• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kekerabatan Bahasa Batak, Bahasa Nias, Dan Bahasa Melayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kekerabatan Bahasa Batak, Bahasa Nias, Dan Bahasa Melayu"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan

perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan

dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

bahasa. Tidak dapat dibantah, seperti halnya kehidupan yang ada di alam, bahasa

pun ternyata memiliki sejarah perkembangannya sendiri-sendiri. Jika dilihat

berdasarkan sejarahnya, ternyata bahasa yang satu memiliki kesamaan dengan

bahasa yang lain, terutama jika kedua bahasa itu hidup dalam komunitas yang

berdekatan secara geografis. Kajian-kajian tentang bahasa dari sisi sejarahnya

dalam kajian linguistik termasuk dalam kajian Linguistik Historis Komparatif atau

Linguistik Bandingan Historis.

Linguistik Bandingan Historis atau Linguistik Historis Komparatif adalah

sebuah cabang dari ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu

serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu

tersebut. Dalam Linguistik Historis Komparatif dipelajari data-data dari suatu

bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode. Data-data itu

diperbandingkan dengan cara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan

yang terjadi dalam bahasa tersebut (Keraf, 1991: 22).

Linguistik Historis Komparatif dikenal juga dengan Linguistik Diakronis,

yang berupaya mengkaji bahasa dalam kurun waktu yang berbeda. Hal ini

(2)

menelaah perkembangan bahasa dari satu masa ke masa yang lain, mengamati

cara bagaimana bahasa-bahasa mengalami perubahan, serta mengkaji sebab akibat

dari perubahan bahasa. Menurut Robins (1990) linguistik diakronis yang termasuk

kajian linguistik murni memiliki peran penting sebagai bagian dari linguistik

umum. Cabang linguistik ini memberi kontribusi berharga bagi pemahaman

tentang hakikat kerja bahasa dan perkembangan bahkan perubahan bahasa-bahasa

pada umumnya.

Pada dasarnya, perubahan bahasa merupakan suatu fenomena yang bersifat

semesta dan universal. Perubahan bahasa sebagai fenomena yang bersifat umum

dapat dilihat dari perubahan bunyi pada tataran fonologi yang merupakan tataran

kebahasaan yang sangat mendasar dan penting dalam rangka telaah di bidang

Linguistik Historis Komparatif (Fernandes, 1996). Berbicara tentang perubahan,

tidak terlepas dari pembicaraan satu bahasa atau bahasa yang berbeda tetapi masih

dalam rumpun yang sama atau bahasa yang sama tetapi dalam kurun waktu yang

berbeda. Misalnya membandingkan perbedaan yang ada dalam bahasa Indonesia

dengan bahasa Aceh pada saat ini, atau membandingkan bahasa Aceh yang

digunakan pada zaman dahulu dengan bahasa Aceh yang ada pada saat ini.

Pengenalan atas dua bahasa atau lebih selalu menjadi kajian yang menarik

bagi para peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam pencarian peneliti

tentang apakah ada hubungan antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain

pada masa lampau, atau apakah pada dasarnya, dahulu ada bahasa tunggal yang

kemudian terpecah menjadi banyak bahasa di dunia, akhirnya mengarahkan para

(3)

Penelitian tentang Linguistik Historis Komparatif sudah mulai dilakukan

jauh sebelum abad ke -19. Dapat dikatakan, Dante adalah pelopornya

(1265-1321). Dante membuat perbandingan dari dialek-dialek bahasa daerah di Eropa

dalam tulisannya De Vulgary Eloquentia. Setelah itu, banyak nama yang terukir

dalam sejarah, termasuk Catherine II dari Rusia, Jacob Grimm (1787-1863) yang

menemukan adanya pergeseran bunyi atau pertukaran bunyi yang berlangsung

secara teratur antara bahasa Jerman dan bahasa Yunani-Latin. Pergeseran bunyi

ini diuraikan dalam bukunya Deutsche Grammatik pada tahun 1819 yang dikenal

dengan nama Hukum Grimm. Selanjutnya August Shleicher (1823-1868), orang

yang sangat berperan dalam Linguistik Historis komparatif . Shleicher

mengemukakan pengertian-pengertian baru seperti Ursprache (proto language)

yaitu bahasa-bahasa tua yang menurunkan bahasa-bahasa kerabat. Selain itu,

mencetuskan stammbaumtheorie (1866) atau yang kemudian dikenal dengan

nama Family Tree atau silsilah. Dalam teori ini dikemukakan dengan jelas tentang

bahasa-bahasa, mulai dari bahasa proto yang berkembang menjadi cabang-cabang

bahasa, serta pengembangan selanjutnya dari cabang-cabang utama sampai ke

cabang-cabang yang lebih kecil dengan tetap memperlihatkan hubungannya.

Selanjutnya, dapat diketahui bersama bahwa abad ke-19 adalah puncak

dari perkembangan cabang linguistik ini, terutama di Jerman. Para ilmuwan telah

berhasil meletakkan dasar-dasar dan metode yang sangat berguna dalam penelitian

perbandingan bahasa dewasa ini. Walaupun penelitian masih terbatas di Eropa,

tidak dapat dipungkiri bahwa yang dilakukan oleh para ilmuwan tersebut telah

(4)

(Keraf, 1984: 27-31 dan 106-107, Robins, 1990: 228-268, Parera, 1991: 59-65,

Mahsun, 1995: 5-10).

Kerja keras para ahli ini kemudian memberi sumbangan yang sangat besar

dalam perkembangan Linguistik Historis Komparatif di seluruh dunia, termasuk

di Indonesia. Saat ini, SIL ( Summer Institute of Linguistics) menetapkan jumlah

bahasa di Indonesia lebih dari 700 bahasa yang dikelompokkan dalam delapan

kelompok besar dan terbagi dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi.

Yang jelas, kesemuanya berada dalam satu rumpun bahasa yang disebut rumpun

Austronesia.

Seperti diketahui bersama, rumpun bahasa Austronesia yang membentang

dari Madagaskar (Afrika) sampai Rapanui yang terletak sebelum Selandia Baru

adalah rumpun bahasa yang sangat luas wilayah tuturnya. Hal ini juga berakibat

pada banyaknya ragam yang tergolong pada rumpun Austronesia ini. Untuk

mempermudah penelitian kebahasaan yang berkaitan dengan bahasa-bahasa yang

berkerabat atau dalam menentukan bahasa purbanya, ada alat bantu yang dapat

digunakan yang dikenal sebagai daftar kosa kata dasar Swadesh yang terdiri atas

200 kosa kata dasar nonkultural sehingga walaupun memiliki cakupan wilayah

yang sangat luas, penelitian tentang kekerabatan bahasa dapat dilakukan dengan

cara yang lebih mudah dan terarah.

Kridalaksana, (2008: xiix) menyebutkan terdapat 167 bahasa-bahasa

utama di dunia. Selain itu juga dicantumkan 3 keluarga bahasa yang ada di

Indonesia, mengutip dari S.J. Esser, yaitu Keluarga Melayu Polinesia, Keluarga

(5)

akan terbagi lagi menjadi 16 rumpun yang di antaranya rumpun Sumatera yang di

dalamnya terdapat 14 bahasa. Yaitu Aceh, Gayo, Batak, Minangkabau, Melayu,

Melayu Sumatera Selatan, Rejang-Lebong, Lampung, Simalar, Nias, Sikhule,

Mentawai, Enggano, Loncong, dan Lom. Semua bahasa yang berada dalam

wilayah Republik Indonesia, selain bahasa Indonesia dan bahasa asing, akan

disebut sebagai bahasa daerah.

Dalam Politik Bahasa (Halim, 1980:21) dinyatakan bahwa bahasa daerah

merupakan bagian kebudayaan Indonesia yang masih hidup sehingga harus

dihargai dan dipelihara atau dilestarikan. Salah satu usaha pelestarian bahasa

daerah adalah dengan melakukan penelitian-penelitian yang nantinya akan

menambah wawasan kebahasaan kita, terutama tentang bahasa daerah yang

diteliti. Salah satu kajian penelitian yang penting dilakukan adalah penelitian

tentang kekerabatan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Seperti yang

sudah dipaparkan di atas, penelitian seperti ini banyak sekali dilakukan terhadap

bahasa-bahasa di Eropa. Padahal, Indonesia memiliki banyak bahasa daerah yang

mungkin sekali belum pernah diteliti, terutama penelitian yang berkaitan dengan

kekerabatan bahasa. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan bagi peneliti untuk

melakukan penelitian ini.

Penelitian kekerabatan bahasa-bahasa di Nusantara, kususnya yang ada di

wilayah Nusantara Barat (Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya) belum banyak

dilakukan. Sebagai bahasa-bahasa yang sudah diketahui sebagai bagian dari

rumpun Autronesia, yang mungkin memiliki wilayah pakai paling rumit karena

(6)

tentulah memiliki kekerabatan yang diasumsikan sangat erat. Sementara itu,

istilah kekerabatan dalam istilah linguistik diartikan sebagai hubungan antara dua

bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber yang sama (KBBI, 2008 ).

Objek penelitian adalah bahasa yang berkerabat di wilayah Sumatera

Utara, yaitu bahasa Batak, bahasa Nias, dan bahasa Melayu, (selanjutnya akan

disebut BB, BN, dan BM). Ketiga bahasa ini dijadikan objek penelitian karena

ketiga bahasa ini berada di Wilayah tutur yang berdekatan (letak geografis yang

berdekatan), tetapi memiliki perbedaan yang cukup jauh. Hal ini bertentangan

dengan teori yang dijelaskan di awal bahwa bahasa-bahasa yang berdekatan

secara geografi, memiliki kesamaan yang lebih besar dibandingkan dengan

bahasa-bahasa yang letak geografi pemakainya yang berjauhan. Peneliti tertarik

untuk mengetahui silsilah kekerabatan, waktu pisah ketiga bahasa ini, dan

perkiraan usia bahasa-bahasa ini.

Beberapa contoh di bawah ini akan menggambarkan persamaan dan

perbedaan ketiga bahasa yang menjadi objek penelitian

Glos BB BN BM

Abu sirabun avu abu

Anak daganak ono ana?

Asap timus simbo asap

Baik burju saxi bae?

Berkata makkatai motune becakap

Darah mudar ndo daRah

(7)

Hijau narata owuge’e hijau

Makan mangan manga makan

Kanan siamun kabele kanan

Data di atas menunjukkan bahwa ketiga bahasa ini memiliki perbedaan

yang cukup besar sebagai bahasa yang berada dalam wilayah geografis yang

berdekatan. Hal inilah yang menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan

penelitian ini. Selain itu, penulis juga menyadari bahwa sebagai bahasa yang

diakui di dunia, bahasa Nias jarang sekali diteliti. Sulit sekali mencari data jika

ingin membicarakan bahasa ini. Padahal, bahasa Nias memiliki keunikan

tersendiri, misalnya setiap kata yang selalu diakhiri oleh vokal ata suku terbuka.

Selain itu, bahasa Nias memiliki perbedaan yang cukup jauh dengan

bahasa-bahasa di sekitarnya. Memang harus diakui, suku Nias terpisah dengan

sekelilingnya karena mereka berdiam di sebuah pulau. Faktor inilah yang

mungkin sangat berperan dalam keeksklusivan bahasa Nias. Indikator yang akan

digunakan untuk melihat silsilah atau kekerabatan bahasa ini adalah kosa kata

dasar Swadesh dengan pertimbangan bahwa daftar Swadesh merupakan daftar

yang paling banyak dijadikan acuan untuk mempelajari kekerabatan

bahasa-bahasa di dunia. Kosakata dasar Swadesh yang dijadikan acuan penelitian

berjumlah 200 kosa kata, merupakan kosa kata yang digunakan secara universal

di dunia. Artinya, kosa kata ini ada pada seluruh penduduk dunia dan

(8)

1.2Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah tingkat kemiripan fonetis dalam BB, BN, dan BM?

2. Bagaimanakah tingkat kekerabatan dalam BB, BN, dan BM?

3. Bilamanakah waktu pisah BB, BN, dan BM?

4. Berapakah perkiraan usia BB, BN, dan BM?

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menjawab hal-hal yang dirumuskan dalam

permasalahan, yaitu:

1. Menjelaskan tingkat kemiripan fonem berdasarkan korespondensi fonemis

dalam BB, BN, dan BM.

2. Mendeskripsikan tingkat kekerabatan dalam BB, BN, dan BM.

3. Menghitung waktu pisah BB, BN, dan BM.

4. Menghitung perkiraan usia BB, BN, dan BM.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, diharapkan penelitian ini dapat:

1. Menambah khazanah kajian Linguistik Historis Komparatif.

2. Sebagai rujukan bagi penelitian Linguistik Historis Komparatif.

(9)

4. Karena bahasa dan budaya memiliki keterkaitan yang erat, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan gambaran tentang hubungan kebudayaan

dari pemilik bahasa-bahasa yang diteliti di masa lampau.

1.4.2 Manfaat Praktis

Selain itu, diharapkan juga memiliki manfaat secara praktis, yaitu:

1. Memberikan informasi kepada pemilik, pengguna, dan peneliti bahasa .

2. Menjadi bahan rujukan untuk penelitian tentang kekerabatan bahasa

selanjutnya.

3. Memotivasi peneliti selanjutnya untuk lebih giat melakukan penelitian

Linguistik Historis Komparatif.

4. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah ketiga

bahasa dalam menentukan batasan wilayah pakai ketiga bahasa

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Lampung Barat dengan rata-rata LQ Dinamis sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tahun 2011 hingga 2016 sebesar 1,015 yang artinya lebih besar dari

Principle of the giant magnetoresistive biosensor: (a) immobilization of the probe DNA; (b) hybridization of the analyte DNA; (c) binding of the magnetic markers and detection

Realisasi Produksi dan Jumlah Penjualan Produk Kerajinan Perak pada Dini Bali Silver di Celuk, Gianyar. Tahun

Dari hasil uji coba yang dilakukan pada penelitian, user dapat melakukan pembelian produk pada aplikasi ini dengan terlebih dahulu login ke akun Facebook user dan melakukan

penempelannya menggunakan bahan perekat dapat dilakukan dengan bantuan masking tape agar didapatkan posisi pemasangan yang tepat. 3) Bahan untuk membuat transfer/ overlay

Pola tersebut tampaknya tidak hanya berlaku (bisa terjadi) pada varietas padi yang disukai tikus, tetapi juga pada varietas padi yang kurang disukai tikus, dengan syarat jika

\DQJ GLEDKDV GDODP EHUEDJDL NLWDE ILNLK 6\DIL¶L NODVLN \DLWX VDODK VDWXQ\D LDODK NLWDE Kanz al- Râghibîn yang penulis gunakan untuk membandingkan dengan jual beli dengan hak membeli