• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit yang serius dalam penangananya. Prevalensi hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi (depkes.go.id).

Hal tersebut didukung dengan riset yang telah dilakukan oleh Tim peneliti dari Kelompok Penasehat Ahli Strategis WHO, Strategic Advisory Group of Experts atau SAGE menemukan prevalensi tekanan darah tinggi pada hampir 72 persen orang

(2)

dewasa yang mereka survei di Federasi Rusia. Prevalensi hipertensi yang lebih rendah, tetapi masih tetap tinggi, terdapat di beberapa negara lain, yaitu 58 persen di Meksiko, 57 persen di Ghana, 53 persen di China dan 32 persen di India. (health.kompas.com).

Di Indonesia, prevalensi hipertensi cukup tinggi. Menurut National Basic Health Survey 2013, prevalensi hipertensi pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 persen, pada kelompok usia 25-34 tahun adalah 14,7 persen, 35-44 tahun 24,8 persen, 45-54 tahun 35,6 persen, 55-64 tahun 45,9 persen, 65-74 tahun 57,6 persen, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 persen. (health.detik.com).

Hasil riset yang telah dilakukan tersebut merupakan salah satu bentuk banyaknya presentase hipertensi yang di alami dari berbagai macam daerah. Salah satu daerah yang cukup banyak populasi hipertensinya adalah rumah sakit umum daerah (RSUD) Salatiga. Penyakit hipertensi termasuk dalam database jajaran 10 besar penyakit rawat jalan yang sering ditemukan di RSUD Salatiga. Jumlah pasien yang mengidap penyakit hipertensi di tahun 2015 saja sudah mencapai angka 14.444 jiwa.Angka tersebut menempati peringkat 3 dalam jajaran 10 penyakit rawat jalan pada tahun 2015 di RSUD Salatiga.Maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian mengenai tingginya angka pasien pengidap penyakit hipertensi di RSUD Salatiga.

Berbagai macam faktor dapat memicu terjadinya hipertensi. Dikutip dari jurnal ilmiah kesehatan yang di lakukan oleh Anggara F.H.D & Prayitno (2013) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi diantaranya; umur, jenis kelamin dan suku, faktor genetik serta faktor lingkungan

(3)

yang meliputi: obesitas, stres, konsumsi garam dan alkohol serta merokok (Kaplan,1985). Teori tersebut didukung oleh pernyataan Susalit, dkk (Anggara, F.H.D & Prayitno, 2013) yang menjelaskan bahwa hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, dimana faktor utama yang berperan dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu ; asupan garam, stres dan obesitas. Sementara teori dari Situmorang P.R (2015) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi yaitu: faktor keturunan, faktor obesitas, faktor stres, faktor pola makan dan faktor merokok.

Prevalensi hipertensi pada penduduk di Indonesia tahun 2007 adalah 33,9% dan prevalensi hipertensi yang mengalami stres pada penduduk di Indonesia tahun 2007 sebesar 12,1% (Riskesdas, 2007). Stres meningkatkan aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap yang berarti semakin tinggi stres seseorang akan semakin tinggi tekanan darahnya (Syavardie, 2015). Kondisi psikis seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah, misalnya kondisi psikis seseorang yang mengalami stres atau tekanan. Respon tubuh terhadap stres disebut alarm yaitu reaksi pertahanan atau respon perlawanan. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan, dan ketegangan otot. Selain itu stres juga mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otot-otot rangka dan penurunan aliran darah ke ginjal, kulit, dan saluran pencernaan. Stres akan membuat tubuh lebih banyak menghasilkan adrenalin, hal ini membuat jantung bekerja lebih kuat dan cepat (Lawson.R, 2007). Dari beberapa teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu penyebab penting terjadinya hipertensi adalah

(4)

tingkat stres yang dialami seseorang. Apabila seseorang mengalami stres yang berkepanjangan atau terus menerus akan membuat resiko terkena hipertensi karena tekanan darah meningkat.

Penyebab stres dikarenakan ketidaksesuaian antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem sosial individu tersebut (Sarafino, 1998). Masalah yang dialami secara terus menerus akan mengakibatkan suatu tekanan bagi seorang individu. Tekanan yang dialami lantas menjadikan suatu ketidakseimbangan antara tujuan dengan tuntutan pribadinya. Ketidakseimbangan tersebut dinilai sebagai sebuah kondisi yang mengancam dan membahayakan keberadaannya. Sejalan dengan teori dari Sarafino, Gillbert, dkk (2002) juga berpendapat bahwa ketidakseimbangan tuntutan situasi dengan persepsi terhadap kemampuan seseorang dan tujuan yang akan dicapai dapat menentukan pengalaman stres seseorang.

Seyle ( Taylor, 2006) mendefenisikan stres sebagai kondisi tertekan secara psikis yang disebabkan oleh pengalaman fisik maupun psikis yang tidak menyenangkan. Stres juga merupakan perubahan fisik pada organ dan hormon tubuh, stres tidak hanya merusak tubuh tapi juga berpengaruh terhadap perilaku. Seyle (Taylor, 2006) juga mengembangkan konsep yang dikenal dengan Sindrom Adaptasi Umum (General Adaptation Syndrome) yang menjelaskan bila seseorang pertama kali mengalami kondisi yang mengancamnya, maka mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) pada tubuh diaktifkan sehingga kelenjar-kelenjar tubuh memproduksi sejumlah hormon serta mengkoordinasi perubahan-perubahan pada

(5)

sistem saraf pusat. Jika tuntutan-tuntutan tersebut berlangsung terus menerus, mekanisme pertahanan diri akan melemah sehingga akan sangat rentan munculnya suatu penyakit. Penyakit tersebut muncul dalam bentuk maag, serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan keluhan psikosomatik lainnya.

Seyle (Boenish & Haney, 2004) melakukan penelitian tentang stres untuk membedakan antara stres yang merusak dengan stres yang menguntungkan. Stres yang merusak dapat menyebabkan seseorang merasa tidak berdaya, frustasi, kecewa, kerusakan fisik maupun psikologis lainnya. Stres yang merusak disebut distres. Sementara stres yang menguntungkan ini memberikan keberhasilan, keseimbangan, kebermaknaan dan kebahagiaan. Stres ini dinamakan eustres.

Menurut Whitney (2005) menjelaskan bahwa stres dapat menyebabkan seseorang memainkan perasaan pada orang lain, memaki istri, menyalahkan anak-anak atau menolak untuk memberitahu siapa pun alasan ketika sedang marah. Ketika seseorang sedang mengalami stres situasi yang dihadapi menjadi rumit. Perilaku yang muncul pun tampak tidak seperti semestinya. Hal itu berdampak pada pola pemikiran negatif yang mengganggu kehidupannya baik itu lingkunagan sekitar maupun orang terdekat terutama keluarganya

Peristiwa stres yang paling umum termasuk perceraian dari pasangan atau orang tua, pemisahan dari orang yang dicintai, relokasi, perubahan tugas pekerjaan, pemeriksaan akademik dan tenggat waktu, kerugian keuangan, masalah dengan hukum, penyakit serius, atau kematian orang lain (James whitney, 2005).

(6)

Peneliti melakukan wawancara dengan dua orang penderita hipertensi yang berusia 38 tahun (NP) dan 54 tahun (MU). Dari hasil wawancara yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa penderita hipertensi dengan usia 38 tahun mengalami gejala gejala fisik seperti mual, pusing atau sakit kepala, dan nyeri badan hampir setiap kali ia rasakan ketika sedang mengalami suatu tekanan yang berat dan terlalu berlarut-larut. Tekanan seperti deadline tugas dan pengeluaran tiap bulan yang membuat dia selalu memikirkan suatu hal yang negatif akan hasil yang diperoleh sehingga dia kerap mengalami gelaja psikosomatis ketika mendapatkan tekanan tersebut.

Sementara penderita hipertensi yang berusia 54 tahun (MU) kurang lebih sama dengan yang dirasakan (NP) yaitu sering mengalami pusing dan nyeri badan di beberapa titik ketika mengalami terkanan yang berlarut-larut. Bedanya, (MU) sering marah-marah ketika sedang bekerja. Hal tersebut bisa terjadi karena (MU) merasa memikirkan suatu hal yang buruk terhadap tugas atau masalah yang dihadapi dalam pekerjaannya selama melakukan suatu aktivitas di lingkungan pekerjaannya. MU berpendapat bahwa tiap kali dia mengalami banyak tekanan yang didapatkanya baik itu di kantor maupun di rumah, dia jadi sering berfikir negatif pula. Hal tersebut yang mengakibatkan tekanan darah dari MU meningkat.

Idealnya individu dapat memusatkan perhatian pada aspek yang positif dari suatu keadaan atau situasi yang sedang dihadapi akan membantu individu untuk menghadapi situasi yang mengancam, menimbulkan stres atau kecemasan sehingga dia mampu mereaksi peristiwa yang terjadi secara positif Crider (1983). Jadi ketika individu dapat memusatkan perhatian pada berbagai hal yang positif maka akan

(7)

memberikan efek yang positif juga pada hasil yang akan dicapai. Salah satu caranya dengan berpikir positif.

Berpikir positif akan melihat setiap kesulitan dengan cara yang mudah dan polos serta tidak mudah terpengaruh, sehingga tidak mudah putus asa oleh berbagai tantangan ataupun hambatan yang dihadapi. Individu yang berpikir positif selalu didasarkan pada fakta bahwa setiap masalah pasti ada pemecahan yang tepat atau efektif melalui proses intelektual yang sehat (peale, 1996).

Berpikir positif dapat dideskripsikan sebagai suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi. Pelatihan berpikir positif dapat diidentifikasikan sebagai pelatihan yang menekankan suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi (Elfiky, 2008).

Berdasarkan gambaran diatas dapat diasumsikan apabila penderita hipertensi dapat mengurangi tingkat stres jika memiliki kemampuan berpikir positif. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti mengangkat pertanyaan apakah ada hubungan antara berpikir positif dengan stres pada penderita hipertensi.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empirik hubungan antara berpikir positif dengan stres pada penderita hipertensi di RSUD Salatiga.

(8)

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan sumbangan penelitian ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu Psikologi Klinis.Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah khasanah bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian dengan topik mengenai berpikir positif dan stres.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana dan masukan guna menjawab permasalahan yang dialami penderita hipertensi, jadi dengan berpikir positif diharapkan dapat mengurangi tingkat stres yang dialami sehingga penyakit yang dideritanya dapat segera disembuhkan.

D. Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan yang diakukan oleh peneliti, belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungaan antara berpikir positif dengan stres pada penderita hipertensi di RSUD kota Salatiga. Namun ada beberapa penelitian sebelumnya yang membahas kedua variabel penelitian tersebut baik itu secara bersamaan maupun terpisah meskipun beda subjek penelitiannya. Berikut ini adalah uraian singkat mengenai penelitian-penelitian yang pernah meneliti tentang berpikir positif dan stres guna mengetahui keaslian atau orisinalitas dari penelitian yang akan dilakukan ini. Adapun penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu : Penelitian

(9)

yang telah dilakukan oleh Aji Nur Fahmi (2012) tentang Hubungan antara Berpikir Positif dengan Stres pada Guru SLB. Penelitian tersebut meneliti tentang bagaimana peran dari berpikir positif untuk menurunkan tingkat stres khususnya pada guru SLB. Responden dari penelitian ini berjumlah 80 orang yang bekerja sebagai guru SLB di Yogyakarta.

Penelitian Fernaldi Anggada (2012) yang berjudul Hubungan antara Berpikir Positif dengan Stres di Tempat Kerja pada Karyawan. Penelitian ini membahas mengenai faktor berpikir positif yang dapat menurunkan stres kerja pada karyawan.

Selanjutnya Penelitian dari Enik dan Asmadi (2012) dengan judul Berpikir Positif untuk Menurunkan Stres yang menjadikan mahasiswa sebagai subjek penelitian. Penelitian ini mengungkap tentang efektivitas berpikir positif untuk menurunkan stres pada individu terutama mahasiswa.

Peneliti menyimpulkan bahwa berpikir positif penting dalam mengatasi permasalahan respondennya, dan elemen-elemen ini harus secara aktif dipertimbangkan dalam penelitian yang melibatkan orang-orang yang memiliki pengalaman masalah kesehatan di masa depan.

Dari uraian yang disampaikan diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai hubungan antara berpikir positif dengan stres dapat dikategorikan sebagai penelitian replikasi dari penelitian sebelumnya. Adapun keaslian penelitian ini dapat dilihat dari empat hal, yakni :

(10)

1. Keaslian Topik

Penelitian mengenai hubungan berpikir positif dengan stres telah diteliti sebelumnya oleh Aji Nur Fahmi (2012) dengan judul Hubungan Berpikir Positif dengan Stres Pada Guru SLB. Fernaldi Anggadha (2012) melakukan penelitian mengenai hubungan antara berpikir positif (verbalisasi positif) dengan stres di tempat kerja pada karyawan. Selanjutnya, Enik dkk (2012) melakukan penelitian dengan judul berpikir positif untuk menurunkan stres psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya efektifitas berpikir positif untuk menurunkan tingkat stres pada penderita hipertensi di RSUD kota Salatiga.

2. Keaslian Teori

Penelitian ini menggunakan teori yang sama dengan Aji Nur Fahmi (2012) dengan menggunakan teori berpikir positif dari Albercht (1980) dan teori stres dari Sarafino (1994). Sementara Fernaldi Anggadha menggunakan teori berpikir positif Albercht (1980) dan teori stres dari Crider (1983). Enik, dkk (2012) menggunakan teori dari Peale (1996) dan teori stres dari Sarafino (1998).

3. Keaslian Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan alat ukur yang dibuat oleh Aji Nur Fahmi (2012) dengan mengadaptasi dari teori berpikir positif dari Albercht (1980) dan teori stres dari Sarafino (1994) sebagai acuan untuk membuat skala penelitian. Sedangkan Fernaldi Anggalda (2012) menggunakan alat ukur dari Crider (1983) dan Albercht (1980). Sementara enik dkk (2012) menggunakan alat ukur dari Sarafino (1998) dan Caprara dan Stecca (2006).

(11)

4. Keaslian Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek yang digunakan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Aji Nur Fahmi menggunakan subjek guru SLB. Fernaldi Anggadha menggunakan subjek karyawan. Sedangkan Enik, dkk menggunakan subjek Mahasiswa. Peneliti memilih penderita hipertensi di RSUD Salatiga.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Dalam rancangan sistem, tool yang digunakan untuk mengelola database yaitu MySQL. Dengan tool ini akan lebih cepat dalam melakukan pengelolaan database. Tabel yang digunakan

Tujuan dari isi paper ini adalah untuk menganalisa unjuk kerja sistem kompresi citra grayscale asli, apakah informasi data citra hasil rekonstruksi benar-benar dapat

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Berangkat dari masalah yang ditemukan, penulis mengadakan penelitian dengan metode studi pustaka, observasi, perancangan, instalasi, uji coba serta implementasi untuk menemukan

Tindak pelanggaran kode etik oleh humas Presiden AS dalam film Wag The Dog tersebut dilakukan secara berkelanjutan di media massa untuk menutupi kebohongan demi kebohongan

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak