• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk. Kota-Kabupaten atau Wilayah- Sektoral 0.2. Buku Panduan Kajian Adaptasi ICCTF ADAPTANGGUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Untuk. Kota-Kabupaten atau Wilayah- Sektoral 0.2. Buku Panduan Kajian Adaptasi ICCTF ADAPTANGGUH"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ADAPTANGGUH

Buku Panduan Kajian Adaptasi ICCTF

0.2

Untuk

Kota-Kabupaten

atau Wilayah-

Sektoral

(2)

Buku Panduan Kajian Adaptasi ICCTF ADAPTANGGUH 0.2

Untuk Kota-Kabupaten atau Wilayah-Sektoral

@ Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Jakarta, 2017 Tim Penulis

Adaptation and Resilience Coordinator ICCTF Muhammad Varih Sovy

Planning, Monitoring and Evaluation Manager ICCTF Ni Komang Widiani

Program Director ICCTF Joseph Viandrito Editor

Communication Officer Adhi Fitri Dinastiar Layout

Creative Officer Oki Triono

Silahkan mengutip isi buku ini untuk kepentingan studi dan atau kegiatan pelatihan dan penyuluhan dengan menyebut sumbernya.

(3)

KATAPENGANTAR

Separuh dari warga dunia saat ini tinggal di perkotaan (United Nation, 2012) sehingga kota akan semakin diperhitungkan di masa datang. Namun demikian kota-kota besar memiliki ikatan kuat dengan kota-kota pinggiran, kota-kota kecil dan pedesaan terutama terkait arus urbanisasi, akses komunikasi, informasi, transportasi serta infrastruktur dan hubungan timbal

o o , o or r o

yang lentur dengan batasan yang terus berkembang. Karena sebagian besar kota semakin lama semakin rumit, maka diperlukan perencanaan untuk memudahkan perubahan yang

r r o r or

bagaimana menghadapi perubahan yang lain yang saat ini terus berkembang, satu hal yaitu perubahan iklim.

Dengan mempertimbangkan penjelasan di atas, buku panduan ketangguhan kota-kabupaten dan wilayah ini dibuat untuk mendorong strategi yang nantinya diharapkan merubah paradigma perencanaan dan tata kelola perkotaan terutama terkait risiko perubahan iklim yang akan dihadapi. Setiap kota atau wilayah dalam kesatuan pemerintahan memiliki karakter dan keunikan sendiri sehingga cara-cara pemerintah terkait dalam menghadapi perubahan iklim akan berbeda-beda. Oleh karenanya, buku panduan ini selain memberi standar kajian yang sama untuk subjek kota-kabupaten atau wilayah juga memberikan ruang untuk memasukkan konteks-konteks lokal dengan membebaskan penentuan indikator dan sub indikator untuk membangun unsur-unsur risiko serta memberi wewenang yang lebih kepada (pemerintah) daerah untuk memilih aksi adaptasi mana yang penting bagi pemerintah setempat.

Keluaran dari buku panduan ini ada dua, yang pertama berupa dokumen risiko adaptasi untuk ketangguhan kota-kabupaten atau wilayah dan yang kedua dokumen rencana aksi adaptasi. Kedua keluaran ini disatukan untuk menjadi dokumen besar kajian adaptasi perubahan iklim untuk kota-kabupaten atau wilayah. Faktor-faktor penting terkait tolok ukur keberhasilan kajian adaptasi dalam buku ini adalah pengarus utamaan hasil kajian terutama aksi adaptasi di level kebijakan (dan anggaran) pemerintah atau pemangku kepentingan terkait, hal ini sangat penting karena maksud dari buku panduan ini tidak berhenti hanya sebagai dokumen kajian.

Faktor penting lain dalam buku kajian adaptasi yang dihasilkan adalah memperhitungkan seberapa jauh menangguhkan kelompok rentan dan meningkatkan kapasitaf adaptif wilayah-wilayah yang berisiko tinggi terkait perubahan iklim. Penting bagi pelaksana proyek hibah ICCTF yang memiliki keluaran terkait kajian ini untuk memperhitungkan sungguh-sungguh kerentanan yang dikaji dan ketangguhan melalui program dan aksi adaptasi yang dipilih. Dengan menggunakan panduan melalui pelibatan pemerintah setempat yang dibangun melalui pokja iklim atau adaptasi, diharapkan pelaksana kajian dan pemerintah setempat atau yang terkait dapat memenuhi standar minimal ICCTF terkait kajian risiko dan memahami lebih baik program dan aksi yang akan dibuat. Hal ini untuk menjamin bahwa hasil kajian merupakan produk dari oleh dan untuk pemerintah dan para pihak terkait setempat.

(4)

DAFTARISTILAH

Adaptasi Penyesuaian pada sistem alam atau manusia sebagai respon terhadap rangsangan iklim aktual atau yang diharapkan maupun dampaknya, mengontrol dampak yang merugikan ataupun mengeksploitasi peluang yang menguntungkan.

Aksi Adaptasi Tindakan nyata yang memiliki perencanaan dan anggaran pembiayaan yang jelas termasuk lokasi, penanggung jawab dan kerterlibatan, dalam mengurangi Kerentanan (V) dan Bahaya (H), merujuk pada pilihan Program Adaptasi hasil Kajian Risiko.

Bahaya (H) Sebuah fungsi dari karakter, kekuatan,tingkatan perubahan iklim, dan variabilitasnya. BAU (Business

As Usual) Kegiatan atau program yang dilakukan sebagai rutinitas/kegiatan yang biasa dilakukan merujuk pada sistem yang sudah ada sejak lama. Bobot maksimal Nilai maksimal bobot apabila memenuhi batas maksimal penilaian.

Brainstorming Upaya kreatif dalam mencari solusi atas permasalahan tertentu dengan mengumpulkan gagasan secara spontan dari anggota kelompok. Curah Hujan Volume hujan (mm) dalam satuan waktu.

Dokumen Aksi

Adaptasi Dokumen aksi adaptasi yang telah melalui proses perbaikan setelah mendapatkan masukan dari konsultasi publik, yang disusun secara rinci dalam bentuk tabel aksi adaptasi.

Dokumen Besar

Kajian Adaptasi Dokumen komprehensif yang terdiri dari Dokumen Kajian Risiko untuk Ketangguhan Adaptasi Perubahan Iklim dan Dokumen Final Aksi Adaptasi. Dokumen

Kajian Adaptasi Dokumen yang terdiri dari Dokumen Kajian Risiko untuk Ketangguhan Adaptasi Perubahan Iklim dan Dokumen Aksi Adaptasi. Dokumen Kajian Risiko untuk Ketangguhan Adaptasi Perubahan Iklim

Dokumen kajian risiko adaptasi perubahan iklim dalam satuan wilayah, administratif atau sektor tertentu.

FGD Bentuk pertemuan diskusi kelompok yang terpusat atau terfokus. Indeks Nilai

Median Indeks nilai yang dihasilkan dari formulasi nilai tengah populasi sebagai acuan normalisasi. Indikator Variabel yang membangun unsur risiko (dalam kajian risiko).

IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change adalah suatu panel ilmiah para ilmuwan seluruh dunia yang terlibat dalam kebijakan perubahan iklim global.

Kajian Risiko Kajian terkait perubahan iklim yang terdiri dari kajian kerentanan dan kajian bahaya. Kapasitas

Adaptif (C) Kemampuan sistim (manusia atau alam) untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim,memanfaatkan peluang yang ada, dan atau mengatasi konsekuensinya.

Kejadian

Historis Data atau informasi kejadian historis terkait bencana atau bahaya.

Kerentanan (V) r r

Ketangguhan Hasil dari pengurangan risiko melalui pengurangan kerentanan dan bahaya di tingkat kota-kabupaten dan wilayah lokasi kajian (IPCC, 2014).

(5)

Keterpaparan

(E) Sejumlah elemen (misalnya populasi dan sumber daya ekonomi) di sebuah area yang berpotensi terjadi bencana atau bahaya. Kota-kabupaten

atau wilayah Kesatuan sistem administratif atau sistem bentang alam lintas administratif yang memiliki kesatuan pemerintahan baik di level pemerintahan kota-kabupaten atau provinsi.

Model Iklim Sebuah pengembangan proyeksi iklim dengan mengacu pada pendekatan dan metodologi yang terintegrasi dalam sistem teknologi untuk memproyeksikan iklim di masa datang.

Nilai Indeks Sebuah kuantitas dari risiko, unsur, indikator dan sub indikator kajian risiko dengan rentang kelas 0-1.

Nilai Skenario

Moderat Nilai yang dihasilkan dari pemodelan yang menggunakan skenario moderat. Normalisasi Mekanisme atau formulasi yang dibangun untuk membuat nilai-nilai indeks tidak

memiliki kesenjangan yang lebar.

OPD Organisasi Pemerintah Daerah, dahulu disebut SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).

Pembobotan Batasan proporsi nilai yang dikenakan pada risiko dan turunannnya (unsur, indikator, sub indikator).

Penerima

Manfaat Kelompok, institusi, entitas atau sistem yang menerima keuntungan atau manfaat kegiatan adaptasi. Pengarusutamaan Kegiatan untuk memasukkan program atau aksi adaptasi ke perencanaan atau

kebijakan pemerintah dan atau pemangku kepentingan terkait.

Pokja Satuan kelompok kerja yang dibuat oleh pemerintah dengan tugas dan waktu yang terbatas.

Program

Adaptasi Program pilihan yang dihasilkan dari kajian risiko untuk pengurangan Kerentanan (V) dan Bahaya (H) yang dihasilkan dalam kajian risiko. Proyeksi Iklim Prakiraan yang dibangun untuk melihat kondisi iklim masa depan melalui

pendekatan dan metode tertentu.

RAD API Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim, yaitu sejumlah rencana dan strategi adaptasi yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.

RAN API Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim yang merupakan rencana strategi serta aksi adaptasi di tingkat nasional Indonesia.

Risiko (R) Merupakan fungsi dari Ancaman/Bahaya (H), Kerentanan (V) dan Keterpaparan (E). Sensitivitas (S) Derajat atau tingkatan penilaian dimana komunitas atau ekosistem tertentu

terpengaruh oleh tekanan iklim.

Skenario Iklim Suatu prakiraan kuantitatif terkait variabel perubahan iklim, misalnya karbon yang terlepas bebas, berdasarkan tingkat pertumbuhan wilayah atau negara.

Sub Indikator Variabel yang membangun nilai indikator (dalam kajian risiko). Tingkat Nilai

Baik Nilai yang hasilnya relatif sama pada wilayah yang sama walau modelnya berbeda. Tingkat Tapak Tingkat lapangan yang merupakan tingkatan paling rendah yang merujuk pada

lokasi kegiatan adaptasi. Biasanya berhubungan dengan lokasi berdampak, kelompok atau wilayah rentan secara langsung.

Tinjauan

Kembali Fase kegiatan peninjauan terhadap draft kajian risiko atau aksi adaptasi yang telah disusun. Unsur Variabel yang membangun indeks risiko.

(6)

DAFTARISI

Pendahuluan...1

01.

Cara Menggunakan Buku Ini...2

02.

Pengenalan Kerangka Besar Ketangguhan

Kota-Kabupaten atau Wilayah...6

03.

Pembentukan Pokja Iklim Kota-Kabupaten...8

04.

Menyusun Draft Kajian Kerentanan dan

Risiko Perubahan Iklim...10

05.

Penyusunan Aksi Adaptasi dari Keluaran Program Dokumen Kajian Risiko untuk Ketangguhan Adaptasi

Perubahan Iklim ICCTF...36

07.

Pengarus-utamaan Adaptasi Berdasarkan

Kajian Adaptasi...32

06.

Penutup...44

08.

Daftar Pustaka...45

09.

Lampiran...46 Lampiran 1...47 Lampiran 2...50

10.

Kata Pengantar...i Daftar Istilah...ii Daftar Tabel & Gambar...vi

(7)

DAFTAR

TABEL&GAMBAR

Tabel 1. Contoh informasi umum perubahan iklim untuk pemahaman awal

Pemangku kebijakan di kota A...7

Tabel 2. Contoh analisis kesenjangan data di kota-kabupaten A...12

Tabel 3 o o r r Tabel 4. Contoh indikator, sub indikator dan bobot untuk unsur sensitivitas...16

Tabel 5. Contoh indikator, sub indikator dan bobot untuk unsur kapasitas adaptif...17

Tabel 6. Contoh indikator, sub indikator dan bobot untuk unsur keterpaparan...18

Tabel 7. Contoh informasi iklim dan lahan untuk estimasi indeks bahaya...21

Tabel 8. Contoh perhitungan estimasi indeks puting beliung di desa X...24

Tabel 9. Contoh analisis nilai salah satu unsur risiko menggunakan indeks median....26

Tabel 10. Contoh pilihan program adaptasi untuk pengurangan sensitivitas...29

Tabel 11. Contoh pilihan program adaptasi melalui penambahan kapasitas adaptif...30

Tabel 12 o o r ro r pembangunan daerah (untuk semua pilihan program adaptasi)...30

Tabel 13. Contoh analisis ekonomi pilihan program adaptasi...34

Tabel 14. Contoh program dan aksi adaptasi untuk ketangguhan kota-kabupaten dan atau wilayah yang sinergis dengan RAN API...39

Tabel 15. Contoh tabel bantuan aksi adaptasi dengan rincian informasi...40

Tabel 16. Contoh kebijakan daerah sebagai pertimbangan memasukkan aksi adaptasi...41

Table 17. Contoh tabel monitoring implementasi aksi adaptasi bulan ke-X...43

Gambar 1. Penjelasan langkah-langkah buku panduan kajian adaptasi tingkat kota-kabupaten atau wilayah...2

Gambar 2. Konsep risiko perubahan iklim (IPCC, 2014)...11

Gambar 3. Contoh alur perhitungan indeks kerentanan dan keterpaparan...15

Gambar 4. Contoh perbandingan beberapa pemodelan dan skenario iklim (Rata-rata suhu bulan Juni) dan perbandingan tahun saat ini (1960-2000) dan proyeksi mendatang (2041-2060)...20

Gambar 5. Contoh analisis bahaya per indikator untuk model xxxx skenario xxx...24

Gambar 6. Contoh perubahan nilai indeks konvensional (kiri) dengan menggunakan indeks median (kanan)...27

Gambar 7. Rentang penilaian indeks risiko perubahan iklim...28

Gambar 8. Contoh proses penilaian pilihan program adaptasi perubahan iklim...37

(8)

PENDAHULUAN

Buku panduan ADAPTANGGUH 02 ini merupakan petunjuk teknis dan standar kualitas program ICCTF yang berhubungan dengan dokumen adaptasi tingkat kota-kabupaten dan wilayah. Buku ini menjadi panduan utama dalam menyusun kajian adaptasi untuk program adaptasi skala kota-kabupaten dan wilayah dimana beberapa kegiatan dari penerima hibah swakelola ICCTF memiliki atau berhubungan dengan program yang dimaksud. Dengan mengikuti panduan dari buku ini, penerima swakelola secara otomatis mengikuti standar minimal yang diharapkan ICCTF dari output kegiatan mereka yang berhubungan dengan kajian ketangguhan, VA kota-kabupaten, atau kajian untuk sektor rentan yanng berskala minimal kota-kabupaten.

Ketangguhan kota-kabupaten atau wilayah yang menjadi kajian penting dalam buku panduan ini merupakan hasil dari pengurangan resiko melalui pengurangan kerentanan dan bahaya di tingkat kota-kabupaten dan wilayah lokasi kajian (IPCC, 2014). Sementara itu pengertian risiko, kerentanan dan unsur terkait akan dijelaskan secara detail pada bagian lain di buku ini (pemetaan tingkat risiko) karena menyangkut metodelogi, pendekatan dan pilihan konsep. Kota-kabupaten atau wilayah yang dimaksudkan dalam buku panduan ini adalah kesatuan sistem administratif atau sistem bentang alam lintas administratif yang memiliki kesatuan pemerintahan entah itu walikota-bupati atau gubernur. Sehingga pengertian kota dalam buku ini tidak berkaitan dengan kota sebagai pusat administratif atau pusat perdagangan, industri dan jasa dengan kepadatan tertentu dan tingkat infrastruktur tertentu seperti ibukota, kota besar dan pusat kota.

Dalam buku panduan ini hal pokok yang akan dihasilkan adalah (1) kajian risiko untuk ketangguhan yang terdiri dari kajian kerentanan dan kajian bahaya. Dari kajian risiko tersebut akan menghasilkan program pilihan adaptasi untuk ketangguhan yang akan diturunkan menjadi (2) aksi adaptasi untuk ketangguhan kota-kabupatan atau wilayah. Kedua pokok keluaran yang dihasilkan itu kemudian disatukan menjadi dokumen kajian adaptasi wilayah-kabupaten atau kota.

Terkait substansi yang diarahkan melalui buku panduan ini merujuk pada dokumen yang telah menjadi sumber kajian resmi dan utama secara nasional maupun internasional. Dokumen rujukan diantaranya (1) Dokumen IPCC 2014 terkait adaptasi di wilayah perkotaan, (2) Dokumen Rencana Aksi Perubahan Iklim Nasional (RAN API) Indonesia serta contoh kajian lainnya seperti UNISDR, ISET, 100 Resilience City and UNICEF. Selain itu contoh-contoh yang diambil dalam buku ini merujuk pada kajian-kajian lain yang terkait seperti kajian Marcy Corp Indonesia serta kegiatan-kegiatan ICCTF yang sedang atau telah berlangsung, seperti PPI ITB, YTKPI Transformasi, Fakultas Geometeorologi IPB, Fakultas Teknik Pertanian UGM dan YEU Yogyakarta Indonesia.

(9)

CARA MENGGUNAKAN

BUKU INI

Buku ini terdiri dari beberapa bab yang merupakan urutan dari proses kajian. Proses yang dijalankan di bab sebelumnya akan mempengaruhi bab selanjutnya sehingga melakukan langkah-langkah secara berurutan sesuai bab dan sub bab buku panduan ini sangat diharapkan. Namun demikian penggunaan buku ini hanyalah standar minimal yang diterapkan ICCTF untuk kajian adaptasi tingkat kota-kabupaten atau wilayah, pengguna buku ini bisa menambahkan atau mempertajam setiap proses selama tidak bertentangan dengan standar minimal yang diwajibkan oleh ICCTF, yaitu memenuhi output setiap proses dalam buku ini. Secara singkat setiap proses yang dilakukan pada buku panduan ini akan dijelaskan dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 1. Penjelasan langkah-langkah buku panduan kajian adaptasi tingkat kota-kabupaten atau wilayah.

02.

Pengenalan kerangka besar ketangguhan kota di tingkat pemerintah dan masyarakat Prakiraan jumlah pertemuan: 2 No. tabel terkait: 1

Catatan: Untuk kepala daerah, OPD

(dulu SKPD) terkait dan parapihak terkait

Pengenalan kerangka besar

01.

Pembentukan pokja/tim iklim, mekanisme tugas & wewenang, perencanaan kerja & anggaran Prakiraan jumlah pertemuan: 2 No. tabel terkait:

-Catatan: Dibentuk oleh pemerintah

yang mewakili OPD, akademisi, pengusaha, tokoh, lembaga pelasana program ICCTF dan lembaga masyarakat.

Pembentukan pokja/tim iklim,

(10)

PENYUSUNAN KAJIAN RISIKO

Mengembangkan pendekatan, metodologi, konsep dan data

Prakiraan jumlah pertemuan: 1 No. tabel terkait: 2 dan 3 Catatan: Pilihan data untuk

membangun indikator dan unsur adaptasi diserahkan pada lembaga pelaksana dengan dasar ilmiah yang kuat. Mengembangkan

03.

04.

05.

06.

Penyusunan kajian unsur kapasitas adaptif

Prakiraan jumlah pertemuan: 3 No. tabel terkait: 5

Catatan: Dikembangkan oleh pokja

melalui tim ahli di dalam pokja dan lembaga pelaksana ICCTF

07.

Penyusunan kajian unsur keterpaparan

Prakiraan jumlah pertemuan: 3 No. tabel terkait: 6

Catatan: Dikembangkan oleh pokja

melalui tim ahli di dalam pokja dan lembaga pelaksana ICCTF

Analisis indeks yang dihasilkan dari risiko dan unsur-unsurnya Prakiraan jumlah pertemuan: 1 No. tabel terkait: 8 dan 9 Catatan: Dilakukan dalam

pertemuan pokja

Analisis indeks yang

08.

Penyusunan kajian unsur bahaya

Prakiraan jumlah pertemuan: 3 No. tabel terkait: 7

Catatan: Dikembangkan oleh pokja

melalui tim ahli di dalam pokja dan lembaga pelaksana ICCTF

Penyusunan kajian unsur sensitivitas

Prakiraan jumlah pertemuan: 3 No. tabel terkait: 4

Catatan: Dikembangkan oleh pokja

melalui tim ahli di dalam pokja dan lembaga pelaksana ICCTF

(11)

Menyusun pilihan program adaptasi

Prakiraan jumlah pertemuan: 1 No. tabel terkait: 10, 11, dan 12 Catatan: Dilakukan dalam

pertemuan pokja

Menyusun pilihan

09.

Penyusunan dokumen kajian risiko

Prakiraan jumlah pertemuan: 2 No. tabel terkait: lampiran 1 Catatan: Dilakukan dalam

pertemuan pokja

Penyusunan dokumen

10.

Finalisasi dokumen kajian risiko

Prakiraan jumlah pertemuan: 2 No. tabel terkait:

-Catatan: Melalui proses tinjauan

para ahli

Finalisasi dokumen

11.

Konsultasi para pihak dan pengarus utamaan hasil kajian dalam kebijakan terkait Prakiraan jumlah pertemuan: 1 No. tabel terkait: 13

Catatan: Diselenggarakan oleh

pokja yang dihadiri pimpinan daerah OPD terkait dan wakil lembaga masyarakat terkait

Konsultasi para pihak dan

(12)

PENYUSUNAN PILIHAN AKSI ADAPTASI

Penyusunan dokumen aksi adaptasi

Prakiraan jumlah pertemuan: 2 No. tabel terkait: 14

Catatan: Oleh Pokja Penyusunan dokumen

13.

Penyusunan dokumen adaptasi yang terdiri dari (1) dokumen kajian risiko dan (2) aksi adaptasi

Prakiraan jumlah pertemuan: 3 No. tabel terkait: 15

Catatan: Oleh Pokja Penyusunan dokumen

14.

Konsultasi parapihak dan pengarus utamaan hasil kajian dalam kebijakan terkait

Prakiraan jumlah pertemuan: 2 No. tabel terkait: 16

Catatan: Oleh Pokja Konsultasi parapihak

15.

Monitoring dan

evaluasi

Prakiraan jumlah pertemuan: 1 No. tabel terkait: 17

Catatan: Oleh Pokja

Monitoring

(13)

Proses paling awal dalam kegiatan kajian adaptasi adalah dengan memberikan pemahaman yang jelas terkait kegiatan kajian yang akan dilakukan. Pelaksana program perlu mengadakan pertemuan khusus dengan perwakilan para pihak terkait, misalnya kepala daerah, dewan perwakilan daerah, sektor swasta (private sector), akademisi, serta lembaga swadaya masyarakat di wilayah lokasi program. Istilah-istilah yang kurang populer seperti adaptasi, perubahan iklim, kerentanan iklim, risiko iklim, keterpaparan iklim, kapasitas adaptif iklim, proyeksi iklim dan ketangguhan iklim harus diterangkan secara jelas dan rinci hingga menumbuhkan pemahaman yang sama terhadap penggunaan istilah-istilah tersebut selama pelaksanaan kegiatan kajian adaptasi dan aksi ketangguhan iklim.

Pelaksana program diharapkan mampu memberikan gambaran jelas tentang beberapa hal

r r , r r r

yang berada di lokasi kajian yang akan dilakukan; 2) bentuk-bentuk pembuktian secara ilmiah dan fenomena umum yang nampak dan dirasakan dalam konteks lokal; 3) dampak, tantangan, serta potensi kerusakan akibat perubahan iklim pada masa mendatang di lokasi program juga perlu dijelaskan meskipun secara umum. Penjelasan terkait perubahan iklim untuk pemangku kebijakan atau pemerintah akan lebih efektif bila dikaitkan dengan pembangunan daerah. Penting untuk memahami visi ke depan daerah terkait agar kajian yang dihasilkan efektif dan sejalan dengan visi daerah tersebut. Elemen-elemen penting terkait visi ketangguhan daerah (UNISDR, 2012), misalnya mencakup: (1) Penguatan kerangka kerja kelembagaan; (2) Manajemen anggaran dan sumber anggaran; (3) Kajian risiko bahaya dan iklim; (4) Perencanaan dan peremajaan infrastruktur; (5) Pendidikan dan kesehatan; (6) Tata aturan pemukiman dan tata guna lahan; (7) Pelatihan, pendidikan dan kesadaran publik; (8) Perlindungan lingkungan dan ekosistem; (9) Kesiap-siagaan bencana, (10) Pemulihan kelompok rentan dan pembangunan komunitas. Merujuk pada dokumen RAN API (BAPPENAS, 2014), terdapat lima bidang yang menjadi fokus utama adaptasi sebagai berikut:

1. Ketahanan ekonomi meliputi ketahanan pangan dan energi;

2. Ketahanan sistem kehidupan yang meliputi ketahanan kesehatan, pemukiman dan infrastruktur;

3. Ketahanan ekosistem yang meliputi konservasi dan keragaman hayati; 4. Ketahanan wilayah khusus yang meliputi perkotaan dan pulau kecil;

5. Sistem pendukung yang memadai yang meliputi, penguatan pengetahuan, informasi iklim, perencanaan, riset dan monitoring.

Keseluruhan atau sebagian bidang tersebut dapat dikaitkan dengan ancaman baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, kegagalan panen, kelangkaan tangkapan ikan, kenaikan penderita penyakit khusus seperti Malaria dan Diare. Lembaga pelaksana program harus memiliki pemahaman komprehensif

PENGENALAN KERANGKA BESAR

KETANGGUHAN KOTA-KABUPATEN

ATAU WILAYAH

(14)

tentang ancaman ini serta memiliki rancangan umum terkait (1) ancaman/bahaya perubahan iklim di tingkat wilayah program, (2) kerugian yang telah dan akan dialami, (3) rencana ke depan terkait strategi pengurangan yang bisa dilakukan dan peluang yang dapat dikembangkan. Tabel 1. Contoh informasi umum perubahan iklim untuk pemahaman awal pemangku kebijakan di kota A.

Banjir

tahun

2015

BAHAYA & ANCAMAN KERUGIAN STRATEGI & PELUANG

Perbaikan tata guna air dan lahan: selokan, sengkedan air, pemukiman. Pengembangan

informasi pertanian dan perikanan terkait cuaca. Pengembangan

pembibitan dan metode tahan kekeringan dan hujan tinggi.

Restorasi ekosistem. Dan lain sebagainya, Gagal panen (100 ha/± Rp 10 Milyar) Kerusakan infrastruktur jalan (3 km/Rp xxxxx) Peningkatan malaria 25% dari rata-rata sepuluh tahun sebelumnya/Rp xxxx

Kemarau

tahun

2012-2013

Kelangkaan air bersih untuk pertanian, gagal panen 80 ha/Rp xxxx, subsidi air bersih Rp xxx

Perbaikan sanitasi dan manajemen air di kota/ kabupaten

Restorasi ekosistem wilayah yang rusak. Pengembangan tata

ruang.

Dan lain sebagainya.

Penjelasan awal terkait perubahan iklim dan strategi yang diinformasikan sekaligus menjadi bahan awal rencana adaptasi yang diharapkan membantu pemahaman pemangku kebijakan terkait rencana kegiatan yang akan dilakukan di kota/kabupaten. Kesepahaman juga dibangun terkait pengertian adaptasi dan komponen-komponennya untuk lebih memahami kegiatan kajian yang akan dilakukan dengan selalu melibatkan pemerintah dan pemangku kepentingan.

Keluaran (output) yang diharapkan dari proses awal ini adalah inisiatif daerah terkait untuk menyelenggarakan pertemuan tindak lanjut pembentukan tim (yang biasanya merupakan Kelompok Kerja (Pokja) khusus perubahan iklim) di daerah terkait. Tujuan dari pembentukan pokja adalah keterlibatan pemerintah dan pemangku kepentingan dalam kajian adaptasi termasuk merancang pengarus-utamaan strategi adaptasi yang dihasilkan di tingkat perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Anggaran (RKA) atau Peraturan Daerah terkait, termasuk target untuk memasukkan kegiatan ke Anggaran Daerah setempat.

(15)

Pembentukan yang Mewakili Para Pihak (Pemerintah, Akademisi, Masyarakat Rentan)

Pertemuan lanjutan ke dua adalah inisiatif pembentukan tim khusus misalnya Pokja (iklim atau adaptasi) di daerah kajian yang selanjutnya akan dipimpin oleh perwakilan pemerintah terkait. Pembentukan Pokja ini menjamin keterlibatan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang diperkirakan berhubungan dengan rencana ketangguhan iklim Kota atau Kabupaten, misalnya BAPPEDA, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Pekerjaan Umum (PU), Badan Daerah Penanggulangan Bencana (BDPB), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Meteorologi,

o o , o , r r r r r

kelembagaan daerah masing-masing). Selain itu perlu dipertimbangkan untuk memasukkan akademisi di dalam Pokja tersebut, misalnya perwakilan dari universitas atau perguruan tinggi setempat, peneliti khusus yang dilibatkan dalam Pokja tersebut, wakil-wakil lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta serta perwakilan komunitas yang berpotensi terdampak ancaman perubahan iklim dan atau memiliki peluang untuk menguatkan ketangguhan adaptasi perubahan iklim di daerah.

Perwakilan dalam tim khusus tersebut, diharapkan akan mempertimbangkan (1) Perimbangan komposisi antara pemerintah, swasta, dan lembaga sosial masyarakat; (2) Perimbangan jenis kelamin juga menjadi faktor penting keluaran dari kajian, karena memberikan kesempatan yang sama pada perempuan akan berpotensi mengurangi kerentanan iklim di sisi gender; (3) Perwakilan kelompok yang terkena dampak langsung perubahan iklim, dan sangat rentan terhadap perubahan iklim, misalnya kelompok tani dan kelompok nelayan serta komunitas adat setempat; (4) Perwakilan pemuda juga sangat dipertimbangkan karena berhubungan dengan kesadaran menyeluruh perubahan iklim di masa datang.

Kerangka Kerja dan Target Capaian Tim Adaptasi atau Pokja Iklim

Pada fase awal pembentukan, Tim Khusus (Pokja) tersebut perlu menyusun target keluaran dari Pokja tersebut, diantaranya kerangka kerja (termasuk mencantumkan jumlah pertemuan), target capaian per pertemuan, dan tujuan utama memasukkan strategi adaptasi ke kebijakan daerah dan rencana kerja sektor swasta atau lembaga sosial terkait. Selain itu juga menyusun mekanisme pembagian kerja untuk 1) kajian ilmiah terkait proyeksi iklim dan ancaman bahaya, 2) analisis kerentanan wilayah yang terdiri dari analisis keterpaparan di daerah, sensitivitas di daerah, analisis kapasitas adaptif, 3) analisis terkait strategi adaptasi daerah dengan mempertimbangkan risiko perubahan iklim, 4) analisis strategi pengarusutamaan adaptasi ke perencanaan dan kebijakan institusi daerah dan pemangku kepentingan terkait

01.

02.

PEMBENTUKAN POKJA IKLIM

KOTA KABUPATEN

(16)

03. Pemilihan dan Pengembangan Data dan Metode dalam Kajian oleh Pokja

Untuk mempertajam analisa dan memperkuat validitas data kajian yang akan disusun, data yang didapatkan harus terorganisir/sistematis dan direncanakan secara komprehensif. Kajian kerentanan biasanya melibatkan banyak data sosial ekonomi serta infrastruktur dari Badan Pusat Statistik (BPS), sementara kajian iklim banyak berhubungan dengan informasi BMKG, dan kajian ilmiah banyak bersumber dari institusi penelitian, akademis (universitas), serta program-program nasional dan internasional yang berkaitan dengan isu adaptasi perubahan iklim. Sesuai dengan kebutuhan sebaran varian data yang luas, tim harus mengatur pengumpulan dan pengelompokan data sesuai dengan tujuan masing-masing. Pembahasan lebih mendalam tentang analisis data akan dijabarkan pada topik metodologi. Selain mengatur pengelompokan data pada saat analisis data, tim Pokja juga harus menentukan metode yang tepat sesuai dengan penggunaan dan pengembangannya dalam kerangka kerja tim Pokja. Metode yang terbaik adalah metode yang telah diuji sebelumnya atau yang telah masuk dalam jurnal ilmiah nasional dan internasional. Peran akademisi atau peneliti dalam hal ini sangat penting untuk dilibatkan, karena perspektif dan kesamaan

r o

(17)

MENYUSUN DRAFT

KAJIAN KERENTANAN

DAN RISIKO

PERUBAHAN IKLIM

(18)

Pendekatan, Metodologi, Pengumpulan dan Analisis Data

Dalam kajian risiko dan adaptasi iklim, pendekatan dianggap sebagai proses analisis sistematik data-data yang terkumpul dan yang dibangun (MoEI, 2012). Pendekatan yang dapat digunakan dalam kajian risiko meliputi: (1) Pendekatan Konvensional; (2) Kajian Dampak, (3) Kajian Adaptasi Umum; (4) Kajian Kerentanan; (5) Kajian Terintegrasi (Suroso, 2008). Dalam buku panduan ini, pendekatan adaptasi harus diintegrasikan dengan kebijakan pemerintah atau entitas terkait untuk memperkuat strategi adaptasi perubahan iklim di tingkat pengambil keputusan dan sistem di pemerintahan (UNDP, 2005).

Metodologi dalam kajian adaptasi terdiri dari beberapa pendekatan sebagai berikut:

a. Kajian adaptasi yang mengambil lokasi tanpa mempertimbangkan batas administratif namun tetap bekerja dengan pemerintah atau pemangku kepentingan yang terkait. Kajian ini biasanya mengambil pendekatan landscape ecology seperti DAS, ekosistem karst gunung sewu dan sejenisnya.

b. Kajian adaptasi yang mempertimbangkan batas administratif, seperti misalnya kota atau kabupaten tertentu atau batasan provinsi dan negara. Kajian administratif ini dibagi dalam skala makro (negara), meso (provinsi) dan mikro (kota-desa) (Messner. 2005).

Pemetaan Tingkat Risiko

Kajian risiko dalam buku panduan ini menggunakan rumusan dari IPCC (2014) sebagai rujukan yang pada umumnya digunakan secara luas. Dalam rumusan tersebut, Risiko (R) merupakan fungsi dari Ancaman/Bahaya (H), Kerentanan (V) dan Keterpaparan (E),

r r r r

Perbedaan dengan konsep sebelumnya (R= (HxV) seperti dalam rumusan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (PERKA BNPB), pada rumusan risiko di IPCC 2014, keterpaparan dikeluarkan dari komponen Kerentanan, sementara itu Kapasitas Adaptif

r r r gambar 2.

Gambar 2. Konsep risiko perubahan iklim (IPCC, 2014; IPB-WVI, 2015).

01.

02.

DAMPAK

IKLIM

Emisi & Perubahan Lahan

Keragaman

Iklim

Perubahan

Iklim

PROSES SOSIAL-EKONOMI

Sosial-Ekonomi

Aksi Adaptasi

& Mitigasi

Pemerintahan

ANCAMAN KETERPAPARAN

RISIKO

KERENTANAN

(19)

Sehingga rumusan konsep risiko dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut R: Risiko (Risk) H: Bahaya (Hazard) V: Kerentanan (Vulnerability) E: Keterpaparan (Exposure) S: Sensitivitas (Sensitivity)

C: Kapasitas adaptif (Adaptive Capacity)

RUMUS 1

Bahaya dapat diartikan sebagai sebuah fungsi dari karakter, kekuatan,tingkatan perubahan iklim, dan variabilitasnya. Sementara itu Kerentanan merupakan fungsi yang memiliki sensitivitas dan kapasitas adaptif terhadap perubahan iklim. Keterpaparan adalah sejumlah elemen (misalnya populasi dan sumberdaya ekonomi) di sebuah area yang berpotensi terjadi bencana atau bahaya. Sensitivitas adalah derajat dimana komunitas atau ekosistem tertentu terpengaruh oleh tekanan iklim. Misalnya, sebuah komunitas yang bergantung pada pertanian tadah hujan jauh lebih peka terhadap perubahan pola curah hujan daripada petani dengan irigasi. Kapasitas adaptif diartikan sebagai kemampuan sistem (manusia atau alam) untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, memanfaatkan peluang yang ada, dan atau mengatasi konsekuensinya.

Analisis Data Dasar dan Kesenjangan Data

r or r

tersedia di lapangan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis Kerentanan, Kepaparan, dan Bahaya. Jika terjadi kesenjangan terhadap ketersediaan data, maka tim harus mencari solusi yang tepat guna dengan mempertimbangkan data-data alternatif sebagai pengganti data primer, namun tetap berpedoman kepada prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Contoh analisis kesenjangan data dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Contoh analisis kesenjangan data di kota-kabupaten A.

03. Data sejarah banjir Data kekeringan wilayah Data persentase mal-nutrisi Data yang diharapkan Data banjir tahunan Tidak ada Tidak ada Data yang ada Tidak perlu Data historis kemarau Data gizi anak Data alternatif yang ada -Dapat memperkirakan kondisi kekeringan Dapat membangun informasi mal-nutrisi Relevansi data pengganti

(20)

Biofisik

DEM (Digital Elevation Model) RTH (Ruang Terbuka Hijau) Penggunaan Lahan

Buffer Sungai/Panjang Sungai Iklim Curah Hujan Suhu Maksimum Suhu Rata-rata Suhu minimum Banjir Kekeringan Puting Beliung Raster Vektor Vektor Vektor Raster Raster Raster Raster Excel Excel Excel 15 m Administrasi Administrasi Administrasi 30 Second 30 Second 30 Second 30 Second Kelurahan Kelurahan Kelurahan Selain kesenjangan data, dalam buku panduan ini Tabel Data Dasar diperlukan untuk memastikan sumber data yang mendukung sub indikator dari unsur risiko. Dalam Tabel Dasar, data-data ini disediakan sesuai dengan indikator yang diperlukan guna membangun

r o r ,

contoh dalam tabel 3 berikut.

Tabel 3 o o r r

UNSUR RISIKO INDIKATOR (JENIS DATA) FORMAT/SATUAN SKALA

BAHAYA

BAHAYA

Populasi Penduduk

Keberadaan bangunan Orang/haUnit/ha

SENSITIVITAS

SENSITIVITAS

Tingkat Kesejahteraan Persentase keluarga miskin Persentase penduduk dengan

mata pencaharain berisiko (buruh, petani kecil, nelayan kecil)

Persentase pengangguran Tingkat kesehatan

Persentase penduduk miskin yang tidak mendapatkan akses layanan kesehatan Persentase penduduk miskin

yang tidak terdaftar dalam BPJS

Persentase rumah tangga tanpa MCK layak

KETERPAPARAN

KelurahanKelurahan

% % % % % % Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan

(21)

Tingkat Pendidikan

Penduduk yang tidak lulus SMP

Persentase penduduk yang jauh dari sekolah SMP Kondisi Lingkungan

Persentase hutan yang rusak (terdegradasi)

Proporsi luas RTH Persentase dusun yang

kekurangan air di musim kemarau

Kondisi Pemukiman

Persentase penduduk yang tinggal di bantaran sungai Persentase penduduk miskin

yang tinggal di wilayah kering Persentase rumah semipermanen % % %(Raster) Pembobotan (1-4) (Raster) % %(Vektor) %(Vektor) % Kelurahan Kelurahan Kecamatan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan

KAPASITAS

ADAPTIF

KAPASITAS

ADAPTIF

Persentase sanitasi yang layak

Jumlah bangunan sekolah Persentase akses pelayanan

air minum

Persentase akses pelayanan telekomunikasi

Aksis kesehatan

Jumlah fasilitas kesehatan Jumlah tenaga kesehatan Jumlah warung/kelontong/

pasar

Tingkat kesiagaan bencana

% Unit/kelurahan % % Unit/kelurahan Orang/1000 jiwa Unit/100 jiwa Pembobotan (1-4) Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan /1000 jiwa 100 jiwa Kelurahan

04. Langkah dan Analisis Kerentanan dan Keterpaparan

Proses untuk analisis kajian kerentanan dan keterpaparan kota - kabupaten atau wilayah khusus dalam buku panduan ini menggunakan prosedur sebagai berikut:

r , or or or r

perubahan iklim serta gambaran kemampuan setempat dalam mengatasi masalah. Teknik yang digunakan adalah melalui (1) brainstroming, (2) konsultasi publik, dan (3) Focus Group Discussion (FGD) dengan para pihak terkait.

b. Hasil rumusan ini untuk membangun sub indikator dan indikator bagi masing masing unsur kerentanan kota-kabupaten atau wilayah sebagai berikut: (1) Sensitivitas (S) dan (2) Kapasitas Adaptif (C) serta (3) Keterpaparan (E).

(22)

c. Data-data tersebut diolah dengan menentukan pembobotan serta normalisasi

o o r r r ,

Indeks Kerentanan (bagi unsur S dan C) dan Indeks Sensitivitas. Secara lebih rinci perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 3. Contoh alur perhitungan indeks kerentanan dan keterpaparan.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

S.1 S.2 C.1 C.2 E.1

E.2

X.1

X.2

X.3

S

C

S/C

V

E

Sub indikator Proses pembobotan Indikator Proses pembobotan

Nilai Indeks Unsur Kerentanan dengan Normalisasi

Rumus Kerentanan (S/C)

Nilai kerentanan dan keterpaparan

Untuk mempermudah operasionalisasi prosedur di atas diperlukan tabel-tabel bantuan (1)

r r

data dan (2) Tabel Pengelolaan Data-Data Sub Kategori agar sesuai dengan peruntukkannya dalam Analisis Kerentanan dan Keterpaparan.

Tabel pengelolaan data-data sub kategori digunakan untuk mempermudah analisis perhitungan indeks dengan memasukkan bobot pada setiap sub kategori. Tabel ini mempermudah proses untuk membangun indeks-indeks yang dibutuhkan (kerentanan, risiko, bahaya, sensitivitas, kapasitas adaptif, keterpaparan).

Dalam buku panduan ini, kategori dan sub kategori yang digunakan untuk membangun indeks disesuaikan dengan kegiatan kajian risiko kota atau wilayah yang ingin ditekankan, kajian wilayah/kota pesisir akan jauh berbeda dengan kajian wilayah pegunungan atau dataran aluvial, demikian juga kajian perkotaan ibu kota akan sangat berbeda dengan kajian

(23)

Tingkat Kesehatan

kabupaten di pedalaman. Dalam buku panduan ini, unsur kerentanan dan keterpaparan serta bahaya diolah pada skala desa per satu wilayah atau kota-kabupaten atau satuan terkecil lainnya bila melintasi batas administrasi pada pendekatan bentang alam.

Tabel pengelolaan data di bawah ini hanya sebagai contoh menyusun indikator dan sub indikator serta bobot dalam tabel, dalam realisasi kegiatan, pelaksana kajian bisa menggunakan indikator, sub indikator dan bobot sesuai dengan tujuan yang diharapkan namun tetap dalam kerangka ilmiah dan sesuai dengan bidang-bidang RAN API Indonesia (lihat lampiran 3). Contoh operasionalisasi Tabel Pengelolaan Data dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Contoh indikator, sub indikator dan bobot untuk unsur sensitivitas.

INDIKATOR SUB INDIKATOR BOBOT MAKSIMAL KETERANGAN

Persentase keluarga miskin Persentase penduduk dengan mata pencaharian berisiko Persentase pengangguran 0.25 0.5 0.25 Persentase petani kecil dan buruh tani. Persentase nelayan

kecil tanpa perahu. Persentase buruh

pabrik.

Tingkat Kesejahteraan

Persentase penduduk miskin yang tidak mendapatkan akses layanan kesehatan Persentase penduduk miskin yang tidak terdaftar dalam BPJS Persentase rumah tangga tanpa MCK layak

0.25

0.5

0.25

Persentase penduduk miskin yang jauh dari layanan kesehatan (5 km)

Tingkat Pendidikan

Penduduk yang tidak lulus SMP

Persentase penduduk yang jauh dari sekolah SMP

Persentase penduduk tidak lulus SMP termasuk yang tidak/ lulus SD dan yang tidak pernah bersekolah dasar Lebih sama dengan 10 km

0.5

(24)

Kondisi Lingkungan

r yang terdeforestasi r yang terdegradasi Standar RTH 1/3 total wilayah (di kota) 0.5

0.25 0.25 Persentase hutan yang

rusak

Proporsi luas RTH Persentase dusun yang kekurangan air di musim kemarau

Total Indeks Sensitivitas adalah

0.25 x (Indeks Pendidikan + Indeks Kesehatan + Indeks Pendidikan + Indeks Lingkungan)

Tabel 5. Contoh indikator, sub indikator dan bobot untuk unsur kapasitas adaptif.

INDIKATOR SUB INDIKATOR BOBOT MAKSIMAL KETERANGAN

Akses Listrik

Akses Listrik Persentase KK pengguna listrik 1

Sanitasi

Kondisi Sanitasi Persentase kepemilikan jamban per 100 KK 1

Pendidikan

Bangunan Sekolah Proporsi bangunan sekolah untuk tingkat umur sampai SMP 1

Akses Air Minum

Bersih

Akses Air Minum

Persentase kepemilikan air ledeng (sumur atau PDAM) terhadap kebutuhan air minum 1

Akses

Telekomunikasi

Akses Telekomunikasi

Persentase kepemilikan alat telekomunikasi per rumah tangga

1 Akses Fasilitas

Kesehatan 0.5 Proporsi puskemas per seratus jiwa Akses Tenaga

Kesehatan 0.5 Proporsi tenaga kesehatan per seribu jiwa

Akses

Kesehatan

(25)

BANGUNAN

Jumlah bangunan

1 Persentase jumlah pemukiman di bawah standar kelayakan

Akses Ekonomi

Akses Warung/ Kelontong/Pasar

Proporsi warung kelontong per seribu jiwa

1

Akses Antisipasi

Bencana

Kesiap-siagaan Bencana

Nilai sistem pengamanan dan perlengkapan untuk keselamatan bencana Nilai penyuluhan dan sistem rehabilitasi kebencanaan Persentase kawasan hijau 0.25

0.25 0.5

Total Indeks Kapasitas Adaptif adalah

0.125 x (total penjumlahan semua hasil pembobotan dari indikator kapasitas adaptif)

Tabel 6. Contoh indikator, sub indikator dan bobot untuk unsur keterpaparan.

INDIKATOR SUB INDIKATOR BOBOT MAKSIMAL KETERANGAN

KEPADATAN

Kepadatan

penduduk 1 Proporsi penduduk terhadap luasan desa

1 1

Persentase jumlah bangunan di bantaran sungai. Persentase bangunan non permanen

LAHAN

PRODUKSI

Luasan sawah irigasi dan kebun

dekat mata air 1

Persentase luasan sawah dan perkebunan di bantaran sungai

Luasan sawah non irigasi dan

kebun non irigasi 1

Persentase sawah perkebunan kering

WILAYAH

HUTAN

Luasan hutan di wilayah non landai 1

Persentase luasan hutan di wilayah non landai

Luas hutan di daerah tangkapan

(catchment area) 1

Proporsi luasan hutan/ RTH di catchment area

Total Indeks Keterpaparan adalah

(26)

Dalam proses analisis sub indikator untuk menjadi nilai Unsur Risiko, nilai dari pembobotan diproses sebagai berikut:

a. Persentase dinilai maksimal sesuai maksimal bobot bila sub indikator yang dihitung memenuhi 100% dari total 100% populasi, demikian seterusnya persamaan yang dibangun. Sebagai contoh jika persentase hanya 50% dan bobot maksimal 1, maka nilai bobotnya adalah 0.5.

b. Proporsi dinilai 1 bila sesuai dengan proporsi standar nasional. Sebagai contoh proporsi standar RTH 1/3 luasan total lahan, apabila hanya separuh dari proporsi standar maka nilainya adalah 0.5, dan seterusnya.

c. Nilai dari sub indikator bisa dikonversi dalam nilai bobot sebagaimana contoh berikut: nilai 100 maka mendapatkan nilai bobot maksimal, namun apabila nilainya hanya 50 maka akan mendapatkan setengah dari nilai maksimal bobot. Misal nilai maksimal bobot 1, maka jika nilai 50 bobotnya 0.5.

Terkait data-data yang dipilih untuk membangun indeks unsur sensitivitas, kapasitas adaptif,dan keterpaparan, lembaga pelaksana program bisa menentukan data-data lain yang relevan dan tersedia dengan relatif mudah di kota-kabupaten atau wilayah terkait. Namun demikian harus memiliki referensi ilmiah untuk menjadi data pembangun Unsur Risiko terutama melalui jurnal ilmiah yang terpublikasi.

Langkah dan Analisis Bahaya

Untuk mendapatkan nilai bahaya akibat perubahan iklim, diperlukan analisis berdasarkan data historis dan proyeksi perubahan iklim mendatang (lihat lampiran 2). Data-data tersebut disarankan dikomunikasikan dengan institusi resmi terkait seperti BMKG. Data-data iklim termasuk pemodelan iklim dan skenario iklim saat ini bisa didapatkan melalui akses ke website lembaga riset perubahan iklim seperti www.worldclim.com, www.ipcc-data.org, dan lain sebagainya.

Untuk mendapatkan komponen perubahan iklim yang akurat (seperti frekuensi hujan, suhu dan model distribusi spesies), buku panduan ini mengharuskan lembaga pelaksana program untuk menganalisis minimal dua atau lebih model proyeksi iklim dan tiga variasi skenario iklim (misal: A1/A2/B1/B2/RCP2.6/RCP4.5/RCP6.0/RCP8.5). Perhatikan contoh analisis pemodelan dan skenario rata-rata suhu di suatu daerah sebagaimana disajikan oleh Gambar 4.

(27)

Gambar 4. Contoh perbandingan beberapa pemodelan dan skenario iklim (rata-rata suhu bulan juni) dan perbandingan tahun saat ini (1960-2000) dan proyeksi mendatang (2041-2060).

Data Historis

(2060-2000) SkenarioIklim MIROC 5 Model IklimGFDL-CM3 HadGEM2-CC

RCP 2.6

RCP 4.5

RCP 6.0

RCP 8.5

15°C

29°C

Data iklim yang dianalisis terdiri dari data historis dan proyeksi iklim. Data historis tidak memiliki model dan skenario, sehingga hasil yang didapat akan relatif sama. Hal ini dikarenakan data historis tersebut didapatkan dari data iklim yang telah terjadi dan dan telah tercatat, misalnya di stasiun hujan. Namun terkait data iklim, nilai-nilai yang muncul adalah nilai-nilai prediksi yang dikembangkan oleh Sistem Pemodelan Iklim. Analisis iklim lebih lanjut bisa dilihat di lampiran 2.

Analisis proyeksi iklim akan menghasilkan nilai-nilai elemen iklim (suhu, curah hujan, suhu maksimal, suhu minimal, dan lainnya) yang dapat diturunkan hingga tingkat Desa dan atau Kecamatan. Analisis data-data iklim dalam buku panduan ini, akan dibagi ke dalam beberapa tingkatan nilai, sebagai berikut:

(1) Tingkat Nilai Baik adalah nilai yang hasilnya relatif sama pada wilayah yang sama walau modelnya berbeda.

(2) Tingkat Nilai yang Sangat Baik adalah hasil nilai yang menunjukkan kesamaan relatif di satu wilayah yang sama meskipun model dan skenarionya berbeda. Nilai yang diambil sebisa mungkin merupakan nilai yang paling baik atau yang baik. Bila nilai tersebut tidak

(28)

muncul, maka menggunakan nilai skenario moderat, yaitu nilai pemodelan dari skenario moderat, misal RCP 6.0 dengan atau tanpa mencari rerata nilai semua pemodelan yang digunakan. Namun yang perlu diperhatikan, pilihan nilai-nilai harus memperhatikan tingkat kesahihan (mempertimbangkan kejadian historis di lokasi yang sama).

Penilaian Bahaya (H) dari nilai-nilai elemen iklim dapat dilakukan dengan menggunakan Tabel Bantu guna mempermudah analisis Bahaya (H) sehingga menghasilkan nilai indikator. Analisis bahaya iklim dalam buku ini minimal menggunakan indikator banjir, kekeringan, dan puting beliung (khusus untuk wilayah terestrial atau darat). Perhatikan contoh Tabel Bantuan (Tabel 7) berikut.

Tabel 7. Contoh informasi iklim dan lahan untuk estimasi indeks bahaya.

Indikator Sub Indikator Pembobotan Keterangan

Kelas Bobot Nilai

Iklim

(proyeksi 2017-2050 dan current (1960-2016) berdasar data iklim yang didapat)

Curah Hujan Tahunan

(mm/tahun) 1200-1600> 1600 800-1199 < 800 4 3 2 1 Diambil dari rata-rata nilai indeks proyeksi dan current Curah Hujan Bulanan

Musim Hujan (mm/musim) 800-100> 1000 600-799 < 600 4 3 2 1 Curah hujan maksimum

musim hujan (mm/bulan) 200-300> 300 100-199 < 100 4 3 2 1 Kejadian Historis

Informasi sejarah banjir wilayah (total jumlah/desa atau wilayah) > 3 3 2 1 4 3 2 1

Dari data setempat

Fisik

Wilayah potensi kemarau (dataran aluvial, pantai, dataran) berdasarkan ketinggian 0-15 16-30 31-45 > 45 4 3 2 1 Tutupan vegetasi (%) 80 60-79 40-59 < 40 1 2 3 4 Panjang sungai terhadap

luas wilayah (%) 6-10> 10 2-5,9 < 2 4 3 2 1

Nilai sub indikator = bobot nilai/nilai bobot maksimal

Nilai Indikator Banjir = ((2 x rerata nilai iklim)+(3 x kejadian historis)+(2 x rerata nilai

(29)

Iklim

(proyeksi 2017-2050 dan current (1960-2016) berdasar data iklim yang didapat) Curah hujan tahunan (mm/

tahun) 1200-1600> 1600 800-1199 < 800 1 2 3 4 Diambil dari rata-rata nilai indeks proyeksi dan current Curah hujan musim

kemarau (mm/musim) 800-100> 1000 600-799 < 600 1 2 3 4 Curah hujan minimum

musim hujan (mm/bulan) 200-300> 300 100-199 < 100 1 2 3 4 ETP (Evapotranspirasi) tahunan (mm/tahun) 1500-2000> 2000 1000-1499 < 1000 4 3 2 1 ETP musim kemarau (mm/

musim) 1000-1499> 1500 500-1000 < 500 4 3 2 1 ETP bulanan musim

kemarau (mm/musim) 350-499> 500 200-349 < 200 4 3 2 1 Kejadian Historis

Informasi sejarah kemarau wilayah (total jumlah/desa atau wilayah) > 3 3 2 1 4 3 2 1

Dari data setempat

Fisik

Wilayah potensi kemarau (dataran aluvial, pantai, dataran) berdasarkan ketinggian 0-15 16-30 31-45 > 45 1 2 3 4 Ruang terbuka hijau untuk

menahan air (%) 60-7980 40-59 < 40 1 2 3 4 Nilai maksimum

penggunaan tutupan lahan Tubuh airHutan Pemukiman Pertanian Terbuka 1 2 3 4 5 Nilai sub indikator = bobot nilai/nilai bobot maksimal

Nilai Indikator Banjir = ((2 x rerata nilai iklim)+(3 x kejadian historis)+(2 x rerata nilai

(30)

Iklim

(proyeksi 2017-2050 dan current (1960-2016) berdasar data iklim yang didapat)

Curah hujan selama musim

peralihan (mm/musim) 800-1000> 1000 600-799 < 600 4 3 2 1 Diambil dari rata-rata nilai indeks proyeksi dan current Curah hujan maksimum

selama musim peralihan 200-300> 300 100-199 < 100 4 3 2 1 Kejadian Historis

Informasi sejarah kemarau wilayah (total jumlah/desa atau wilayah) > 3 3 2 1 4 3 2 1

Dari data setempat

Fisik

Nilai ketinggian maksimum pada daerah berpotensi puting beliung 0-15 16-30 31-45 > 45 4 3 2 1

Ruang terbuka hijau 80

60-79 40-59 < 40 1 2 3 4 Nilai maksimum

penggunaan tutupan lahan Tubuh airHutan Pemukiman Pertanian Terbuka 1 2 3 4 5

Nilai sub indikator = bobot nilai/nilai bobot maksimal

Nilai Indikator Banjir = ((2 x rerata nilai iklim)+(3 x kejadian historis)+(2 x rerata nilai

Total indeks bahaya = total nilai indikator/jumlah nilai indikator

Puting

Beliung

Nilai Indeks Bahaya (H) adalah rerata dari indikator Bahaya, dalam buku panduan ini minimal meliputi banjir, kekeringan, dan puting beliung (khusus untuk wilayah terestrial atau darat). Masing masing nilai indikator didapat dari rata-rata proporsi nilai masing masing data dengan konversi nilai maksimal ‘1’. Apabila nilai maksimal sebuah data ‘5’, maka bobot per satuan nilainya adalah 0.2. Apabila nilai maksimal sebuah data ‘4’, maka bobot per satuan nilainya 0.25. Perhatikan contoh pada Tabel 8 berikut.

(31)

Tabel 8. Contoh perhitungan estimasi indeks puting beliung di desa X.

Data Kelas Nilai Nilai maksimal Konversi

ke Indeks Curah hujan peralihan musim

> 1000

4

4

1

Curah hujan bulanan maksimum musim peralihan

200-300

3

4

0,75

Kelerengan Lahan

< 40 %

4

4

1

Proporsi vegetasi

< 40 %

4

4

1

Penggunaan lahan Tanah terbuka

2

5

0,4

Total Nilai Indeks Bahaya untuk puting beliung di desa X adalah:

0,83

Berdasarkan hasil olah indeks tersebut, dengan menggunakan olah data spasial akan muncul tampilan data spasial seperti gambar berikut:

Gambar 5. Contoh analisis bahaya per indikator untuk model xxxx skenario xxx.

(32)

Sesuai bahasan tentang Standar Minimal Analisis Bbahaya yang telah dijelaskan di awal, jika tim pengkaji data menggunakan dua model dan dua kenario proyeksi iklim maka masing-masing Indikator Bahaya akan menghasilkan empat data spasial atau peta dengan pasangan model dan skenario yang berbeda. Indeks-indeks Bahaya (misal banjir, kekeringan dan puting beliung) diintegrasikan dalam satu nilai indeks, dengan membuat nilai rata-rata semua indeks.

Sumber: IPB-WVI, 2015

KEKERINGAN

(33)

06. Pengolahan Data dengan Pendekatan Normalisasi

Untuk mempersempit kesenjangan nilai indeks di masing-masing desa, nilai indeks per Unsur Risiko, dianjurkan untuk dikonversi dengan nilai median. Penggunaan nilai median sebagai nilai indeks data dapat dirumuskan sebagai berikut:

Untuk nilai indeks Unsur Risiko desa X ke-i ≥ nilai median:

X

i_adj

= (0,5 ×((X

i

-X

median

)/(X

max

-X

median

)))+0,5

Untuk nilai indeks Unsur Risiko desa X ke-i < nilai median:

X

i_adj

= 0,5 ×((X

i

-X

min

)/(X

median

-X

min

))

Keterangan

Xi_adj : Nilai skor Desa X ke-i yang akan dinormalisasi Xi : Nilai skor variabel Desa X ke-i

Xmin : Nilai skor minimum variabel Desa X Xmax : Nilai skor maksimum variabel Desa X Xmedian : Nilai skor median variabel Desa X

Keterangan lebih jelas, silahkan untuk melihat contoh perhitungan konversi nilai indeks di bawah ini.

Tabel 9. Contoh analisis nilai salah satu unsur risiko menggunakan indeks median. Nama Desa Hasil Indeks Konvensional (0-1) Indeks Normalisasi Median (0-1)

A 1 1 B 0,9 0,9 C 0,9 0,9 D 0,5 0,6 E 0,4 0,7 F 0,3 0,5 G 0,3 0,5 H 0,3 0,5 I 0,3 0,5 J 0,3 0,5 K 0,3 0,5 L 0,2 0

Penggunaan indeks median dalam analisis ini akan menghasilkan tampilan data yang memiliki kesenjangan kelas yang sempit.

RUMUS 2

(34)

Gambar 6. Contoh perubahan nilai indeks konvensional (kiri) dengan menggunakan indeks median (kanan).

Proses Analisis Risiko dari Nilai Indeks Unsur-Unsur Risiko

Kajian Risiko sebagaimana diterangkan pada Sub Bab Pemetaan Tingkat Risiko, merupakan hasil dari rumusan IPCC (2014) dengan memasukkan setiap indeks Unsur Risiko ke dalam rumusan tersebut. Unsur Risiko yang terdiri atas Kerentanan (V), Bahaya (H), dan Keterpaparan (E) memiliki bobot yang sama dalam rumusan IPCC tersebut. Semua indeks Unsur Risiko harus dinormalisasikan menggunakan indeks median guna mempersempit kesenjangan nilai indeks. Hasil dari dari proses ini akan menghasilkan nilai indeks risiko yang memiliki rentang nilai (0-1).

Dalam pembagian kelas nilai indeks, semakin tinggi nilai indeks Unsur Risiko maka semakin tinggi tingkat risikonya. Kecuali untuk Kemampuan Adaptif berlaku sebaliknya, yaitu, semakin tinggi nilai indeksnya, maka semakin rendah risikonya. Untuk keterangan lebih detil, perhatikan Gambar 7.

07.

Rendah Sedang Tinggi

(35)

Gambar 7. Rentang penilaian indeks risiko perubahan iklim.

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

1

0,8

0,6

0,4

0,2

0

Menyusun Pilihan Program Adaptasi di Kota-Kabupaten atau Wilayah

Dengan mengikuti proses penghitungan indeks, maka akan diperoleh indeks setiap desa atau sub wilayah pada satu kota atau fokus area. Dari perhitungan indeks risiko akan memunculkan wilayah atau desa dengan indeks risiko tinggi hingga sangat tinggi. Hasil pengkajian unsur-unsur indeks risiko dan indikator pembentuk unsur nilai indeks risiko menjadi dasar penguatan ketangguhan kelurahan-desa atau wilayah yang memiliki indeks risiko tinggi.

Ketangguhan adaptasi perubahan iklim menjadi lebih kuat dengan berkurangnya indeks Kerentanan dan indeks Bahaya, sehingga untuk penguatan ketangguhan adaptif dapat dilakukan dengan mengembangkan program-program adaptasi guna mengurangi ancaman Bahaya (H), Sensitivitas (S), dan menguatkan Kapasitas Adaptif (C). Program-program adaptasi tersebut dibuat dengan mempertimbangkan indikator atau sub indikator yang membentuk unsur Bahaya, Sensitivitas, dan Kapasitas Adaptif. Urutan pilihan prioritas untuk indikator dan sub indikator yang menyusun unsur Bahaya dan Sensitivitas ditentukan dari nilai indeks tertinggi ke nilai indeks terendah. Sebaliknya dengan Kapasitas Adaptif, urutan prioritas dimulai dari indeks terendah ke indeks tertinggi.

o r r r ro r

telah dipilih. Sebagai contoh, untuk program penguatan infrastruktur maka pihak yang dilibatkan adalah Dinas Pekerjaan Umum (PU), untuk program pelatihan tenaga kerja maka pihak yang dilibatkan adalah Dinas Tenaga Kerja, dan seterusnya. Selain itu, tim juga

r or private sector) serta kelompok masyarakat yang berpotensi mengambil bagian dan terlibat dalam program tersebut. Analisis selanjutnya

ro r ro r r

dimasukkan ke dalam perencanaan atau peraturan daerah setempat di tingkat tapak. Perhatikan contoh pada Tabel 10, 11, dan 12.

(36)

Indikator Sub

indikator Indeks* Nilai Program Pilihan PemerintahPemangku KepentinganSwasta/

LSM MasyarakatKelompok Tingkat

Kesejahteraan Persentase keluarga miskin 0.9 Pengembangan mata pencaharian alternatif yang berkelanjutan melalui pinjaman modal lunak dan pelatihan Dinas

Tenaga Kerja Bank Pemerintah Daerah Koperasi, LKMD Persentase penduduk dengan mata pencaharian berisiko 0.8 Menguatkan sistem jaminan sosial petani gurem/kecil dst dst dst Pengembangan keahlian dan bantuan perahu dst dst dst Menguatkan sistem jaminan sosial buruh dan pendidikan anak buruh dst dst dst Persentase

pengangguran 0.8 Pengembangan lapangan kerja padat karya dan pelatihan kewirausahaan

dst dst dst

Tingkat

kesehatan Persentase penduduk miskin yang tidak mendapatkan akses layanan kesehatan 0.8 Menambah fasilitas kesehatan masyarakat dst dst dst Persentase penduduk miskin yang tidak terdaftar dalam BPJS 0.8 Perluasan kesempatan BPJS dst dst dst Persentase rumah tangga tanpa MCK layak 0.25 (Contoh nilai yang tidak menjadi prioritas karena indeksnya rendah) Program pengembangan MCK terpadu dst dst dst dan seterusnya

Tabel 10. Contoh pilihan program adaptasi untuk pengurangan sensitivitas.

(37)

Tabel 11. Contoh pilihan program adaptasi melalui penambahan kapasitas adaptif. Indikator Sub

indikator Indeks* Nilai Keterangan Pemerintah/Pemangku Kepentingan

BUMN Swasta/ LSM MasyarakatKelompok Akses listrik Akses listrik 0.1 Perluasan

akses listrik atau melalui pengembangan tenaga alternatif

PLTN, PU LSM – PT

Energi Masyarakat adat pedalaman A

Sanitasi Kondisi

Sanitasi 0.2 Program terpadu

pengembangan jamban desa/ wilayah

dst dst dst

Pedidikan Bangunan

sekolah 0.3 Perbaikan fasilitas sekolah dan pengembangan sekolah baru dst dst dst Akses air minum bersih Akses air

minum 0.3 Pengembangan instalasi air minum melalui instalasi MCK umum

dst dst dst

Akses

telekomunikasi Aksestelekomunikasi 0.7(bukan

merupakan prioritas) Perluasan instalasi telekomunikasi umum dst dst dst dan seterusnya Tabel 12 o o r ro r

daerah (untuk semua pilihan program adaptasi).

*Nilai indeks didapat dari nilai skor yang didapat dibagi bobot skor total

Indikator Sub

Indikator Dalam Nilai Kajian

Keterangan Kemungkinan Pengarus-utamaan

(tingkat kemungkinan, 3: besar, 2: sedang, 1: kecil) RKPD RPJMD RPJPD RAD API Perda PERDES dst Akses

listrik Akses listrik 0,1 Perluasan akses listrik atau melalui pengembangan tenaga alternatif

3 2 2 3 2 dst

Sanitasi Kondisi

Sanitasi 0,2 Program terpadu pengembangan jamban desa/ wilayah

2 2 2 3 1 dst

Pendidikan Bangunan

sekolah 0,3 Perbaikan fasilitas sekolah dan pengembangan sekolah baru

dst dst dst dst dst dst

(38)

Format Penyusunan Kajian Risiko untuk Ketangguhan Adaptasi Perubahan Iklim

Setelah pilihan program adaptasi selesai disusun (perhatikan Tabel 10, 11, dan 12), maka tim wajib memasukkannya ke dalam draft Dokumen Kajian Risiko untuk Ketangguhan Adaptasi Perubahan Iklim yang kemudian disatukan menjadi Dokumen Kajian Adaptasi. Dokumen Kajian Adaptasi merupakan dokumen yang terdiri dari Dokumen Kajian Risiko untuk Ketangguhan Adaptasi Perubahan Iklim dan Dokumen Aksi Adaptasi.

Dokumen Kajian Risiko ini terdiri atas beberapa pokok bahasan (Lampiran 1):

Pendekatan dan metodologi: Pilihan pendekatan dan metodologi disesuaikan dengan penjelasan dalam buku panduan ini. Penting untuk menjelaskan alasan pemilihan sesuai dengan konteks tujuan kegiatan dan lokasi program.

Data dan analisis data: Pokok bahasan ini menjelaskan tentang pemilihan data-data dasar berdasarkan pilihan indikator untuk penyusunan Unsur Risiko (Bahaya, Kerentanan (Sensitivitas dan Kapasitas adaptif) dan Keterpaparan). Pokok bahasan ini juga menjelaskan operasionalisasi pembobotan dan sistem ambang batas. Untuk data-data dasar bahaya iklim harus diterangkan secara detil sumbernya (USGS, NOAA, worldclim model xxx, dan lain sebagainya), waktu keluaran, bentuk data (misal vektor atau raster) dan lain-lain. Proses pengolahan data, misal sistem ambang batas sebagai bantuan analisis (jika memang diperlukan), perlu dilengkapi dengan referensi ilmiah. Hasil indeks konvensional dalam buku panduan ini harus dikorvensi menjadi indeks median.

Kajian bahaya akibat perubahan iklim: Dalam pokok bahasan ini, tim minimal menggunakan tiga indikator bahaya, yaitu banjir, kekeringan dan angin puting beliung (khusus untuk wilayah terestrial atau darat). Buku ini menganjurkan pembahasan Kajian ENSO dan La Nina sebagai tambahan data dalam Kajian Bahaya. Hasil kajian bahaya harus merujuk pada hasil dari indeks. Misalnya daerah mana yang berpotensi banjir, kekeringan, dan puting beliung dan seberapa besar potensi kejadiannya harus dijelaskan secara detil beserta alasan ilmiah yang melatar-belakangi. Untuk kajian bahaya iklim, tim harus memberi nilai (pembobotan) yang sama antara potensi Bahaya dari proyeksi dengan kejadian historis. Penampakan peta harus memperlihatkan minimal dua model dan skenario.

Kajian kerentanan dan keterpaparan kota atau wilayah atau sektor: Kajian kerentanan harus mempertimbangkan pendekatan, metode, data dan analisis data yang dipilih. Indikator dan sub indikator yang disusun harus sesuai dengan tujuan program, dengan mempertimbangkan indikator RAN API (lihat Lampiran 3). Buku panduan ini tidak menentukan indikator dan sub indikator dalam membangun analisis kerentanan dan keterpaparan. Deskripsi wilayah yang rentan dan yang terpapar harus dijelaskan secara rinci. Termasuk di dalamnya unsur Sensitivitas dan Kapasitas Adaptif sebagai unsur kerentanan.

Pilihan program adaptasi: Pilihan program adaptif untuk kota-kabupaten dan atau wilayah/sektor harus mempertimbangkan nilai indeks analisis yang dihasilkan dalam Kajian Risiko, Bahaya, dan Kerentanan. Selanjutnya program-program tersebut harus berkontribusi dalam memperkuat ketangguhan adaptasi dan mengurangi kerentanan serta bahaya. Pengurangan risiko dilakukan dengan mengurangi Sensitivitas dan Bahaya dan menguatkan Kapasitas Adaptif melalui program yang dikembangkan. Program tersebut

r r , ,

kelompok masyarakat terkait. Selain itu setiap program harus dianalisis kemungkinannya masuk dalam perencanaan daerah, penganggaran daerah atau kemungkinan untuk mengarusutamakan program di level pemangku kebijakan.

(39)

PENGARUS-UTAMAAN

ADAPTASI BERDASARKAN

KAJIAN ADAPTASI

(40)

01. Prasyarat untuk Pengarus-utamaan Kajian Adaptasi ke Level Kebijakan dan Aksi hingga Level Tapak

Kajian risiko dan kerentanan untuk adaptasi perubahan iklim dalam buku ini disusun untuk mendukung ketangguhan kota-kabupaten dan atau wilayah/sektor sesuai dengan tujuan kegiatan. Kajian ini dari awal harus melibatkan pemangku kebijakan dan kepentingan agar hasil dari kajian tersampaikan ke strategi pembangunan kota-kabupaten dan atau wilayah. Langkah penting untuk mencapai target pengarus-utamaan adaptasi ke level kebijakan di tingkat tapak sebagai berikut: (1) kesepahaman dan dukungan penuh para pihak yang berkaitan dengan program adaptasi perubahan iklim dan penguatan ketangguhan kota-kabupaten dan atau wilayah. (2) integritas tim atau pokja adaptasi-iklim yang dibentuk mewakili para pihak (pemerintah, tokoh masyarakat, akademisi, kelompok rentan dan lain-lain), (3) pemahaman keuntungan yang akan dicapai dan pengurangan kerugian dari dampak perubahan iklim, (4) keterlibatan para pihak baik pemangku kebijakan maupun kelompok-kelompok rentan dalam kajian dan aksi yang dibangun, (5) kajian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan memiliki keluaran yang nyata di tingkat pemangku kebijakan serta kelompok rentan seperti buruh, petani, nelayan kecil dan masyarakat adat, (6) Sistem monitoring dan evaluasi

r r , r

Finalisasi Draft Dokumen Kajian Risiko untuk Ketangguhan Adaptasi Perubahan Iklim ICCTF

Finalisasi dokumen kajian risiko untuk ketangguhan adaptasi perubahan iklim akan ditentukan melalui dua prosedur penting: (1) Tinjauan kembali (review) substansi ilmiah dokumen kajian; (2) Analisis peluang, keuntungan, dan kerugian program-program adaptasi untuk kota-kabupaten dan atau wilayah/sektor yang merupakan hasil utama dari dokumen ini; (3) Konsultasi dan persetujuan pemerintah terkait. Apabila prosedur ini telah dipenuhi maka dokumen kajian dianggap telah selesai.

a. Tinjauan kembali (review) substansi ilmiah dari kajian

r r ,

metode serta turunannya untuk memastikan kajian tersebut sesuai atau memenuhi standar ilmiah. Prosedur yang dijelaskan dalam buku panduan ini akan menjadi standar minimal Kajian Risiko kota-kabupaten dan atau wilayah yang mendukung tinjauan substantif Kajian Risiko.

Perhatikan poin-poin utama berikut:

Memastikan pilihan pendekatan dan metode sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Apakah kajian telah relevan untuk sesuai pendekatan, misal: kota-kabupaten dan atau wilayah/sektor seperti pertanian, perikanan tangkap atau wilayah khusus berdasarkan bentang alam seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan karst dan lain-lain.

Memastikan pilihan sub indikator sesuai dengan indikator dan unsur yang membangun Kerentanan, Keterpaparan, Bahaya dan Risiko itu sendiri. Dengan demikian, data-data yang didapat dan prosedur yang dipilih harus valid, , r r r Memastikan tidak ada inkonsistensi prosedur ilmiah dalam analisis data hingga ke

perhitungan indeks risiko.

Memastikan prosedur ilmiah dan hasilnya memiliki kesesuaian dengan sistem yang

Gambar

Tabel 1. Contoh informasi umum perubahan iklim untuk pemahaman awal pemangku  kebijakan di kota A.
Gambar 3. Contoh alur perhitungan indeks kerentanan dan keterpaparan.
Tabel 5. Contoh indikator, sub indikator dan bobot untuk unsur kapasitas adaptif.
Tabel 6. Contoh indikator, sub indikator dan bobot untuk unsur keterpaparan.
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

12 Aneka Kerajinan Tangan I&lt;has Bengkulu dari Kulit Lantung (Arthocarpus Elasticus) Aneka Kerajinan Tangan I&lt;has Bengkulu dari Kulit Lantung (Arthocarpus Elasticus)

Daftar mereka yang layak mendapat bantuan diperoleh dari pihak sekolah, ada juga daftar dari Area Ahli Dewan Undangan Negeri (KADUN atau DPRK) dalam bentuk vourcher, yaitu RM

1.2.2 Kad Debit-i Bank Rakyat bermaksud setiap Kad Debit-i yang dikeluarkan oleh Bank, termasuk semua Kad Debit-i yang dikeluarkan secara kolaborasi penjenamaan

Grafik Penyerapan Logam Cd(II) Oleh Adsorben Resin Ca-Alginat- EDTA Pada Berbagai Konsentrasi Na-alginat dengan larutan CaCl 2 0,1 M. dan massa EDTA 0.75 g terhadap

 pemikul beban lateral berupa berupa dinding geser atau rangka bresing dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul

Unit PT PLN (PERSERO) yang akan membangun SCADA harus mengacu pada SPLN S3.001: 2008 Peralatan SCADA Sistem Tenaga Listrik. Jumlah yang dijelaskan pada tabel 6 dan tabel 7

Berdasarkan pada tabel diatas menunjukan bahwa data tersebut terbebas dari heterokedatisitas karena nilai probabilitas untuk stock selection dan market timing sebesar

membuktikan bahwa tidak terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran berbasis masalah melalui metode inkuiri terbimbing dan metode eksperimen dengan