STUDI PERHITUNGAN PEMBEBANAN EKONOMIS PADA
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS DAN UAP DI PT. PJB UNIT
PEMBANGKITAN GRESIK
1)
Muhammad Ulul Azmi,
2)Hadi Suroso,
3)Denny Irawan
1,2,3)Jurusan Teknik Elektro– Universitas Muhammadiyah Gresik
JL. Sumatra No 101, Gresik 61121, Jawa Timur
Email : ulul_umg@yahoo.com
1), hadi_s@hotmail.com
2)den2mas@gmail.com
3)ABSTRAK
Perubahan beban yang harus dilayani oleh unit-unit pembangkit termal sesuai dengan partisipasinya menurut waktu akan mengakibatkan biaya bahan bakar yang digunakan persatuan waktu turut berubah-ubah pula. Oleh karena itu, pola pembagian beban yang opti-mal dan ekonomis antara pembangkit tiap blok yang sedang beroperasi sangat diperlukan un-tuk mencapai pembangkitan dengan jumlah biaya bahan bakar minimal. Unun-tuk mengurangi biaya bahan bakar maka penjadwalan optimal unit pembangkit termal di PLTGU PT. PJB UP. Gresik perlu dilakukan. Permasalahan yang menyangkut penjadwalan terdiri dari dua masalah yang berhubungan yaitu unit commitment dan economic dispatch.
Dalam penelitian ini didiskusikan studi perhitungan pembebanan ekonomis dengan pemodelan unit commitment yang menerapkan metode priority list dengan dynamic program-ming dan economic dispatch dengan metode lagrange. Dalam proses perhitungannya diguna-kan software Java FX 2 sebagai bahasa pemrogramannya. Hasil optimasi dengan pemodelan Unit Commitment dan Economic Dispatch dengan data sample tanggal 31 Maret 2013 dengan kisaran beban ±1050 MW yang menggunakan berbagai konfi gurasi blok dan unit-unit pembangkit menghasilkan biaya sebesar US$ 609.730,312, lebih murah US$ 165.180,0351 daripada pembebanan riil di PLTGU PT. PJB UP. Gresik sebesar US$ 774.910,3471 dalam waktu satu hari. Hal ini menunjukkan bahwa optimasi pembebanan ekonomis dengan model Unit Commitment yang mengembangkan metode Priority List dan Dynamic Programming dan model Economic Dispatch dengan metode Lagrange mampu menghasilkan solusi yang lebih optimal dibandingkan dengan pembangkitan riil PLTGU PT. PJB UP. Gresik
Kata kunci : dispatch, pembangkit thermal, lagrange,
1. PENDAHULUAN
Pengoperasian suatu pembang-kit termal sangat tergantung pada ba-han bakar, dengan demikian hal tersebut yang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena sebagian besar biaya operasi yang dikeluarkan adalah untuk keperluan bahan bakar. Biaya bahan bakar sebuah unit
pembangkit termal merupakan fungsi be-ban pembe-bangkit termal yang bersangkutan dan dinyatakan oleh sebuah fungsi F(P T) [4]. Kemampuan memikul beban me-nentukan keandalan sistem energi listrik, sehingga selalu diupayakan besar daya yang dibangkitkan harus sama dengan besar ke-butuhan di sisi beban setiap saat. Fluktuasi
kebutuhan energi listrik di sisi beban akan menimbulkan fl uktuasi biaya bahan bakar, berkaitan dengan hal tersebut perlu ditentu-kan pola korelasi keduanya, yang biasa dis-ebut input output suatu pembangkit tenaga listrik. Sistem tenaga listrik yang be-sar yang memiliki pembangkit-pembangkit termal seperti Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap
( PLTGU) akan menghadapi per-masalahan dalam hal biaya bahan bakar untuk pengoperasiannya. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk mengurangi biaya operasi melalui pengurangan biaya bahan bakar sampai pada tingkat mini-mum. Metode untuk memproduksi dan mendistribusikan tenaga listrik secara ekonomis sedang dipelajari secara intensif oleh peneliti-peneliti yang berkecimpung da-lam persoalan ini. Permasalahannya ke-mudian bagaimana mengatur pembebanan pembangkit listrik tersebut, sehingga jum-lah energi listrik yang dibangkitkan sesuai dengan kebutuhan dan biaya produksi men-jadi seminimal mungkin serta tetap memper-hatikan tuntutan pelayanan [13].
Saat ini, PLTGU PT. PJB UP Gresik sebagai salah satu pensuplay tenaga listrik di Pulau Jawa belum memiliki pola pembe-banan yang optimal dan ekonomis. Untuk itu, sebuah optimasi bisa menjadi sangat berguna dan bermanfaat. Optimasi dilaku-kan terutama dalam pencarian pola kombinasi pembangkit tiap blok yang akan dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan beban secara ekonomis. Langkah-langkah optimasi yang harus ditempuh men-jadi lebih kompleks dan unik karena PLT-GU termasuk jenis pembangkit daur ganda (combined cycle).
Bertitik tolak dari pemikiran di atas, dalam tugas akhir ini analisa sistem tenaga yang dilakukan, difokuskan pada pembebanan ekonomis yang di-lakukan untuk membagi daya yang harus dibangkitkan oleh masing-masing pem-bangkit tiap blok untuk memenuhi kebutuhan
beban sistem yang bertujuan mendapatkan biaya bahan bakar yang optimum
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap
Pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) adalah pembangkit daur ganda (combined cycle) yang menggunakan gas buang bertemperatur tinggi dari satu turbin gas atau lebih untuk menghasilkan uap dan digunakan untuk men-jalankan generator turbin uap. Keuntungan dari penggunaan pembangkit listrik daur ganda adalah tingginya efi siensi pembangki-tan [13].
Bagian-bagian utama PLTGU ter-diri dari turbin gas beserta generatornya, ketel / HRSG (Heat Recovery Steam Gen-erator), turbin uap beserta generatornya dan alat pendukung lainnya.
Gambar 1. Sebuah Pembangkit Listrik Daur
Ganda (Combined Cycle) dengan 4 Turbin Gas dan 1 Turbin Uap
Gambar 1 menggambarkan konfi gurasi sebuah pembangkit listrik tenaga gas dan uap dengan empat turbin gas beserta generatornya, empat HRSG y a n g masing-masing menghubungkan sebuah turbin gas dengan turbin uap, serta satu turbin uap dan generatornya. Karakteristik efi siensi pembangkitan bergantung kepada jumlah turbin gas yang dioperasikan. Semakin banyak turbin gas yang dioperasikan, gas buang yang dapat digunakan untuk memanaskan air di dalam HRSG juga semakin banyak sehingga keluaran turbin uap menjadi semakin besar
2.2. Karakteristik Pembangkit Termal
Karakteristik pembangkit termal terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah karakteristik input-output, karakteristik heat rate, karakteristik incremental heat rate dan incremental fuel cost
[13].
2.2.1. Karakteristik Input-Output
Karakteristik input-output meng-gambarkan hubungan antara masukan pembangkit sebagai fungsi dari keluaran pembangkit. Pada pembangkit termis, masukannya adalah bahan bakar yang din-yatakan dalam nilai uang sebagai gambaran biaya yang diperlukan untuk bahan bakar yang dinotasikan F ($/jam) dengan keluaran daya yang dibangkitkan dinyatakan dalam Megawatt (MW). Masukan juga dinyatakan dalam satuan panas BTU/jam dari bah-an bakar ybah-ang diberikbah-an pada boiler untuk menghasilkan keluaran pembangkit dan dinotasikan H (MBTU/h) dengan H adalah heat (panas), BTU adalah British Thermal Unit (satuan panas sistem inggris), dan h adalah hour (jam). Hubungan antara H dan F dapat dinyatakan dalam persa-maan
F = S x H / MBTU
Sedangkan kurvanya dapat digambarkan seperti pada gambar di bawah ini
Gambar 2. Kurva Karakteristik
Input-Output 2.2.2. Karakteristik Heat Rate
Karakteristik heat rate m e r u -pakan karakteristik yang menunjukkan efi siensi mesin dan digunakan dalam
pen-gaturan pembebanan beberapa unit pem-bangkit. Kurva heat rate sebuah unit pembangkit menunjukkan maasukan kalor dalam BTU yang diberikan untuk meng-hasilkan keluaran energi KWh pada MW keluaran dari suatu unit
HR = 1 /(L+H) (BTU/KWH)
Dimana = I : masukan ; L : beban ; h : waktu operasi
Gambar 3. Kurva Karakteristik Heat Rate 2.3. Economic Load Dispatch (Pem-bagian Beban Secara Ekonomis)
Power generation dispatch yang biasanya dikenal dengan economic dispatch (ED) adalah suatu permasalahan yang men-gasumsikan bahwa jika ada N generator unit yang sudah terhubung ke sebuah single bus-bar melayani beban sebesar Pload seperti diilustrasikan di gam-bar 2.5. Maka model economic dispatch akan menentukan kebijakan operasional yang opti-mum untuk setiap N unit tersebut [13].
Gambar 4. Interkoneksi N generator unit
yang melayani beban Pload
Masukan (input) dari setiap unit, seperti yang terlihat diatas adalah Fi, merepresentasikan biaya (cost rate) dari setiap unit. Keluaran (output) dari setiap unit adalah Pi, yaitu tenaga listrik yang dibangkitkan oleh setiap unit. Jadi permasalahan economic dispatch menentukan optimum operating policy bagi
setiap generator, yaitu seberapa besar dia kontribusi supply daya listrik sedemikian rupa sehingga biaya operasi terutama bahan bakar menjadi minimum. Tentunya dengan asumsi bahwa dalam suatu sistem tenaga listrik ada N generator unit yang mensupply sistem yang telah dieksekusi Unit Commitment
2.4. Unit Commitment menggunakan Metode Priority List (Daftar Prioritas)
Priority List (Daftar Prioritas) mer-upakan metode yang paling sederhana dalam Unit Commitment yang dilaku-kan dengan cara menyusun suatu prioritas untuk mematikan unit pembangkit. Prioritas ini disusun berdasarkan full load average cost, yaitu nilai dari biaya incre-mental pembangkit pada kapasitas maksimal yang diperoleh dengan cara mengalikan heat rate pada kapasitas maksimal dengan bia-ya bahan bakar. Unit-unit diurutkan dari unit dengan biaya produksi termurah hing-ga termahal yang selanjutnya akan dijadikan pertimbangan dalam pemilihan kombinasi unit yang dioperasikan. Unit den-gan biaya produksi termurah akan menempati urutan pertama dan menjadi pilihan utama saat melayani beban listrik
3. PENGOLAHAN DATA 3.1. Karakteristik Pembangkit
Hubungan data-data keluaran unit pembangkit gas dan uap di dalam blok pem-bangkit memiliki interpolasi mendekati linier sehingga bentuk persamaan yang akan digunakan adalah y = a + bx. Dengan meno-tasikan y sebagai keluaran unit pembangkit uap, Ps (MW), dan x sebagai keluaran unit pembangkit gas, PG (MW), persamaannya menjadi PS = a + b (PG). Pembentukan persamaan dilakukan untuk setiap bentuk konfi gurasi dengan notasi a dan b mer-upakan konstanta yang harus dicari dengan menggunakan metode kuadrat terkecil garis. Koefi sien a dan b diperoleh dari
a :
b :
3.1.1. Perhitungan hubungan daya keluaran pembangkit Gas-Uap Konfi gurasi 1.1.1 (1 Gas – 1 HRSG – 1 Uap)
Hasil perhitungan karakteristik hubungan daya keluaran pembangkit Gas-Uap untuk konfi gurasi 1.1.1 seba-gai berikut : ∑ PG1.1.1 = 1302,45 ∑ PS1.1.1 = 702,1584 ∑ PG1.1.1*PS1.1.1 = 55898,0451 ∑ PG1.1.12 = 106145,0025 (∑ PG n = 18
Jadi, persamaan hubungan daya keluaran unit
pembangkit gas dan unit pembangkit uap pada konfi gurasi 1.1.1 adalah
PSg= 8,057525605 + 0,427749963 (PG) 3.1.2. Perhitungan hubungan daya keluaran pembangkit Gas-Uap Konfi gurasi 2.2.1 (2 Gas – 2 HRSG – 1 Uap) ∑ PG2.2.1 = 1302,45 ∑ PS2.2.1 = 1553,625 ∑ PG2.2.1*PS1.1.1 = 123521,5313 ∑ PG2.2.12 = 106145,0025 n = 18
Jadi, persamaan hubungan daya keluaran unit pembangkit gas dan unit pembangkit uap pada konfi gurasi 2.2.1 adalah
PS2g= 18,8061201 + 0,466472739 (PG) 3.1.3. Perhitungan hubungan daya keluaran pembangkit Gas-Uap Konfi gurasi 3.3.1 (3 Gas – 3 HRSG – 1 Uap)
Hasil perhitungan karakteristik hubgan daya keluaran pembangkit Gas-Uap un-tuk konfi gurasi 3.3.1 sebagai berikut:
∑ PG3.3.1 = 1347,45 ∑ PS3.3.1 = 2472,3274 ∑ PG3.3.1*PS1.1.1 = 190305,5823 ∑ PG3.3.12 = 107170,0025 (∑ PG3.3.1)2 = 1815621,503 n = 20
Jadi, persamaan hubungan daya keluaran unit pembangkit gas dan unit pembangkit uap pada konfi gurasi 3.3.1 adalah
PS3g = 26,03000365 + 0,482819975 (PG)
3.2. Karakteristik Input – Output
Unit–unit pembangkit gas yang meng-gunakan bahan bakar sama dalam satu blok pembangkit memiliki fungsi biaya yang sama pula karena karakteristiknya dianggap iden-tik. Persamaan sifat ini menyebabkan hanya diperlukan satu fungsi biaya unit pembangkit gas yang harus diketahui dari setiap blok.
Persamaan kuadrat fungsi
biaya pembangkitan dibentuk dengan me-tode kuadrat terkecil parabola. Notasi Pi menggantikan notasi x dan notasi Fi Pi menggantikan notasi y pada persamaan y = a + bx + cx2 sehingga persamaanya men-jadi Fi (Pi) = a + b(Pi) + c(Pi).
3.2.1. Perhitungan pembentukan f u n g s i biaya unit pembangkit gas blok I
Hasil pengolahan data pembentukan fungsi biaya unit pembangkit gas blok 1 n = 13 ∑ Pi = 948,67 ∑ Fi = 34057,35024 ∑ Pi2 = 83588,05 ∑ Pi3 = 7899856,588 ∑ Pi4 = 770585583,5 ∑ Fi.Pi = 2807878,51 ∑ Fi.Pi2 = 259592213,5
Dalam proses perhitungannya digunakan Matlab 7.0 sebagai software bantu untuk pembentukan fungsi biaya unit pembang-kit gas tiap-tiap blok. Jadi, fungsi biaya unit pembangkit gas pada blok I
adalah :
F1P1 = 1043,6 + 19,556 P1 + 0,023191 P12 3.2.2. Perhitungan pembentukan fungsi biaya unit pembangkit gas blok II
Hasil pengolahan data pembentukan fungsi biaya unit pembangkit gas blok 2: n = 11 ∑ Pi = 782,67 ∑ Fi = 63407,59838 ∑ Pi2 = 61452,4609 ∑ Pi3 = 4978348,209 ∑ Pi4 = 410823915,5 ∑ Fi.Pi = 4757364,271 ∑ Fi.Pi2 = 380247493,4
Dalam proses perhitungannya digunakan Matlab
7.0 sebagai software bantu untuk pemben-tukan fungsi biaya unit pembangkit gas tiap-tiap blok. Jadi, fungsi biaya unit pem-bangkit gas pada blok 2 adalah :
F2P2 = 2818,3 + 37,748 P2 + 0,046568 P22
3.3. Full Load Average Cost (Biaya rata-rata pada beban penuh)
Full load average cost diperoleh dari jumlah biaya pembangkitan semua unit pembangkit dalam satu blok pada kapasitas maksimal. Karena biaya pem-bangkitan unit pembangkit uap dianggap nol, full load average cost suatu blok dihi-tung dari jumlah biaya ketiga unit pembang-kit gas pada saat pembangpembang-kitan dengan beban penuh dibagi dengan jumlah kapasitas maksimal blok.
Tabel 1. Full Load Average Cost
3.4. Unit Commitment
3.4.1. Pembuatan Priority List
Informasi full load average cost digunakan untuk menyusun daftar priori-tas pembebanan dan kombinasi blok-blok pembangkit yang akan dioperasikan untuk melayani permintaan beban.
Tabel 2. Priority List
Tabel Priority List diatas dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusu-nan kombinasi unit-unit pembangkit untuk melayani sejumlah beban. Blok 3 sebagai blok termurah pertama akan menjadi pi-lihan pertama dalam proses pembangki-tan. Apabila beban lebih besar daripada daya maksimal yang mampu dihasilkan oleh blok 3, maka blok-blok yang lain akan dili-batkan sesuai dengan urutannya dalam prior-ity list
Tabel 3. Kombinasi Pembebanan
3.4.2. State Konfi gurasi Unit–Unit Pem-bangkit di dalam Blok
Unit-unit pembangkit di dalam blok terpilih akan mengalami optimalisasi den-gan metode Dynamic Programming. Un-tuk itu, sejumlah state konfi gurasi unit-unit pembangkit gas dan uap dalam satu blok
harus dibuat agar digunakan untuk mem-peroleh kondisi pembangkitan termurah.
Tabel 4. State Konfi gurasi akhir Unit-unit
Pembangkit dalam 1 Blok
Keterangan :
G : unit pembangkit gas S : unit pembangkit uap F : fungsi biaya
P : daya keluaran
4. SIMULASI PERHITUNGAN PEM-BEBANAN EKONOMIS PLTGU DI PT. PJB UP.GRESIK
4.1. Pola Pembebanan Rill PLTGU PT. PJB UP. Gresik
Beban harian dengan interval waktu 1 jam pada tanggal 31 Maret 2013 mengi-kutsertakan semua blok p e m b a g k i t -nya dalam proses pembangkitan sejak awal dan ditunjukkan pada gambar 5.1. beban terendah bernilai 998,9489 MW terjadi pada pukul 04.00 dini hari dan beban tertinggi (peak load ) terjadi pada pukul 21.00 dengan nilai sebesar 1385,2842 MW.
Gambar 5. Pembebanan Rill Unit-unit
PLTGU PT. PJB UP. Gresik
Unit-unit pembangkit pada pembang-kitan riil di PLTGU PT. PJB UP. Gresik tidak ada yang dioperasikan pada kapaitas
maksimum. Blok I (G11, G12, G13, dan S1) dan blok III (G31, G32, G33 dan S3) berop-erasi dalam konfi gurasi state 4 dengan besar daya keluaran unit-unit pembangkit gas yang hampir sama. Pada blok 2 yang dikenal seba-gai blok termahal karena menggunakan bahan bakar HSD, G21 turut dioperasikan sejak awal periode jam 13.00 dan 15.00. pola pembebanan blok 2 sedikit divariasikan dalam berbagai konfi gurasi dengan state 2 (G21 dan S2) sebagai konfi gurasi paling sederhana.
Gambar 6. Biaya Pembangkitan Rill
PLTGU PT. PJB UP. Gresik
Biaya pembangkitan rill yang dihasilkan pembebanan rill di PLTGU PT. PJB UP. Gresik ditunjukkan ada gambar 6. Biaya pembangkitan yang hamper konstan dihasilkan oleh unit-unit pembangkit pada blok III (G31, G32, dan G33), sedangkan unit-unit pembangkit pada blok I (G11, G12, dan G13) dan blok II (G21, G22, dan G23) menghasilkan biaya pembangkitan yang cukup variatif
4.2. Pola Pembebanan Dengan Model Unit Commitment Dan Economic Dis-patch per Blok
Data beban tanggal 31 Maret 2013 menunjukkan nilai yang cukup vari-atif dengan variasi nilai mendekati am-bang batas jumlah kapasitas maksimal blok 3 dan blok 1 sebesar 1052,52 MW. Untuk melayani beban-beban ini, metode Unit Commitment memprioritaskan me-maksimalkan kapasitas pembangkitan blok 3 terlebih dahulu. Sisa beban yang belum
terlayani akan diberikan kepada blok 1. Jika pembangkitan pada blok 1 sudah menca-pai kapasitas maksimal dan masih ada be-ban yang belum terlayani, sisa bebe-ban akan diberikan kepada blok 2. Hasil pembe-banan unit-unit pembangkit dapat dilihat dalam gambar 7.
Proses pembangkitan blok III (G31, G32, G33, dan S3) dan blok I (G11, G12, G13, dan S1) menggunakan konfi gurasi state 4 (semua unit-unit pembangkit dioperasi-kan) untuk melayani semua data terkait besarnya nilai beban. Sedangkan pada blok II, proses pembangkitan menggunakan berbagai konfi gurasi sesuai nilai be-ban dan pilihan konfi gurasi yang mampu menghasilkan biaya termurah selama periode 14 jam. Penggunaan konfi gurasi state 1 (G21) pada blok 2 terjadi pada pukul 01.00, 09.00, 12.00 dan 14.00, state 2 (G21 dan S2) terjadi pada jam 15.00, 16.00, 17.00, 23.00 dan 24.00, state 3 (G21, G22, dan S2) terjadi sebanyak 2 kali pada jam 18.00 dan 22.00, sedangkan penggunaan state 4 dijadwalkan terjadi pada jam 19.00, 20.00 dan 21.00. Selain jam-jam tersebut, blok 2 tidak dioperasikan karena beban sudah terlayani oleh pembangkitan pada blok 1 dan blok 3.
Gambar 7. Pembebanan Unit-unit
Pembangkit dengan Model Unit Commitment dan Economic Dispatch
Pola biaya pembangkitan hasil perhitungan pembebanan dengan pemodelan Unit Commitment dan Economic Dispatch mengikuti pola pembebanan yang ditunjukkan
pada gambar 8. Biaya tertinggi dihasilkan oleh unit-unit pembangkit gas blok 3 (G31, G32, dan G33) yang mengalami
pembebanan penuh. Biaya pembangkitan variatif dihasilkan oleh pembangkitan unit-unit pembangkit gas blok I (G11, G12, dan G13) dan blok I (G11, G12, dan G13) sesuai beban yang harus dilayani
Gambar 8. Biaya Pembangkitan Hasil
Perhitungan dengan Pemodelan Unit Commitment dan Economic Dispatch
Hal lain yang dapat dilihat pada biaya pembangkitan unit-unit pembangkit gas di blok 2 (G21, G22 dan G23) adalah besarnya biaya pembangkitan ketiga unit tersebut sempat melebihi biaya pembangkitan maksimal unit-unit pembangkit gas di blok 1 (G11, G12 dan G13) dan blok 3 (G31, G32 dan G33), padahal daya keluarannya tidak sebesar daya keluaran unit-unit pembangkit gas kedua blok. Kondisi ini membuktikan bahwa penggunaan bahan bakar HSD sebagai bahan bakar pembangkitan sangat tidak ekonomis dan tidak efi sien.
4.3. Perbandingan Biaya Pembangkitan
Gambar 8 memperlihatkan bahwa pola pengoperasian riil di PLTGU PT. PJB UP. Gresik menghasilkan biaya kitan lebih mahal daripada biaya pembang-kitan hasil simulasi model Unit Commitment dan Economic Dispatch.
Gambar 9. Perbandingan Biaya
Pembangkitan Hasil Pembebanan ED dan UC dan Pembangkitan Riil PLTGU PT. PJB
UP. Gresik
Pada real system total biaya produksi yang dihasillkan selama satu hari sebesar US$ 774.910,3471. Sedangkan untuk m e m e n u h i permintaan beban tanggal 31 Maret 2013, pola pembangkitan dengan pemodelan Unit Commitment dan Economic Dispatch sebesar US$ 609.730,312. Sehingga pola pembangkitan dengan pemodelan Unit Commitment
dan Economic Dispatch akan mampu
menghemat biaya pembangkitan sebesar US$ 165189,8361. Dari hasil simulasi dapat dibuktikan bahwa optimasi pembebanan
ekonomis dengan model Unit Commitment
yang mengembangkan metode Priority List dan Dynamic Programming dan model Economic Dispatch dengan metode Lagrange mampu menghasilkan solusi yang lebih optimal dibandingkan dengan pembangkitan riil PLTGU PT. PJB UP. Gresik.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaku kan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan data biaya pembangkitan riil PLTGU PT. PJB UP. Gresik dengan pemodelan Unit Commitment dan Economic Dispatch dari masing-masing blok, pengaruh penggunaan bahan bakar HSD (High Speed Diesel) dalam proses pembangkitan menghasilkan biaya lebih mahal daripada penggunaan bahan bakar natural gas. Dalam hal ini dapat dilihat dalam gambar 9 yang mana dalam proses pembangkitannya blok 2 (G21, G22, dan G33) menggunakan bahan bakar HSD, sedangkan blok 1 (G11, G12, dan G13) dan blok 3 (G31, G32,
dan G33) proses p e m b a n g k i t a n n y a menggunakan bahan bakar natural gas. Kondisi ini membuktikan bahwa penggunaan bahan bakar HSD sebagai bahan b a k a r pembangkitan sangat tidak ekonomis dan tidak efi sien.
2. Total biaya produksi pada pembebanan riil selama satu hari sebesar US$ 774.910,3471 untuk total biaya produksi yang dihasilkan dengan pemodelan Unit Commitment dan Economic Dispatch sebesar US$ 609.730,312. Selisih biaya pembangkitan riil dengan pemodelan Unit Commitment dan Economic Dispatch sebesar US$ 165.180,0351 Hal ini menunjukkan bahwa optimasi pembebanan ekonomis dengan model Unit Commitment yang mengembangkan metode Priority List dan Dynamic Programming dan model Economic Dispatch dengan metode Lagrange mampu menghasilkan solusi yang lebih optimal dibandingkan dengan pembangkitan riil PLTGU PT. PJB UP. Gresik.
3. Dari hasil pengujian dan validasi perancangan software simulasi sistem manajemen energi model Unit Commitment dan Economic Dispatch dengan menggunakan Java FX 2 dengan software POWERGEN dan Ms. Excel, diperoleh bahwa error ± 0,001%. Hal ini menunjukkan bahwa perancangan software simulasi sistem manajemen energi model Unit Commitment dan Economic Dispatch dengan menggunakan Java FX 2 telah berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
5.2. Saran
1. Hasil simulasi dapat digunakan sebagai penunjang pengambilan keputusan oleh pihak manager dispatcher P3B karena memberikan efi siensi konsumsi bahan bakar, namun pihak manager dispatcher P3B boleh menerapkan hasil simulasi atau tidak. 2. Pemilihan penggunaan bahan bakar
dalam proses pembangkitan sebaiknya benar-benar diperhatikan.
3. Di waktu yang akan datang, software studi perhitungan pembebanan ekonomis ini dapat dikembangkan dengan penambahan data base sebagai record output yang dihasilkan dengan berbagai variabel load demand. Hal ini dapat menambah kelengkapan informasi mengenai keadaan optimasi yang sedang berlangsung di waktu sekarang maupun di waktu berikutnya.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Cekdin, Cekmas. 2006. Sistem Tenaga Listrik (Contoh Soal dan Penyelesaiannya dengan MATLAB). Yogyakarta : Penerbit Andi.
2. Dea, Carl. 2005. JavaFX 2.0 Introduc-tion by Example. www.it-ebooks.info. 3. Efunda. 2008. Least Squares. http://efunda. com/math/leastsquares/ leastsquqres.cfm. 4. Marsudi, Djiteng.2006. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta : Graha Ilmu. 5. Pabla, A.S., 1994. Sistem Distribusi Daya listrik. Jakarta : Penerbit Erlangga.
6. Profi l Unit Pembangkitan Gresik. 2007. PT PJB. Gresik.
7. Rao, S.S., 1996. Engineering Optimi-zation: Theory and Practice, 3rd Edition, John Wiley & Sons, Inc.
8. Rickyanto, Isack., 2005. Dasar Pem-rograman Berorientasi Objek Dengan Java. Yogyakarta : Graha Ilmu.
9. Syah,Khairudin. Soekotjo,Harry. Dachlan. Nur Hasnah, Rini dan Mahfudz. 2012. Analisis perbandingan economic dispatch pembangkit menggunakan metode Lagrange
dan CFPSO. Malang : UNIBRA
10. Saadat, H., 1999. Power System Anal-ysis, McGraw-Hill.
11. Sumariyono. 2010. Perancangan proto-type sistem manajemen energy dengan menggunakan mikrokontroller untuk opti-masi pembangkitan tenaga listrik. Gresik : UMG.
12. Veronica Angdrie,Sartika. 2010. Opti-malisasi biaya bahan bakar untuk penjad-walan unit-unit pembangkit thermal sistem minahasa dengan metode iterasi lambda. Manado : UNSRAT.
13. Wood, A.J. and Wollenberg, B.J., 1996. Power Generation, Operation and Control, 2nd Edition, John Wiley & Sons, Inc.