• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.10 Pengertian Audio Digital - Analisis Perbandingan Zero Compresion Dengan Difference Coding Pada Kompresi File Audio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2.10 Pengertian Audio Digital - Analisis Perbandingan Zero Compresion Dengan Difference Coding Pada Kompresi File Audio"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Sebelum melakukan penelitian, penulis mengumpulkan informasi berupa teori-teori yang berkenaan atau yang relevan dengan objek penelitian yaitu kompresi file audio berformat Wav serta algoritma kompresi yang digunakan. Adapun teori-teori yang menyangkut penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.10 Pengertian Audio Digital

Suara yang kita dengar sehari-hari adalah merupakan gelombang analog. Gelombang ini berasal dari tekanan udara yang ada di sekeliling kita, yang dapat kita dengar dengan bantuan gendang telinga. Gendang telinga ini bergetar, dan getaran ini dikirim dan diterjemahkan menjadi informasi suara yang dikirimkan ke otak, sehingga kita dapat mendengarkan suara. Suara yang kita hasilkan sewaktu berbicara berbentuk

tekanan suara yang dihasilkan oleh pita suara. Pita suara ini akan bergetar, dan getaran ini menyebabkan perubahan tekanan udara, sehingga kita dapat mengeluarkan suara (Binanto,2010).

Komputer hanya mampu mengenal sinyal dalam bentuk digital. Bentuk digital yang dimaksud adalah tegangan yang diterjemahkan dalam angka “0” dan “1”, yang juga disebut dengan istilah “bit”. Tegangan ini berkisar 5 volt bagi angka “1” dan mendekati 0 volt bagi angka “0”. Dengan kecepatan perhitungan yang dimiliki komputer, komputer mampu melihat angka “0” dan “1” ini menjadi kumpulan bit-bit dan menerjemahkan kumpulan bit-bit tersebut menjadi sebuah informasi yang bernilai.

(2)

Contoh transducer adalah mikrofon dan speaker. Mikrofon dapat mengubah tekanan udara menjadi tegangan elektrik, sementara speaker melakukan pekerjaan sebaliknya.

Tegangan elektrik diproses menjadi sinyal digital oleh sound card. Ketika Anda merekam suara atau musik ke dalam komputer, sound card akan mengubah gelombang suara (bisa dari mikrofon atau stereo set) menjadi data digital, dan ketika suara itu dimainkan kembali, sound card akan mengubah data digital menjadi suara yang kita dengar (melalui speaker), dalam hal ini gelombang analog. Proses pengubahan gelombang suara menjadi data digital ini dinamakan Analog-to-Digital Conversion (ADC), dan kebalikannya, pengubahan data digital menjadi gelombang suara dinamakan Digital-to-Analog Conversion (DAC).

Proses pengubahan dari tegangan analog ke data digital ini terdiri atas beberapa tahap yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, yaitu:

1. Membatasi frekuensi sinyal yang akan diproses dengan Low Pass Filter.

2. Mencuplik sinyal analog ini (melakukan sampling) menjadi beberapa potongan

waktu.

3. Cuplikan-cuplikan ini diberi nilai eksak, dan nilai ini diberikan dalam bentuk data digital.

Gambar 2.1 Konversi Sinyal Analog ke Digital (Binanto, 2010)

Proses sebaliknya, yaitu pengubahan dari data digital menjadi tegangan analog juga terdiri atas beberapa tahap, yang ditunjukkan pada gambar 2.2, yaitu:

1. Menghitung data digital menjadi amplitudo-amplitudo analog. 2. Menyambung amplitudo analog ini menjadi sinyal analog.

(3)

Gambar 2.2 Konversi Sinyal Digital ke Analog (Binanto, 2010)

Proses pengubahan sinyal analog menjadi digital harus memenuhi sebuah kriteria, yaitu kriteria Nyquist. Kriteria ini mengatakan bahwa untuk mencuplik sebuah sinyal yang memiliki frekuensi X Hertz, maka harus mencupliknya minimal dua kali lebih rapat, atau 2X Hertz. Jika tidak, sinyal tidak akan dapat dikembalikan ke dalam bentuk semula.

2.11Kelebihan Audio Digital

Kelebihan audio digital adalah kualitas reproduksi yang sempurna. Kualitas

reproduksi yang sempurna yang dimaksud adalah kemampuannya untuk menggandakan sinyal audio secara berulang-ulang tanpa mengalami penurunan kualitas suara.

Kelebihan lain dari audio digital adalah ketahanan terhadap noise (sinyal yang tidak diinginkan). Pada saat transmisi data dan pemrosesan dengan komponen-komponen elektrik, pada sinyal analog sangat mudah sekali terjadi gangguan-gangguan berupa noise. Suara desis pada kaset rekaman merupakan salah satu contoh terjadinya noise berupa gangguan pada frekuensi tinggi.

(4)

2.12 Istilah dalam Audio Digital

Dalam dunia audio digital, ada beberapa istilah yaitu channel (jumlah kanal), sampling rate (laju pencuplikan), bandwidth, bit per sample (banyaknya bit dalam satu sample), bit rate (laju bit) (Dangarwala, 2010).

2.12.1 Channel (Jumlah Kanal)

Jumlah kanal menentukan banyaknya kanal audio yang digunakan. Audio satu kanal dikenal dengan mono, sedangkan audio dua kanal dikenal dengan stereo. Saat ini untuk audio digital standar, biasanya digunakan dua kanal, yaitu kanal kiri dan kanal kanan. Audio untuk penggunaan theater digital menggunakan lebih banyak kanal. Ada yang menggunakan tiga kanal, yaitu 2 kanal depan dan surround. Ada yang menggunakan 6 kanal (dikenal dengan format audio 5.1) yaitu terdiri dari 2 kanal depan dan 2 kanal surround, 1 kanal tengah dan 1 kanal subwoofer. Bahkan ada yang menggunakan 8 kanal (format audio 7.1) yaitu terdiri dari 2 kanal depan dan 2 kanal

surround, 1 kanal tengah dan 1 kanal subwoofer dan ditambah 2 buah speaker EX (Environmental Extended) untuk menghasilkan suara dari belakang.

2.12.2 Sampling Rate (Laju Pencuplikan)

Ketika sound card mengubah audio menjadi data digital, sound card akan memecah suara tadi menurut nilai menjadi potongan-potongan sinyal dengan nilai tertentu. Proses sinyal ini bisa terjadi ribuan kali dalam satuan waktu. Banyak pemotongan dalam satu satuan waktu ini dinamakan sampling rate (laju pencuplikan). Satuan sampling rate yang biasa digunakan adalah KHz (kilo Hertz) (Binanto, 2010).

(5)

Tabel 2.1 Frekuensi Sampling dan Kualitas Suara yang Dihasilkan

Sampling Rate (KHZ) Aplikasi

8 Telepon

11,025 Radio AM

16 Kompromi antara 11,025 dan 22,025 KHz

22,025 Mendekati Radio FM

32,075 Lebih baik dari Radio FM

44,1 Compact Disc Audio (CDA)

48 Digital Audio Tape (DAT)

Sampling rate yang umumnya digunakan antara lain 8 KHz, 11 KHz, 16 KHz, 22 KHz, 24 KHz, 44 KHz, 88 KHz. Makin tinggi sampling rate, semakin baik kualitas audio. Teori Nyquist menyatakan bahwa sampling rate yang diperlukan minimal 2 kali bandwidth sinyal. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk merekonstruksi ulang sinyal audio.

2.12.3 Bandwidth

Bandwitdth adalah selisih antara frekuensi tertinggi dan frekuensi terendah yang akan diolah. Misalnya sinyal audio pada telepon yang digunakan untuk menyampaikan sinyal dengan frekuensi 300 – 3400 Hz (ucapan manusia), berarti bandwidth-nya adalah 3100 Hz (3400 dikurangi 300). Maka sampling rate minimum yang diperlukan adalah 2 kali yaitu 6,2 KHz. Demikian pula dengan frekuensi suara secara umum, frekuensi yang dapat didengar manusia adalah 20 – 20.000 Hz, dengan bandwidth 19.980. Berarti sampling rate minimum yang digunakan adalah 39.960 Hz. Jadi frekuensi sampling yang mencukupi adalah 44.100 Hz.

2.12.4 Bit Per Sample (Banyaknya Bit Dalam Satu Sampel)

(6)

ini, penggunaan 16 bit per sample dibandingkan penggunaan 8 bit per sample akan mempertinggi ketelitian kualitas kuantisasi sebanyak 256 kali.

2.12.5 Bit Rate (Laju Bit )

Istilah bit rate merupakan gabungan dari istilah sampling rate dan bit per sample. Bit rate menyatakan banyaknya bit yang diperlukan untuk menyimpan audio selama satu detik, satuannya adalah bit per detik. Bit rate (dengan satuan bit per detik) diperoleh dengan rumus yang sederhana yaitu perkalian antara jumlah kanal, sampling rate (dengan satuan Hertz) dan bit per sample (dengan satuan bit).Seperti dapat dilihat di Tabel 2.2 di bawah ini

Tabel 2.2 Tabel Penyimpanan Berbagai Konfigurasi Audio Digital

Sampling

(7)

menyimpan data audio lagu tersebut jika diasumsikan 1 KB = 1.000 byte dan 1 MB = 1.000 KB = 1.000.000 byte.

2.13 Data Audio

Salah satu tipe data multimedia adalah audio yang berupa suara ataupun bunyi, data audio sendiri telah mengalami perkembangan yang cukup pesat seiring dengan semakin umumnya orang dengan perangkat multimedia. Tentunya yang merupakan syarat utama supaya komputer mampu menjalankan tipe data tersebut adalah adanya speaker yang merupakan output untuk suara yang dihasilkan dan untuk menghasilkan maupun mengolah data suara yang lebih kompleks seperti *.WAV, *.MIDI tersebut tentunya sudah diperlukan perangkat yang lebih canggih lagi yaitu sound card.

Tipe dari pelayanan audio memerlukan format yang berbeda untuk informasi audio dan teknologi yang berbeda untuk menghasilkan suara. Windows menawarkan beberapa tipe dari pelayanan audio :

1. Pelayanan audio Waveform menyediakan playback dan recording untuk perangkat keras digital audio. Waveform digunakan untuk menghasilkan non-musikal audio seperti efek suara dan suara narasi. Audio ini mempunyai keperluan penyimpanan yang sedang dan keperluan untuk tingkat transfer paling kecil yaitu 11 K/detik.

2. Midi Audio, menyediakan pelayanan file MIDI dan MIDI playback melalui synthesizer internal maupun eksternal dan perekaman MIDI. MIDI digunakan untuk aplikasi yang berhubungan dengan musik seperti komposisi musik dan program MIDI sequencer. Karena memerlukan tempat penyimpanan lebih kecil dan tingkat transfer yang lebih kecil daripada Waveform audio, maka sering digunakan untuk keperluan background.

3. Compact Disc Audio (CDA) menyediakan pelayanan untuk playback informasi Red Book Audio dalam CD dengan drive CD-ROM pada komputer multimedia. CD menawarkan kualitas suara tertinggi, namun juga memerlukan daya penyimpanan yang paling besar pula, sekitar 176 KB/detik.

(8)

ini telah menjadi standar format file audio komputer dari suara sistem dan games sampai CD Audio. File Wave diidentifikasikan dengan nama yang berekstensi *.WAV. Format asli dari tipe file tersebut sebenarnya berasal dari bahasa C.

2.14 StrukturFile Wave

Aplikasi multimedia seperti diketahui memerlukan manajemen penyimpanan dari sejumlah jenis data yang bervariasi, termasuk bitmap, data audio, data video, informasi mengenai kontrol device periperal. Rule Interchange File Format (RIFF) menyediakan suatu cara untuk menyimpan semua jenis data tersebut (Dangarwala, 2010). Tipe data pada sebuah file RIFF dapat diketahui dari ekstensi filenya. Sebagai contoh jenis-jenis file yang disimpan dalam bentuk format RIFF adalah sebagai berikut:

1. Audio/visual interleaved data (.AVI)

2. Waveform data (.WAV) 3. Bitmapped data (.RDI) 4. MIDI information (.RMI) 5. Color palette (.PAL) 6. Multimedia Movie (.RMN) 7. Animated cursor (.ANI)

Pada saat ini, file *.AVI merupakan satu-satunya jenis file RIFF yang telah secara penuh diimplementasikan menggunakan spesifikasi RIFF. Meskipun file *.WAV juga menggunakan spesifikasi RIFF, karena struktur file *.WAV ini begitu sederhana maka banyak perusahaan lain yang mengembangkan spesifikasi dan standar mereka masing-masing.

(9)

lingkungan Windows yang menggunakan prosesor Intel, maka format data dari file WAVE disimpan dalam format urutan little-endian (least significant byte) dan sebagian dalam urutan big-endian.

File WAVE menggunakan struktur standar RIFF yang mengelompokkan isi file (sampel format, sampel digital audio, dan lain sebagainya) menjadi “chunk” yang terpisah, setiap bagian mempunyai header dan byte data masing-masing. Header chunck menetapkan jenis dan ukuran dari byte data chunk. Dengan metoda pengaturan seperti ini maka program yang tidak mengenali jenis chunk yang khusus dapat dengan mudah melewati bagian chunk ini dan melanjutkan langkah memproses chunk yang dikenalnya. Jenis chunk tertentu mungkin terdiri atas sub-chunk. Sebagai contoh, pada gambar 2.3 dapat dilihat chunk “fmt ” dan “data” sebenarnya merupakan sub-chunk dari chunk “RIFF”.

Chunk pada file RIFF merupakan suatu string yang harus diatur untuk tiap kata. Ini berarti ukuran total dari chunk harus merupakan kelipatan dari 2 byte (seperti

2, 4, 6, 8 dan seterusnya). Jika suatu chunk terdiri atas jumlah byte yang ganjil maka harus dilakukan penambahan byte (extra padding byte) dengan menambahkan sebuah nilai nol pada byte data terakhir. Extra padding byte ini tidak ikut dihitung pada ukuran chunk. Oleh karena itu sebuah program harus selalu melakukan pengaturan kata untuk menentukan ukuran nilai dari header sebuah chunk untuk mengkalkulasi offset dari chunk berikutnya. Layout file wave dapat dilihat seperti pada Gambar 2.3.

(10)

2.14.1 Header File Wave

Header file Wave mengikuti struktur format file RIFF standar. Delapan byte pertama dalam file adalah header chunk RIFF standar yang mempunyai chunk ID “RIFF” dan ukuran chunk didapat dengan mengurangkan ukuran file dengan 8 byte yang

digunakan sebagai header. Empat byte data yaitu kata “RIFF” menunjukkan bahwa file tersebut merupakan file RIFF. File Wave selalu menggunakan kata “WAVE” untuk membedakannya dengan jenis file RIFF lainnya sekaligus digunakan untuk mendefinisikan bahwa file tersebut merupakan file audio waveform (Dangarwala,2010). Seperti terlihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai Jenis Chunk RIFF

Offset Ukuran Deskripsi Nilai

0x00 4 Chunk ID "RIFF" (0x52494646)

0x04 4 Ukuran Data Chunk (ukuran file) – 8

0x08 4 Jenis RIFF "WAVE" (0x57415645)

0x10 Chunk WAVE

2.14.2 Chunk FileWAVE

(11)

Tabel 2.4 Format Chunk RIFF

Offset Ukuran (byte) Deskripsi

0x00 4 Chunk ID

0x04 4 Ukuran Data Chunk

0x08 Byte Data Chunk

2.14.3 Chunk Format

Chunk format terdiri atas informasi tentang bagaimana suatu data waveform disimpan dan cara untuk dimainkan kembali, termasuk jenis kompresi yang digunakan, jumlah kanal, laju pencuplikan (sampling rate), jumlah bit tiap sampel dan atribut lainnya. Chunk format ini ditandai dengan chunnk ID “fmt“ (Kadhim, 2012). Seperti dapat kita lihat Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Nilai-Nilai Chunk Format File Wave (Kadhim, 2012)

Offset Ukuran Deskripsi Nilai

0x00 4 Chunk ID "fmt " (0x666D7420)

0x04 4 Ukuran Data Chunk 16 + extra format bytes

0x08 2 Kode Kompresi 1 - 65,535

0x0a 2 Jumlah Kanal 1 - 65,535

0x0c 4 Laju Pencuplikan 1 - 0xFFFFFFFF

0x10 4 Jumlah rata-rata byte tiap detik 1 - 0xFFFFFFFF

0x14 2 Block align 1 - 65,535

0x16 2 Bit Significant tiap sampel 2 - 65,535

0x18 2 Extra format bytes 0 - 65,535

(12)

A. Chunk ID dan Ukuran Data

Chunk ID selalu ditandai dengan kata “fmt “ (0x666D7420) dan ukurannya sebesar data format Wave (16 byte) ditambah dengan extra format byte yang diperlukan untuk format Wave khusus, jika tidak terdiri atas data PCM tidak terkompresi. Sebagai catatan string chunk ID ini selalu diakhir dengan karakter

spasi (0x20). Chunk ID “fmt “ digunakan sebagai informasi file Wave, informasi ini berupa: Compression Code, Number of Channels, Sample Rate, Average Bytes per Second, Block Align, Significant Bits per Sample, Extra Format Bytes.

B. Compression Code

Setelah chunk ID dan ukuran data chunk maka bagian pertama dari format data file Wave menyatakan jenis kompresi yang digunakan pada data Wave. Seperti terlihat pada Table 2.6.

Tabel 2.6 Compression Code Wave (Gunawan, 2005)

Kode Deskripsi

0 (0x0000) Tidak Diketahui

1 (0x0001) PCM / Tidak Terkompresi

2 (0x0002) Microsoft ADPCM 6 (0x0006) ITU G.711 a-law

7 (0x0007) ITU G.711 µ-law 17 (0x0011) IMA ADPCM

20 (0x0016) ITU G.723 ADPCM (Yamaha) 49 (0x0031) GSM 6.10

64 (0x0040) ITU G.721 ADPCM 80 (0x0050) MPEG

65,536 (0xFFFF) Tahap Uji Coba

C. Number of Channels

(13)

D. Sampling Rate

Menyatakan jumlah potongan sampel tiap detik. Nilai ini tidak dipengaruhi oleh jumlah kanal.

E. Average Bytes Per Second

Nilai ini mengindikasikan berapa besar byte data Wave harus di-stream ke konverter D/A (Digital Audio) tiap detik sewaktu suatu file Wave dimainkan. Informasi ini berguna ketika terjadi pengecekan apakah data dapat di-stream cukup cepat dari suatu sumber agar sewaktu playback pembacaan data tidak terhenti. Nilai ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

... (2.1)

F. Block Align

Menyatakan jumlah byte tiap potongan sampel. Nilai ini tidak dipengaruhi oleh jumlah kanal dan dapat dikalkulasi dengan rumus di bawah ini:

... (2.2)

G. Significant Bits Per Sample

Nilai ini menyatakan jumlah bit yang digunakan untuk mendefinisikan tiap sampel. Nilai ini biasanya berupa 8, 16, 24 atau 32 (merupakan kelipatan 8). Jika jumlah bit tidak merupakan kelipatan 8 maka jumlah byte yang digunakan tiap sampel akan dibulatkan ke ukuran byte paling dekat dan byte yang tidak digunakan akan diset 0 (nol) dan diabaikan.

H. Extra Format Byte

Nilai ini menyatakan berapa banyak format byte tambahan. Nilai ini tidak ada jika kode kompresi adalah 0 (file PCM yang tidak terkompresi). Jika terdapat suatu nilai pada bagian ini maka ini digunakan untuk menentukan jenis file Wave yang memiliki kompresi dan ini memberikan informasi mengenai jenis kompresi apa yang diperlukan untuk men-decode data Wave. Jika nilai ini tidak dilakukan word aligned (merupakan kelipatan 2), penambahan byte (padding) pada bagian akhir

data ini harus dilakukan.

AvgBytesPerSec = SampleRate * BlockAlign

(14)

2.14.4 Chunk Data

Chunk ini ditandai dengan adanya string “data”. Chunk Data pada file Wave terdiri atas sampel digital audio yang mana dapat didecode kembali menggunakan metode kompresi atau format biasa yang dinyatakan dalam chunk format Wave. Jika kode kompresinya adalah 1 (jenis PCM tidak terkompresi), maka “Data Wave” terdiri atas nilai sampel mentah (raw sample value).Seperti terlihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Format Data Chunk (Gunawan,2005)

Offset Ukuran Tipe Deskripsi Nilai

0x00 4 char[4] chunk ID "data" (0x64617461)

0x04 4 dword Ukuran chunk Tergantung pada panjang sampel dan jenis kompresi

0x08 Sampel data

Sampel digital audio multi-channel disimpan dalam bentuk data wave Interlaced. File wave multi-channel (seperti stereo dan surround) disimpan dengan mensiklus tiap kanal sampel audio sebelum melakukan pembacaan lagi untuk tiap waktu cuplik berikutnya. Dengan cara seperti ini maka file audio tersebut dapat dimainkan atau di-stream tanpa harus membaca seluruh isi file. Lebih praktis dengan cara seperti ini ketika sebuah file wave dengan ukuran yang besar dimainkan dari disk (mungkin tidak dapat dimuat seluruhnya ke dalam memori) atau ketika melakukan streaming sebuah file wave melalui jaringan internet.

(15)

2.14.5 Format Wave PCM

Jenis format Wave ini merupakan jenis file Wave yang paling umum dan hampir dikenal oleh setiap program. Format Wave PCM (Pulse Code Modulation) adalah file wave yang tidak terkompresi, akibatnya ukuran file sangat besar jika file mempunyai durasi yang panjang. Berikut ini diagram (Gambar 2.4) yang menggambarkan format file Wave PCM. (Kadhim,2012).

(16)

Berikut ini penjelasan mengenai struktur file Wave yang dimulai dengan header RIFF: Seperti terlihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Penjelasan Struktur File Wave (Gunawan,2005)

Offset Size Nama Field Deskripsi

0 4 ChunkID Terdiri atas kata “RIFF” dalam bentuk ASCII

(0x52494646 dalam bentuk big-endian). 4 4 Chunksize 36 + SubChunk2Size atau lebih tepatnya:

4 + (8 + SubChunk1Size) + (8 + SubChunk2Size). Ini adalah besar seluruh file dalam byte dikurangi 8 byte untuk 2 field yang tidak termasuk dalam

hitungan: ChunkID dan ChunkSize

8 4 Format Terdiri atas kata “WAVE” (0x57415645 dalam bentuk big-endian).

12 4 SubChunk1ID Terdiri atas kata “fmt “ (0x666d7420 dalam bentuk big-endian).

16 4 SubChunk1Size 16 untuk jenis PCM.

20 2 AudioFormat PCM = 1 (Linear quantization). Nilai lebih dari 1 mengindikasikan file Wave kompresi.

22 2 NumChannels Mono = 1, Stereo = 2 dan seterusnya

24 4 SampleRate 8000, 44100, dan seterusnya dalam satuan Hz

28 4 ByteRate = SampleRate * NumChannels * BitsPerSample / 8

32 2 BlockAlign = NumChannels * BitsPerSample / 8

Jumlah byte untuk satu sampel termasuk semua channel.

34 2 BitsPerSample 8 bits = 8, 16 bits = 16, dan seterusnya.

36 4 SubChunk2ID Terdiri atas kata “data” (0x64617461 dalam bentuk big-endian).

40 4 SubChunk2Size = NumSamples * NumChannels * BitsPerSample / 8

(17)

Keterangan: Format “WAVE” terdiri atas 2 buah SubChunk2: “fmt ” dan “data”. SubChunk “fmt “ menggambarkan format data sound.

SubChunk “data” terdiri atas ukuran besar data dan data sound sebenarnya.

Sebagai contoh, berikut ini merupakan 72 byte pertama dari sebuah file Wave yang ditampilkan dalam heksadesimal:

52 49 46 46 24 08 00 00 57 41 56 45 66 6d 74 20 10 00 00 00 01 00 02 00 22 56 00 00 88 58 01 00 04 00 10 00 64 61 74 61 00 08 00 00 00 00 00 00 24 17 1e f3 3c 13 3c 14 16 f9 18 f9 34 e7 23 a6 3c f2 24 f2 11 ce 1a 0d

Berikut ini (Gambar 2.5) interpretasi dari tiap byte pada file Wave di atas:

Gambar 2.5 Interpretasi tiap Byte pada File Wave (Gunawan, 2005)

(18)

Tabel 2.9 Penambahan Chunk Lain Pada File Wave(Gunawan,2010)

Start Byte

(19)

2.15 Hubungan Multimedia dengan Aplikasi Windows

Arsitektur dari pelayanan multimedia dirancang berdasarkan konsep dari extensibilitas (ekstensibility) dan device independence (kebebasan alat). Berdasarkan kata multimedia dapat diasumsikan bahwa multimedia merupakan suatu wadah atau penyatuan beberapa media menjadi satu. Elemen-elemen dalam pembentukan aplikasi multimedia adalah teks, gambar, suara dan video. Untuk itu ekstensibilitas memungkinkan arsitektur perangkat lunak dengan mudah mengakomodasikan lebih canggih dalam teknologi tanpa perubahan pada arsitektur itu sendiri (Santi,2010).

Kebebasan alat memungkinkan aplikasi multimedia menjadi lebih mudah dikembangkan yang akan berjalan pada perangkat keras yang berbeda-beda. 3 (tiga) elemen desain dari perangkat lunak sistem mendukung ekstensibilitas dan kebebasan alat yaitu:

1. Lapisan translasi (MMSystem) yang mengisolasikan aplikasi dari driver peralatan dan memusatkan pada kode kebebasan alat.

2. Hubungan run-time yang memungkinkan lapisan translasi untuk menghubungkan dengan driver yang dibutuhkan.

3. Suatu bentuk yang diatur sesuai dan driver konsisten interface yang meminimalkan kode khusus dan membuat instalasi dan meningkatkan proses menjadi lebih mudah.

Untuk lebih jelasnya maka digambarkan bagaimana lapisan translasi menterjemahkan sebuah fungsi multimedia menjadi panggilan kepada driver alat audio:

Gambar 2.6 Lapisan-Lapisan Multimedia dengan Windows Level Aplikasi

Level Translasi

(20)

2.7 Kompresi Data

Kompresi data dilakukan untuk mereduksi ukuran data atau file. Dengan melakukan kompresi atau pemadatan data maka ukuran file atau data akan lebih kecil sehingga dapat mengurangi waktu transmisi sewaktu data dikirim dan tidak banyak menghabiskan ruang media penyimpan (Nadarajan, 2008).

2.7.1 Teori Kompresi Data

Dalam makalahnya di tahun 1948, “A Mathematical Theory of Communication”, Claude E. Shannon merumuskan teori kompresi data. Shannon membuktikan adanya batas dasar (fundamental limit) pada kompresi data jenis lossless. Batas ini, disebut dengan entropy rate dan dinyatakan dengan simbol H. Nilai eksak dari H bergantung pada informasi data sumber, lebih terperinci lagi, tergantung pada statistikal alami dari data sumber. Adalah mungkin untuk mengkompresi data sumber dalam suatu bentuk lossless, dengan laju kompresi (compression rate) mendekati H. Perhitungan secara

matematis memungkinkan ini dilakukan lebih baik dari nilai H (Adhitama, 2009).

Shannon juga mengembangkan teori mengenai kompresi data lossy. Ini lebih dikenal sebagai rate-distortion theory. Pada kompresi data lossy, proses dekompresi data tidak menghasilkan data yang sama persis dengan data aslinya. Selain itu, jumlah distorsi atau nilai D dapat ditoleransi. Shannon menunjukkan bahwa, untuk data sumber (dengan semua properti statistikal yang diketahui) dengan memberikan pengukuran distorsi, terdapat sebuah fungsi R(D) yang disebut dengan rate-distortion function. Pada teori ini dikemukakan jika D bersifat toleransi terhadap jumlah distorsi, maka R(D) adalah kemungkinan terbaik dari laju kompresi (Dangarwala, 2010).

(21)

Teori kompresi data lossless dan teori rate-distortion dikenal secara kolektif sebagai teori pengkodean sumber (source coding theory). Teori pengkodean sumber menyatakan batas fundamental pada unjuk kerja dari seluruh algoritma kompresi data. Teori tersebut sendiri tidak dinyatakan secara tepat bagaimana merancang dan mengimplementasikan algoritma tersebut. Bagaimana pun juga algoritma tersebut menyediakan beberapa petunjuk dan panduan untuk memperoleh unjuk kerja yang optimal. Dalam bagian ini, akan dijelaskan bagaimana Shannon membuat model dari sumber informasi dalam istilah yang disebut dengan proses acak (random process). Di bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai teorema pengkodean sumber lossless Shannon, dan teori Shannon mengenai rate-distortion. Latar belakang mengenai teori probabilitas diperlukan untuk menjelaskan teori tersebut.

2.7.2 Pemodelan Sumber (Source Modeling)

Pada umumnya perpustakaan mempunyai pilihan buku-buku yang banyak, misalnya terdapat 100 juta buku dalam perpustakaan tersebut. Tiap buku dalam perpustakaan ini

sangat tebal, sebagai contoh tiap buku mempunyai 100 juta karakter (atau huruf). Ketika anda pergi ke perpustakaan tersebut, mengambil sebuah buku secara acak dan meminjamnya. Buku yang dipilih tersebut merupakan informasi sumber yang akan dikompresi. Buku yang terkompresi tersebut disimpan pada zip disk untuk dibawa pulang, atau ditransmisi secara langsung melalui internet ke rumah anda ataupun bagaimana kasusnya.

Secara matematis buku yang dipilih tersebut didenotasikan sebagai:

X = (X1, X2, X3, X4, …)

(22)

A={a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y, z, SPACE}

Sekarang jika seorang yang ingin merancang suatu algoritma kompresi maka sangat sulit baginya untuk mengetahui buku yang mana yang akan dipilih. Orang tersebut hanya mengetahui bahwa seseorang akan memilih sebuah buku dari perpustakaan tersebut. Dengan cara pandangnya, karakter-karakter dalam buku merupakan (Xi, i = 1, 2 , …) merupakan variabel acak yang diambil dari nilai alphabet A. Keseluruhan buku, X merupakan urutan tak berhingga dari variabel acak, makanya X merupakan suatu proses acak. Ada beberapa cara untuk menyatakan model statistik dari buku tersebut:

A. Zero-Order Model. Tiap karakter distatistik secara bebas dari semua karakter dan 27 kemungkinan nilai dalam alphabet A dinyatakan sama seperti yang muncul. Jika model tersebut akurat, maka cara tipikal untuk membuka sebuah buku adalah seperti berikut (Dangarwala, 2010)

rxkhrjffjuj zlpwcfwkcyj ffjeyvkcqsghyd qpaamkbzaacibzlhjqd

B. First-Order Model. Dalam bahasa Inggris diketahui beberapa huruf muncul lebih sering dibandingkan huruf yang lain. sebagai contoh, huruf ‘a’ dan ‘e’ lebih umum daripada huruf ‘q’ dan ‘z’. Jadi dalam model ini karakter masih secara bebas terhadap satu sama lain, tetapi distribusi probabilitas dari karakter-karakter tersebut menurut distribusi statistikal urutan pertama dari teks bahasa Inggris. Teks yang secara tipikal dari model ini berbentuk seperti ini:

ocroh hli rgwr nmielwis eu ll nbnesebya th eei alhenhttpa oobttva nah brl

(23)

daripada karakter yang berhubungan jauh satu sama lainnya. Pada model ini, karakter yang ada Xi bergantung pada karakter sebelumnya Xi−1, tetapi secara kondisional tidak bergantung dengan semua karakter (X1, X2, …, Xi−2). Menurut model ini, distribusi probabilitas dari karakter Xi beragram menurut karakter sebelumnya Xi−1. Sebagai contoh, huruf ‘u’ jarang muncul (probabilitas = 0.022). Bagaimanapun juga, jika dinyatakan karakter sebelumnya adalah ‘q’ maka probabilitas dari ‘u’ dalam karakter berikutnya lebih tinggi (probabilitas = 0.995). Teks tipikal untuk model ini terlihat seperti berikut:

on ie antsoutinys are t inctore st be s deamy achin d ilonasive tucoowe at teasonare fuso tizin andy tobe seace ctisbe

D. Third-Order Model. Ini merupakan pengembangan model sebelumnya. Berikut ini merupakan karakter Xi yang bergantung pada dua karakter sebelumnya (Xi−2, Xi−1) tetapi secara kondisional tidak bergantung pada semua karakter sebelumnya sebelum: (X1, X2,…, Xi−3). Pada model ini, distribusi dari

Xi beragam menurut (Xi−2, Xi−1). Teks tipikal dari model ini seperti bentuk

berikut ini:

in no ist lat whey cratict froure birs grocid pondenome of demonstures of the reptagin is regoactiona of cre

Penyusunan kembali menjadi teks Inggris asli akan memudahkan tiap teks di atas dapat dibaca.

E. General Model. Pada model ini, buku X merupakan proses acak seimbang yang berubah-ubah. Properti statistikal pada model seperti ini terlalu kompleks untuk dipertimbangkan sebagai tujuan praktikal. Model ini disukai hanya dalam sudut pandang teoritikal saja.

(24)

2.7.3 Entropi Rate Dari Suatu Sumber

Entropy rate dari suatu sumber adalah suatu bilangan yang bergantung hanya pada statistik alami sumber. Jika sumber mempunyai suatu model sederhana, maka nilai tersebut dapat dengan mudah dikalkulasi. Berikut ini, contoh dari sumber yang berubah-ubah:

X = (X1, X2, X3, X4, ...),

Dimana X merupakan teks dalam bahasa Inggris. Maka model statistik sumber di atas adalah sebagai berikut:

A. Zero-Order Model. Karakter-karakter secara statistik bersifat bebas untuk setiap alphabet A dan secara bersamaan muncul. Misalkan m merupakan ukuran dari alphabet. Dalam kasus ini, entropy rate dapat dinyatakan dengan persamaan:

H= log2m bits/char ... (2.3)

Untuk teks dalam bahasa Inggris, ukuran alphabet m = 27. Jadi, jika ini merupakan model akurat untuk teks dalam bahasa Inggris, maka entropy rate

akan bernilai H = log2 27 = 4,75 bits/character.

B. First-Order Model. Karakter-karakter secara statistik bersifat bebas. Misalkan

m adalah ukuran dari alphabet dan misalkan Pi merupakan probabilitas dari

huruf ke-i dalam alphabet.

Entropy ratenya adalah: H= ∑𝑚𝑖=1𝑝𝑖𝑙𝑜𝑔2𝑝𝑖 bits/char ... (2.4)

Dengan menggunakan first-order distribution, entropy rate dari teks Inggris sebesar 4,07 bits/character.

A. Second-Order Model. Misalkan Pji adalah probabilitas yang berkondisi untuk

karakter yang berlaku saat ini dan merupakan huruf ke-j dalam alphabet yang merupakan karakter sebelumnya yaitu huruf ke-i. maka entropy ratenya adalah:

H= 𝑖=1𝑚 𝑝𝑖∑𝑚𝑗=1𝑝𝑗|𝑖𝑙𝑜𝑔2𝑝𝑗|𝑖 bits/char ... (2.5)

(25)

D. Third-Order Model. Misalkan Pkj,i adalah probabilitas berkondisi yang

berlaku untuk karakter saat ini dan merupakan karakter ke-k dalam alphabet yang didapat dari karakter sebelumnya yaitu huruf ke-j dan satu karakter sebelum huruf ke-i. Entropy rate untuk model tersebut adalah:

H= ∑𝑚𝑖=1𝑝𝑖𝑗=1𝑚 𝑝𝑗|𝑖𝑘=1𝑚 𝑝𝑘|𝑗,𝑖𝑙𝑜𝑔2𝑝𝑘|𝑗,𝑖 bits/char ... (2.6)

Dengan menggunakan third-order distribution, entropy rate dari teks Inggris dengan model di atas adalah 2,77 bits/character.

B. General Model. Misalkan Bn merepresentasikan karakter n pertama. Entropy rate dalam kasus yang umum dinyatakan dengan persamaan berikut ini:

H = lim𝑛→∞1

𝑛∑ 𝑝(𝐵)𝑛𝑙𝑜𝑔2𝑝(𝐵)𝑛 bits/char ... (2.7)

Dimana seluruh jumlah dari semua mn merupakan kemungkinan nilai dari Bn.

Adalah tidak mungkin untuk menghitung entropy rate menurut persamaan di atas. Dengan menghitung metoda prediksi, Shannon mampu memperkirakan entropy rate dari ke-27 teks Inggris adalah 2,3 bits/character.

Hanya terdapat satu entropy rate untuk suatu sumber yang diberikan. Semua definisi di atas untuk entropy rate saling bersesuaian satu sama lainnya.

2.7.4 Dalil Shannon Mengenai Lossless Source Coding

Dalil Shannon mengenai Lossless Source Coding berdasarkan pada konsep dari block coding. Untuk mengilustrasikan konsep tersebut, diperkenalkan suatu sumber informasi khusus dimana suatu alphabet terdiri atas hanya dua huruf:

A = {a,b}

Di sini, huruf ‘a’ dan ‘b’ sama-sama mempunyai kemungkinan untuk muncul. Bagaimanapun juga, misalkan ‘a’ muncul dalam karakter sebelumnya, probabilitas ‘a’ untuk muncul lagi dalam karakter saat ini adalah 0,9. Sama halnya dengan ‘b’ muncul sebagai karakter sebelumnya, probabilitas ‘b’ akan muncul sekali lagi sebagai karakter saat ini adalah 0,9. Ini dikenal sebagai Binary Symmetric Markov Source.

Suatu urutan block code ke-n merupakan suatu pemetaan yang ditetapkan

(26)

1. First-Order Block Code. Tiap karakter dipetakan sebagai suatu bit tunggal.

B1 P(B1) Codeword

a 0.5 0

b 0.5 1

R =1 bit/character

Contoh:

Original Data : a a a a a a a b b b b b b b b b b b b b a a a a Compressed Data : 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0

Sebagai catatan 24 bit dipakai untuk merepresentasi 24 karakter − rata-rata 1 bit / karakter.

2. Second-Order Block Code. Tiap pasangan karakter dipetakan dengan satu, dua, atau tiga bit.

B2

P(B2) Codeword

aa 0.45 0 bb 0.45 10 ab 0.05 110 ba 0.05 111

R=0.825 bits/character

Contoh:

Original Data : a a a a a a a b b b b b b b b b b b b b a a a a Compressed Data : 0 0 0 110 10 10 10 10 10 10 10 10

Sebagai catatan 20 bit dipakai untuk merepresentasi 24 karakter − rata-rata 0,83 bit / karakter.

(27)

B3 P(B3) Codeword

aaa 0.405 0

bbb 0.405 10

aab 0.045 1100

abb 0.045 1101

bba 0.045 1110

baa 0.045 11110

aba 0.005 111110

bab 0.005 111111

R=0.68 bits/character

Contoh:

Original Data : aaa aaa abb bbb bbb bbb bba aaa

Compressed Data : 0 0 0 110 10 10 1110 0

Sebagai catatan 17 bit dipakai untuk merepresentasi 24 karakter − rata -rata 0,71 bit / karakter.

Dengan catatan:

A. Nilai tingkat yang ditunjukkan pada tabel dikalkulasi dengan persamaan:

R = 1

𝑛∑ 𝑝(𝐵)𝑛𝑙 (𝐵)𝑛 bits/sampel ... (2.8)

dimana l(Bn) adalah panjang dari codeword untuk block Bn.

B. Semakin tinggi urutan, maka semakin rendah laju berarti semakin baik kompresinya.

C. Kode yang dipakai sebagai contoh di atas merupakan kode Huffman.

D. Code Table yang ditampilkan merupakan data terkompresi yang diturunkan dari data asli. Semua contoh yang ditampilkan merupakan lossless.

Dalil: Misalkan Rn* adalah laju untuk urutan ke-n dari kode kompresi data lossless

(28)

- ∑1

𝑛∑ 𝑝 (𝐵𝑛) 𝑙𝑜𝑔2𝑝(𝐵𝑛) ≤ 𝑅 ∗𝑛 < − 1

𝑛 ∑ 𝑝 (𝐵𝑛) 𝑙𝑜𝑔2𝑝(𝐵𝑛) + 1

𝑛 ... (2.9)

Dikarenakan baik upper dan lower bound dari Rn* mendekati entropy rate. H maka n

menuju ketakterhinggaan, maka:

lim𝑛→∞𝑅𝑛∗ = H. ... (2.10)

Jadi, dalil ditetapkan bahwa entropy rate adalah laju untuk kode kompresi data lossless optimal. Limit yang berada sepanjang sumber diistilah sebagai stationary.

2.7.5 Perbedaan Antara Lossless dan Lossy Compression

Dalam kompresi data lossless, data yang dikompresi dan didekompresi mempunyai replikasi yang sama dengan data asli. Sedangkan pada kompresi data lossy, data yang didekompresi dapat berbeda dari data asli. Secara tipikal, ada beberapa distorsi antara data asli dan signal yang direproduksi.

Program kompresi data populer seperti WinZip, WinRar, WinAce, dan PkZip merupakan salah satu contoh data kompresi data lossless. JPEG merupakan salah satu contoh dari kompresi data lossy. Program kompresi lossless lainnya adalah Zero compression dan Difference Coding yang banyak digunakan untuk kompresi file audio maupun video digital.

2.7.6 Perbedaan Antara Compression Rate dan Compression Ratio

Terdapat dua jenis utama dalam aplikasi kompresi data yaitu transmisi dan penyimpanan. Suatu contoh dari yang terlebih dahulu adalah speech compression untuk transmisi secara real time melalui jaringan digital selular. Contoh untuk kasus yang kedua adalah kompresi file (contoh seperti program DriveSpace dan

DoubleSpace) (Kodituwakku, 2010).

(29)

Compression rate atau laju kompresi adalah laju dari data yang dikompresi. Secara tipikal, satuannya adalah bit/sampel, bits/karakter, bits/piksel, atau bit/detik. Compression ratio atau rasio kompresi adalah rasio atau perbandingan antara ukuran atau laju data yang dikompresi dengan ukuran atau laju dari data asli.

Compression Ratio

=

𝑆𝑖𝑧𝑒𝑜𝑟𝑟𝑎𝑡𝑒𝑜𝑓𝑐𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛𝑑𝑎𝑡𝑎

𝑆𝑖𝑧𝑒𝑜𝑟𝑟𝑎𝑡𝑒𝑜𝑓𝑜𝑟𝑖𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑥 100 % ... (2.17)

Sebagai contoh, jika suatu image gray-scale aslinya direpresentasi oleh 8 bits /pixel (bpp) dan jika dikompresi hingga 2 bpp, maka dapat dikatakan rasio kompresinya adalah 1 banding 4 (1 : 4). Kadang-kadang dikatakan rasio kompresinya adalah 75%.

Laju kompresi merupakan istilah yang mutlak, sementara rasio kompresi merupakan istilah yang relatif. Sebagai catatan dalam suatu aplikasi tertentu keduanya dapat dipertimbangkan untuk transmisi dan penyimpanan (storage). Sebagai contoh, suatu gambar format JPEG yang terdapat pada website. Ini tidak hanya menghemat ruang penyimpan pada disk lokal, gambar tersebut juga menambah kecepatan

transmisi ketika dikirim sebagai image melalui internet.

2.8 Kompresi Metode Zero Compression

Pada metode Zero Compression, kompresi file audio dilakukan pada sampel audio yang bernilai nol (0) berurutan. Ada dua tahap utama kompresi dengan metode Zero Compression untuk data audio, yaitu reading redudance data dan coding. Reading redudance data adalah merepresentasikan frekuensi kemunculan setiap sampel audio kedalam bilangan eksak. Coding adalah menuliskan kode yang berisi nilai sampel dengan frekuensi kemunculannya (Putra, 2010). Sebagai contoh diberikan sampel audio sebagai berikut:

0 0 0 0 0 2 4 5 2 0 0 0 0 7 8 9 1 adalah 17 byte. Reading Redudance Data:

0 = 5, 2 = 1, 4 = 1, 5 = 1, 2 = 1, 0 = 4, 7 =1, 8 = 1, 9 = 1, 1 = 1

(30)

Rasio kompresinya adalah: ((17 -12) byte/ 17 byte ) x 100 % = 29 % Contoh lain adalah sebagai berikut:

Diketahui sample audio 0 0 0 0 0 2 4 5 2 0 0 0 0 7 8 9 1 adalah 17 byte

52 48 46 46 24 08 00 00 57 41 56 45 66 6d 74 20 10 00 00 00 01 00 02 00 22 56 00 00 88 58 01 00 04 00 10 00 64 61 74 61 00 08 00 00 # -1 0 0 0 129 129 0 0 0 -1 -1 3d 0 #12 07 3d 3d 0 3d 0 2 9a 2a 4f 3e 3d 0 0 110 1 #3 3d 10 0 2 f 10 10 1 0 12 -10 5 -3 13 0 0 #4 11 23 0 0 0 -1 -1 -3 -2 9a 2a 9 f #5 -10 -1 0 12 --10 5 -3 13 0 0 -6 11 #6 23 0 f 10 10 1 0 12 10 5 3 13 #7 0 6 11 6 23 0 0 0 1 1 3 2 #8 9a 2a f 10 10 -1 0 -12 --10 5 -3 #9 0 -6 -1-1 23 0 0 0 --1 --1 -3 0 -3 -2 9a 2a #-10 3d -10 0 2 f -10 -10 --1 0 -12 -10 #11 -3 13 0 0 - 07 3d 10 0 2 f 10 10 #12

Gambar 2.7 Nilai Sample Audio (Putra, 2010) Keterangan:

1. Data audio dengan tulisan miring (italic) adalah sample audio yang dikompres. 2. Data audio dengan tulisan normal adalah header-header file audio.

Dari data hasil pembacaan sample audio diperoleh data mulai dari sample ke 1 dengan tanda #-1 sampai sample ke 23 dengan tanda #12 pada blok terakhir data sample audio. Misalnya dari nilai sample 1 audio (#-1) di atas yang akan di-encoding adalah: -1 0 0 0 129 129 0 0 0 -1 -1 3d 0 sama dengan 13 byte.

Coding sampel audio hasil kompresi adalah: -1 03 129 129 03 -1 -1 3d 01 adalah 9 byte. Rasio kompresinya adalah: ((13 -9) byte/ 13 byte ) x 100 % = 30 %

2.9 Kompresi Metode Difference Coding

(31)

Sebagai contoh diberikan sampel audio sebagai berikut: 40 40 40 40 40 43 43 100 102 102 102 adalah 11 byte x 8 bit adalah 88 bit. Data difference adalah selisih data ke dua dengan pertama yaitu 40 – 40  0. Data pertama dilakukan coding yaitu 40 ditambah hasil selisih menjadi: 40 0. Selanjutnya lakukan cara difference untuk data 3, 4 dan seterusnya sehingga menghasilkan kode hasil kompresi sebagai berikut: 40 0 0 0 0 3 0 57 2 0 0 0 adalah 4 byte dan 8 bit yaitu 4 byte adalah 4 x 8 bit = 32 bit. Jadi ada 36 bit hasil kompresi.

Langkah:

1. Baca nilai sampel audio dari awal sampai akhir. 2. Bandingkan data sampel pertama dengan kedua. 3. Hitung selisihnya.

4. Coding data sebagai nilai sampel dengan selisihnya. 5. Ulangi langkah 2 sampai 4 sampai sampel habis. 6. Simpan hasil coding  data terkompresi

Gambar

Tabel 2.2  Tabel Penyimpanan Berbagai Konfigurasi Audio Digital
Tabel  2.3   Nilai Jenis Chunk RIFF
Tabel 2.4   Format Chunk RIFF
Tabel 2.6  Compression Code Wave (Gunawan, 2005)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Letak wilayah yang berbatasan ini memberikan banyak pengaruh terhadap perkembangan Kabupaten Sukoharjo, terutama dengan adanya prasarana jalan yang langsung menghubungkan

Bekasi di Kementerian Perhubungan yang terdiri dari Tim Pengarah, Tim Kerja, dan Sekretariat dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksankannya. Seseorang yang mengalami respons stress dalam setiap

pengurangan intensitas nyeri, ada responden yang mengalami nyeri sedang, nyeri berat, dan nyeri sangat berat, dikarenakan selama persalinan membuat seorang

Endang Malihatun, Upaya Meningkatkan Hasil Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak Materi Akhlak Terpuji Dengan Media Komik (Studi Tindakan Kelas 5 MI

Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh sudut kemiringan ( slant angle = ) terhadap peningkatan perpindahan panas pada penukar kalor pipa konsentrik dengan

Inspektur Muda Pegasum &amp; Kepbang (Inspektur V) Inspektui Muda Pidum &amp; Datun (Inspektur V) Inspektur Muda Intel &amp; Pidsus (Inspektur V) Inspektur Muda Pegasum &amp;

Terlebih dengan target ekspor perusahaan yang meningkat dari US$3,5 juta menjadi US$4 juta pada tahun 2015 ini untuk produk benih jagung serta hortikultura.. Saat ini