• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI TEORI KABUR DALAM PENETAPAN BESARNYA PREMI ASURANSI. Tugas Akhir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI TEORI KABUR DALAM PENETAPAN BESARNYA PREMI ASURANSI. Tugas Akhir"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI TEORI KABUR DALAM PENETAPAN BESARNYA PREMI ASURANSI

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Matematika

Program Studi Matematika

Disusun Oleh: Yulia Sartika Jehabut

NIM: 133114027

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

THE APPLICATION OF FUZZY THEORY IN DETERMINING THE AMOUNT OF PREMIUM INSURANCE

A Thesis

Presented as a Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Sains

Mathematics Study Program

Written by: Yulia Sartika Jehabut Student Number: 133114027

MATHEMATICS STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

Karya ini saya persembahkan untuk: Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberkati saya. Bapak saya Adrianus Jehabut.

Ibu saya Regina Rohyati Dao. Kedua adik yang saya cintai Eki Jehabut dan Elda Jehabut. Dosen pembimbing saya Romo Frans Susilo, SJ serta sahabat dan teman-teman yang saya kasihi.

(6)
(7)

vii ABSTRAK

Teori himpunan kabur merupakan ilmu untuk membahas hal yang tidak tegas dan didefinisikan dengan fungsi keanggotaan yang nilainya berada pada selang tutup [0,1]. Teori himpunan kabur dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah penetapan besarnya premi pada perusahan asuransi. Penetapan besarnya premi dilakukan menggunakan sistem inferensi kabur dan dimodelkan dengan fuzzy logic toolbox melalui empat tahapan yaitu pembentukan himpunan kabur, basis kaidah, penalaran kabur, dan penegasan.

Kata kunci: himpunan kabur, basis kaidah, penalaran kabur, sistem inferensi kabur

(8)

viii ABSTRACT

Fuzzy set theory is a knowledge to discuss vague things and is defined using membership function whose values lie in closed interval [0,1]. Fuzzy set theory can be used to solve problem of determining the amount of premium in an insurance company. The determination of the amount of premium will be done using fuzzy inference system and modeled using fuzzy logic toolbox in four steps, namely fuzzification, rule base, fuzzy reasoning, and defuzzification.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih, dan penyertaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang berjudul “Aplikasi Teori Kabur Dalam Penetapan Besarnya Premi Asuransi” dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Matematika pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogykarta. Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis banyak mendapat dukungan dan doa dari banyak orang. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

 Prof. Dr. Frans Susilo, SJ selaku dosen pembimbing penulis yang selalu setia dan sabar membimbing serta memberi arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

 Bapak/Ibu dosen program studi Matematika Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu, serta nasihat selama masa kuliah.

 Bapak dan mama yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

 Eki dan Elda yang selalu setia menyemangati dan menghibur penulis.

 Teman-teman program studi Matematika angakatan 2013: Yola, Tia, Lia, Melisa, Ditha, Bintang, Sisca, Sorta, Ezra, Natali, Inge, Laras, Yuni, Ambar, Yui, Kristo, Indra, Wahyu, Andre, Agung, Rey, Dion. Terima kasih untuk pengalaman berharga selama masa kuliah serta canda tawa dan kebersamaan yang kalian berikan.

 Ika Rinika, Yohana Putri, dan Tika Pangestu yang selalu mengingatkan dan memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir.

 Adik lely dan monica yang menemani penulis dalam mengerjakan tugas akhir.

(11)
(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGHESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

PENDAHULUAN ... 1 BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 2 C. Batasan Masalah... 2 D.Tujuan Penelitian ... 2 E. Manfaat Penelitian ... 2 F. Metode Penulisan ... 3 G. Sistematika Penulisan ... 3

BAB II HIMPUNAN DAN LOGIKA KABUR ... 5

A. Himpunan Kabur ... 5

B. Operasi Pada Himpunan Kabur ... 10

(13)

xiii

D. Logika Kabur ... 13

E. Sistem Inferensi Kabur ... 19

F. Penyusunan Sistem Kendali Kabur ... 22

G. Asuransi ... 23

BAB III SISTEM INFERENSI KABUR UNTUK PENETAPAN BESARNYA PREMI ... 25

A. Pembentukan Himpunan kabur ... 25

B. Basis Kaidah ... 29 C. Fungsi Pengaburan ... 32 D.Penalaran Kabur ... 32 E. Fungi Penegasan ... 44 BAB IV PENUTUP ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN ... 75

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori himpunan kabur merupakan pengembangan dari teori himpunan tegas. Teori himpunan kabur pertama kali dikenalkan oleh Zadeh pada tahun 1965. Perbedaan antara teori himpunan kabur dan teori himpunan tegas terletak pada fungsi keanggotaannya. Jika pada himpunan tegas nilai fungsi keanggotaannya adalah 0 atau 1, pada himpunan kabur nilai fungsi keanggotaannya adalah bilangan real dalam selang tutup [0,1]. Pada saat ini teori himpunan kabur telah banyak dikembangkan untuk mempermudah kehidupan manusia. Teori himpunan kabur dapat diaplikasikan untuk membahas hal-hal yang tidak tegas. Salah satu contoh aplikasi teori himpunan kabur adalah dalam bidang Asuransi.

Asuransi merupakan lembaga perlindungan finansial untuk menjamin kejadian-kejadian yang tidak pasti, seperti sakit, kematian, kehilangan, kerusakan karena bencana alam atau kejadian-kejadian yang tidak pasti lainnya. Seseorang yang menjadi nasabah atau orang yang ditanggung oleh asuransi berkewajiban untuk membayar premi pada pihak penanggung yaitu pihak asuransi. Besarnya premi yang dibayarkan seseorang dapat berbeda-beda. Beberapa faktor penentu besarnya premi adalah kesehatan, ekonomi, dan masa asuransi. Untuk menghitung besarnya premi biasanya pihak asuransi mempunyai seorang aktuaria yang bertugas untuk menghitung dan memprediksi besarnya premi yang harus dibayarkan oleh nasabah. Perhitungan penetapan besarnya premi biasanya menggunakan ilmu statistika. Namun selain menggunakan ilmu statistika, kita juga dapat menggunakan teori himpunan kabur untuk menetapkan besarnya premi yang harus dibayar oleh seorang nasabah asuransi.

Salah satu aplikasi teori himpunan kabur adalah sistem inferensi kabur, yaitu suatu sistem yang bekerja atas dasar penalaran kabur. Sistem inferensi kabur

(15)

bekerja dengan cara kerja yang hampir sama dengan manusia dalam pengambilan keputusan, dan terdiri dari empat tahapan, yaitu pembentukan himpunan kabur, basis kaidah, penalaran kabur, dan penegasan.

Pada tugas akhir ini akan dijelaskan keempat tahapan tersebut serta pemodelannya menggunakan Matlab fuzzy logic toolbox.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dirumuskan dalam tugas akhir ini adalah:

1. Bagaimana menetapkan besarnya premi menggunakan sistem inferensi kabur?

2. Bagaimana membuat pemodelan penetapan besarnya premi menggunakan Matlab fuzzy logic toolbox?

C. Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini akan dibatasi faktor yang mempengaruhi besarnya premi, yaitu faktor kesehatan, keadaan ekonomi, dan masa asuransi.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini, yaitu:

1. Menyelesaikan permasalahan dalam penetapan besarnya premi dengan menggunakan sistem inferensi kabur.

2. Memodelkan permasalahan penetapan besarnya premi menggunakan Matlab fuzzy logic toolbox.

E. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah dengan membuat pemodelan penetapan besarnya premi dengan menggunakan sistem inferensi kabur diharapkan dapat mempermudah dalam menetapkan besarnya premi serta hasil yang kita diperoleh lebih akurat.

(16)

F. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi pustaka dari buku-buku dan jurnal serta praktik pemodelan menggunakan Matlab fuzzy logic toolbox.

G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan

BAB II HIMPUNAN DAN LOGIKA KABUR A. Himpunan Kabur

B. Operasi Pada Himpunan Kabur C. Prinsip Perluasan

D. Logika Kabur

E. Sistem Inferensi Kabur

F. Penyusunan Sistem Kendali Kabur G. Asuransi

BAB III SISTEM INFERENSI KABUR UNTUK PENETAPAN BESARNYA PREMI

A. Pembentukan Himpunan kabur B. Basis Kaidah

C. Fungsi Pengaburan D. Penalaran Kabur E. Fungi Penegasan

(17)

BAB IV PENUTUP DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(18)

5 BAB II

HIMPUNAN DAN LOGIKA KABUR

A. Himpunan Kabur

Himpunan kabur pertama kali dipublikasikan oleh Zadeh pada tahun 1965. Himpunan kabur merupakan perluasan dari himpunan klasik. Derajat keanggotaan pada himpunan klasik hanya 0 dan 1, sedangkan pada himpunan kabur derajat keanggotaannya adalah bilangan real dalam selang tertutup dari 0 sampai dengan 1.

Setiap himpunan kabur dinyatakan dengan menggunakan fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan dari suatu himpunan kabur ̃ dalam semesta adalah pemetaan ̃ dari ke selang tertutup [ ], yaitu ̃ [ ]. Nilai fungsi ̃ menyatakan derajat keanggotaan unsur dalam himpunan kabur ̃. Jika nilai fungsi sama dengan 1, maka merupakan anggota penuh dari himpunan kabur ̃. Jika nilai fungsi sama dengan 0, maka bukan anggota dari himpunan kabur ̃. Himpunan kabur ̃ dapat didefinisikan sebagai berikut

Definisi 2.1 (Zimmerman, 1991: 11)

Himpunan kabur ̃ dalam semesta adalah himpunan pasangan terurut: ̃ {( ̃ ) },

dengan ̃ adalah fungsi keanggotaan dari himpunan kabur ̃.

Untuk semesta diskret, himpunan kabur dapat dinyatakan dengan cara daftar, yaitu daftar anggota-anggota semesta dan derajat keanggotaannya.

(19)

Contoh 2.1

Dalam semesta ={Indah, Dude, Gilang, Nadi, Bima} yang terdiri dari siswa dengan tinggi badan berturut-turut 165 cm, 150 cm, 168 cm, 158 cm, dan 167 cm. Himpunan kabur ̃ “himpunan siswa yang tinggi” dinyatakan dengan cara daftar sebagai berikut

̃ 0.9/Gilang + 0.8/Bima + 0.6/Indah + 0.4/ Nadi + 0.2/ Dude. Sedangkan untuk semesta yang kontinu, himpunan kabur dapat dinyatakan dengan cara analitik untuk merepresentasikan fungsi keanggotaan himpunan kabur itu dalam bentuk suatu formula matematis yang dapat disajikan dalam bentuk grafik.

Contoh 2.2

Himpunan kabur ̃ “Bilangan real yang dekat dengan 2” dalam semesta dapat dinyatakan dengan menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut

̃ {

u tu u tu u tu dengan grafik sebagai berikut

Gambar 2.1 Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur “bilangan real yang dekat dengan 2”

(20)

Nilai fungsi keanggotaan ̃ ̃ ̃ ̃ ̃

Pendukung dari suatu himpunan kabur ̃, yang dilambangkan dengan ̃ , adalah himpunan tegas yang memuat semua unsur dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan taknol dalam ̃, yaitu

( ̃) { ̃ }

Teras dari suatu himpunan kabur ̃, yang dilambangkan dengan Teras( ̃), adalah himpunan semua unsur dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu

( ̃) { ̃ }

Pusat dari suatu himpunan kabur didefinisikan sebagai berikut: Jika nilai purata dari semua titik di mana fungsi keanggotaan himpunan kabur itu mencapai nilai maksimum adalah berhingga, maka pusat himpunan kabur itu adalah nilai purata tersebut. Jika nilai purata itu tak hingga positif (negatif), maka pusat himpunan kabur adalah yang terkecil (terbesar) di antara semua titik yang mencapai nilai fungsi keanggotaan maksimum.

Tinggi dari suatu himpunan kabur ̃, yang dilambangkan dengan Tinggi( ̃), dideinisikan sebagai

( ̃) su

{ ̃ }

Suatu himpunan kabur yang tingginya sama dengan 1 disebut himpunan kabur normal, sedangkan himpunan kabur yang tingginya kurang dari 1 disebut himpunan kabur subnormal.

Titik silang dari suatu himpunan kabur ̃ adalah titik dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan sama dengan 0.5 dalam ̃

(21)

Fungsi keanggotaan dapat direpresentasikan dalam bentuk grafik. Beberapa fungsi keanggotaan yang sering digunakan antara lain adalah fungsi keanggotaan segitiga dan fungsi keanggotan trapesium.

1. Fungsi Keanggotaan Segitiga

Fungsi keanggotaan segitiga dari suatu himpunan kabur ̃ dalam semesta adalah pemetaan ̃ dari ke selang tertutup [ ] yang mempunyai tiga buah parameter, yaitu dengan , dan dinyatakan dengan lambang yang memenuhi aturan:

{ u tu u tu u tu

Fungsi keanggotaan segitiga tersebut juga dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut:

( (

) ) Contoh 2.3

Fungsi keanggotaan Segitiga( ;1, 2,7) dapat dinyatakan sebagai berikut:

{ u tu u tu u tu { u tu u tu u tu

(22)

Gambar 2.2 Grafik fungsi keanggotaan Segitiga( ; 1, 2,7) Nilai fungsi keanggotaan ̃ ̃ ̃

2. Fungsi Keanggotaan Trapesium

Fungsi keanggotaan trapesium dari suatu himpunan kabur ̃ dalam semesta adalah pemetaan ̃ dari ke selang tertutup [ ] yang mempunyai

empat buah parameter, yaitu dengan , dan dinyatakan dengan lambang yang memenuhi aturan:

{ u tu u tu u tu u tu

Fungsi keanggotaan trapesium tersebut juga dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut:

( (

) ) Contoh 2.4

(23)

{ u tu u tu u tu u tu { u tu u tu u tu u tu

Gambar 2.3 memperlihatkan grafik fungsi keanggotaan Trapesium (x; 1, 2, 4, 7), dengan nilai fungsi keanggotaan ̃ ̃ ̃ ̃

Gambar 2.3 Fungsi keanggotaan Trapesium (x; 1, 2, 4, 7)

B. Operasi Pada Himpunan Kabur

Operasi himpunan adalah aturan untuk membentuk himpunan baru dari satu atau lebih himpunan yang diketahui. Operasi dengan satu himpunan disebut operasi uner, sedangkan operasi dengan dua himpunan disebut operasi biner.

(24)

Terdapat tiga macam operasi pada himpunan kabur, yaitu komplemen, gabungan, dan irisan.

Komplemen dari suatu himpunan kabur ̃, dengan notasi ̃ , adalah himpunan kabur yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan:

̃ ̃ ,

Gabungan dua buah himpunan kabur ̃ dan ̃, dengan notasi ̃ ̃, adalah himpunan kabur yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan:

̃ ̃ { ̃ ̃ },

Irisan dua buah himpunan kabur ̃ dan ̃, dengan notasi ̃ ̃, adalah himpunan kabur yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan:

̃ ̃ { ̃ ̃ }

Contoh2.5

Misalkan dalam semesta ={-5,-4,-3,-2,-1,0,1,2,3} diketahui himpunan kabur

̃ = 0.1/-4 + 0.8/-3 + 0.5/-2 + 0.7/1 + 0.6/2 + 0.2/3 ̃ = 0.4/-4 + 0.3/-3 + 0.8/-2 + 0.7/-1 + 1/0 + 0.9/2, maka ̃ = 1/-5 + 0.2/-3 + 0.5/-2 + 1/-1 + 1/0 + 0.3/1 + 0.4/2 + 0.8/3 ̃ ̃ = 0.4/-4 + 0.8/-3 + 0.8/-2 + 0.7/-1 + 1/0 + 0.9/2 + 0.2/3 ̃ ̃ = 0.1/-4 + 0.3/-3 + 0.5/-2 + 0.6/2

Operasi komplemen, gabungan, dan irisan dari himpunan kabur diatas disebut operasi baku himpunan kabur, yang merupakan perampatan operasi pada himpunan tegas.

(25)

C. Prinsip Perluasan

Prinsip perluasan merupakan suatu prinsip matematika yang digunakan untuk memperluas (mengaburkan) konsep matematika yang tegas menjadi konsep yang kabur.

Misalkan dan berturut-turut adalah himpunan kuasa kabur dari semesta dan , yaitu himpunan semua himpunan kabur dalam dan berturut-turut.

Definisi 2.4

Suatu fungsi tegas dikatakan dikaburkan bila fungsi tersebut diperluas menjadi fungsi dengan aturan: untuk setiap himpunan kabur ̃ , ̃ adalah himpunan kabur dalam dengan fungsi keanggotaan

̃ {

su

{ ̃ }

Invers fungsi tegas dikatakan dikaburkan bila fungsi tersebut diperluas menjadi fungsi dengan aturan: untuk setiap himpunan kabur ̃ ̃ adalah himpunan kabur dalam ) dengan fungsi keanggotaan

̃ ̃ .

Jika adalah fungsi satu-satu, maka fungsi keanggotaan himpunan kabur ̃ adalah

(26)

Contoh 2.5

Misalkan = {1, 2, 3, 4, 5, 6} dan = {7, 8, 9, 10}. Pemetaan didefinisikan sebagai berikut: (1) = (2) = 7 (3) = 9, (4) = (5) = (6)= 10. Bila diberikan himpuanan kabur ̃ = 0.6/1 + 0.2/2 + 0.7/3 + 0.5/4 + 1/5 + 0.9/6 dalam , dan himpunan kabur ̃ = 0.3/7 + 0.7/8 + 0.9/9 + 0.5/10 dalam , maka dengan prinsip perluasan diperoleh

) = (2) = 7 sup {0.6, 0.2} = 0.6 ̃ (3) = 9 sup {0.7} = 0.7 ̃ (4) = f(5) = f(6) = 10 sup {0.5, 1, 0.9}= 1 ̃ Jadi diperoleh f( ̃) = 0.6/7 + 0.7/9 + 1/10 dalam , dan himpunan kabur ̃ =

0.3/1 + 0.3/2 + 0.9/3 + 0.5/4 + 0.5/5 + 0.5/6 dalam D. Logika Kabur

Logika kabur merupakan logika dwinilai yang diperluas menjadi logika multinilai atau logika dengan tak hingga banyak nilai, yang nilai kebenarannya dinyatakan dengan bilangan real dalam selang [0,1]. Ada beberapa konsep penting dalam logika kabur, yaitu variabel linguistik, proposisi kabur, implikasi kabur, dan penalaran kabur.

1. Variabel Linguisik

Variabel linguistik adalah suatu lambang atau kata yang digunakan untuk menunjuk kepada sesuatu yang tidak tertentu dalam semesta wacana bila semesta wacana tersebut adalah himpunan kata-kata atau istilah dari bahasa sehari-hari.

Variabel linguistik adalah suatu rangkap-5 ( ) di mana adalah lambang dari variabel, adalah himpunan nilai-nilai lingustik yang dapat menggantikan , adalah semesta wacana dari nilai-nilai lingustik dalam adalah himpunan aturan-aturan sintaksis yang mengatur pembentukan

(27)

istilah-istilah anggota , dan adalah himpunan aturan semantik yang mengaitkan setiap istilah dalam dengan satu himpunan kabur dalam semesta .

Contoh 2.8

Misalkan variabel lingustik adalah “umur”, maka sebagai himpunan nilai-nilai linguistik dapat diambil himpunan istilah-istilah = {muda, sangat muda, agak muda, tidak sangat muda, tidak muda dan tidak tua, agak tua, tua, tidak sangat tua, sangat tua}, dengan semesta = [0,100] himpunan aturan sintaksis yang mengatur pembentukan istilah-istilah anggota , dan himpunan aturan semantik yang mengaitkan setiap istilah dalam dengan satu himpunan kabur dalam semesta .

2. Proposisi Kabur

Proposisi kabur adalah kalimat yang memuat predikat kabur, yaitu predikat yang dapat direpresentasikan dengan suatu himpunan kabur dengan nilai kebenaran yang disajikan dengan suatu bilangan real dalam selang [0,1]. Proposisi kabur dengan nilai kebenaran tertentu disebut pernyataan kabur dan nilai kebenarannya disebut derajat kebenaran. Bentuk umum dari suatu proposisi kabur adalah

adalah ̃

dengan adalah suatu variabel linguistik dan predikat adalah suatu nilai linguistik dari . Bila ̃ adalah himpunan kabur yang dikaitkan dengan nilai lingustik dan adalah suatu elemen tertentu dalam semesta dari himpunan kabur ̃,maka mempunyai derajat keanggotaan ̃ dalam himpunan kabur ̃. Derajat dari pernyataan kabur

adalah

didefinisikan sama dengan derajat keanggotaan dalam himpunan kabur ̃, yaitu

(28)

Dari proposisi-proposisi kabur tunggal, kita dapat membentuk proposisi kabur majemuk, dengan menggunakan operator logika. Proposisi kabur majemuk yang paling sering digunakan adalah implikasi kabur.

3. Implikasi Kabur

Bentuk umum implikasi kabur adalah

Bila adalah , maka adalah

dengan dan adalah predikat-predikat kabur yang dikaitkan dengan himpunan-himpunan kabur ̃ dan ̃ dalam semesta dan berturut-turut. Implikasi kabur dapat dipandang sebagai suatu relasi kabur dalam , yang dilambangkan dengan . Implikasi kabur dapat diinterpretasikan bermacam-macam. Salah satu interpretasi implikasi kabur adalah implikasi Mamdani. Implikasi ini didasarkan pada asumsi bahwa implikasi kabur pada dasarnya bersifat lokal dalam arti bahwa implikasi

Bila adalah , maka adalah

hanya berbicara pada keadaan dengan adalah dan adalah , dan tidak mengenai keadaan di luar itu. Berdasarkan asumsi tersebut, implikasi kabur dipandang sebagai suatu konjungsi kabur, sehingga diperoleh

( ̃ ̃ )

yang disebut implikasi Mamdani. Bila sebagai norma- diambil operasi baku “min’, diperoleh

( ̃ ̃ )

Contoh 2.9

Diketahui implikasi kabur “Bila tinggi, maka kecil”, dengan dan berturut-turut adalah variabel linguistik dalam semesta { } dan { }. Jika predikat “tinggi”dan “kecil” berturut-turut dikaitkan dengan himpunan kabur

(29)

̃= 0.2/a + 0.5/b + 0.7/c + 0.9/d dan ̃= 0.4/p + 0.6/q + 0.8/r, maka dengan implikasi Mamdani diperoleh

0.2/(a,p) + 0.2/(a,q) + 0.2/(a,r) + 0.4/(b,q) + 0.5/(b,r) + 0.4/(c,p)

+ 0.6/(c,q) + 0.7/(c,r) + 0.4/(d,p) + 0.6/(d,q) + 0.6/(d,r) 4. Penalaran kabur

Penalaran kabur adalah suatu cara untuk menarik kesimpulan berdasarkan seperangkat implikasi kabur dan suatu fakta yang diketahui. Salah satu aturan penalaran yang paling sering digunakan ialah modus ponens, yang didasarkan pada tautologi:

( ) Bentuk umum penalaran modus ponens adalah sebagai berikut: 1. Bila adalah , maka adalah (Premis 1/ Kaidah) 2. adalah (Premis 2/ Fakta) 3. adalah (Kesimpulan)

Contoh 2.10

Premis 1 : Bila seorang mahasiswa lulus dengan indeks prestasi lebih besar dari 3.5, maka ia dinyatakan lulus dengan pujian (Kaidah)

Premis 2 : Linda lulus dengan indeks prestasi lebih besar dari 3.5 (Fakta) Kesimpulan : Linda dinyatakan lulus dengan pujian (Kesimpulan)

Aturan penalaran tegas ini dapat dirampatkan menjadi aturan penalaran kabur dengan premis-premis dan kesimpulannya adalah proposisi-proposisi kabur. Contoh 2.11

Premis 1 : Bila pakaian kotor, maka pencuciannya agak lama. Premis 2 : Pakaian agak kotor.

(30)

Kesimpulan : Pencucianya agak lama.

Penalaran tersebut dapat dirumuskan secara umum dengan skema sebagai berikut sebagai berikut :

Premis 1 : Bila adalah , maka adalah Premis 2 : adalah

Kesimpulan : adalah

Penalaran kabur dengan skema seperti di atas disebut modus ponens rampat. Modus ponens rampat dapat digeneralisasikan menjadi modus ponens rampat multikondisional, yang terdiri dari buah premis kabur berupa kaidah, sebuah premis kabur berupa fakta, dan sebuah kesimpulan. Skema umumnya adalah sebagai berikut:

Premis 1 : Bila adalah dan dan adalah , maka adalah

Premis 2 : Bila adalah dan dan adalah , maka adalah

Premis : Bila adalah dan dan adalah , maka adalah Fakta : adalah dan dan adalah

Kesimpulan : adalah

dengan dan adalah predikat kabur yang dikaitkan dengan himpunan kabur

̃ dan ̃ dalam semesta , dan adalah predikat kabur yang dikaitkan dengan himpunan kabur ̃ dalam semesta Masing-masing premis tersebut dapat dipandang sebagai suatu relasi kabur ̃ dalam dan faktanya sebagai himpunan kabur ̃ ̃ ̃ dalam . Premis-premis ̃ tersebut biasanya diperlakukan secara disjungtif, sehingga semua premis itu dapat digabung menjadi satu premis ̃ yaitu ̃ ⋃ ̃ Maka kesimpulan “ adalah ” dapat diperoleh dengan kaidah inferensi komposisional untuk menentukan himpunan kabur ̃ ̃ ̃

(31)

dalam semesta dengan fungsi keanggotaan (dengan mengambil operasi baku “min” untuk norma- dan “max” untuk gabungan kabur)

̃ ̃ ̃ su { ̃ ̃ } su { ̃ { }( ̃ )} su { } { ̃ ̃ } { } su { ̃ ̃ } { }{ ̃ ̃ } ( ̃ ̃ )

untuk setiap . Jadi ̃ ̃ ⋃ ̃ ⋃ ( ̃ ̃) ⋃ ̃ , di mana ̃ ̃ ̃ .

Jika untuk implikasi kabur ̃ tersebut diambil implikasi Mamdani , sehingga fungsi keanggotaannya adalah

̃ { ̃ ̃ ̃ } maka fungsi keanggotaan ̃ adalah

̃ ̃ ̃ { } su { ̃ ̃ ( ̃ ̃ ̃ )} { } su { ( ̃ ( ) ) ( ̃ ( ) ) ̃ } { } { su ( ̃ ( ) ̃ ( )) ( ̃ )} { } { ̃ } dengan { } su ( ̃ ( ) ̃ ( )) su ( ̃ ̃ )

(32)

dengan anteseden ̃ dari premis/kaidah ̃ , sedangkan yang merupakan

minimum dari semua untuk disebut daya sulut yang menyatakan

sejauh mana anteseden dari kaidah ̃ dipenuhi oleh fakta ̃ yang diberikan dan menyulut konsekuen dari kaidah tersebut. Dengan demikian kesimpulan ̃ ditentukan dengan empat langkah sebagai berikut:

Langkah 1 : Tentukan derajat keserasian , yaitu supremum dari ̃ ̃ untuk setiap dan

Langkah 2 : Untuk setiap i, tentukan daya sulut sebagai minimum dari semua derajat keserasian ( ).

Langkah 3 : Untuk setiap , tentukan irisan dengan ̃.

Langkah 4 : Gabunglah semua irisan tersebut untuk memperoleh ̃ .

E. Sistem Inferensi Kabur

Sistem inferensi kabur merupakan sistem komputasi yang bekerja berdasarkan penalaran kabur. Salah satu sistem inferensi kabur yang dikenal adalah sistem kendali kabur. Sistem kendali ini berfungsi untuk mengendaikan proses tertentu dengan mempergunakan aturan inferensi berdasarkan logika kabur. (Susilo, 2006: 161)

Pada dasarnya sistem kendali kabur terdiri dari empat unit, yaitu: unit pengaburan, unit penalaran logika kabur, unit basis pengetahuan, dan unit penegasan. Pada unit pengaburan nilai variabel dari masukan diubah ke dalam himpunan kabur. Hasil pengukuran yang telah dikaburkan itu kemudian diproses oleh unit penalaran, yang dengan menggunakan unit basis pengetahuan, menghasilkan himpunan kabur sebagai keluarannya. Langkah terakhir diolah oleh unit penegasan, yaitu menerjemahkan himpunan-himpunan kabur keluaran tersebut ke dalam nilai-nilai yang tegas.

(33)

1. Fungsi Pengaburan

Langkah pertama pada sistem kendali logika kabur adalah mengubah masukan tegas yang diterima menjadi masukan kabur. Fungsi pengaburan adalah pemetaan dengan adalah suatu kelas himpunan kabur dalam semesta . Salah satu contoh fungsi pengaburan adalah fungsi pengaburam Elemen Tunggal. Fungsi pengaburan Elemen Tunggal memetakan nilai ke himpunan kabur ̃ dengan fungsi keanggotaan

̃ {

untuk setiap . Jadi sebenarnya himpunan kabur ̃ ini adalah himpunan tegas dengan elemen tunggal, yaitu ̃ { }

2. Basis Pengetahuan

Basis pengetahuan dari suatu sistem kendali kabur terdiri dari basis data dan basis kaidah. Basis data adalah himpunan fungsi-fungsi keanggotaan dari himpunan-himpunan kabur yang terkait dengan nilai-nilai nilai lingustik dari variabel-variabel yang terlibat dalam sistem. Sedangkan basis kaidah adalah himpunan implikasi-implikasi kabur yang berlaku sebagai kaidah dalam sistem itu. Bila sistem itu mempunyai buah kaidah dengan variabel, maka bentuk umum kaidah ke adalah sebagai berikut:

Bila adalah dan dan adalah maka y adalah dengan adalah variabel linguistik dengan semesta numeris . 3. Unit Penalaran Kabur

Masukan kabur hasil pengolahan unit pengaburan diterima oleh unit penalaran untuk disimpulkan berdasarkan kaidah-kaidah yang tersedia dalam basis pengetahuan. Penarikan kesimpulan itu dilaksanakan berdasarkan aturan modus ponens rampat multikondisional dengan skema sebagai berikut:

(34)

Kaidah 1 : Bila adalah dan dan adalah maka adalah

Kaidah 2 : Bila adalah dan dan adalah maka adalah

Kaidah m : Bila adalah dan dan adalah maka adalah

Masukan : adalah dan dan adalah Kesimpulan : adalah

dengan dan adalah predikat kabur yang dikaitkan dengan himpunan kabur ̃ dan ̃ dalam semesta , dan adalah predikat kabur yang dikaitkan dengan himpunan kabur ̃ dalam semesta . Jika masukannya dinyatakan dengan himpunan kabur ̃ ̃ ̃ dalam , masing-masing kaidah dinyatakan dengan relasi kabur ̃ dalam , dan ̃ ⋃ ̃ , maka kesimpulan “ adalah

” dapat diperoleh dengan menggunakan modus ponens rampat multikondisional untuk menentukan himpunan kabur ̃ ̃ ̃ dalam .

4. Fungsi Penegasan

Unit penegasan yang memuat fungsi-fungsi penegasan berfungsi untuk mengubah nilai kabur keluaran menjadi nilai yang tegas. Fungsi penegasan adalah suatu pemetaan , dengan adalah suatu kelas himpunan-himpunan kabur, yang memetakan suatu himpunan-himpunan kabur ke suatu bilangan real yang tegas. Terdapat beberapa fungsi penegasan, di antaranya adalah Purata Maksimum dan Rerata pusat.

Purata Maksimum: Himpunan kabur ̃ dalam semesta diubah menjadi bilangan tegas ̃ yang merupakan purata dari semua nilai yang mencapai nilai maksimum dalam ̃ , yaitu

(35)

( ̃ )

dengan { ̃ ̃ }. Apabila [ ], maka ( ̃ )

.

Rerata pusat: Jika himpunan kabur ̃ dalam semesta merupakan gabungan dari m buah himpunan kabur, yaitu ̃ ⋃ ̃ , maka ̃ diubah menjadi bilangan tegas ( ̃ ) yang merupakan rerata terbobot dari pusat-pusat dengan tinggi masing-masing himpunan kabur tersebut sebagai bobotnya, jadi

( ̃ ) ∑

dengan adalah pusat dari himpunan kabur ̃ dan ̃ . G. Penyusunan Sistem Kendali Kabur

Penyusunan sistem kendali kabur terdiri dari lima langkah sebagai berikut: Langkah 1 : Menentukan semua variabel yang terkait dalam proses yang

akan dikendalikan. Selanjutnya menentukan nilai-nilai linguistik untuk masing-masing variabel, himpunan-himpunan kabur yang terkait, serta fungsi keanggotaan dari setiap himpunan kabur sebagai basis data dari sistem yang disusun.

Langkah 2 : Untuk masing-masing variabel masukan ditentukan suatu fungsi pengaburan yang sesuai.

Langkah 3 : Menyusun basis kaidah, yaitu himpunan kaidah-kaidah berupa buah implikasi kabur yang menyatakan relasi antara variabel masukan dengan variabel keluaran.

Langkah 4 : Menyusun kaidah-kaidah tersebut beserta masukannya dalam skema modus ponens rampat multikondisional.

(36)

Langkah 5 : Menentukan fungsi penegasan yang sesuai untuk mengubah keluaran yang masih berupa himpunan kabur menjadi suatu bilangan real yang tegas.

G. Asuransi

Asuransi adalah suatu sistem kerjasama ekonomi keuangan yang memungkinkan seorang pemegang polis asuransi atau tertanggung untuk mendapatkan ganti kerugian yang mungkin besar dengan sejumlah kecil tertentu (Williams, 1984: 29). Asuransi merupakan bentuk pengalihan resiko yang timbul karena kebutuhan manusia. Ada berbagai macam asuransi, misalnya asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, dan sebagainya. Asuransi jiwa adalah asuransi yang bertujuan untuk menanggung orang terhadap kerugian finansial tak terduga yang disebabkan karena meninggal terlalu cepat atau hidup terlalu lama. Calon tertanggung sebelumnya akan diseleksi, yaitu apakah ia dapat diterima sebagai tertanggung atau tidak. Setiap perusahaan asuransi mempunyai syarat-syarat untuk menerima atau menolak calon tertanggung. Mehr dan Osler (2007:77) mengemukakan bahwa dalam proses seleksi calon tertanggung harus pula diperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kebiasaan, pekerjaan, kesehatan dan sebagainya. Selanjutnya setelah menjadi tertanggung, ada kewajiban yang harus dilakukan oleh tertanggung, yaitu membayar premi kepada perusahaan asuransi. Premi adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi secara berkala, sesuai dengan masa kontrak yang telah disepakati.

Ada beberapa hal yang diperhatikan oleh perusahaan asuransi dalam seleksi, misalnya usia, kondisi ekonomi, dan jangka waktu asuransi, dan. Ketiga hal ini akan mempengaruhi besar premi yang harus dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi. Usia menjadi faktor penentu besarnya premi sebab semakin tua usia, kesehatan seseorang semakin menurun. Hal ini juga berlaku untuk jangka waktu asuransi. Semakin lama jangka waktu asuransi, berarti semakin bertambah usia, sehingga meningkat pula resiko kesehatan. Selain usia dan jangka waktu

(37)

asuransi, faktor kondisi ekonomi juga menjadi hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan besarnya premi. Kondisi ekonomi seseorang dapat dilihat dari pekerjaannya. Semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin besar pula premi yang harus dibayar.

(38)

25 BAB III

SISTEM INFERENSI KABUR UNTUK PENETAPAN BESARNYA PREMI

1. Pembentukan Himpunan Kabur

Ada 4 variabel kabur yang digunakan dalam sistem pengambilan keputusan menggunakan sistem inferensi kabur dalam penulisan makalah ini, yaitu kesehatan, keadaan ekonomi, masa asuransi, dan besarnya premi dengan menggunakan fungsi keanggotaan segitiga. Variabel masukan dalam sistem pengambilan keputusan ini adalah kesehatan, keadaan ekonomi, dan masa asuransi, sedangkan variabel keluarannya adalah besarnya premi.

1. Variabel Kesehatan

Variabel kesehatan adalah keadaan kesehatan dari nasabah yang dilihat dari segi usia. Semakin tinggi usia diasumsikan semakin menurun kesehatan seseorang. Misalkan adalah variabel linguistik kesehatan yang mengambil nilai kabur “baik”, “sedang”, dan “buruk” (dengan semesta numerik bilangan real dalam selang [15,55] dengan satuan tahun). Nilai-nilai kabur itu misalnya berturut-turut dinyatakan dengan himpunan kabur ̃ ̃ , dan ̃ dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

̃ {

u tu u tu

(39)

̃ { u tu u tu u tu ̃ { u tu u tu

Grafik fungsi keanggotaan ketiga himpunan kabur tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Grafik fungsi keanggotaan variabel kesehatan

2. Variabel Keadaan Ekonomi

Variabel keadaan ekonomi diasumsikan berdasarkan penghasilan yang dilihat dari pekerjaan nasabah. Misalkan adalah variabel linguistik keadaan ekonomi yang mengambil nilai kabur “miskin”, “menengah”, dan “kaya” (dengan semesta numerik bilangan real dalam selang [1,15] dengan satuan juta rupiah). Nilai kabur itu misalnya berturut-turut dinyatakan dengan himpunan kabur ̃ ̃ , dan ̃ dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

(40)

̃ { u tu u tu ̃ { u tu u tu u tu ̃ { u tu u tu

Grafik fungsi keanggotaan ketiga himpunan kabur tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2 Grafik fungsi keanggotaan variabel keadaan ekonomi

3. Variabel Masa Asuransi

Variabel masa asuransi mempunyai 3 nilai himpunan kabur, yaitu jangka pendek, sedang, dan jangka lama. Misalkan adalah variabel linguistik masa asuransi yang mengambil nilai kabur “jangka pendek”, “sedang”, dan “jangka lama” (dengan semesta numerik bilangan real dalam selang [1, 15] dengan satuan

(41)

tahun). Nilai kabur itu misalnya berturut-turut dinyatakan dengan himpunan kabur ̃ ̃ , dan ̃ dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

̃ { u tu u tu ̃ { u tu u tu u tu ̃ { u tu u tu

Grafik fungsi keanggotaan ketiga himpunan kabur tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 Grafik fungsi keanggotaan variabel masa asuransi

4. Variabel Besarnya Premi

Variabel besarnya premi mempunyai menjadi 3 nilai himpunan kabur, yaitu sedikit, sedang, dan banyak. Misalkan adalah variabel linguistik besarnya premi yang mengambil nilai kabur “sedikit”, “sedang”, dan “banyak” (dengan

(42)

semesta numerik bilangan real dalam selang [100, 5000] dengan satuan ribu rupiah). Nilai kabur itu misalnya berturut-turut dinyatakan dengan himpunan kabur ̃ ̃ , dan ̃ dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

̃ { u tu u tu ̃ { u tu u tu u tu ̃ { u tu u tu

Grafik fungsi keanggotaan ketiga himpunan kabur tersebut adalah sebagai berikut:

(43)

B. Basis Kaidah

Basis kaidah untuk penentuan besarnya premi ini sebenarnya terdiri dari 81 kaidah hasil kombinasi 4 variabel kabur, yaitu keadaan ekonomi dengan 3 nilai himpunan kabur, kesehatan dengan 3 nilai himpunan kabur, masa asuransi dengan 3 nilai himpunan kabur, dan besarnya premi dengan 3 nilai himpunan kabur. Namun dalam basis kaidah ini hanya akan digunakan 27 kaidah yang sesuai. Ke-27 kaidah kabur tersebut adalah sebagai berikut:

[R1] Jika kesehatan BAIK, ekonomi MISKIN, dan masa asuransi JANGKA PENDEK, maka besar premi yang dibayar SEDIKIT

[R2] Jika kesehatan SEDANG, ekonomi MISKIN, dan masa asuransi JANGKA PENDEK, maka besar premi yang dibayar SEDIKIT

[R3] Jika kesehatan BURUK, ekonomi MISKIN, dan masa asuransi JANGKA PENDEK, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R4] Jika kesehatan BAIK, ekonomi MENENGAH, dan masa asuransi JANGKA PENDEK, maka besar premi yang dibayar SEDIKIT

[R5] Jika kesehatan SEDANG, ekonomi MENENGAH, dan masa asuransi JANGKA PENDEK, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R6] Jika kesehatan BURUK, ekonomi MENENGAH, dan masa asuransi JANGKA PENDEK, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R7] Jika kesehatan BAIK, ekonomi KAYA, dan masa asuransi JANGKA PENDEK, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R8 Jika kesehatan SEDANG, ekonomi KAYA, dan masa asuransi JANGKA PENDEK, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R9] Jika kesehatan BURUK, ekonomi KAYA, dan masa asuransi JANGKA PENDEK, maka besar premi yang dibayar BANYAK

(44)

[R10] Jika kesehatan BAIK, ekonomi MISKIN, dan masa asuransi SEDANG, maka besar premi yang dibayar SEDIKIT

[R11] Jika kesehatan SEDANG, ekonomi MISKIN, dan masa asuransi SEDANG, maka besar premi yang dibayar SEDIKIT

[R12] Jika kesehatan BURUK, ekonomi MISKIN, dan masa asuransi SEDANG, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R13] Jika kesehatan BAIK, ekonomi MENENGAH, dan masa asuransi SEDANG, maka besar premi yang dibayar SEDIKIT

[R14] Jika kesehatan SEDANG, ekonomi MENENGAH, dan masa asuransi SEDANG, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R15] Jika kesehatan BURUK, ekonomi MENENGAH, dan masa asuransi SEDANG, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R16] Jika kesehatan BAIK, ekonomi KAYA, dan masa asuransi SEDANG, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R17] Jika kesehatan SEDANG, ekonomi KAYA, dan masa asuransi SEDANG, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R18] Jika kesehatan BURUK, ekonomi KAYA, dan masa asuransi SEDANG, maka besar premi yang dibayar BANYAK

[R19] Jika kesehatan BAIK, ekonomi MISKIN, dan masa asuransi JANGKA LAMA, maka besar premi yang dibayar SEDIKIT

[R20] Jika kesehatan SEDANG, ekonomi MISKIN, dan masa asuransi JANGKA LAMA, maka besar premi yang dibayar SEDIKIT

[R21] Jika kesehatan BURUK, ekonomi MISKIN, dan masa asuransi JANGKA LAMA, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R22] Jika kesehatan BAIK, ekonomi MENENGAH, dan masa asuransi JANGKA LAMA, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R23] Jika kesehatan SEDANG, ekonomi MENENGAH, dan masa asuransi JANGKA LAMA, maka besar premi yang dibayar SEDANG

(45)

[R24] Jika kesehatan BAIK, ekonomi MENENGAH, dan masa asuransi JANGKA LAMA, maka besar premi yang dibayar BANYAK

[R25] Jika kesehatan BAIK, ekonomi KAYA, dan masa asuransi JANGKA LAMA, maka besar premi yang dibayar SEDANG

[R26] Jika kesehatan SEDANG, ekonomi KAYA, dan masa asuransi JANGKA LAMA, maka besar premi yang dibayar BANYAK

[R27] Jika kesehatan BURUK, ekonomi KAYA, dan masa asuransi JANGKA LAMA, maka besar premi yang dibayar BANYAK

C. Fungsi Pengaburan Contoh 1:

Misalnya diberikan masukan usia nasabah 20 tahun, gaji nasabah 1,3 juta rupiah per bulan, dan masa asuransi 7 tahun. Oleh unit pengaburan masukan tegas itu diubah menjadi himpunan kabur dengan menggunakan fungsi pengaburan elemen tunggal. Hasilnya berturut-turut dinyatakan sebagai himpunan kabur ̃ , ̃ , ̃ dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

̃ {

̃ {

̃ {

D. Penalaran Kabur

Langkah pertama adalah menentukan derajat keserasian sebagai berikut (seperti diuraikan pada halaman 18):

su

{ ̃ ( ) ̃ ( )}

(46)

Diperoleh derajat keserasian sebagai berikut: su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } = ̃ su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } = ̃ 0 su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ 0 20 25 𝜇 𝐴̃ 1 15 00 0 𝜇 𝐴̃ 𝑥 𝑥 𝜇 𝐴̃ 𝑥 𝑥 𝜇 𝐴̃ 𝐴̃ 𝐴̃

(47)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } 𝜇 𝐴̃ 𝑥 𝜇 𝐴̃ 45 55 𝑥 𝐴̃

(48)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } = ̃

(49)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ 0 su [ ] { ̃ ̃ } su [ ]] { ̃ ̃ } su [ ]] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ 𝜇 𝐵̃ 1 0 1.3 𝑦 1 5 𝜇 𝐵̃ 𝑦 𝐵̃ 𝜇 𝐵̃ 𝑦 𝐵̃ 𝜇 𝐵̃ 𝑦

(50)

0 su [ ]] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } 𝜇 𝐵̃ 𝜇 𝐵̃ 𝑦 𝐵̃ 𝑦

(51)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } = { ̃ } = ̃ 𝜇 𝐶̃ 𝜇𝐶 ̃ 𝑧 𝑧 𝐶̃

(52)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ 𝜇 𝐶̃ 𝑧 7 12 𝐶̃ 𝜇 𝐶̃ 𝑍

(53)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ 𝜇 𝐶̃ 𝜇𝐶 ̃ 𝑧 𝑍 𝐶̃

(54)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ }

Langkah kedua adalah menentukan daya sulut sebagai minimum dari semua derajat keserasian , yaitu { } .

Diperoleh daya sulut sebagai berikut: { } { } { } 0 { } { } { }

(55)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { }

(56)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0.5 { } { } { } 0 { } { } { }

(57)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { }

(58)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { }

(59)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { }

(60)

0

Langkah ketiga adalah menentukan ̃ yaitu irisan dengan ̃ untuk setiap sebagai berikut: ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } Untuk = 0.5 = ̃ diperoleh 𝜇𝑠̃ 𝑝 100 1000 𝑆̃ 𝑤 𝑝

(61)

1000 – = 450 p = 550. Jadi ̃ [ ] { ̃ } { u tu u tu u tu ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } 𝜇𝑠̃ 𝑝 𝑤 𝑠̃ 𝑝

(62)

̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ }

Langkah keempat adalah menggabungkan semua ̃ , sehingga diperoleh kesimpulan ̃ sebagai berikut:

̃ ⋃ ̃ ̃ { }{ ̃ } {0, ̃ } ̃ { u tu u tu u tu

(63)

Gambar 3.5 Himpunan kabur ̃

Jadi besarnya premi adalah nilai kabur yang berkaitan dengan himpunan kabur ̃.

E. Fungsi Penegasan

Pada langkah terakhir, unit penegasan mengubah himpunan kabur ̃ menjadi nilai tegas. Dengan fungsi penegasan “purata maksimum”, nilai kabur ̃ diubah menjadi bilangan tegas

( ̃) su di mana { ̃ ( ̃)}. ( ̃) = su

[ ]{ ̃ } , sehingga = [100,550].

( ̃ )

Maka besar premi yang harus dibayar adalah 325.000,00 rupiah. 0.5 100 T e equ t o here 550 1000 𝑆 ̃ 𝜇𝑠̃ 𝑝 𝑝 𝑝

(64)

Contoh 2:

Misalnya diberikan masukan usia nasabah 33 tahun, gaji nasabah 8 juta rupiah per bulan, dan masa asuransi 3 tahun. Oleh unit pengaburan masukan tegas itu diubah menjadi himpunan kabur dengan menggunakan fungsi pengaburan elemen tunggal. Hasilnya berturut-turut dinyatakan sebagai himpunan kabur ̃ , ̃ , ̃ dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

̃ {

̃ {

̃ {

Langkah pertama adalah menentukan derajat keserasian sebagai berikut: su

{ } { ̃ ( ) ̃ ( )}

untuk dan .

Diperoleh derajat keserasian sebagai berikut:

su [ ] { ̃ ̃ } = { ̃ } ̃ = 0 𝜇 𝐴̃ 1 𝑥 𝜇 𝐴̃ 𝑥 𝐴̃

(65)

su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ .833 su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .833 𝜇 𝐴̃ 𝑥 𝜇 𝐴̃ 𝑥 𝐴̃ 𝜇 𝐴̃ 𝑥 𝑥 𝐴̃ 𝜇 𝐴̃

(66)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .833 su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .833 su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .833 su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .833 su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .833 su [ ] { ̃ ̃ }

(67)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .833 su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .833 su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ 𝜇 𝐵̃ 𝜇 𝐵̃ 𝑦 𝑦 𝐵̃

(68)

.889 su [ ] { ̃ ̃ } .889 su [ ] { ̃ ̃ } .889 su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } 𝜇 𝐵̃ 𝜇 𝐵̃ 𝑦 𝐵̃ 𝜇 𝐵̃ 𝜇 𝐵̃ 𝑦 𝐵̃ 𝑦 𝑦

(69)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .889 su [ ] { ̃ ̃ } .889 su [ ] { ̃ ̃ } .889 su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } .889 su [ ] { ̃ ̃ } .889 su [ ] { ̃ ̃ } .889 su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ }

(70)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } 𝜇 𝐶̃ 𝜇 𝐶̃ 𝑧 𝑧 𝐶̃

(71)

{ ̃ } ̃ su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } { ̃ } ̃ 𝜇 𝐶̃ 𝑧 𝜇 𝐶̃ 𝑧 𝐶̃

(72)

su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ } su [ ] { ̃ ̃ }

Langkah kedua adalah menentukan daya sulut sebagai minimum dari semua derajat keserasian , yaitu { } .

Diperoleh daya sulut sebagai berikut: { } { } { } 𝜇 𝐶̃ 𝜇 𝐶̃ 𝑧 𝑧 𝐶̃

(73)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0.5 { } { } { }

(74)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { }

(75)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { }

(76)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { }

(77)

0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { } 0 { } { } { }

(78)

0

{ }

{ }

{ } 0

Langkah ketiga adalah menentukan ̃ yaitu irisan dengan ̃ untuk setiap sebagai berikut: ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } Untuk = 0.5 = ̃ e diperoleh = 600 𝑤 = 0 𝑠̃ 𝜇 𝑠̃ 𝑝 𝑝

(79)

p = 1400. Untuk = 0.5 = ̃ e diperoleh: 600 = p = 2600. Jadi ̃ [ ]{ ̃ } { u tu u tu u tu u tu ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } 𝜇 𝑠̃ 𝑝 𝑤 = 0.5 𝑠̃ 𝑝

(80)

̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ } ̃ [ ] { ̃ }

(81)

̃ [ ] { ̃ }

̃ [ ] { ̃ }

Langkah keempat adalah menggabungkan semua ̃ , sehingga diperoleh kesimpulan ̃ sebagai berikut:

̃ ⋃ ̃ ̃ { }{ ̃ } { ̃ } ̃ { u tu u tu u tu u tu Gambar 3.6 Himpunan kabur ̃

Jadi besarnya premi adalah nilai kabur yang berkaitan dengan himpunan kabur ̃. Pada langkah terakhir, unit penegasan mengubah himpunan kabur ̃ menjadi nilai tegas. Dengan fungsi penegasan “purata maksimum”, nilai kabur ̃ diubah menjadi bilangan tegas

𝑝

𝑆 ̃

(82)

( ̃) su di mana { ̃ ( ̃)}. ( ̃) = su [ ] { ̃ } sehingga = [1400,2600]. Jadi ( ̃ )

Maka besar premi yang harus dibayar adalah 2.000.000,00 rupiah. Contoh 3:

Misalnya diberikan masukan usia nasabah 54 tahun, gaji nasabah 12 juta rupiah per bulan, dan masa asuransi 15 tahun. Oleh unit pengaburan masukan tegas itu diubah menjadi himpunan kabur dengan menggunakan fungsi pengaburan elemen tunggal. Hasilnya berturut-turut dinyatakan sebagai himpunan kabur ̃ , ̃ , ̃ dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

̃ {

̃ {

̃ {

Langkah pertama adalah menentukan derajat keserasian sebagai berikut:

su

{ } { ̃ ( ) ̃ ( )}

untuk dan .

Gambar

Gambar 2.1 Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur “bilangan real yang  dekat dengan 2”
Gambar 2.2 memperlihatkan grafik fungsi keanggotaan Segitiga ( ;1, 2,7).
Gambar 2.2 Grafik fungsi keanggotaan Segitiga( ; 1, 2,7)  Nilai fungsi keanggotaan    ̃          ̃             ̃
Gambar 2.3 memperlihatkan grafik fungsi keanggotaan Trapesium (x; 1, 2, 4, 7),  dengan nilai fungsi keanggotaan    ̃          ̃             ̃          ̃
+6

Referensi

Dokumen terkait

Langkah yang efektif dalam pembelajaran mufradat dengan menggunakan media gambar adalah sebagai berikut: Pertama, guru hendaknya memilih dan menggunakan gambar sesuai

Dengan judul “Sistem Informasi Penggajian Pada Dinas Sosial D.I.Yogyakarta”, penelitian ini bertujuan untuk memberikan kemudahan baik dalam pengolahan data dan memberikan

Bandung Kota 21 Ratna Bundaran Metro Jalan Venus Raya Baso Tahu.. 22 Rizki Bundaran Metro Jalan Venus Raya Sate Padang

Meskipun perubahan mukosa terjadi pada semua pasien dalam penelitian ini, namun hubungan antara jenis batu dan perubahan mukosa yang terjadi masih belum bisa ditegakkan karena

Semenjak didirikan HS Silver sudah menjadi anggota Koperasi Produksi dan Pengusaha Perak Yogyakarta (KP3Y). Pada tahun 1965 HS Silver membuka artshop di Jl. Untuk

[r]

Bagi Guru Dengan adanya prototipe buku penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran tematik kelas IV SD Guru bisa lancar dalam mengajar dengan menggunakan langkah-langkah yang

To clarify the relationship between intestinal metabolome and microbiome profiles in the control and AD groups, Procrustes analysis combining PCA of the metabolome profiles