• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai perantara keuangan (financial intermediary), melakukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai perantara keuangan (financial intermediary), melakukan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bank merupakan lembaga keuangan yang menghubungkan antara pemilik dana dan yang membutuhkan dana. Bank yang dalam aktivitasnya bertindak sebagai perantara keuangan (financial intermediary), melakukan manajemen aset (assets management) dan manajemen kewajiban (liabilities management) untuk dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Pada umumnya, bank mendapatkan keuntungan dengan menjual jasa-jasa keuangan dan menggunakan dana yang terhimpun untuk membeli aset-aset dengan karakteristik berbeda-beda yang dapat memberikan pendapatan kepada bank.

Sebagai upaya untuk dapat menjalankan aktivitas perbankan dengan baik yang bertujuan menghasilkan keuntungan, perbankan harus memiliki kemampuan manajemen yang baik pula dari berbagai sisi. Menurut Mishkin dan Eakins (2012), dalam manajemen perbankan terdapat empat hal yang menjadi perhatian utama yakni, bank harus menyediakan dana yang cukup, bank harus berupaya menurunkan setiap resiko yang ada, bank harus mengelola penghimpunan dana, dan bank harus mengetahui jumlah kebutuhan modal.

Agar pembayaran kepada penyimpan dana ketika terjadi deposit outflow yang dapat terjadi kapanpun, bank harus siap sedia dengan menahan sejumlah dana yang langsung dapat dicairkan. Oleh karena itu agar bank tetap dapat menjaga tersedianya dana sesuai yang dibutuhkan di saat-saat tertentu, bank harus

(2)

resiko yang dapat muncul dengan memiliki aset dengan likuiditas tinggi melalui diversifikasi aset yang dipegang, hal tersebut berkaitan dengan pengelolaan aset perbankan. Selanjutnya bank harus melakukan manajemen kewajiban (liability management), dimana bank harus dapat menghimpun dana dengan biaya rendah sebesar-besarnya. Dengan besarnya dana berbiaya rendah yang dimiliki, maka akan berperan pula menurunkan beban rata-rata. Dalam manajemennya, bank harus dapat menentukan jumlah modal yang harus disiapkan oleh bank itu sendiri lalu menghimpun sejumlah modal yang dibutuhkan, hal ini berkaitan dengan manajemen kecukupan modal dimana hal ini berkaitan pula dengan ketentuan regulasi perbankan mengenai pemenuhan capital adequacy ratio (CAR).

Dalam aktivitas perbankan terdapat berbagai resiko dimana resiko yang harus dihadapi oleh manajemen perbankan memiliki unsur ketidakpastian. Contohnya, ketidakpastian nasabah akan memperbaharui pinjamannya, ketidakpastian tumbuhnya deposito dan sumber dana lainnya di bulan mendatang, ketidakpastian peningkatan harga saham dan pendapatan perbankan, dan ketidakpastian naik dan turunnya suku bunga pasar.

Bank biasanya akan memperhatikan dengan serius resiko-resiko yang dapat terjadi selaras dengan tujuannya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, hal ini dikarenakan pendapatan dapat menurun tanpa terduga sebelumnya yang dapat disebabkan oleh faktor dari dalam maupun dari luar bank, seperti kualitas sumberdaya manajemen bank, perubahan kondisi perekonomian, kompetisi antar bank, atau hukum dan regulasi.

(3)

Dalam menjalankan aktivitas sebagai penyedia jasa keuangan, perbankan setiap harinya akan menghadapi resiko likuiditas. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan dana bank dalam menyelesaikan kewajibannya terhadap para nasabah. Nasabah dapat kapan saja melakukan penarikan dana yang berada di rekening banknya. Oleh karena itu, bank harus tetap menyediakan sejumlah dana berupa aset yang likuid atau mudah untuk dicairkan sebagai upaya penyelesaian kewajiban yang harus segera dibayar.

Meningkatnya resiko likuiditas ini disebabkan oleh dua hal yaitu dari sisi kewajiban (liabilitas) dan dari sisi aset (Saunders dan Cornett, 2008). Resiko likuiditas yang disebabkan dari sisi liabilitas terjadi ketika nasabah bank melakukan penarikan tunai secara tiba-tiba. Oleh karena itu, menurut Aspachs et al. (2005) bank sangat rentan terhadap goncangan likuiditas yang disebabkan sisi liabilitas dari neraca keuangan bank itu sendiri. Dalam memenuhi kebutuhan pencairan dana nasabah, bank akan mencari tambahan dana atau menjual aset yang dimiliki. Aset yang paling likuid adalah kas yang tersedia, sehingga bank akan menggunakan aset ini untuk memenuhi permintaan nasabah.

Seperti yang telah disebutkan bahwa bank akan berupaya untuk mendapatkan keuntungan bunga dari dana yang disimpan oleh nasabah, namun cadangan kas yang dimiliki oleh bank tidak akan menghasilkan bunga sama sekali karena kas bersifat diam (idle). Dalam menghasilkan pendapatan bunga, bank biasanya akan menginvestasikan dana yang didapatkan pada aset yang kurang likuid atau yang memiliki jatuh tempo dalam jangka waktu cukup panjang. Walaupun bank menginvestasikan dana yang dihimpun dari masyarakat ke aset

(4)

yang memiliki waktu jatuh tempo, aset-aset tersebut tetap dapat dilikuidasi oleh bank walaupun pada beberapa jenis investasi harus mengeluarkan biaya cukup tinggi ketika dicairkan. Bank dalam upayanya untuk dapat menyelesaikan kewajiban terhadap nasabah yang ingin menarik dana segera, akan menggunakan alternatif lain. Selain dengan cara mencairkan investasi, bank akan meminjam tambahan dana kepada pihak lain.

Penyebab resiko likuiditas yang kedua berada dari sisi aset, seperti kemampuan untuk menyediakan kecukupan dana dalam pelaksanaan penyaluran pinjaman yang bersifat komit. Ketika nasabah menarik uang dari pinjaman komitmen, bank harus mencari dana untuk menyeimbangkan keuangannya. Hal ini mengakibatkan bank membutuhkan likuiditas tambahan.

Sebagai upaya menjaga kondisi bank tetap mampu mengatasi resiko yang ada, pembuat regulasi mengenai perbankan mengatur beberapa hal, salah satunya adalah mengenai likuiditas bank. Likuiditas perbankan diatur agar bank dapat menyelesaikan kewajiban-kewajibannya ketika ditagih. Kewajiban-kewajiban tersebut dapat muncul tiba-tiba seperti telah disebutkan di atas. Sehingga manajemen bank harus mampu mengukur posisi likuiditas banknya dan lebih baik apabila dilakukan pengukuran harian.

(Michael Babad. The Globe and Mail. November 2012) Ketika keadaan global dalam kondisi krisis, banyak para pemilik dana menarik simpanan dari rekening banknya. Dengan banyaknya arus kas keluar yang mengalir, maka bank membutuhkan lebih banyak kas dan aset likuid yang siap dicairkan. Sehingga apabila komposisi aset yang dimiliki oleh bank didominasi oleh aset yang tidak

(5)

likuid, yang disebabkan oleh lebih mengutamakan keuntungan maka bank dapat menghadapi masalah likuiditas. Bank akan kekurangan dana untuk dapat memenuhi permintaan nasabah. Dengan begitu bank akan berusaha mencari tambahan dana dari pihak lain. Ketika bank tidak mampu menemukan sumber tambahan dana untuk dapat menyelesaikan kewajibannya, bank akan menuju kondisi bankrut.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Leo de Haan dan Jan Willem van den End (2013) terhadap 62 bank di Belanda menunjukkan bahwa penahanan aset likuid dipengaruhi oleh jumlah kewajiban (liabilitas) dimana aset likuid yang ditahan oleh bank akan lebih besar dari jumlah kewajiban bank, namun hal ini tidak terlalu berpengaruh bagi bank yang memiliki kemampuan modal yang besar. Penahanan aset likuid juga dipengaruhi oleh jatuh temponya kewajiban bank dimana ketika bank memprediksi akan adanya arus kas keluar di bulan mendatang maka bank akan meningkatkan aset likuid, namun bank secara rata-rata tidak mengurangi aset likuid yang ditahan walaupun jika diprediksi di bulan mendatang akan ada arus kas masuk.

Masalah likuiditas merupakan penyebab krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008. Krisis yang terjadi pada tahun 2008 timbul dari Amerika Serikat dengan isu subprime mortgage. Bank pada saat itu dengan mudah menyalurkan dana berupa kredit perumahan dengan tingkat resiko yang sangat tinggi, bahkan ada yang memberikan kredit tanpa jaminan namun dengan tingkat bunga tinggi. Dengan melakukan hal ini, bank berharap akan menghasilkan keuntungan yang sangat besar karena pasar perumahan sedang sangat baik pada

(6)

tahun-tahun sebelumnya. Bank cenderung menggunakan prediksi arus kas jangka panjang mereka untuk memutuskan seberapa besar aset likuid yang akan mereka tahan, dan sebagian besar dari bank-bank melihat hingga 1 tahun ke depan tanpa memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan jangka pendek.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah terjadi pada dunia perbankan, the Basel Committee of Banking Supervision (BCBS) menerbitkan berbagai kebijakan dalam usaha agar jasa keuangan perbankan memiliki ketahanan dalam menghadapi berbagai macam kondisi krisis keuangan. Pada krisis keuangan global tahun 2008-2009 terlihat betapa dunia perbankan sangat rapuh dalam menghadapi kebutuhan likuiditasnya. BCBS dalam hal ini memiliki kapasitas dalam menerbitkan berbagai peraturan yang dirumuskan di dalam peraturan Basel I, Basel II, dan yang terakhir adalah Basel III.

Kumpulan dari gubernur-gubernur bank sentral dunia dalam Bank for International Settlement (BIS) merasa peraturan yang tertuang dalam Basel II belum cukup untuk dapat menjadi acuan bagi dunia perbankan dalam mengantisipasi kondisi krisis yang dapat terjadi. BIS melakukan pertemuan pada tanggal 23-24 Juni 2011 di Basel, Swiss. Dan dari pertemuan tersebut terlahir peraturan baru yang disebut Basel III yang merupakan upaya pematangan dan kelanjutan dari Basel II. Peraturan yang dirumuskan di dalam Basel III terbagi menjadi dua dokumen, yaitu “Basel III: A global regulatory framework for more resilent banks and banking systems” dan “Basel III: International framework for liquidity risk measurement, standards and monitoring”.

(7)

Salah satu rumusan dalam Basel III adalah mengenai standar likuiditas bagi perbankan. Standar likuiditas tersebut dibagi menjadi dua jenis menurut jangka waktunya yaitu, Short term: Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Long term: Net Stable Funding Ratio (NSFR). Untuk memperkuat kemampuan likuiditas perbankan, pada Basel III diperkenalkan standar likuiditas dalam jangka pendek dimana bank dapat memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rentang waktu 30 hari ke depan. LCR memaksa bank untuk menahan aset yang bersifat likuid atau aset yang berkualitas tinggi setidaknya sama dengan net cashflow bank dalam jangka 30 hari ke depan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk menganalisis apa yang menjadi patokan manajemen bank dalam menentukan jumlah aset likuid yang harus mereka tahan untuk kebutuhan likuiditasnya dan penelitian ini diberi judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penahanan Aset Likuid Sebagai Dasar Penerapan BASEL III Pada Sektor Perbankan”.

(8)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan penelitian, maka yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut “bagaimana pengaruh Liability, Cash Outflow, Cash Inflow, dan Net Cashflow terhadap jumlah Liquid Asset yang ditahan oleh 5 bank terbesar di Indonesia sebagai dasar penerapan Liquidity Coverage Ratio?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh Liability, Cash Outflow, Cash Inflow, dan Net Cashflow terhadap jumlah Liquid Asset yang ditahan oleh 5 bank terbesar di Indonesia sebagai dasar penerapan Liquidity Coverage Ratio.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, bank, investor, dan peneliti selanjutnya.

1. Bagi bank, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebagai bahan pertimbangan bagi bank dalam memanajemen aset agar tetap dalam posisi likuiditas yang aman.

2. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memilih bank sebagai tempat berinvestasi dengan kualitas manajemen aset yang baik.

3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian yang lebih dalam pada faktor-faktor manajemen bank menahan Liquid Asset.

(9)

4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat sebagai dasar pemikiran apabila diminta untuk memberikan pendapat berkaitan dengan cara bank dalam manajemen Liquid Asset.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian di susul dengan pergantian adegan kedua yang di awali oleh dua makhluk salah satunya makhluk dari adegan pertama yang berwarna merah dengan makhluk

Dengan teknik rotoscoping penulis yang tidak mempunyai kemampuan menggambar karakter animasi secara manual dapat membuat film animasi dengan mudah, karena proses

Dari hasil survey yang dilakukan terhadap 30 orang mahasiswa jurusan akuntansi Universitas Widyatama (UTama), terdapat beberapa hal yang sangat menarik berkaitan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Adakah pengaruh harga terhadap keputusan pembelian pada Toko

Menurut Skousen (2004:6), beberapa ciri penting definisi akuntansi yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1) Akuntansi memberikan suatu pelayanan vital

12 Bisnis Tea-ori memiliki pesaing dari produk minuman teh siap saji dari perusahaan ternama seperti produk Nu Milk Tea yang diproduksi oleh PT ABC President yang sudah

Dengan menggunakan Model BPPT-MEDI maka permintaan energi di sektor transportasi untuk skenario dasar diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010

Parfum Laundry Ketapang Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI PANGSA PASAR PRODUK NYA:.. Chemical Untuk Laundry Kiloan