• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan - Gambaran Karakteristik Ibu Dalam Pemanfaata Penolong Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Baringin Kecamatan Panyabungan Timur Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan - Gambaran Karakteristik Ibu Dalam Pemanfaata Penolong Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Baringin Kecamatan Panyabungan Timur Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ever behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu: 1. Tahu (know)

(2)

diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

(3)

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) bahwa faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :

(4)

hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya, disamping itu kadang - kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu tersebut untuk periksa kehamilan. Misalnya orang hamil tidak boleh di suntik (periksa hamil termasuk suntik anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor – faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemuda.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah Faktor – Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebaiknya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter dan bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, Masyarakat memerlukan sarana dana prasaran pendukung, misalnya : perilaku pemeriksaan kehamilan. ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena dia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya : Puskesmas, polindes, bidan praktek, ataupun rumah sakit. fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor – faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

(5)

– peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang – kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih pada petugas kesehatan. disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil periksa hamil(Notoatmodjo, 2003).

2.3. Teori Health Believe Model (HBM)

Teori kepercayaan kesehatan adalah salah satu teori yang paling sering digunakan dalam aplikasi ilmu perilaku kesehatan yang dikembangkan pada tahun 1950 oleh sekelompok psikologi untuk membantu menjelaskan mengapa orang akan menggunakan pelayanan kesehatan. sejak terbentuk teori HBM telah digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku kesehatan. Yang dihipotesis oleh teori HBM adalah tindakan-tindakan yang berkaitan dengan kesehatan beberapa kejadian stimulasi yang terdiri dari 3 faktor yaitu :

1. Cukup motivasi (masalah kesehatan) untuk membuat masalah yang ada menjadi relevan.

(6)

3. Keyakinan bahwa mengikuti rekomendasi tertentu yang akan bermanfaat dalam mengurangi ancaman yang dirasakan, pada biaya yang dikeluarkan. biaya mengacu pada hambatan yang dirasakan harus diatasi dalam rangka untuk mengikuti rekomondasi kesehatan, tetapi tidak terbatas pengeluaran keuangan (Maiman, 1997).

2.4. Aspek Sosial Budaya Dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan

Masyarakat Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa yang mempunyai latar belakang budaya yang beraneka ragam. Lingkungan budaya tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebut, sehingga dengan keanekaragaman budaya, menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan. (Kresno, 2000).

Walaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang berpenghasilan rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan, tetapi ada alasan lain disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah diantara kelas sosial dan budaya dalam penggunaan pelayanan kesehatan (Sarafino, 2002). 2.4.1. Faktor Sosial Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan

a. Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua.

b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan berpendidikan tinggi.

c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut agama lain.

(7)

2.4.2. Faktor Budaya Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah :

a. Rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil.

b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.

d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan tentang sakit meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga meningkat. e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi pelayanan

kesehatan. 2.5. Persalinan

(8)

keluar darah lendir yang banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks, terkadang ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan dalam didapat serviks yang mendatar dan pembukaan jalan sudah ada (Yeyeh, 2009).

Proses dinamik dari persalinan meliputi empat komponen yang saling berkaitan yang mempengaruhi baik mulainya dan kemajuan persalinan. Empat komponen ini adalah passanger (janin), passage (pelvis ibu), power (kontraksi uterus), dan Psikis (status emosi ibu). Bila persalinan dimulai, interaksi antara

passanger, passage, power, dan psikis harus sinkron untuk terjadinya kelahiran pervaginam spontan (Wlash, 2007)

2.5.1. Bentuk Persalinan

Bentuk persalinan berdasarkan defenisi adalah sebagai berikut :

a. Persalinan spontan, bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.

b. Persalinan buatan, bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.

c. Persalinan anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.

Beberapa istilah yang berkaitan dengan umur kehamilan dan berat janin yang dilahirkan sebagai berikut (Manuaba, 1998) :

a. Abortus (terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan).

b. Persalinan prematuritas (persalinan sebelum umur hamil 28 sampai 36 minggu). c. Persalinan aterm (persalinan antara umur hamil 37 sampai 42 minggu).

(9)

e. Persalinan presipitatus (persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam). 2.5.2. Proses Terjadinya Persalinan

Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui secara pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his (kontraksi otot rahim). Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang dominan saat hamil yaitu:

a. Estrogen yang berfungsi unrtuk meningkatkan sensitivitas otot rahim dan memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, dan rangsangan mekanis.

b. Progesteron yang berfungsi untuk menurunkan sensivisitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis dan juga menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi (Manuaba, 1998).

Bagaimana terjadinya persalinan masih belum dapat dipastikan, besar kemungkinan semua faktor bekerja bersama-sama, sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor. Berdasarkan teori yang dikemukakan, persalinan anjuran (induksi persalinan) dapat dilakukan dengan jalan:

1. Memecahkan ketuban

2. Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi 3. Induksi persalinan dengan mekanis

(10)

2.5.3. Tanda Persalinan

Gejala persalinan sebagai berikut:

1. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek.

2. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu berupa pengeluaran lendir, dan lendir bercampur darah.

3. Dapat disertai ketuban pecah.

4. Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks, dapat berupa perlunakan, pendataran maupun pembukaan serviks.

2.5.4. Faktor-faktor Penting dalam Persalinan

Terdapat beberapa faktor yang berperan penting dalam persalinan yaitu: 1. Power (his, kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvis atau

kekuatan mengejan, ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum). 2. Passanger (janin dan plasenta).

3. Passage (jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang).

(11)

kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, pre-eklampsia dan eklampsia (Manuaba, 1998).

Dalam upaya menurunkan AKI, maka pemerintah menjalankan berbagai program yang dicanangkan secara internasional diantaranya adalah Safe Motherhood

dan Making Pregnancy Safer (MPS). Safe Motherhood dicanangkan di Nairobi Kenya 1987 dan memiliki empat pilar yaitu:

1. Keluarga Berencana untuk menjamin tiap individu dan pasangannya memiliki informasi dan pelayanan untuk merencanakan saat, jumlah, dan jarak kehamilan. 2. Pelayanan Antenatal untuk mencegah komplikasi dan menjamin bahwa

komplikasi dalam persalinan dapat terdeteksi secara dini serta ditangani secara benar.

3. Persalianan Aman untuk menjamin bahwa semua tenaga kesehatan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan peralatan untuk melaksanakan perrsalinan yang bersih, aman dan menyediakan pelayanan pasca persalinan kepada ibu dan bayi baru lahir.

4. Pelayanan Obstetrik Neonatal Esensial/Emergensi untuk menjamin tersedianya pelayanan esensial pada kehamilan risiko tinggi dengan gawat-obstetrik/GO, pelayanan emergensi untuk gawat-darurat-obstetrik/GDO dan komplikasi persalianan pada setiap ibu yang membutuhkannya.

(12)

Making Pregnancy Safer (MPS) memiliki 3 pesan kunci yaitu: (1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, (2) setiap komplikasi obstetrik dan neonatal ditangani secara adekuat, dan (3) setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Making Pregnancy Safer (MPS) memiliki empat strategi utama yaitu:

1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas.

2. Membangun kemitraan yang efektif melaui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia.

3. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu/bayi baru lahir serta pemanfaatan pelayanan yang tersedia.

4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2009). 2.6. Penolong Persalinan

(13)

Berdasarkan Depkes RI (1997), dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah:

1. Tenaga Profesional : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, dan perawat lain.

2. Dukun bayi :

a. Terlatih : ialah dukun bayi yang mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus.

b. Tidak terlatih : ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus (Manalu, 2007). 1. Tenaga Kesehatan

(14)

segi keberadaan dan jarak. Umumnya imbalan jasa berupa uang sehingga menyulitkan masyarakat miskin (Manuaba, 2006).

Menurut Supartini (2004) diharapkan setiap ibu hamil memanfaatkan petugas kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat dalam pertolongan persalinan. Dengan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan, ibu akan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan prinsip bebas kuman dan prosedur standar pelayanan. Jika ditemui adanya komplikasi dalam persalinan, ibu akan mendapatkan pertolongan yang tepat (Supartini, 2004).

Menurut Fatimah yang dikutip Manalu (2007), bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Bidan desa yang ditempatkan dan bertugas di desa, mempunyai wilayah kerja 1 sampai 2 desa dan dalam melaksanakan tugas pelayanan medik baik didalam maupun diluar jam kerjanya harus tetap bertanggung jawab langsung kepada kepala puskesmas.

Tugas pokok bidan desa adalah : (1) Melaksanakan kegiatan puskesmas di desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan, (2) Menggerakkan dan membina masyarakat desa di Wilayah kerjanya agar tumbuh kesadarannya untuk dapat berperilaku hidup sehat.

(15)

sudah tidak boleh menanganinya dan kemudian dirujuk ke rumah sakit dalam kondisi sangat gawat.

2. Bukan Tenaga Kesehatan (Dukun Beranak)

Tenaga yang sejak dahulu kala sampai sekarang memegang peranan penting dalam pelayanan persalinan adalah dukun bayi (dukun beranak, dukun bersalin). Dalam lingkungannya, dukun bayi merupakan tenaga terpercaya. Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang dapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional, dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun temurun belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan (Depkes RI, 2001).

Anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap keterampilan dukun beranak berkaitan pula dengan sistim nilai budaya masyarakat sehingga dukun bayi pada umumnya diperlakukan sebagai tokoh masyarakat potensi sumber daya manusia. Pengetahuan tentang fisiologi dan patologi dalam kehamilan, persalinan serta nifas sangat terbatas, sehingga bila timbul komplikasi ia tidak mampu mengatasinya, bahkan tidak mampu untuk menyadari arti dan akibatnya (Prawirohardjo, 2009)

(16)

laki-laki yang berusia di atas 50 tahun yang menurut kepercayaan umat Hindu telah mendapat wahyu atau petunjuk gaib (Swasono, 1998). Praktek tenaga kesehatan (nakes) adalah praktek pribadi/per orangan yang dilakukan oleh perawat atau bidan yang dilakukan tidak di rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, posyandu, atau klinik.

Hasil studi yang dilakukan Balitbang Kes (2006) menyatakan bahwa kemampuan tenaga non profesional / dukun bersalin masih kurang, khususnya yang berkaitan dengan tanda-tanda bahaya, resiko kehamilan dan persalinan serta rujukannya. Menurut Suprapto (2003), kurangnya pengetahuan dukun bayi dalam mengenal komplikasi yang mungkin timbul dalam persalinan dan penanganan komplikasi yang tidak tepat akan meningkatkan resiko kematian pada ibu bersalin.

Sedangkan dari hasil penelitian Zalbawi (2006) dikatakan bahwa alasan ibu memilih dukun bayi dalam persalinan karena pelayanan yang diberikan lebih sesuai dengan sistem sosial budaya yang ada, mereka sudah dikenal lama karena berasal dari daerah sekitarnya dan pembayaran biaya persalinan dapat diberikan dalam bentuk barang (Zalbawi, 2006).

(17)

tetap menuju persalinan aman. Penolong persalinan wajib menerapkan upaya pencegahan infeksi seperti yang dianjurkan yaitu (Depkes,2004) :

1. Sarung Tangan

Sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril harus dipakai dalam setiap pemeriksaan dalam, membantu kelahiran bayi, melakukan episiotomi, menjahit laserasi, dan memberikan asuhan bagi bayi baru lahir. Sarung tangan harus diganti apabila terkontaminasi atau berlubang.

2. Perlengkapan Pelindung Pribadi

Mengenakan penutup tubuh yang bersih dan penutup kepala atau ikat rambut pada saat menolong persalinan, Jika memungkinkan, pakai masker dan kacamata yang bersih. Semua perlengkapan tersebut harus dikenakan selama membantu kelahiran bayi dan pada saat melaksanakan penjahitan laserasi atau luka episiotomi.

3. Persiapan Tempat Persalinan, Peralatan dan Bahan

Ruangan bersalin harus memiliki sistem penerangan/pencahayaan yang cukup, baik dari jendela, lampu di langit-langit kamar, maupun sumber cahaya lainnya. Ruangan harus hangat dan terhalang dari tiupan angin secara langsung. Harus tersedia perlengkapan dan obat-obatan esensial yang diperlukan untuk persalinan, membantu kelahiran asuhan bayi baru lahir.

2.7.Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Menurut Syahrial yang dikutip Simangunsong (2009), proses pemanfaatan pelayanan kesehatan terbagi dalam beberapa tahap yaitu:

(18)

b. Apakah pelanggan mengumpulkan informasi berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan (information gathering).

c. Bagaimana pelanggan mengevaluasi alternatif (decision evaluation). d. Bagaimana pelanggan memanfaatkan jasa pelayanan (decision execution).

e. Bagaimana sikap pelanggan setelah memanfaatkan jasa pelayanan (post decision assessment).

(19)

2.8. Kerangka Konsep

Keterangan :

Untuk mengungkap gambaran karakteristik ibu dalam pemanfaatan penolong persalinan di Wilayah Kerja Gunung Baringin Kecamatan Panyabungan Timur Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012, maka kerangka konsep yang digunakan adalah menurut teori Green (1980) yang menyatakan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, paritas), kepercayaan, pengetahuan dan sikap termasuk dalam faktor predisposing yang dapat mempengaruhi ibu dalam pemanfaatan penolong persalinan.

Karakteristik : Umur Pendidika Pekerjaa Pendapatan Paritas Kepercayaan Pengetahuan Sikap

Referensi

Dokumen terkait

(1) Untuk tiap tahun buku oleh Direksi disusun perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca dan perhitungan laba-rugi Neraca dan perhitungan laba-rugi tersebut

Sesuai dengan basil analisis kim ia tanahnya tem yata kandungan unsur C u adalah rendah (0,18 ppm ).. Lebih tingginya hasil yang diperoleh pada tanam an yang diberi pupuk C u

Selain panjang- nya bentang jembatan, juga pilar yang dibuat akan sangat dalam. Pada Gambar berikut ditunjukkan beberapa sketsa tipikal (A dan B) pada kondisi sungai

Diferensial seleksi pada jantan adalah 18,42 kg dan pada betina 7,73 kg, sehingga diperoleh respon seleksi dugaan rusa Sambar sebesar 7.845 kg dengan dugaan nilai h 2 0,60..

Animasi ialah proses pembuatan gerakan – gerakan pada model atau objek animasi yang nantinya akan di jadikan scene – scene dalam video. Dalam tahap ini, animasi akan kita

Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan dan ansietas pasien pre operasi, dipengaruhi juga karena rumah sakit menyediakan informasi untuk pasien dan

Selanjutnya PP 51 tahun 2002 tentang perkapalan, yang dimaksud dengan peti kemas adalah bagian dari alat yang berbentuk kotak serta terbuat dari bahan yang

Sedangkan menurut Abu Halim Hasan al-Binjai, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’adi, dan Quraisy Syihab bahwa indikator kerelaan adalah apa saja yang dikenal