• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang zakat produktif telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, diantaranya adalah:

Yoghi Citra Pratama (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Peran Zakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus : Program Zakat Produktif Pada Badan Amil Zakat Nasional). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana peran zakat produktif dalam memberdayakan masyarakat kurang mampu yang diidentifikasi sebagai mustahik dalam berwirausaha. Metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif untuk melihat pengaruh dari zakat produktif terhadap pemberdayaan masyarakat miskin melalui indeks kemiskinan. Penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survey atau hasil penyebaran kuesioner, dan melakukan wawancara mendalam dengan Pengelola program Zakat produktif di Baznas dan Mustahik sebagai peserta program pemberdayaan masyarakat melalui zakat produktif. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Laporan Program BAZNAS di internet, beberapa literarur, artikel-artikel baik majalah, jurnal, surat kabar maupun internet. Hasil dari penelitian menunjukkan secara keseluruhan mustahik menilai program zakat produktif oleh Baznas sudah berjalan dengan sangat baik.

Tika Widiastuti (2016) melakukan penelitian tentang Model

Pendayagunaan Zakat Produktif Oleh Lembaga Zakat Dalam Meningkatkan Pendapatan Mustahiq. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui optimalisasi pendayagunaan zakat produktif oleh lembaga zakat dalam meningkatkan pendapatan Mustahiq di Surabaya. Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan strategi studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tiga belas mustahiq penerima bantuan dana zakat produktif dan dua staf pengelola lembaga zakat terkait. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Berdasarkan penelitian tersebut hasil yang diperoleh adalah pendayagunaan

(2)

dana zakat produktif oleh lembaga zakat dalam hal ini PKPU disalurkan melalui tujuh program unggulan. Salah satu program dalam rangka memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan ekonominya adalah program PROSPEK. Program PROSPEK ini, di mana di dalamnya terdapat program KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dan KUB (Kelompok Usaha Bersama), merupakan model pendayagunaan zakat produktif oleh PKPU dalam meningkatkan pendapatan mustahiq yang menurut peneliti sudah optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan pendapatan mustahiq, kelancaran pembayaran angsuran serta kesanggupan dalam berinfaq /shadaqah.

Haikal Luthfi Fathullah dan Arif Hoetoro (2015) melakukan

penelitian tentang zakat dengan judul Pengaruh Bantuan Zakat Produktif Oleh Lembaga Amil Zakat Terhadap Pendapatan Mustahik (Studi Pada Lazis Sabilillah Dan Laz El Zawa Malang). Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh bantuan Zakat produktif secara simultan dan parsial yang disalurkan oleh Lembaga Amil Zakat terhadap pendapatan mustahik. Pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif deskriptif dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda. Responden pada penelitian ini berjumlah 30 pada masing-masing lembaga amil zakat. Hasil penelitian ditemukan bahwa secara simultan bantuan modal usaha, pelatihan usaha, pendampingan usaha, dan lama usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan mustahiq. Secara parsial, bantuan modal usaha, pelatihan usaha, pendampingan usaha, dan lama usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan mustahik. Dari hasil tersebut, lembaga amil zakat telah memberikan bantuan secara optimal dalam meningkatkan pendapatan

mustahiq.

Mohammad Farid, Hari Sukarno, dan Novi Puspitasari (2015)

melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak Penyaluran Zakat Produktif Terhadap Keuntungan Usaha Mustahiq. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh penyaluran zakat produktif terhadap keuntungan dan pendapatan usaha mustahiq yang ada di Lembaga Amil Zakat Azka Al Baitul Amien periode 2013. Metode Analisis yang digunakan adalah Regresi

(3)

Sederhana dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Sampel penelitian ini sebanyak 13 orang mustahiq yang ditentukan menggunakan metode purposive sampling. Hasil analisis menyatakan bahwa penyaluran dana zakat produktif tidak berpengaruh signifikan terhadap keuntungan maupun pendapatan usaha mustahiq.

Hidayat Aji Pambudi (2013) melakukan penelitian berjudul Peranan

Zakat Produktif Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin (Studi kasus pada Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Kebumen). Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis dan mengukur pengaruh zakat produktif dana bergulir, pengawasan dan pendampingan dari Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Kebumen terhadap penghasilan, konsumsi, tabungan dan infak penerima program tersebut. (2) Menganalisis dan mengukur tingkat penghasilan, konsumsi, tabungan dan infak mustahiq sebelum menerima program dan setelah menerima program zakat produktif dana zakat bergulir. Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Berganda dengan pengolahan data menggunakan SPSS 18 for Windows, maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas serta uji asumsi klasik untuk mendapatkan hasil terbaik. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa zakat produktif secara signifikan berpengaruh terhadap penghasilan, konsumsi, tabungan dan infaq mustahiq.

Khalifah Muhammad Ali, Nydia Novira Amalia, dan Salahuddin El

Ayyubi (2016) melakukan penelitian mengenai zakat berjudul Perbandingan Zakat Produktif dan Zakat Konsumtif dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas penyaluran zakat secara produktif dengan penyaluran zakat secara konsumtif dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua cara penyaluran zakat tersebut terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan sekaligus menurunkan kemiskinan mustahiq. Zakat produktif lebih mampu meningkatkan kesejahteraan mustahiq dibandingkan dengan zakat konsumtif.

(4)

Abdul Haris Romdhoni (2017) melakukan penelitian dengan judul Zakat Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengentasan Kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara empiris apakah zakat berdampak pada upaya mengurangi tingkat kemiskinan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif lapangan dengan menggunakan pendekatan survey dimana instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner. Responden dari penelitian ini adalah 40 mustahiq penerima program zakat produktif LAZ An-Naafi‟ Boyolali, dengan jenis sampel yang digunakan adalah sampel populasi. Terdapat pengaruh positif antara pendayagunaan program zakat produktif LAZ An-Naafi Boyolali terhadap pendapatan mustahiq. Bahwa pendapatan mustahiq dipengaruhi oleh pendayagunaan zakat produktif dengan besar sumbangan pengaruh adalah 30,5%.

Nurlaila dan Nevi Hasnita (2013) melakukan penelitian dengan judul Tingkat Keberhasilan Program Pendayagunaan Zakat Produktif Pada Baitul Mal Provinsi Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat keberhasilan antara program becak mesin dan perdagangan serta dan pola evaluasi Baitul Mal dalam mengukur tingkat keberhasilan mustahik. Analisis data menggunakan metode deskriptif komparatif dengan memaparkan terlebih dahulu pola pendayagunaan zakat produktif, selanjutnya dari data yang ada akan dibandingkan untuk melihat program mana yang lebih berhasil dalam implementasinya. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara, observasi, angket dan data dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program perdagangan lebih berhasil dibandingkan dengan program becak mesin. Hal ini disebabkan karena pada program perdagangan para mustahik dibina sampai beberapa tahap sehingga para mustahik perdagangan benar-benar mandiri. Sedangkan pada program becak mesin, mustahik hanya dibina sampai mereka melunasi semua setoran harga becak. Setelah becak tersebut lunas dan menjadi milik mustahik, maka mustahik tersebut tidak lagi mendapatkan pembinaan dari pihak Baitul Mal.

Syaiful dan Suwarno (2016) melakukan penelitian mengenai Kajian

(5)

Masyarakat (Mustahiq) Pada Lazismu Pdm Di Kabupaten Gresik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi dan pengujian terhadap Persepsi Kyai dan Amil Zakat untuk penggunaan yang baik dan biaya manajemen yang didasarkan pada hukum Islam, terutama digunakan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Penelitian studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif metode penelitian ini menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain-lain. Selain itu dalam penelitian kualitatif dengan studi kasus ini menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa masyarakat (mustahiq) dan muzakki masih awam dengan model pemanfaatan zakat produktif, pemanfaatan dana zakat sesuai dengan sifat dan asal dana zakat, Kyai berpendapat zakat tidak boleh diinvestasikan dalam bentuk apa pun, karena Muhammad tidak menunda- nunda amal, dan Dewan Fiqih OKI mengizinkan penggunaan dana zakat untuk investasi.

Moh. Toriquddin (2015) meneliti tentang zakat produkif berjudul Pengelolaan Zakat Produktif Di Rumah Zakat Kota Malang Perspektif

Maqashid Al Syariah Ibnu ‘Asyur. Tujuan penelitian ini untuk

mendeskripsikan bagaimana Rumah Zakat mengelola dana zakat sesuai dengan maqashid al syariah. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pengumpulan data melalui tiga tahap yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data-data dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian yakni, data primer, sekunder dan tertier. Data yang terkumpul dianalisis dengan teori

maqashid al syariah Ibnu ‘Asyur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

praktek distribusi harta zakat di Rumah Zakat melalui program Senyum Mandiri dengan cara diproduktifkan sudah sesuai dengan maqashid al

(6)

2.2 Kajian Teoritis 2.2.1 Konsep Zakat 1. Definisi Zakat

Secara etimologi zakat berasal dari akar kata (zaka – zakaa) yang berarti tumbuh, berkembang atau bertambah, kata yang sama yaitu (zaka) bermakna mensucikan atau membersihkan. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy makna zakat menurut bahasa berasal dari kata (nama) yang berarti kesuburan,

(thaharah) berarti kesucian dan (barakah) yang berarti keberkatan, atau

dikatakan (tazkiyah dan tathir) mensucikan (Ash-Shiddieqy, 1987). Dari pengertian secara bahasa dapat diketahui bahwa zakat secara bahasa bisa bermakna tumbuh dan berkembang atau bisa bermakna menyucikan atau membersihkan. Sementara Didin Hafiduddin berpendapat bahwa zakat ditinjau dari segi bahasa bisa berarti Ash-Shalahu yang berarti kebersihan (Hafidhuddin, 2009).

Sedangkan menurut terminologi (syara’) zakat mempunyai arti

mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahiq) dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2009).

2. Tujuan Zakat

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Zakat pada BAB I Pasal 3 tentang Tujuan Pengelolaan Zakat berbunyi :

a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan

b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

2.2.2 Zakat Produktif 1. Definisi Zakat Produktif

Zakat produktif adalah zakat yang diberikan kepada fakir miskin berupa modal usaha atau yang lainnya yang digunakan untuk usaha produktif

(7)

yang mana hal ini akan meningkatkan taraf hidupnya, dengan harapan seorang mustahiq akan bisa menjadi muzakki jika dapat menggunakan harta zakat tersebut untuk usahanya. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Nabi, dimana beliau memberikan harta zakat untuk digunakan sahabatnya sebagai modal usaha (Hafidhuddin, 2009). Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yaitu ketika Rasulullah memberikan uang zakat kepada Umar bin Al-Khatab yang bertindak sebagai amil zakat seraya bersabda : “Ambilah dahulu, setelah itu milikilah (berdayakanlah) dan sedekahkan kepada orang lain dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam ini sedang engkau tidak membutukannya dan bukan engkau minta, maka ambilah. Dan mana- mana yang tidak demikian maka janganlah engkau turutkan nafsumu.” (HR Muslim).

Pendistribusian zakat secara produktif juga telah menjadi pendapat ulama sejak dahulu. Masjfuk Zuhdi mengatakan bahwa Khalifah Umar bin Al-Khatab selalu memberikan kepada fakir miskin bantuan keuangan dari zakat yang bukan sekadar untuk memenuhi perutnya berupa sedikit uang atau makanan, melainkan sejumlah modal berupa ternak unta dan lain-lain untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya (Zuhdi, 1997). Pendapat Ibnu Qudamah seperti yang dinukil oleh Yusuf Qaradhawi mengatakan “Sesungguhnya tujuan zakat adalah untuk memberikan kecukupan kepada fakir miskin.” (Qardhawi, 1997). Hal ini juga seperti dikutip oleh Masjfuk Zuhdi yang membawakan pendapat Asy-Syafi‟i, An-Nawawi, Ahmad bin Hambal serta Al- Qasim bin Salam dalam kitabnya Al-Amwal, mereka berpendapat bahwa fakir miskin hendaknya diberi dana yang cukup dari zakat sehingga ia terlepas dari kemiskinan dan dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya secara mandiri (Zuhdi, 1997).

Secara umum tidak ada perbedaan pendapat para ulama mengenai

dibolehkannya penyaluran zakat secara produktif. Karena hal ini hanyalah masalah teknis untuk menuju tujuan inti dari zakat yaitu mengentaskan kemiskinan golongan fakir dan miskin.

(8)

Model-model pendayagunaan zakat produktif di era modern saat ini antara lain:

1. Sistem in kind

Zakat diberikan dalam bentuk alat-alat produksi yang dibutuhkan oleh mustahiq/kaum ekonomi lemah yang ingin berproduksi, baik mereka yang baru memulai usahanya maupun yang telah berusaha untuk pengembangan usaha yang telah ada (Muhammad & Mas'ud, 2005).

2. Sistem revolving fund

Satu bentuk pinjaman yang menetapkan tidak adanya tingkat

pengembalian tertentu/ bagi hasil-return dari pokok pinjamannya (Mufraini, 2006). Pokok pinjaman atau modal memang dikembalikan oleh mustahiq kepada lembaga amil zakat, namun tidak berarti bahwa modal itu sudah tidak lagi menjadi hak si mustahiq tersebut. Ini artinya bisa saja dana itu diproduktifkan kembali kepada mustahiq lagi untuk penambahan modal usahanya lebih lanjut. Atau jika tidak, akumulasi dana-dana pengembalian modal akan didistribusikan ke mustahiq lain yang juga berhak (dana bergulir). Dengan cara ini diharapkan lembaga amil zakat bisa menjadi partner bagi para mustahiq untuk pengembangan usahanya samapi terlepas dari batas kemustahiqkannya. Model seperti ini bisa juga disebut sebagai sistem revolving fund (Muhammad & Mas'ud, 2005).

3. Sistem mudharabah

Sistem ini hampir sama dengan sistem al-qard al-hasan. Namun yang membedakan adalah adanya pembagian bagi hasil dari keuntungan usaha yang dijalankan antara mustahiq dan amil (Mufraini, 2006).

3. Pendistribusian Zakat Produktif

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendistribusian

memiliki arti proses, cara, dan perbuatan mendistribusikan. Pendistribusian berasal dari kata “distribusi” yang dapat diartikan sebagai berikut: 1. penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat; 2. pembagian barang keperluan sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada pegawai negeri, penduduk, dsb; 3.

(9)

persebaran benda dalam suatu wilayah geografi tertentu. Pendistribusian zakat merupakan penyaluran atau pembagian dana zakat kepada mereka yang berhak. Distribusi zakat mempunyai sasaran dan tujuan. Sasaran di sini adalah pihak-pihak yang diperbolehkan menerima zakat, sedangkan tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bidang perekonomian, serta bidang lain, sehingga dapat memperkecil kelompok masyarakat kurang mampu, dan pada akhirnya akan meningkatkan kelompok muzaki (Mursyidi, 2003).

Pendistribusian zakat secara produktif menggunakan pendekatan secara struktural. Cara seperti ini lebih mengutamakan pemberian pertolongan secara berkesinambungan yang bertujuan agar mustahik zakat dapat mengatasi masalah kemiskinan dan diharapkan nantinya mereka menjadi muzaki. Sedangkan pendekatan struktural, lebih kearah distribusi bersifat produktif (Syaifudin, 1987).

Pendistribusian dana zakat setidak-tidaknya menangani lima

pekerjaan berikut ini :

1. Mendata dan meneliti mustahiq yang ada, mulai dari jumlah rumah tangga dan anggota keluarga masing-masing rumah tangga.

2. Mendata dan meneliti ragam kebutuhan mustahiq yang terdaftar sekaligus menyusun skala prioritasnya.

3. Membagi dana kepada masing-masing mustahiq dengan asas keadilan dan pemerataan dan senantiasa berpedoman kepada skala prioritas.

4. Mengupayakan agar pendistribusian tidak hanya terbatas pada pola konsumtif tetapi dengan pola produktif, sehingga dilakukan monitoring dan evaluasi secara rutin.

5. Menyerahkan bagian masing-masing mustahiq dengan cara

mengantarkannya ketempat mereka masing-masing, bukan justru memanggil para mustahiq ke kantor organisasi pengelola zakat.

Zakat Produktif berasal dari zakat maal badan, zakat maal

perusahaan, dan infaq dari para muzakki yang diberikan kepada Lembaga Amil Zakat dan selanjutnya di distribusikan kepada para mustahiq.

(10)

2.2.3 Mustahiq (Penerima Zakat)

Secara epistimologis (bahasa) mustahiq berasal dari kata istahaqqa yang berarti istaujaba (yang menjadikannya wajib) dan ista’hala (menjadikannya sebagai ahli). Adapun secara terminologi (istilah syara’) mustahiq berarti orang yang memiliki hak untuk menerima harta zakat atau orang yang berhak mendapatkan distribusi dari dana zakat (Jamil, 2015). Allah SWT telah menentukan orang-orang yang berhak menerima zakat di dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya shadaqah (zakat-zakat) itu, hanyalah untuk orang- orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS At-Taubah [9]: 60).

Terdapat 8 golongan mustahiq yang dijelaskan dalam ayat diatas, yaitu:

a) Muallaf, orang yang dibujuk hatinya untuk memeluk Islam.

b) Fakir, mereka yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, atau memilikinya akan tetapi sangat tidak mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

c) Miskin, mereka yang mempunyai harta dan hasil usaha (pekerjaan) akan tetapi masih tidak mencukupi untuk menanggung dirinya dan tanggungannya.

d) Amil, mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari mengumpulkan, menyimpan, menjaga, mencatat berapa zakat masuk dan keluar serta sisanya dan juga menyalur atau mendistribusikannya kepada mustahik zakat.

e) Al-Riqab (Hamba Sahaya), dia dikuasai sepenuhnya oleh tuannya. Ketaatan mereka kepada majikannya, serupa dengan hewan yang diikat lehernya, ke mana saja ditarik, ia harus ikut.

f) Al-Gharimin (Orang yang Berhutang), orang yang berhutang dan tidak mampu melunasinya.

(11)

g) Fi Sabilillah (Di Jalan Allah), jalan baik berupa keyakinan, maupun berupa amal, yang menyampaikan kita kepada keridhaan Allah SWT. h) Ibnu Sabil (Orang dalam Perjalanan), orang-orang yang kehabisan belanja

dalam perjalanan, dan tidak ada tempat untuk meminta bantuan atau tidak ada orang yang mau menolong, meskipun dia adalah orang yang kaya di kampungnya.

2.2.4 Kesejahteraan Mustahiq dengan standar Had Kifayah

Had Kifayah merupakan kecukupan hidup seseorang, tidak lebih

dan tidak kurang. Imam Nawawi menyatakan had kifayah adalah suatu kecukupan, tidak kurang dan tidak lebih. Hal ini menandakan bahwa sesuatu disebut kifayah apabila tidak berlebihan dan sesuai dengan kebutuhan (Kajian Strategis BAZNAS, 2018). Adapun ukuran had kifayah bisa berupa kebutuhan pokok yang sesuai bagi kehidupan normal seperti pendidikan, kesehatan dan transportasi dan lain-lain. Oleh karena itu, Had Kifayah bukan hanya sekedar meliputi kebutuhan pokok (Had Kafaf) tetapi juga kebutuhan diatasnya yang sangat urgent (Had Fawqa Kafaf). Had Kifayah memiliki standar dalam kesejahteraan, yaitu :

Tabel 2.1 Standar Kesejahteraan Had Kifayah

No Keterangan Had Kifayah

1.

Landasan Maqasid Syari’ah

2. Dimensi

a. Makanan b. Pakaian

c. Tempat Tinggal dan Fasilitas Rumah Tangga

d. Ibadah e. Pendidikan f. Kesehatan g. Transportasi

(12)

Sumber: (Kajian Strategis BAZNAS, 2018)

Tabel 2.2 Pengukuran Dimensi Had Kifayah

No Dimensi Had Kifayah

1. Makanan Kebutuhan makanan minimal 3000 Kkal per hari

per orang

2. Pakaian Pakaian atau sandang dikelompokkan dalam 3

pembiayaan, yakni biaya pakaian laki-laki, biaya pakaian wanita, dan biaya pakaian anak-anak.

3. Tempat

Tinggal dan Fasilitas Rumah

Biaya untuk tempat tinggal dan biaya untuk fasilitas rumah tangga sehari hari.

4. Ibadah Perlengakapan ibadah dan pendidikan agama.

5. Pendidikan Biaya minimum yang dikeluarkan untuk sekolah

sesuai dengan peraturan wajib belajar 9 tahun dan pencanangan wajib belajar 12 tahun

6. Kesehatan Biaya minimum yang dibutuhkan untuk

memperoleh fasilitas kesehatan dasar

7. Transportasi Biaya kebutuhan dasar untuk transportasi darat, laut/air serta biaya untuk bahan bakar

Dalam standar Had Kifayah, setiap dimensi memiliki standar barang

yang harus terpenuhi untuk mustahiq, yaitu: 1. Dimensi Makanan

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, rata-rata kecukupan gizi setiap hari adalah 3000 Kkal. Adapun, bahan makanan yang memenuhi 3000 Kkal yang digunakan dalam standar Had Kifayah ini adalah beras, daging, ikan, telur, kacang-kacangan (tahu atau tempe), susu, gula, minyak goreng, dan sayur.

(13)

2. Dimensi Pakaian

Had Kifayah dimensi pakaian atau sandang dikelompokkan dalam 3

pembiayaan, yakni biaya pakaian laki-laki, biaya pakaian wanita, dan biaya pakaian anak-anak. Pakaian atau sandang yang termasuk pada variabel perhitungan adalah celana, baju, pakaian dalam dan alas kaki.

3. Dimensi Tempat Tinggal dan Fasilitas Rumah Tangga

Kategori barang-barang pada Had Kifayah dimensi ini yaitu biaya

untuk tempat tinggal, biaya fasilitas rumah seperti air, listrik, dan elpiji. 4. Dimensi Ibadah

Had Kifayah dalam dimensi Ibadah dikelompokkan dalam 3

kategori pembiayaan, yakni pembiayaan ibadah laki-laki yang digunakan untuk Kepala Keluarga (Ayah), pembiayaan ibadah perempuan yang digunakan untuk Anggota Keluarga 1 (Ibu), dan rata-rata pembiayaan ibadah laki-laki dan perempuan untuk Anggota Keluarga 2, 3, dst (Anak). Total biaya untuk ibadah adalah jumlah dari biaya pakaian untuk ibadah dan pendidikan agama.

5. Dimensi Pendidikan

Had Kifayah pada dimensi pendidikan dibagi menjadi 3, yaitu biaya

operasional, biaya personal, dan biaya investasi. Namun, biaya investasi diasumsikan telah dibiayai melalui APBD dengan besaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah.

6. Dimensi Kesehatan

Had Kifayah untuk dimensi kesehatan memiliki nilai Rp19.225,00

(sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per bulan. Jika terdapat anggota keluarga yang tergolong disabilitas berat, maka akan diperoleh tambahan biaya sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per bulan. 7. Dimensi Transportasi

Besaran Had Kifayah pada dimensi transportasi dibagi menjadi 3 yaitu Bensin, Transportasi darat, dan Transportasi laut. Nominal per bulannya adalah untuk bensin senilai Rp. 41.002, Transportasi darat senilai Rp. 11.834, dan Transportasi laut senilai Rp. 47

(14)

Biaya Pendidikan Fasilitas Pendidikan Biaya Kesehatan Proteksi Kesehatan Transportasi Zakat Produktif Kesejahteraan Mustahiq Tempat Tinggal Efektifitas Zakat Produktif

Renovasi Tempat Tinggal Pengembalia

n Dana Zakat Produktif

Fasilitas Rumah Tangga

Peningkatan Ibadah Survei Mustahiq

Sarana Beribadah Sesuai dengan

Maqashid Syariah Kebutuhan Pokok

Pendistribusian secara rutin Pemahaman Tentang Zakat Produktif Tambahan Modal/Usaha Baru Sistem Pendistribusian Kebutuhan Sandang/Pakaian Perubahan Transportasi Kebutuhan Sekunder Peningkatan Pendapatan Monitoring Usaha 2.3 Kerangka Penelitian

Kerangka pemikiran penelitian ini adalah pendistribusian

zakat produktif yaitu variable (X) berpengaruh terhadap variable (Y)

yaitu Tingkat kesejahteraan mustahiq. Kerangka pemikirannya adalah

sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

Berwirausaha dengan Baik Pelatihan Usaha Distribusi Tepat Sasaran Evaluasi Usaha

(15)

2.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang harus diuji secara empiris. Hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah penelitian secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya (Suryabrata, 2003). Hipotesis yang diajukan penulis pada penelitian ini yaitu :

H0 = Zakat produktif tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kesejahteraan (pendapatan) mustahiq di LAZISMU Kota Malang. H1 = Zakat produktif memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kesejahteraan (pendapatan) mustahiq di LAZISMU Kota Malang.

Gambar

Tabel 2.1 Standar Kesejahteraan Had Kifayah  No  Keterangan  Had Kifayah
Tabel 2.2 Pengukuran Dimensi Had Kifayah
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang- orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak,

atau dibebankan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat.. dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

a) Penghasilan yang secara bisnis merupakan penghasilan, tetapi tidak dihitung sebagai penghasilan kena pajak, misalnya: bunga deposito dan tabungan

1) Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, fakor keturunan ini masih menjadi

Konsumen diberi informasi mengenai produk dan dibujuk untuk mengkonsumsi produk yang kemudian akan menghasilkan laba bagi perusahaan atau kegiatan informasi dapat

Apabila hasil zakat dan pendapatan-pendapatan negara lainnya mencukupi kebutuhan mereka, maka allah tidak menuntut hak yang lain dari orang mukmin untuk para fakir miskin. Tapi

1) Orang fakir, yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak punya harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2) Orang miskin, merupakan orang yang tidak cukup

Harga diri yang tinggi akan meyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta