Ciremai dapat diidentifikasi berdasarkan sebaran produk erupsi terdahulu seperti : a) Awan panas letusan atau

Kode Akun Uraian