• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH REKOMENDASI ATAS TEMUAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP TINGKAT KREDIT BERMASALAH (NON PERFORMING LOAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH REKOMENDASI ATAS TEMUAN AUDIT OPERASIONAL TERHADAP TINGKAT KREDIT BERMASALAH (NON PERFORMING LOAN)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH REKOMENDASI ATAS TEMUAN AUDIT

OPERASIONAL TERHADAP TINGKAT KREDIT

BERMASALAH (NON PERFORMING LOAN)

Oleh: Indah Umiyati, SE

*) Dosen Tetap Prodi Akuntansi STIESA ABSTRAK

Kredit bermasalah (Non Performing Loan) merupakan masalah serius yang masih menghantui Perbankan Indonesia sehingga harus segera ditangani dan diambil jalan keluarnya, karena kredit bermasalah tidak saja menimbulkan kerugian Bank tapi juga mempengaruhi kesehatan Bank itu sendiri. Untuk itu diperlukan review dan evaluasi berupa audit operasional untuk memastikan bahwa kegiatan perkreditan dalam hal ini pengelolaan kredit dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga kredit yang disalurkan tidak menjadi kredit bermasalah.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris apakah ada pengaruh yang signifikan antara rekomendasi atas temuan audit operasional terhadap tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan). Dalam penelitian ini rekomendasi atas temuan audit operasional diukur dengan menggunakan persentase jumlah rekomendasi atas temuan audit operasional aktifa produktif-kredit yang ditindaklanjuti, sedangkan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) diukur dengan menggunakan persentase jumlah kredit yang diberikan bermasalah.

Berdasarkan pengujian hipotesis diperoleh bahwa t hitung= -8,7304 sedangkan t tabel= -3,1825 (df= 3, α= 0,05) dan dari hasil tersebut maka diputuskan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara rekomendasi atas temuan audit operasional terhadap tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan).

Kata Kunci : Rekomendasi atas temuan audit operasional dan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan)

1. Pendahuluan

Sektor perbankan merupakan sektor ekonomi yang memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian nasional. Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam berbagai alternatif. Sehubungan hal tersebut bank sebagai lembaga intermediasi di tuntut untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi usahanya sehingga mampu bersaing secara sehat dalam pasar yang makin kompetitif.

Kondisi kesehatan bank sebagai usaha dibidang jasa yang bertopang sebagai lembaga kepercayaan menjadi penting bagi semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina bank.

Kondisi perbankan pada tahun 1997 telah meluluhlantakan kondisi perbankan nasional. Memburuknya kondisi perbankan pada awal krisis tersebut ditandai dengan memburuknya kualitas kredit yang tercermin dalam rasio Non Performing Loan (NPL) perbankan yang meningkat sangat tinggi. Selain itu fungsi intemediasi perbankan tidak berjalan dengan baik sehingga tidak mampu menggerakan pertumbuhan ekonomi nasional.

Disisi kelembagaan jumlah bank umum Indonesia memang tidak sebanyak sebelum krisis. Banyak yang sudah

(2)

meninggalkan gelanggang perbankan, baik karena dibekukan kegiatan usahanya, dilikuidasi maupun atas kehendak pemegang saham bank itu sendiri, sebagian lagi melakukan merger menjadi bank yang lebih besar.

Menurut kajian biro riset info bank, saat ini kinerja keuangan perbankan Indonesia mulai membaik, hal tersebut terlihat dari rating terhadap 132 bank yang dilakukan oleh biro riset info bank tahun 2005 berdasarkan kinerja keuangan bank, bahwa bank-bank yang mendapat predikat sehat berjumlah 96 bank padahal tahun sebelumnya hanya ada 83 bank yang mendapat predikat sehat.

Perkembangan positif perbankan tersebut perlu untuk terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk mencapai perbankan yang sehat, kuat dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Namun dengan adanya perkembangan positif tersebut perbankan masih harus berhati-hati terhadap sejumlah tekanan laten yang akan mengancam perbankan diantaranya adalah adanya tekanan kredit bermasalah (Non Performing Loan), rendahnya kapasitas kredit dan turunnya suku bunga SBI.

Walaupun saat ini kondisi perbankan lebih baik namun ancaman kredit bermasalah masih menghantui perbankan Indonesia. Hal ini mengingat bahwa kemampuan para pengusaha belum pulih, selain pemberian kredit tidak lepas dari risiko tidak

kembalinya pinjaman kredit. Jika risiko kredit bermasalah ini tidak cepat ditanggulangi akan memakan modal perbankan sehingga menurunkan tingkat kecukupan modalnya (CAR).

Apabila dikilas balik, salah satu penyebab krisis perbankan adalah pemberian pinjaman kepada pihak yang terkait (Group Lending) sampai melanggar batas maksimum pemberian kredit (BMPK) sehingga mengakibatkan memburuknya Non Performing Loan (NPL), yang berdampak pula pada persoalan likuiditas.

Penyaluran dana dalam bentuk kredit merupakan salah satu kegiatan utama bank dimana kredit yang disalurkan oleh bank merupakan bagian terbesar dari asset yang dimiliki oleh bank yang memiliki risiko yang sangat besar sehingga dapat mengakibatkan kehancuran bank.

Bisnis bank merupakan bisnis kepercayaan, jika suatu bank tidak berhasil mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan yang diberikan oleh nasabahnya, maka bank tersebut tidak akan berkembang dan bertahan dalam dunia bisnis perbankan karena sebagian besar dana bank berasal dari dana masyarakat sehingga peran pengamanan dana masyarakat yang dititipkan ke bank merupakan prioritas utama untuk diamankan.

Pendapatan yang berasal dari penerimaan bunga kredit merupakan sumber pendapatan terbesar bagi bank, apabila pemberian kredit berjalan lancar maka bunga kredit akan meningkat. Namun seandainya kredit kurang dikelola dengan baik

(3)

maka akan banyak kredit bermasalah (Non Performing Loan) yang mengakibatkan menurunnya pendapatan bunga bank serta menurunnya pengembalian pokok kredit yang pada akhirnya bank akan menderita kerugian dan bahkan mungkin akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan jika kredit dikelola dengan baik, maka penerimaan pendapatan bank yang berasal dari bunga kredit akan meningkat sehingga kredit bermasalah jumlahnya sedikit, akibatnya bank akan tumbuh dengan baik dan secara makro akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dalam usahanya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan menghadapi persaingan yang semakin kompetitif, pihak bank berusaha melakukan ekspansi kredit, akan tetapi akibat dari pemberian kredit yang terlalu ekspansif, banyak bank yang mengalami masalah kredit macet. Semakin besar kredit yang diberikan maka akan semakin besar pula risiko tidak lancarnya pengembalian kredit oleh debitur. Agar risiko yang ditanggung relatif kecil dan diperoleh keuntungan yang optimum maka pemberian kredit perlu direncanakan terlebih dahulu.

Menurut ketentuan Bank Indonesia (BI), kredit dikategorikan kredit bermasalah (Non Performing Loan) bila posisi kredit tersebut kurang lancar, diragukan dan macet. Untuk itu agar risiko yang timbul dapat diantisifasi sesegera mungkin dan tidak meluas diperlukan suatu penilaian yang independen melalui pelaksanaan audit operasional dengan pendekatan audit berbasis

risiko (Risk Based Audit) dalam bank yang bersangkutan untuk memeriksa dan mengevaluasi kegiatan operasional bank. Dimana fungsi penilaian independen ini dilakukan oleh satuan kerja audit intern (SKAI). Satuan kerja audit intern ini menjalankan fungsinya untuk mengevaluasi manajemen risiko, pengendalian intern dan corporate governance.

Pemeriksa intern yang bertugas melakukan audit operasional harus berpatokan pada norma-norma pemeriksaan yang terdiri dari norma umum pemeriksaan, norma pelaksanaan pemeriksaan, norma pelaporan pemeriksaan dan norma tindak lanjut pemeriksaan. Norma-norma pemeriksaan ini merupakan patokan yang menjadi dasar untuk pengukuran mutu dari audit operasional yang diperlukan untuk menjamin bahwa mutu dari audit operasioanal memenuhi syarat yang cukup tinggi dan hasil audit operasional pantas untuk penyampaian saran dan rekomendasi kepada manajemen.

Audit operasional bidang kredit yang dilakukan oleh SKAI bertujuan untuk melakukan evaluasi efektifitas pengelolaan kredit apakah praktik dan prosedur pengelolaan kredit telah berjalan secara efektif dan efesien, kebutuhan ini tidak akan terpenuhi oleh financial audit. Disamping itu audit operasional dilakukan untuk mengetahui lebih dini risiko kredit yang timbul dalam pengelolaan kredit berupa risiko kegagalan kredit sehingga risiko tersebut

(4)

dapat ditekan seminimal mungkin, yang disertai pemberian rekomendasi untuk dilakukan tindak lanjut perbaikan.

Rekomendasi atas temuan pemeriksaan operasional terhadap bidang kredit merupakan masukan yang diberikan kepada manajemen untuk mengambil tindakan korektif atau perbaikan yang perlu dilakukakan untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam pengelolaan kredit.

Dengan adanya rekomendasi tersebut dapat membantu manajemen dalam meningkatkan kinerjanya terutama dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan kredit melalui tindakan-tindakan perbaikan. Dengan demikian tingkat risiko kredit bermasalah dapat ditekan sekecil mungkin sehingga hal tersebut berdampak pada menurunnya rasio Non Performing Loan (NPL) dan secara keseluruhan tingkat kesehatan perbankanpun meningkat.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana rekomendasi atas temuan audit operasional pada PD. BPR Kecamatan Cisalak; (2) Bagaimana tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) pada PD. BPR Kecamatan Cisalak; serta (3) Bagaimana pengaruh rekomendasi atas temuan audit operasional terhadap tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) pada PD. BPR Kecamatan Cisalak.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Rekomendasi atas temuan audit operasional pada PD. BPR Kecamatan Cisalak; (2) Tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) pada PD. BPR Kecamatan Cisalak; serta (3) Pengaruh rekomendasi atas temuan audit operasional terhadap tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) pada PD. BPR Kecamatan Cisalak.

2. Telaah Litelatur dan Hipotesis

Pengertian bank menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah:

“Badan usaha yang meghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Peranan bank sebagai lembaga keuangan tidak pernah lepas dari masalah kredit. Kredit yang disalurkan oleh bank merupakan bagian terbesar dari asset yang dimiliki oleh bank. Dalam kondisi yang normal kredit dapat mencapai 70% sampai 90% dari asset bank. Oleh karena itu aktivitas perkreditan merupakan tulang punggung atau kegiatan utama bank.

Menurut UU No. 10 tahun 1998 (Pasal 21 ayat 11), pengertian kredit adalah sebagai berikut:

(5)

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Saat ini kredit yang disalurkan masih menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bank yang terbesar. Disamping itu kredit juga merupakan jenis kegiatan menanamkan dana yang sering menjadi penyebab utama bank menghadapi masalah besar sehingga stabilitas usaha bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan bank dalam mengelola kredit. Kredit akan menghasilakan keuntungan bagi bank apabila dikelola secara optimal, sebaliknya akan merugikan seandainya kredit yang disalurkan bermasalah. Oleh karena itu pengelolaan kredit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan jumlah kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit, analisa pemberian kredit sampai kepada pengendalian kredit.

Mengingat pentingnya kegiatan perkreditan bagi perbankan, maka pengelolaan kredit hendaknya memperhitungkan risiko yang mungkin timbul yaitu kegagalan pengembalian sebagian kredit yang diberikan dan menjadi kredit bermasalah sehingga mempengaruhi pendapatan bunga yang pada akhirnya mengakibatkan bank tersebut tidak sehat.

Menurut Dahlan Siamat (2004:175), kredit bermasalah atau Non Performing Loan dapat diartikan sebagai “Pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan kendali debitur”.

Secara garis besar kredit digolongkan menjadi dua bagian yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Kredit lancar akan menghasilkan keuntungan bagi bank, maka kredit bermasalah sebaliknya akan merugikan bank. Sesuai dengan SK Dir. BI No. 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 perihal kualitas aktiva produktif, kredit bermasalah adalah kredit yang digolongkan dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet.

Menurut UU No. 10 tahun 1998, bank wajib memelihara tingkat kesehatannya sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsif kehati-hatian.

Untuk mengantisifasi risiko-risiko yang timbul dan mencegah penyimpangan-penyimpangan yang terjadi lebih dini, manajemen membutuhkan pengawasan dini agar pengelolaan kredit berjalan dengan baik. Salah satunya dengan melakukan monitoring dan review terhadap kredit berjalan dan yang tidak kalah penting diperlukan suatu penilaian yang independen dari

(6)

bagian-bagian operasional lainnya dimana bagian-bagian ini secara periodik memeriksa, melaporkan temuan-temuan dengan membuat rekomendasi dan meyakini apakah tindakan korektif telah dilaksanakan. Dimana pemeriksaan atau audit operasional tersebut dilakukan oleh satuan kerja audit intern (SKAI).

Audit operasional ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan audit berbasis risiko, dimana pendekatan ini menekankan pada audit bidang kredit yang memiliki risiko yang tinggi dimana peran dan fungsi SKAI ini mengacu pada standar pelaksanaan fungsi audit intern bank (SPFAIB) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. SPFAIB ini dikeluarkan sebagai upaya untuk menciptakan bank sehat.

Audit operasional dengan pendekatan audit berbasis risiko (Risk Based Audit) dilaksanakan untuk memberikan keyakinan yang lebih tinggi terhadap efektifitas kegiatan perbankan terutama dalam mengelola risiko. Dimana tujuan utamanya adalah untuk memberi jasa kepada manajemen yang bersifat protektif dan konstruktif.

Menurut Sukrisno Agoes (2004: 10), pengertian audit operasional adalah sebagai berikut:

“Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis”.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa audit operational dilaksanakan untuk menilai efisiensi dan efektifitas seluruh atau sebagian dari operasi perusahaan yang disertai dengan pemberian rekomendasi kepada manajemen berdasarkan temuan-temuan auditnya.

Hasil audit ini berupa rekomendasi yang diharapkan akan ada tindakan korektif untuk mengatasi ketidakefektifan dan ketidakefisienan tersebut, karena masalah kredit merupakan masalah yang sensitif sekali terhadap kemungkinan dari penyelewengan kredit sebagai kegiatan pokok perbankan. Setiap temuan yang menyangkut penyimpangan dan risiko, sebelum dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan harus dikomunikasikan kepada pihak manajemen apakah manajemen menyetujui atau tidak untuk dilakukan tindakan tindak lanjut perbaikan.

Suatu proses yang paling penting dalam pemeriksaan operasional adalah pengembangan temuan-temun untuk dikomunikasikan kepada manajemen dan pemberian rekomendasi pada manajemen untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan selama pemeriksaan operasional.

Menurut Irsan Yani (1990:125), dikatakan bahwa:

“Temuan atau finding diartikan sebagai himpunan dan sistetis informasi-informasi mengenai kegiatan, organisasi, kondisi atau hal lain yang telah dianalisa atau dinilai serta diperkirakan akan menarik atau berguna bagi pejabat

(7)

yang berwenang atau untuk petugas-petugas instansi atau organisasi lainnya”.

Pada umumnya dalam tahap pengembangan temuan diakhiri dengan rekomendasi yang diberikan kepada manajemen untuk melaksanakan tindakan korektif atas penyimpangan atau kelemahan yang ditemukan dalam pemeriksaan operasional.

Dalam rekomendasi dapat disarankan berbagai pendekatan yang diperlukan untuk memperbaiki atau meningkatkan pelaksanaan kegiatan. Saran tersebut digunakan sebagai pedoman bagi manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Rekomendasi auditor merupakan pendapat auditor yang telah dipertimbangkan mengenai situasi tertentu dan harus mencerminkan pengetahuan dan penilaian auditor mengenai pokok persolannya tersebut. Rekomendasi harus dirancang sedemikian rupa guna memperbaiki kondisi yang memerlukan perbaikan.

Suatu perusahaan dinilai baik apabila rekomendasi yang diberikan oleh auditor operasional dalam hal ini Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) ditindaklanjuti. Semakin banyak rekomendasi yang ditindaklanjuti maka semakin cepat pula perusahaan tersebut kembali kepada tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Hiro Tugiman (1997:75), pengertian tindaklanjut oleh pemeriksa internal didefinisikan sebagai “Suatu proses untuk

menentukan kecukupan, keefektifan dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan”.

Meskipun audit operasional telah direncanakan dengan baik sesuai standar dan dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Audit operasional yang dilakukan tersebut tidak akan memberikan kontribusi bagi peningkatan keefektifan audit operasional jika temuan pemeriksaan yang menghasilkan rekomendasi tidak mendapat respon dari manajemen dan tidak ditindaklanjuti oleh pihak manajemen bank. Oleh karena itu maka dalam setiap pemeriksaan yang dilakukan harus terus menerus meninjau tindak lanjutnya untuk memastikan bahwa rekomendasi atas temuan audit operasional yang telah dilaporkan dalam LHP telah dilakukan tindakan yang tepat.

Apabila rekomendasi yang diberikan oleh SKAI sebagai hasil dari audit operasional pada bidang perkreditan ditindaklanjuti oleh manajemen, maka rekomendasi atas temuan audit yang diberikan tersebut akan memberikan kontribusi positif bagi bank dalam mengantisifasi risiko kegagalan perkreditan bank tersebut yang salah satunya adalah terjadinya kredit bermasalah yang tercermin dalam kinerja keuangan bank yaitu rasio Non Performing Loan-nya.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas penulis mengemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut

(8)

“Rekomendasi atas Temuan Audit Operasional memiliki pengaruh terhadap Tingkat Kredit Bermasalah (Non Performing Loan)”.

3. Metodologi Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengaruh rekomendasi ats temuan audit operasional dan kredit bermasalh (Non Performing Loan). Variabel yang diangkat dalam penelitian ini adalah rekomendasi atas temuan audit operasional sebagai variabel independen dan kredit bermasalah (Non Performing Loan) sebagai variabel dependen. Penelitian ini dilakukan pada PD. BPR Subang Cabang Cisalak yang beralamat di Jl. Raya Cisalak barat No. 03 Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Moh. Nadzir (1999: 63) metode deskrptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, objek, suatu set kondisi, suatu pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang maupun dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara fatual, sistematis dan akurat menganai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Operasionalisasi variabel dimaksudkan untuk memahami unsur-unsur yang menjadi dasar dari suatu penelitian dan untuk mengetahui hubungan melalui variabel-variabel penelitian sehingga penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan yang

diharapkan, penelitian ini menggunakan variabel penelitian sebagai berikut:

1. Variabel independen (X), Rekomendasi atas Temuan Audit Operasional sebagai variabel independen (X), yaitu suatu variabel yang akan mempengaruhi variabel lainnya, yang keberadaannya tidak dipengaruhi variabel lainnya.

2. Variabel dependen (Y), Tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) sebagai variabel dependen (Y) yaitu variabel yang terikat yang merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen.

Untuk kepentingan pengujian hipotesis, kedua variabel tersebut dijabarkan lebih lanjut sehingga diperoleh indikator-indikatornya. Indikator-indikator tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Rekomendasi atas temuan audit operasional sebagai variabel independen (X)

Variabel ini diukur berdasarkan penilaian terhadap banyaknya rekomandasi yang ditindak lanjuti oleh auditee dibandingkan dengan rekomendasi atas temuan audit operasional pada bidang kredit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI).

2. Tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) sebagai variabel dependen (Y)

(9)

Tingkat Non Performing Loan merupakan salah satu indikator kinerja bank yang diukur dari jumlah kredit yang diberikan bermasalah atau masuk kedalam kriteria kualitas kredit kurang lancar, diragukan dan macet dibandingkan dengan total kredit yang diberikan. Kedua variabel tersebut dijabarkan dalam operasionalisasi Variabel yang dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Indikator Skala

Rekomendasi atas Temuan Audit

Operasional (X)

Persentase rekomendasi atas temuan audit operasional yang di tindaklanjuti setiap tahunnya, dengan rumus:

Jumlah rekomendasi yang ditindaklanjuti dibagi total rekomendasi hasilnya dikali 100%.

Rasio

Tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) (Y)

Persentase jumlah kredit yang diberikan bermasalah setiap tahunnya, dengan rumus: Jumlah kredit yang diberikan bermasalah dibagi total kredit yang diberikan dikali 100%

Rasio

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi berbagai hal yang berhubungan dengan upaya pencarian data yaitu:

1. Penelitian lapangan (Field research)

Yaitu pengumpulan data primer dari objek penelitian yang dilakukan dengan peninjauan langsung ke lapangan melalui: a. Observasi

Dengan melakukan penelitian dan pengamatan langsung terhadap sumber yang berhubungan dengan

rekomendasi atas temuan audit operasional dan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan).

b. Wawancara

Yaitu Tanya jawab langsung dengan pejabat yang berwenang maupun karyawan-karyawan dalam bidang yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Penelitian kepustakan (Library research)

Penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data kepustakaan dengan cara mempelajari, mengkaji, serta menelaah literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang dikaji berupa buku maupun makalah yang berkaitan dengan penelitian.

Metode analisa yang digunakan adalah metode analisis yang bersifat kuantitatif. Dalam penelitian, analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara variabel-variabel yang diteliti serta bagaimana keberadaan variabel independen berperan terhadap variabel dependen yaitu hubungan antara rekomendasi atas temuan audit operasional (variabel independen) terhadap tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) (Varaiabel dependen).

Dalam menganalisis data dan pengujian hipotesis, maka penulis menggunakan statistik parametrik dengan analisis regresi sederhana, analisis determinasi dan uji t sebagai berikut:

(10)

Analisa ini digunakan untuk mengetahui derajat pengaruh antara variabel rekomendasi atas temuan audit opersional terhadap variabel tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan), dilakukan perhitungan sebagai berikut:

a =

( )

( )

( ) (

)

( )

2

( )

2 2

x

x

n

xy

x

x

y

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

b =

(

) ( ) ( )

( )

2

( )

2

x

x

n

y

x

xy

n

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

Dengan demikian dapat diketahui persamaan regresinya adalah:

Y = a + bX

2. Analisis koefisien Determinasi

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh varaibel X terhadap variabel Y, yang dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kd = r2 X 100%

Uji signifikansi yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah uji t, adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara rekomendasi atas temuan audit operasional dengan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan).

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara rekomendasia tas temuan audit operasional dengan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan).

Untuk pengambilan keputusan perlu diadakan pengujian apakah ada hubungan yang berarti atau tidak diantara variabel X dan variabel Y. Koefisien di uji dengan menggunakan persamaan yang berbentuk statistik sebagai berikut:

t = 2

1

2

r

n

r

Keterangan: r = Koefisien korelasi n = Jumlah data t = Statistik Uji t

Berdasarkan uji t tersebut akan didapat hasil uji t hitung, kemudian dibandingkan dengan t tabel, keputusan yang akan diambil adalah sebagai berikut:

• Jika t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima • Jika t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak

Tingkat signifikansi (α) yang digunakan adalah 0,05 dengan derajat kebebasan (degree of freedom = df) sebesar n-2.

(11)

ini dibutuhkan untuk memperoleh nilai t tabel sebagai batas daerah penerimaan dan penetapan hipotesis.

4. Hasil Penelitian

Pelaksanaan Rekomendasi atas Temuan Audit Operasional PD. BPR Kecamatan Cisalak.

PD. BPR Kecamatan Cisalak melakukan audit operasional paling sedikit satu kali dalam setahun. Audit operasional ini dilakukan oleh satuan pengawasan internal (SPI) yang berkedudukan di kantor pusat.

PD.BPR kecamatan Cisalak adalah suatu lembaga keuangan yang salah satu fungsi utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana dalam bentuk kredit. Untuk aktivitas ini PD. BPR kecamatan Cisalak telah menyadari arti pentingnya pelaksanaan audit operasional pada bidang kredit melalui pelaksanaan audit operasional secara rutin mengingat keberhasilan pelaksanaan fungsi bank terletak pada penyelenggaraan perkreditan. Ruang lingkup pemeriksaan operasional bidang kredit meliputi aspek yang luas yaitu dimulai sejak permohonan kredit diterima, dinilai dan kemudian diputuskan sampai kredit tersebut berjalan dan lunas kembali. Adapun pelaksanaan audit operasional aktiva produktif- kredit PD. BPR kecamatan Cisalak meliputi:

1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan syarat administratif meliputi surat-surat/ formulir-formulir yang dikehendaki apakah telah ada dan lengkap dikerjakan atau tidak. Surat-surat/ formulir-formulir tersebut meliputi formulir permohonan kredit, analisa kredit, surat keputusan kredit, surat-surat jaminan, persetujuan kredit, akte notaris (termasuk surat kuasa fidusia), surat kuasa untuk menjaminkan, serta berita acara pemeriksaan jaminan.

2. Melakukan penilaian terhadap pengisian analisa kredit dan berita acara pemeriksaan jaminan dikerjakan atas dasar fakta yang sebenarnya. Bukan dibuat-buat sekedar pelengkap formalitas.

3. Melakukan penilaian terhadap keputusan kredit, tidak melanggar wewenang yang dimiliki oleh panitia kredit.

4. Melakukan penilaian terhadap ketepatan bank dalam menerapkan penggolongan kualitas debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku antara lain memastikan bahwa pelaksanaan angsuran kredit sesuai dengan periode yang telah disepakati, mencocokan penggolongan debitur dalam hal tunggakan bunga dan/ angsuran dengan daftar kolektibilitas yang dibuat oleh cabang atau unit kerja dan memperhatikan jangka waktu kredit sesuai dengan akad kredit dan dikaitkan dengan penggolongan kredit sesuai dengan faktor jatuh tempo.

(12)

Hasil pemeriksaan secara independen oleh SPI tersebut dituangkan kedalam kertas kerja pemeriksaan yang merupakan bukti pemeriksaan kepada auditee. Pada saat pelaksanaan pemeriksaan, tim audit menganalisa temuan-temuan baik yang bersifat positf maupun negatif dengan cara:

1. Menentukan sebab-sebab terjadi permasalahan

2. Menentukan akibat-akibat yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut

3. Mendapatkan komentar-komentar dari pejabat atau pihak yang diperiksa, dan yang berhubungan dengan auditee 4. Membuat kesimpulan dari analisa yang telah dilakukan 5. Merumuskan saran-saranperbaikan (rekomendasi) atas

penyimpangan yang terjadi.

Temuan-temuan pemeriksaan yang berhubungan dengan permasalahan kredit bermasalah antara lain berupa:

1. Nilai jaminan dari debitur ternyata sekarang lebih kecil dari jumlah kewajibannya

2. Beberapa debitur menunjukan itikad kurang baik dalam memenuhi kewajibannya.

3. Adanya perubahan teknologi dan selera masyarakat menyebabkan beberapa prospek usaha debitur cenderung menurun.

4. Beberapa debitur ternyata kekurangan modal dalam menjalankan usaha atau kegiatannya sehingga debitur tersebut mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya. Dalam daftar temuan dan saran/ rekomendasi pemeriksa memberikan saran/ rekomendasi kepada auditee sebagai upaya agar dilakukan tindaklanjut, dari konsep laporan tadi disempurnakan dalam bentuk laporan lengkap oleh ketua tim pemeriksa diserahkan kepada auditee serta dilaporkan kepada pihak manajemen di kantor pusat.

Kantor pusat sebagai penerima laporan yang telah disempurnakan selanjutnya menganalisa dan mempertimbangkan saran-saran yang telah dilakukan oleh SPI. Apabila menurut penilaian kantor pusat ternyata laporan yang dihasilkan oleh SPI dianggap tepat dan akan memberikan suatu kemajuan dan keuntungan bagi perusahaan, maka akan dilanjutkan tindak lanjut terhadap saran-saran yang diajukan oleh pemeriksa intern tersebut dimana dalam hal ini pihak manajemen akan menunjuk orang yang akan menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan tersebut. Biasanya pimpinan cabang menunjuk pimpinan bagian kredit dan pimpinan seksi kredit kantor cabang dimana proses tindak lanjut tersebut diawasi oleh area control cabang. Selanjutnya pejabat area control cabang tersebut akan membuat laporan hasil tindak lanjut audit operasional tersebut kepada divisi audit intern.

(13)

Dari temuan tersebut, SPI mengajukan rekomendasi antara lain:

1. Disarankan agar manajemen menangani debitur untuk segera memenuhi kewajibannya atau memberikan jaminan tertentu sebagai sumber pembiayaan kembali pinjaman agar jumlah kewajibannya tidak melebihi seluruh nilai jaminannya.

2. Disarankan agar manajemen melakukan pendekatan kepada debitur agar ia mau dan dapat memenuhi kewajibannya melalui menciptakan suasana keterbukaan dengan nasabah dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi nasabah. Tetapi jika debitur jika debitur tersebut tidak juga tergugah untuk memenuhi kewajibannya, maka disarankan untuk menyerahkan debitur tersebut kepada panitia urusan piutang dan lelang negara.

3. Disarankan agar manajemen melakukan tindakan penyelamatan kepada debitur tertentu yang masih mempunyai Itikad baik dengan melakukan salah satu tindakan atau kombinasi rescheduling, reconditioning, dan restructuring.

Berikut disajikan data mengenai jumlah rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif-kredit yang merupakan hasil pemeriksaan oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI).

Tabel 3

Jumlah Rekomendasi atas Temuan Audit Operasional Aktiva Produktif-Kredit

Tahun Jumlah Rekomendasi

yang diberikan oleh SPI 2002 2003 2004 2005 2006 44 40 46 48 56 Jumlah 234

Sumber : Data SPI Kantor pusat PD. BPR Kec. Cisalak.

Dari rekomendasi atas temuan audit operasional maka rekomendasi tersebut harus segera dilaksanakan tindak lanjutnya. Tindak lanjut adalah tindakan yang dilaksanakan objek yang diperiksa atau auditee sesuai dengan rekomendasi yang telah dikemukakan oleh staf SPI dalam laporan hasil pemeriksaannya. Yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tindak lanjut adalah auditee sedangkan SPI bertanggung jawab untuk memantau pelaksanaan tindak lanjut dimana pada cabang dilakukan oleh area control agar dapat diawasi secara terus menerus sehingga kantor pusat mendapatkan laporannya setiap saat. Adapun tujuan dari monitoring tindak lanjut rekomendasi audit operasional adalah untuk memantau sejauh mana saran dan rekomendasi yang diberikan telah dilaksanakan oleh auditee dalam periode tertentu dan apakah hasilnya bisa dijadikan solusi

(14)

dalam menyelesaikan masalah yang terjadi sesuai dengan ruang lingkup pemeriksaan yaitu bidang kredit maka rekomendasi diberikan pada unit-unit kerja yang bersangkutan sesuai dengan bidang yang diaudit tersebut. Jika kondisi yang telah dilaporkan sebelumnya masih berlanjut karena pihak auditee tidak mengambil tindakan yang diperlukan, maka harus ditegaskan kembali dalam rekomendasi yang akan dikemukakan dalam laporan hasil pemeriksaan berikutnya.

Proses pelaksanaan monitoring tindak lanjut rekomendasi audit operasional oleh SPI dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Setelah pendistribusian laporan hasil pemeriksaan, staf audit kantor pusat dan area control pada cabang menerima tembusan rekomendasi audit yang harus ditindak lanjuti oleh auditee yang telah disetujui oleh direktur utama yang ditunjuk langsung pada unit kerja yang bersangkutan.

2. Konfirmasi kepada auditee mengenai status rekomendasi tersebut setelah batas waktu yang ditentukan berakhir apakah telah selesai atau dalam proses dan disepakati oleh kedua pihak.

3. Laporan hasil monitoring pelaksanaan tindak lanjut kemudian disampaikan kepada kepala SPI untuk direview dan dibuat summary untuk diteruskan pada direktur utama yang berkepentingan atas laporan tindak lanjut tersebut.

4. Seluruh dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan monitoring tindak lanjut diarsipkan oleh SPI.

Berikut disajikan data mengenai jumlah rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif-kredit yang

ditindaklanjuti yang merupakan hasil monitoring Satuap Pengawasan Internal (SPI).

Tabel 4

Jumlah Rekomendasi atas Temuan Audit Operasional Aktiva Produktif-kredit yang Ditindak Lanjuti

Tahun Jumlah Rekomendasi yang

Ditindaklanjuti oleh PD. BPR Kecamatan Cisalak 2002 2003 2004 2005 2006 24 23 30 35 47 Jumlah 159

Sumber : Data SPI Kantor pusat PD. BPR Kecamatan Cisalak. Dari data jumlah rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif-kredit yang diberikan oleh Satuan Pengawasan Internal dan data jumlah rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif-kredit yang ditindak lanjuti oleh PD. BPR Kecamatan Cisalak tersebut maka dapat dibuat tabel persentase rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif-kredit sebagai berikut:

(15)

Tabel 5

Persentase Rekomendasi atas Temuan Audit Operasional Aktiva Produktif-Kredit Tahun 1 Jumlah Rekomendasi yang diberikan oleh SPI 2 Jumlah rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh PD. BPR Kecamatan Cisalak 3 Persentase jumlah rekomendasi atas temuan audit operasional (3:2) X 100% 2002 2003 2004 2005 2006 44 40 46 48 56 24 23 30 35 47 54,54 57,5 65,21 72,91 83,92 Jumlah 234 159 334,08

Tingkat Kredit Bermasalah (Non Performing Loan)

Seperti bank lain pada umumnya, penyaluran kredit di PD.BPR Kecamatan Cisalak merupakan sumber penyaluran dana yang utama, sekaligus merupakan sumber penghasilan dana utama.

Adapun fasilitas-fasilitas (produk-produk) kredit di PD.BPR kecamatan Cisalak antara lain:

1. Kredit modal kerja, yakni kredit yang ditujukan untuk memberikan modal usaha antara lain pembelian bahan baku atau barang yang akan diperdagangkan.

2. Kredit modal investasi, yakni kredit yang ditujukan untuk modal pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian barang modal berupa aktiva tetap/ inventaris.

3. Kredit konsumtif, yakni kredit yang ditujukan untuk pembelian suatu barang dan jasa yang digunakan untuk kepentingan perseorangan (pribadi).

Dalam melaksanakan aktivitas perkreditan, PD. BPR kecamatan Cisalak menerapkan prosedur pemberian kredit agar kredit yang disalurkan tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran. Prosedur pemberian kredit yang berlaku pada PD. BPR kecamatan Cisalak merupakan serangkaian langkah-langkah dan analisa kredit yang spesifik mulai dari permohonan pengajuan kredit oleh nasabah sampai kredi tersebut direalisasikan.

Adapun prosedur pemberian kredit yang dimaksud adalah antara lain:

1. Customer services menjelaskan produk dan prosedur kredit di PD.BPR kepada calon nasabah yang mengajukan permohonan kredit. Calon nasabah yang akan mengajukan kredit harus mempunyai tabungan. Jika calon nasabah tidak mempunyai tabungan, maka calon nasabah dipersilahkan untuk membuka tabungan.

2. Customer services menyerahkan form permohonan kredit. Calon nasabah mengisi form permohonan kredit dan memeriksa persyaratan kelengkapan dokumen lainnya (copy).

(16)

3. Customer services memeriksa form permohonan kredit dan memeriksa persyaratan kelengkapan dokumen.

4. Customer service mengirimkan berkas kredit kebagian analis kredit

5. Analis kredit menerima dan memeriksa ulang kelengkapan pengisian dan persyaratan.

6. Melakukan analisa awal: Kelengkapan persyaratan dan kemampuan bayar, legalitas, dokumen berdasarkan dokumen yang diserahkan oleh calon nasabah.

7. a. Jika permohonan kredit tidak layak, maka analis kredit membuat surat penolakan permohonan kredit yang ditandatangani oleh marketing BPR. Surat penolakan dikirim/ diserahkan kepada calon nasabah kredit.

b. Jika permohonan kredit layak, maka tim survey akan melakukan kunjungan ke calon nasabah untuk menilai: data usaha, kemampuan bayar, taksasi jaminan.

8. Membuat laporan kunjungan (berita acara survey) dan menyerahkannya ke analis kredit.

9. Komite kredit memeriksa usulan kredit dan memberikan pertimbangan atau keputusan : ditolak, disetujui atau menambahkan/ mengurangi persyaratan kredit.

10. Persetujuan prinsip pemberian kredit disampaikan secara lisan kepada nasabah kredit.

11. Analis kredit menyerahkan berkas kredit kepada adm opr (redit).

12. Adm opr (kredit) membuat perjanjian/ akad kredit dan membuat SPPU untuk ditanda tangani oleh kepala cabang. 13. Nasabah kredit menanda tangani perjanjian kredit dan

menyerahkan jaminan yang asli kepada bagian adm opr (kredit).

14. Adm opr (kredit) membuat permohonan pencairan kredit (nota kredit) dan meminta persetujuan dari direksi BPR. 15. Teller menjalankan transaksi realisasi/ pencairan kredit

berdasarkan nota kredit yang dibuat oleh adm opr (kredit). Disamping itu PD. BPR kecamatan Cisalak juga menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit (prundential credit) dengan menerapkan prinsip 5 C, yaitu penilaian tehadap:

1. Character

Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan prilaku/ karakter peminjam dalam memenuhi kewajibannya. 2. Capacity

Yaitu penilaian secara obyektif tentang kemampuan peminjam untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi peminjam dimasa lalu yang didukung dengan

(17)

pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.

3. Capital

Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam yang diukur oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.

4. Collateral

Yaitu jaminan yang dimiliki calon peminjam, penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran tercapai tejadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya.

5. Condition

PD.BPR kecamatan Cisalak harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi dimasyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam. Kredit bermasalah menurut PD. BPR. Kecamatan Cisalak adalah kredit yang :

a. Didalam pelaksanaannya belum mencapai/ memenuhi target yang diinginkan oleh pihak PD. BPR kecamatan Cisalak

b. Memiliki kemungkinan timbulnya risiko dikemudian hari bagi PD. BPR kecamatan Cisalak dalam arti luas.

c. Mengalami kesulitan didalam penyelesaian kewajiban baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, dan atau pembayaran bunga

d. Termasuk dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan, macet.

Usaha-usaha untuk penyelamatan kredit bermasalah dilakukan oleh bagian marketing dan dibantu oleh analisa kredit, dimana bagian ini bertanggung jawab untuk mengusahakan agar kredit bermasalah tersebut dapat diselamatkan atau dikembalikankepada bank. Langkah-langkah yang dilakukan PD. BPR kecamatan Cisalak dalam menyelesaikan kredit bermasalah adalah sebagai beerikut:

1. Untuk kredit yang bermasalah akan diberikan Surat Peringatan (SP), yang dalam rangkaian pemberian SP tersebut dapat dilakukan revitalisasi.

2. Tindakan Preventif, tindakan yang bersifat pencegahan. Tindakan ini bersifat intern. Untuk itu keberhasilan dari tindakan ini sangat tergantung dari kualitas SDM, sistem dan prosedur, mekansme monitoring dan evaluasi.

3. Tindakan Revitalisasi, tindakan dalam rangka memperbaiki dan menyelamatkan kredit/ kredit yang telah diberikan kepada nasabah. Tindakan revitalisasi dilakukan sepanjang debitur masih kooperatif. Tindakan ini dilakukan untuk Kredit yang telah atau sedang bermasalah.

(18)

4. Tindakan Kuratif, tindakan yang bersifat penyelamatan melalui penanganan yang menggunakan pendekatan aspek legal formal.

Berikut disajikan Laporan Rekap Norminatif Kredit PD. BPR Kecamatan Cisalak tahun 2002 sampai tahun 2006.

Tabel. 6

Laporan Rekap Norminatif Kredit PD. BPR Kecamatan Cisalak tahun 2002-2006

Tahun Kode Keterangan Jum Rek

Jumlah Kredit Persentase

2002 2003 2004 2005 L KL D M L KL D M L KL D M L KL D M Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet Jumlah Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet Jumlah Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet Jumlah Lancar Kurang 341 25 26 44 436 400 17 26 42 485 520 15 25 39 599 558 9 23 27 617 973.976.300,00 73.144.800,00 69.954.200,00 150.042.000,00 1.267.117.300,00 1.142.317.900,00 56.714.450,00 67.169.350,00 141.706.400,00 1.407.908.100,00 1.644.146.600,00 75.800.000,00 67.500.000,00 157.627.850,00 1.945.074.450,00 2.401.918.700,00 53.815.000,00 107.629.900,00 161.444.900,00 2.724.808.500,00 76,87 5,77 5,52 11,84 100 81,14 4,03 4,77 10,06 100 84,53 3,9 3,47 8,1 100 88,15 1,97 3,95 5,93 100 2006 L KL D M Diragukan Macet Jumlah Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet Jumlah 591 7 21 21 640 2.661.690.000,00 37.545.000,00 108.735.000,00 75.330.000,00 2.883.300.000,00 92,32 1,30 3,77 2,61 100

Sumber: Laporan Rekap Norminatif Kredit PD. BPR Kecamatan Cisalak 2002-2006

Untuk mengetahui Tingkat Non Performing Loan yaitu dengan cara membandingkan antara jumlah kredit yang diberikan bermasalah (kredit kurang lancar, kredit diragukan, kredit macet) dengan total kredit yang diberikan PD. BPR Kecamatan Cisalak, seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel. 7

Tingkat Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) Tahun 1 Jumlah Kredit yang diberikan 2 Jumlah kredit bermasalah (Kurang lancar, diragukan, macet) 3 Persentase (3:2) X 100% 2002 2003 2004 2005 2006 1.267.117.300,00 1.407.908.100,00 1.945.074.450,00 2.724.808.500,00 2.883.300.000,00 293.141.000,00 265.590.200,00 300.927.850,00 322.889.800,00 221.610.000,00 23,13 18,86 15,47 11,85 7,68 Jumlah 10.228.208.350,00 1.404.158.850,00 76,99

(19)

Analisis Rekomendasi atas Temuan Audit Operasional Aktiva Produktif-Kredit

Dari hasil penelitian aktivitas tindak lanjut rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif-kredit yang dilakukan oleh PD. BPR Kecamatan Cisalak, manajemen PD. BPR Kecamatan Cisalak telah berusaha semaksimal mungkin untuk segera melakukan tindak lanjut terhadap temuan-temuan dan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI). Hal tersebut telihat dari tabel 4.3 yang menunjukan bahwa tindak lanjut rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif-kredit telah dilakukan diatas 50% dari total rekomendasi yang diberikan Satuan Pengawasan Internal (SPI) setiap tahunnya.

Pada tabel 4.3 diatas, dapat kita lihat bahwa pada tahun 2002 PD. BPR Kecamatan Cisalak melaksanakan tindak lanjut 24 dari 44 total rekomendasi atau 54,54%nya; tahun 2003 melaksanakan tindak lanjut 23 dari 40 total rekomendasi atau 57,5%nya; tahun 2004 melaksanakan 30 dari 46 total rekomendasi atau 65,21%nya; tahun 2005 melaksanakan 35 dari 48 total rekomendasi atau 72,91%nya; dan pada tahun 2006 melaksanakan 47 dari 56 total rekomendasi atau 83,92%nya. Berdasarkan hasil wawancara dengan pejabat PD. BPR Kecamatan Cisalak, bahwa jumlah rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif-kredit yang diberikan Satuan Pengawasan Internal (SPI)

belum sepenuhnya dilaksanakan atau rekomendasi yang ditindak lanjuti kurang dari 100%, hal tersebut disebabkan karena dari sejumlah rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif-kredit ada beberapa yang membuat manajemen PD. BPR Kecamatan Cisalak kesulitan untuk melaksanakannya dan karena dengan beberapa pertimbanagan PD. BPR Kecamatan Cisalak menunda pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi tersebut.

Rekomendasi yang tidak dapat dilaksanakan tindak lanjutnya oleh PD. BPR Kecamatan Cisalak akan ditekankan kembali pada audit tahun berikutnya sampai dengan rekomendasi tersebut dapat dilaksanakan tindak lanjutnya oleh PD. BPR Kecamatan Cisalak. Sehingga semua jumlah rekomendasi yang merupakan saran perbaikan dari auditor setiap tahunnya bertambah, begitu juga dengan pelaksanaan tindak lanjutnya oleh PD. BPR Kecamatan Cisalak. Manajemen PD. BPR Kecamatan Cisalak terus berusaha untuk melaksanakan tindak lanjut sepenuhnya atas rekomendasi yang diberikan oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI). Hal ini dapat kita lihat dari tabel 4.3 diatas tadi bahwa pada tahun 2002 PD. BPR Kecamatan Cisalak hanya dapat melaksanakan tindak lanjut sebanyak 54,54%nya saja dari total rekomendasi, maka pada tahun 2006 PD. BPR Kecamatan Cisalak telah berhasil melaksanakan tindak lanjut rekomendasi sebanyak 83,92% dari total rekomendasi tersebut.

(20)

Analisis Tingkat Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) Berdasarkan data yang terlihat pada tabel 4.5 diatas, diketahui bahwa tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) setiap tahunnya diatas 5%, seperti terlihat pada tahun 2002 tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) sebesar 23,13% dari total kredit yang diberikan atau senilai Rp 293.141.000,- dari Rp 1.267.117.300,- yang terdiri dari 95 rekening dari jumlah rekening 436 yang ada pada tahun 2002 tersebut; tahun 2003 sebesar 18,86% atau senilai Rp 265.590.200,- dari Rp 1.407.908.100,- yang terdiri dari 85 rekening dari jumlah rekening 485; tahun 2004 sebesar 15,47% atau senilai Rp 300.927.850,- dari Rp 1.945.074.450,- yang terdiri dari 79 rekening dari jumlah rekening 599; tahun 2005 sebesar 11,85% atau senilai Rp 322.889.800,- dari Rp 2.724.808.500,- yang terdiri dari 59 rekening dari jumlah rekening 617; tahun 2006 sebesar 7,68% atau senialai Rp 221.610.000,- dari Rp 2.883.300.000,- yang terdiri dari 49 rekening dari jumlah rekening 640, sedangakan menurut ketentuan Bank Indonesia (BI) bahwa tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) harus dibawah 5%, hal itu terjadi salah satunya karena masih adanya dampak krisis moneter pada tahun 1997 silam yang berdampak pada perkembangan perbankan Indonesia dan PD. BPR Kecamatan Cisalak itu sendiri masih dalam proses pemulihan yang diakibatkan adanya kredit bermasalah.

Akan tetapi apabila kita lihat dari tabel 4.5 diatas tadi, PD. BPR Kecamatan Cisalak terus berusaha menurunkan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan)nya. Terbukti dari tingkat Non Performing Loan sebesar 23,13% pada tahun 2002 terus menurun sampai tingkat Non Performing Loan sebesar 7,68% pada tahun 2006. usaha untuk menurunka tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) terus dilakukan oleh PD. BPR Kecamatan Cisalak dan usaha tersebut dilakukan disamping untuk mendapatkan keuntungan dari pemberian kredit dan pengembalian kredit yang diberikan juga guna mendapatkan predikat Bank “Sehat” yang mana salah satu syarat untuk mendapatkan predikar Bank “Sehat” tersebut, Tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) harus dibawah 5% sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia (BI).

Analisis Pengaruh Rekomendasi atas Temuan Audit Operasional terhadap Tingkat Kredit Bermasalah (Non Performing Loan)

Dari sejumlah data kuantitatif yang ada, maka diperoleh dua variabel yang dapat diukur yaitu jumlah dari rekomendasi atas temuan audit operasional yang di tindak lanjuti sebagai variabel independen (Variabel X), dan jumlah kredit bermasalah sebagai variabel dependen (Variabel Y). Untuk Selanjutnya, data ini dianalisis secara statistik yaitu dengan analisa regresi sederhana, analisa koefisien determinasi dan uji t sebagai berikut:

(21)

Tabel 8

Perhitungan Rekomendasi atas Temuan Audit Operasional terhadap Tingkat Kredit Bermasalah (Non Performing Loan)

Tahun (n) Rekomen-dasi atas temuan audit opersional (X) Tingkat NPL (Y) X2 Y2 X.Y 2002 2003 2004 2005 2006 54.54 57.5 65.21 72.91 83.92 23.13 18.86 15.47 11.85 7.68 2974.61 3306.25 4252.34 5315.86 7042.56 534.99 355.69 239.32 140.42 58.98 1261.51 1084.45 1008.79 863.98 644.50 Jumlah 334.08 76.99 22891.62 1329.4 4863.23 Sumber: Pengolahan data pada PD. BPR kecamatan Cisalak

Analisa ini digunakan untuk mengetahui derajat pengaruh antara variabel independen (Variabel X) terhadap variabel dependen (Variabel Y). Maka diperoleh nilai a = 48,34485337 dan nilai b = -0,493094999 sehingga dapat diketahui persamaan regresinya sebagai berikut:

Y = a + bx

Y = 48,34485337 + (-0,493094999)X Dimana:

X = Rekomendasi atas temuan audit operasional Y = Tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) Dari persamaan regresi di atas dapat diartikan bahwa, bila nilai rekomendasi atas temuan audit operasional yang ditindak lanjuti bertambah 1 setiap tahunnya, maka tingkat kredit

bermasalah (Non Performing Loan) setiap tahunnya akan menurun sebesar 0,493094999.

Antara nilai rekomendasi atas temuan audit operasional dengan nilai kredit bermasalah (Non Performing Loan) tiap tahun dapat dihitung korelasinya. Antara rekomendasi atas temuan audit operasional dan tingkat kredit (Non Performing Loan) terdapat hubungan korelasi negatif yaitu sebesar -0,980882599. korelasi negatif tersebut menunjukan sifat yang berlawanan, yaitu jika ada peningkatan pada rekomendasi atas temuan audit operasional (Variabel X) maka akan diikuti oleh penurunan pada tingkat Non Performing Loan (Variabel Y).

Analisa ini digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh rekomendasi atas temuan audit operasional terhadap tingakat kredit bermasalah (Non Performing Loan) yaitu dengan menggunakan rumus koefisien determinasi sebagai berikut:

Kd = r2 X 100%

Kd = (-0,980882599)2 X 100% Kd = 96,21%

Berdasarkan perhitungan diatas, nilai besarnya koefisien determinasi adalah sebesar 96,21%, yang berarti bahwa perubahan pada tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) (Variabel Y) di pengaruhi oleh rekomendasi atas temuan audit operasional (Variabel X). Dalam hal ini tingkat kredit bermasalah

(22)

(Non Performing Loan) dipengaruhi oleh rekomendasi atas temuan audit operasional sebesar 96,21%, sedangkan sisanya sebesar 3,79% dipengaruhi oleh faktor lain.

Uji signifikan yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah uji t dengan rumus sebagai berikut:

t = 2

1

2

r

n

r

Dimana : r = Koefisien korelasi yang diperoleh (-0,980882599) n = Jumlah data (5) t = Nilai uji t dk = n-2 = 5-2 = 3 α = 0,05 perhitungan : t = 2

)

980882599

,

0

(

1

2

5

980882599

,

0

t =

962130673

,

0

1

3

980882599

,

0

t =

037869327

,

0

)

732050808

,

1

(

980882599

,

0

t =

194600429

,

0

698938498

,

1

t = -8,730394412 t = -8,7304 (dibulatkan)

• Jika t hitung ≥ t tabel , maka Ho ditolak dan Ha diterima • Jika t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak

Dari hasil pengujian tampak bahwa t hitung yang diperoleh sebesar 8,7304 dan t tabel sebesar -3,1825. Berdasarkan kriteria dapat diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yaitu -8,7304 ≥ -3,1825 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa antara variabel X dan variabel Y terdapat pengaruh dengan taraf signifikansi = 0,05 atau dengan kata lain tedapat pengaruh yang signifikan antara rekomendasi atas temuan audit operasional dengan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan).

5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis peroleh dan paparkan, mengenai pengaruh rekomendasi atas temuan audit operasional terhadap tingkat Non Performing Loan (NPL), maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi atas temuan audit operasional aktiva produktif pada PD. BPR Kecamatan Cisalak relatif baik yaitu diatas 50% setiap tahunnya. PD. BPR

(23)

Kecamatan Cisalak terus berusaha untuk melakukan tindak lanjut sepenuhnya atas rekomendasi yang diberikan Satuan Pengawasan Internal, hal ini terbukti dari pelaksanaan tindak lanjut yang hanya dilaksanakan 54,54%nya saja dari total rekomendasi pada tahun 2002 maka pada tahun 2006 PD. BPR Kecamatan Cisalak telah melaksanakan tindak lanjut sebesar 83,92% dari total rekomendasi.

2. Tingkat Non Performing Loan (NPL) pada PD. BPR Kecamatan Cisalak mempunyai nilai masih diatas 5%, sedangkan menurut ketentuan BI tingkat NPL harus dibawah 5%. Hal itu terjadi salah satunya karena masih adanya dampak krisis moneter pada tahun 1997 yang berdampak pada perkembangan Perbankan Indonesia dan PD. BPR Kecamatan itu sendiri masih dalam proses pemulihan yang diakibatkan adanya kredit bermasalah. PD. BPR terus berusaha untuk menurunkan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan)nya, hal tersebut dapat dilihat pada tahun 2002 tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) sebesar 23,13% dan terus menurun sampai dengan tahun 2006 tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) sebesar 7,68%.

3. Berdasarkan perhitungan terhadap pengaruh rekomendasi atas temuan audit operasional terhadap tingkat Non Performing Loan (NPL), yang menunjukan t hitung sebesar -8,7304 lebih besar dari t tabel sebesar -3,1825 yaitu t hitung ≥

t tabel. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, dimana hasil uji t menunjukan tingkat signifikansi sebesar 0,05 sehingga rekomendasi atas temuan audit operasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan).

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. PD. BPR Kecamatan Cisalak sebaiknya mempertahankan dan lebih berusaha lagi untuk melaksanakan tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI) sepenuhnya dan tepat waktu pada setiap tahunnya serta diadakan monitoring yang terus menerus dan berkesinambungan dari kantor pusat.

2. PD. BPR Kecamatan Cisalak sebaiknya lebih meningkatkan pelaksanaan aktivitas perkreditan yang efektif dengan meningkatkan perlindungan kredit melalui analisa kredit yang berpatokan pada prinsip 5C sehingga tingkat kredit bermasalah (Non Performing Loan) berada dibawah 5% sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia (BI).

3. Untuk mengalihkan risiko tidak kembalinya pinjaman yang diberikan, sebaiknya PD. BPR Kecamatan Cisalak mengasuransikan pinjaman yang diberikan tersebut.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Amin Widjaja, 2001. Audit Operasional (Suatu Pengantar). Harvarindo, Jakarta.

Anto Dajan, 1996, Pengantar metode statistik, Jilid II Cetakan ke 18. LP3ES, Jakarta.

AS. Mahmoedin, 2004. Melacak Kredit Bermasalah. Pustaka Sinar Harapa, Jakarta.

Bambang Hartadi, 1991. Internal Auditing (Suatu Tinjauan Sistem Informasi Manajemen dan Cara Pelaporannya). Andi Offset, Yogyakarta.

Dahlan Siamat, 2004. Manajemen lembaga keuangan. LPFE UI. Jakarta.

Hiro Tugiman, 1997. Standar Profesional Audit Internal. Kanisus, Yogyakarta.

Irsan Yani, 1990. Petunjuk Pemeriksaan Operasional. Pusat pengembangan Akuntansi STAN, Jakarta.

Kasmir, 2002. Dasar Dasar Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Lukman Denda Wijaya, 2003. Manajemen Perbankan, Cetakan Kedua. Gahalia Indonesi, Jakarta.

Sukrisno Agoes, 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan Publik. Edisi Ketiga, Jilid II, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Berkat rahmat Tuhan yang Mahakuasa dan iringan doa dari orang tua dan saudara, kerabat dekat, serta rekan – rekan seperjuangan di bangku kuliah, terutama mahasiswa serta

Berdasarkan pengertian di atas, secara sederhana etika dapat digunakan dalam dua pengertian, iaitu pengertian empirikal dan filosofic. Pegertian empirikal ini

Keadaan ini disebabkan oleh spasme pembuluh darah koroner yang sudah aterosklerotik, tetapi juga dapat timbul karena spasme pembuluh darah koroner yang normal.. Angina

Hasil penelitian atas hipotesis ketiga membuktikan bahwa kompleksitas perusahaan berpengaruh secara positif terhadap abnormal audit delays , sehingga perusahaan yang

Lilich (130; 1980), pembalasan adalah metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan

Kunjungan rumah dalam rangka pemantauan penderita gangguan jiCa Penegakan diagnosa scr optimal :enggunakan alur diagnosa pen'akit gangguan jiCa 12x 12x 4B kasus $ %esa

Kondisi eksisting Rumah Singgah Sekolah MASTER Indonesia membutuhkan ruang yang dapat menampung jumlah pengguna yang tidak dapat ditentukan serta ruang untuk berkegiatan,

Tes digunakan untuk mengukur ada tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti. 46 Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengambil data