SKRIPSI
Dalam Rangka Penyusunan Skripsi sebagai Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh:
Yulianti Kusuma Dewi G 0107102
Pembimbing: 1. Drs. Hardjono, M.Si.
2. H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
ii
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut
derajat kesarjanaan saya.
Surakarta, Oktober 2012
iii
Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta
Nama Peneliti : Yulianti Kusuma Dewi
NIM : G 0107102
Tahun : 2012
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari : ...
Pembimbing Utama
Drs. Hardjono, M.Si. NIP. 19590119 198903 1 002
Pembimbing Pendamping
H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M. NIP. 19800702 200501 1 001
Koordinator Skripsi
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
Hubungan antara Harga Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta
Yulianti Kusuma Dewi, G 0107102, Tahun 2012
Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari : ... Tanggal : ... 1. Ketua Sidang
Drs. Hardjono, M.Si. ( )
NIP. 19590119 198903 1 002
2. Sekretaris Sidang
H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M. ( )
NIP. 19800702 200501 1 001
3. Anggota I
Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A. ( )
NIP. 130250480
4. Anggota II
Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. ( )
NIP. 19781022 200501 1 002
Surakarta, __________________ Ketua Program Studi Psikologi,
Drs.Hardjono, M.Si. NIP. 19590119 198903 1 002
Koordinator Skripsi,
v
langkah Anda bisa dibayangkan akan seperti nahkoda yang kehilangan arah.
~ Fitzhugh Dodson ~
Nasib tidak ditentukan oleh peluang, tetapi ditentukan oleh pilihan.
Nasib adalah sesuatu yang menuntut perjuangan mencapai, bukan perjuangan menunggu.
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada :
1. Ibu dan Bapak yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dan pengorbanan yang tak akan pernah terhenti.
2. Kakak dan keluarga besar yang selalu memberikan doa, motivasi dan semangat. 3. Guru dan pembimbing yang telah memberikan ilmunya.
vii
Assalamu ’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Rasa terima kasih sudah sepantasnya penulis sampaikan dengan hati yang tulus kepada segenap pihak atas segala partisipasinya dalam
pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini. Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, pembimbing akademik, dan pembimbing utama atas segala kesabaran dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M. selaku pembimbing pendamping atas segala saran dan masukan yang diberikan selama
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A., selaku penguji utama yang telah memberikan waktu, saran, masukan, dan nasihat yang berarti kepada
viii
5. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. selaku penguji pendamping atas segala waktu, masukan, saran, dan kesediaannya untuk menjadi penguji.
6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala ilmu yang sangat berharga
selama penulis menempuh studi.
7. Ibu Dra. Sri Haryanti, M.M. selaku Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan
penelitian.
8. Ibu Uni Siswanti, S.Pd., Ibu Dra. Maryati, Bapak Drs. Sumardi Tasrif,
Bapak Drs. Suryanto, Ibu Umi Purwanti, S.Pd., dan seluruh guru SMK Negeri 3 Surakarta atas segala bantuan dan waktu yang diberikan, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan lancar.
9. Seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta atas bantuan, partisipasi, dan kerjasamanya untuk membantu penulis dalam penelitian.
10. Staf tata usaha, staf perpustakaan, dan seluruh karyawan di Program Studi Psikologi atas segala dukungan dan bantuannya selama ini.
11. Mila, Nike, Berlian, Yashinta, Hertin, Yunita, Rifa, Dewi, Pipit, Nurul,
dan Sheila atas diskusi dan segala bantuan yang diberikan.
12. Seluruh teman-teman angkatan 2007 atas suka, duka, canda, dan
kebersamaan yang telah kita lewati bersama.
ix
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Oktober 2012
x
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XI
SMK NEGERI 3 SURAKARTA Yulianti Kusuma Dewi
G 0107102 ABSTRAK
Salah satu tugas perkembangan remaja adalah memilih dan mempersiapkan karir. Kualitas pemilihan karir ditentukan oleh tingkat kematangan karir. Harga diri dan motivasi berprestasi merupakan faktor personal yang terkait dengan kematangan karir pada remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta; 2) hubungan antara harga diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta; dan 3) hubungan antara motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta. Pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Tiga kelas yang terdiri atas 108 siswa sebagai responden penelitian. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan tiga skala psikologi, yaitu skala kematangan karir pada remaja, skala harga diri, dan skala motivasi berprestasi. Analisis data menggunakan metode analisis regresi dua prediktor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test = 37,552, p < 0,05, dan nilai R = 0,646. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta. Hasil penelitian juga menunjukkan nilai rx1-y = 0,337, p < 0,05, yang berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara harga diri dengan kematangan karir pada remaja. Semakin tinggi harga diri, maka kematangan karir pada remaja juga semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah harga diri, maka semakin rendah pula kematangan karir pada remaja. Nilai rx2-y = 0,350, p < 0,05 menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada remaja. Semakin tinggi motivasi berprestasi, maka kematangan karir pada remaja juga semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah motivasi berprestasi, maka semakin rendah pula kematangan karir pada remaja.
Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,417 atau 41,7%, terdiri atas sumbangan efektif harga diri terhadap kematangan karir pada remaja sebesar 20,295% dan sumbangan efektif motivasi berprestasi terhadap kematangan karir pada remaja sebesar 21,405%. Hal ini berarti masih terdapat 58,3% faktor lain yang mempengaruhi kematangan karir pada remaja selain harga diri dan motivasi berprestasi.
xi
G 0107102 ABSTRACT
One of the adolescent’s developmental task is selecting and preparing for the career. The quality of selecting for the career is determined by the level of career maturity. Self-esteem and achievement motivation are internal factors which have relation with career maturity of adolescent.
The aim of this research are to know: 1) the correlation between self-esteem and achievement motivation toward career maturity at the eleventh grade students of SMK Negeri 3 Surakarta; 2) the correlation between self-esteem towards career maturity at the eleventh grade students of SMK Negeri 3 Surakarta; and 3) the correlation between achievement motivation towards career maturity at the eleventh grade students of SMK Negeri 3 Surakarta. The sampling technique used cluster random sampling. Three classes that consisted of 108 students as respondent. The measurement of this research used three scales of psychology: they were scale of career maturity of adolescent, scale of self-esteem, and scale of achievement motivation. The data analysis used two predictors of regression’s analysis.
The result of the research showed that the value of F-test = 37,552, p < 0,05, and the value of R = 0,646. According to the result, it could be concluded that there was significant correlation between self-esteem and achievement motivation toward career maturity at the eleventh grade students of SMK Negeri 3 Surakarta. The result of this research also showed that the value of rx1-y = 0,337, p < 0,05, it meant there was significant positive correlation between self-esteem towards career maturity of adolescent. If self-esteem was higher, career maturity of adolescent would be higher. Conversely, if self-esteem was lower, career maturity of adolescent would be lower. The value of rx2-y = 0,350, p < 0,05 showed that there was significant positive correlation between achievement motivation towards career maturity of adolescent. If achievement motivation was higher, career maturity of adolescent would be higher. Conversely, if achievement motivation was lower, career maturity of adolescent would be lower.
The value of R2 in this research was 0,417 or 41,7%, which consisted of effective contribution of self-esteem towards career maturity of adolescent with amount 20,295% and effective contribution of achievement motivation towards career maturity of adolescent with amount 21,405%. It meant there was still 58,3% of the others factors which influence to career maturity of adolescent beside self-esteem and achievement motivation.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ……… xii
DAFTAR TABEL …………...……… xvi
DAFTAR GAMBAR ………... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ………... xix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1
B. Rumusan Masalah………... 10
C. Tujuan Penelitian….……… 10
D. Manfaat Penelitian………..………..……….. 11
BAB II. LANDASAN TEORI A. Kematangan Karir pada Remaja ... 12
xiii
Remaja... 18
B. Harga Diri... 23
1. Pengertian Harga Diri .... 23
2. Tingkatan Harga Diri ... 24
3. Aspek-aspek Harga Diri ... 26
C. Motivasi Berprestasi ... 28
1. Pengertian Motivasi Berprestasi... 28
2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi Tinggi... 30
3. Aspek-aspek Motivasi Berprestasi... 32
D. Hubungan antara Harga Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Remaja ... 36
1. Hubungan antara Harga Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Remaja... 36
2. Hubungan antara Harga Diri dengan Kematangan Karir pada Remaja... 39
3. Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Remaja... 40
E. Kerangka Pemikiran... 43
xiv
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian………..…... 45
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian………….…….…... 45
C. Populasi, Sampel, dan Sampling ……… 47
1. Populasi………... 47
2. Sampel………. 47
3. Sampling……….. 47
D. Metode Pengumpulan Data ……… 48
1. Sumber Data ………... 48
2. Teknik Pengumpulan Data ………. 48
E. Validitas dan Reliabilitas ……….... 54
F. Metode Analisis Data………..………... 56
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian ……… 59
1. Orientasi Kancah Penelitian ……… 59
2. Persiapan Penelitian ……… 62
3. Pelaksanaan Uji-coba ……….. 64
4. Analisis Validitas Aitem dan Reliabilitas Skala …………. 65
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian ………. 72
B. Pelaksanaan Penelitian ……….... 76
1. Penentuan Subjek Penelitian ……… 76
2. Pengumpulan Data ………... 76
xv
3. Hasil Analisis Deskriptif ……… 89
4. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ………. 90
D. Pembahasan ……… 91
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 100
B. Saran ……….. 101
DAFTAR PUSTAKA ……….. 103
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blueprint Skala Kematangan Karir pada Remaja……… 50
Tabel 2. Blueprint Skala Harga Diri ………. 51
Tabel 3. Blueprint Skala Motivasi Berprestasi……….. 53 Tabel 4. Data Keterserapan Kerja Lulusan SMK Negeri 3 Surakarta…... 61 Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Kematangan Karir pada Remaja yang
Valid dan Gugur ……… 67
Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Harga Diri yang Valid dan Gugur …… 69 Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Motivasi Berprestasi yang Valid dan
Gugur ………. 71 Tabel 8. Distribusi Penyusunan Aitem Skala Kematangan Karir pada
Remaja untuk Penelitian ……… 73
Tabel 9. Distribusi Penyusunan Aitem Skala Harga Diri untuk Penelitian. 74 Tabel 10. Distribusi Penyusunan Aitem Skala Motivasi Berprestasi untuk
Penelitian ... 75 Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ……….. 79 Tabel 12. Hasil Uji Linearitas Harga Diri dengan Kematangan Karir pada
Remaja ……… 80 Tabel 13. Hasil Uji Linearitas Motivasi Berprestasi dengan Kematangan
xvii
Kematangan Karir pada Remaja ………. 88 Tabel 19. Hasil Analisis Korelasi Parsial antara Motivasi Berprestasi
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ……….……….. 43
xix
Lampiran B. Distribusi Nilai Uji-coba (Try-out) ………. 123
Lampiran C. Uji Validitas dan Reliabilitas ………... 148
Lampiran D. Skala Penelitian ………... 158
Lampiran E. Distribusi Nilai Penelitian ……… 171
Lampiran F. Analisis Data Penelitian ………... 208
Lampiran G. Dokumentasi ……… 225
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keadaan di beberapa negara, salah satunya di Indonesia, dalam beberapa
tahun ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak sanggup menyediakan kesempatan kerja yang lebih cepat daripada pertambahan penduduk, sehingga pemerintah Indonesia menghadapi masalah pengangguran. Masalah
pengangguran dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain munculnya tindakan kriminal, banyaknya anak jalanan, pengemis, pengamen,
serta perdagangan anak. Data Badan Pusat Statistik atau BPS (2011) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2010 sebesar 7,14% dan pada Februari 2011 sebesar 6,80%.
Banyaknya jumlah pengangguran membuktikan bahwa di Indonesia terdapat persaingan yang tinggi untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini
menunjukkan tingginya kebutuhan untuk bekerja dan lapangan pekerjaan yang memungkinkannya untuk dapat bekerja masih kurang memadai. Hal tersebut tampaknya yang dapat mendorong para calon tenaga kerja memiliki kesan “asal
mendapatkan pekerjaan” tanpa adanya perencanaan dan persiapan yang matang, serta tanpa adanya pengetahuan mengenai seluk-beluk bidang pekerjaan yang
akan ditekuni.
menyatakan bahwa setiap individu ingin bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sukardi (1987) mengungkapkan bahwa setiap individu memerlukan lapangan kerja untuk bekerja dan berhasil dengan pekerjaan yang dijabatnya.
Winkel (1997) menambahkan bahwa individu dapat merasa frustrasi dan tegang apabila mereka tidak merasa puas dalam pekerjaannya. Penjelasan tersebut
menunjukkan bahwa karir tidak hanya berkaitan dengan aspek fisik, tetapi juga aspek psikologis individu, sehingga individu perlu merencanakan dan mempersiapkan karir yang matang sejak dini untuk mendapatkan karir yang
sesuai dengan bakat, minat, nilai, dan kemampuan yang dimiliki.
Masa remaja merupakan masa yang tepat untuk mempersiapkan karir,
karena remaja mulai memikirkan masa depan secara bersungguh-sungguh (Hurlock, 2002). Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa pada masa remaja, minat yang dibawa dari masa kanak-kanak cenderung berkurang dan diganti oleh minat
yang lebih matang, antara lain minat pada karir. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Santrock (2003) yang mengungkapkan bahwa minat terhadap
karir mulai terlihat lebih nyata pada remaja yang berusia antara 15-18 tahun. Havighurst (1984) menambahkan bahwa memilih dan mempersiapkan karir merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting bagi remaja, sehingga
tugas perkembangan ini perlu diselesaikan dengan baik, karena dapat mempengaruhi masa depan individu dan sebagai persiapan untuk menghadapi
3
perkembangannya, maka hal ini akan membuat remaja merasa tidak bahagia serta kesulitan dalam menyelesaikan tugas perkembangan selanjutnya.
Kenyataan yang terdapat di lapangan menunjukkan bahwa sebagian
remaja tidak mampu memilih dan mempersiapkan karir untuk masa depannya. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Zanden (dalam Yulia, 1999)
yang menunjukkan bahwa sebagian remaja Amerika Serikat tidak siap untuk membuat keputusan karir. Penelitian yang dilakukan oleh Grotevant dan Durrett terhadap 6.029 remaja di kota Texas, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa
setengah dari remaja yang menjadi responden penelitian tersebut dapat merencanakan karir, sedangkan yang lainnya tidak mampu membuat pilihan karir
berdasarkan bakat dan minatnya (dalam Santrock, 2003). Crites menyatakan bahwa sekitar 30% siswa bimbang untuk menentukan pilihan karirnya ketika di sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Hasil penelitian Fottler dan Bain
menunjukkan bahwa sekitar 18% dari sampel siswa sekolah lanjutan di Alabama bimbang untuk menentukan pilihan karirnya. Marr melaporkan bahwa 50%
responden dalam penelitiannya tidak membuat keputusan karir hingga usia 21 tahun (dalam Manrihu, 1988).
Tidak hanya remaja di luar negeri yang belum mampu untuk membuat
keputusan karir, karena sebagian remaja di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Yulia (1999) di salah satu sekolah di Jakarta
pilihan karirnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hayadin (2005) di sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jakarta memberikan gambaran bahwa 35,75% siswa sudah
memiliki pilihan pekerjaan dan profesi, sedangkan 64,25% siswa belum memiliki pilihan pekerjaan dan profesi. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa
sebanyak 44,3% siswa belum memiliki pilihan disiplin ilmu atau jurusan pendidikan yang sesuai dengan rencana karir. Ayad (2007) menambahkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Peta Masa Depan Management Centre di beberapa
SMA, SMK, dan MA di Jakarta menunjukkan bahwa pelajar cenderung tidak pernah memikirkan pekerjaan dan profesi yang akan ditekuni setelah lulus
sekolah.
Berdasarkan beberapa fakta tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian remaja, khususnya siswa SMA, SMK, dan MA, belum memiliki pilihan dan
persiapan karir yang matang. Manrihu (1988) mengungkapkan bahwa remaja mengalami kesulitan untuk merencanakan dan memilih karir disebabkan oleh
semakin meningkatnya kompleksitas dunia kerja. Keadaan tersebut membuat remaja menunda untuk memutuskan karir yang akan ditekuninya di masa depan. Endi (2009) menambahkan bahwa semakin ketatnya persaingan di dunia kerja
membuat remaja mengalami kebingungan dalam menentukan dan mempersiapkan karir untuk masa depan.
5
(2003) yang menyatakan bahwa sekolah berusaha menghilangkan batas antara dunia pendidikan dengan dunia pekerjaan. Monks, dkk. (2004) menambahkan bahwa pekerjaan membutuhkan pendidikan formal sebagai suatu proses belajar
dalam situasi bekerja (learning on the job).
Salah satu institusi sekolah yang mempersiapkan siswanya untuk mampu
terjun langsung ke dunia kerja setelah lulus adalah SMK. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari
SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Proses pembelajaran di SMK lebih dititikberatkan pada penerapan teori melalui kegiatan praktikum, sedangkan
proses pembelajaran di SMA dan MA lebih dititikberatkan pada teori. Selain di sekolah, siswa SMK juga belajar di dunia usaha atau dunia industri sebagai wujud dari Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Sardiman (2007) mengemukakan bahwa
tujuan institusional pendidikan di SMK adalah mendidik siswa untuk memasuki lapangan kerja sesuai dengan pendidikan kejuruan yang dipilih. Manrihu (1988)
menambahkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan jembatan antara manusia dengan pekerjaannya. Lebih lanjut, dijelaskan pula bahwa siswa SMK yang telah memilih suatu jurusan pendidikan di sekolah berarti mereka mengurangi alternatif
yang tersedia di masa depan.
Siswa SMK akan memasuki dunia pekerjaan, sehingga mereka diharapkan
diri sendiri dan dunia kerja dengan tujuan untuk membuat pilihan karir yang bijaksana, sehingga remaja dapat mempersiapkan diri untuk memasuki karir dengan baik. Komandyahrini dan Hawadi (2008) menyatakan bahwa kualitas
pemilihan karir ditentukan oleh tingkat kematangan karir. Kematangan karir yang dimiliki remaja akan membuat remaja dapat menentukan bidang pekerjaan yang
diinginkan dan memudahkan untuk dapat fokus pada bidang pekerjaan yang dipilih serta sejahtera dalam melaksanakan bidang pekerjaan tersebut.
Kematangan karir penting dimiliki oleh remaja, karena remaja harus
melakukan pilihan karir dengan tepat dan mempersiapkan diri dengan matang dalam memasuki dunia kerja. Thompson dan Lindeman (dalam Patton dan Lokan,
2001) menyatakan bahwa remaja, khususnya siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja, sehingga siswa harus lebih mampu merencanakan dan mengeksplorasi karir. Siswa SMK sebagai calon
tenaga kerja tingkat menengah diharapkan memiliki kematangan karir yang memadai sebelum mereka terjun ke dunia kerja. Hal ini dikarenakan kematangan
karir dapat digunakan sebagai prediktor untuk menentukan keberhasilan individu dalam mengerjakan suatu pekerjaan (Syahrul dan Jamaluddin, 2007). Wahyono (2002) menambahkan bahwa remaja yang memiliki kematangan karir yang tinggi
merupakan remaja yang siap kerja secara psikologis.
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah satu guru SMK Negeri 3
7
wawancara yang dilakukan terhadap guru dan siswa SMK Negeri 3 Surakarta menunjukkan bahwa sebagian siswa SMK Negeri 3 Surakarta memilih bidang pendidikan atau program keahlian di sekolah bukan berdasarkan keinginannya
sendiri. Siswa SMK Negeri 3 Surakarta juga belum mampu menentukan pekerjaan yang kelak akan ditekuninya. Sebagian lulusan SMK Negeri 3
Surakarta bekerja di bidang pekerjaan yang tidak sesuai dengan jurusan atau program pendidikan yang dijalani selama sekolah.
Coertse dan Schepers (2004) menyatakan bahwa kepribadian individu
memiliki peranan penting dalam kematangan karir. Salah satu faktor kepribadian yang berhubungan dengan kematangan karir adalah harga diri. Harga diri
merupakan evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri yang berasal dari interaksi individu dengan orang-orang yang berada di sekitarnya serta dari penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain yang diterima individu (Coopersmith,
1967). Harga diri bukanlah faktor bawaan, melainkan suatu proses yang terus-menerus berkembang di sepanjang kehidupan yang terbentuk dari pengalaman
individu ketika berinteraksi dengan orang lain yang berada di lingkungan sekitar. Sarwono dan Meinarno (2009) menyatakan bahwa harga diri dapat mempengaruhi tingkah laku individu. Branden (1994) mengungkapkan bahwa
harga diri adalah evaluasi atau penilaian individu terhadap kemampuan dan keberhargaan dirinya. Apabila individu menilai dirinya sebagai seseorang yang
tidak memiliki kemampuan, maka perilakunya akan menunjukkan
berusaha untuk meraih keberhasilan. Tambunan (2001) menambahkan bahwa harga diri yang dimiliki individu akan menentukan keberhasilan maupun kegagalannya.
Harga diri yang dimiliki individu berperan dalam proses pemilihan dan pengambilan keputusan (Branden, 1994). Individu yang memiliki harga diri
rendah cenderung tidak mampu memilih dan mengambil keputusan, sedangkan individu yang memiliki harga diri tinggi akan lebih mampu memilih dan mengambil keputusan. Gottfredson (dalam Levinson, dkk., 1998) menyatakan
bahwa harga diri memiliki peranan penting dalam pemilihan karir. Individu yang mampu menentukan pilihan karir merupakan individu yang memiliki kematangan
karir (Amadi, dkk., 2007). Chiu (dalam Rice dan Dolgin, 2002) menambahkan bahwa individu yang memiliki harga diri tinggi biasanya memiliki tujuan karir untuk masa depan. Hasil penelitian Taylor dan Popma (dalam Coertse dan
Schepers, 2004) membuktikan bahwa individu yang memiliki harga diri tinggi cenderung akan memiliki kematangan karir yang tinggi pula.
Faktor kepribadian lain yang berkaitan dengan kematangan karir adalah motivasi berprestasi. Chaplin (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1995) menyatakan, bahwa motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk mendapatkan sesuatu
yang menjadi tujuan yang dikehendaki. Pernyataan ini senada dengan pendapat Davidoff (1991) yang mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi merupakan
9
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berorientasi ke masa depan, lebih optimistis dalam menghadapi masa depan, dan berperilaku yang mengarah ke tujuan (Heckhausen dalam Soeramto, 1997). Motivasi
berprestasi yang tinggi akan mengarahkan remaja untuk lebih bersemangat dalam mempersiapkan masa depan. Remaja juga akan merencanakan dan menentukan
pilihan karir yang akan ditekuni untuk masa mendatang. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko (1986) yang menyatakan bahwa individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki ketrampilan dalam perencanaan jangka panjang.
Jersild, dkk. (1978) menambahkan bahwa motivasi berprestasi berperan dalam proses pemilihan karir.
Sobur (2003) menyatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mampu mengambil keputusan secara mandiri. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi senantiasa menyandarkan hasil kerja pada
usahanya sendiri, bukan pada faktor keberuntungan, nasib, atau kebetulan (Djaali, 2011). Hal ini dapat mengarahkan remaja yang memiliki motivasi berprestasi
tinggi akan lebih berperan aktif untuk merencanakan, memutuskan, dan mempersiapkan masa depan. Thornburg (1982) menyatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memilih karir untuk masa depan secara
mandiri. Individu yang mampu menentukan pilihan karir untuk masa depan merupakan individu yang memiliki kematangan karir tinggi (Crites, 1969). Hasil
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penelitian ini mengambil judul : “Hubungan antara Harga Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat hubungan antara harga diri dan motivasi berprestasi
dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta? 2. Apakah terdapat hubungan antara harga diri dengan kematangan karir
pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta?
3. Apakah terdapat hubungan antara motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui hubungan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta.
2. Mengetahui hubungan antara harga diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Surakarta.
11
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai harga diri, motivasi berprestasi, serta perkembangan dan
kematangan karir dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan.
b. Dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis
a. Untuk siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam mencapai kematangan karir dengan cara meningkatkan harga diri dan motivasi berprestasi, sehingga siswa mampu merencanakan,
mempersiapkan, dan menentukan pilihan karir untuk masa depannya. b. Untuk orangtua dan guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kematangan Karir pada Remaja 1. Pengertian Kematangan Karir pada Remaja
Dhillon dan Kaur (2005) menjelaskan bahwa kematangan karir merupakan istilah untuk menunjukkan suatu tingkat pencapaian individu dalam rangkaian perkembangan karir dari tahap eksplorasi karir sampai pada tahap kemunduran
karir atau sampai karir terhenti. Kematangan karir didefinisikan oleh Crites (1969) sebagai kemampuan individu untuk melakukan pilihan karir dengan tepat.
Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Amadi, dkk. (2007) yang menyatakan bahwa kematangan karir merupakan kemampuan individu untuk memilih jenis pekerjaan yang diminati. Pendapat ini didukung oleh Savickas
(2001) yang menyatakan bahwa kematangan karir adalah kesiapan individu dalam membuat keputusan karir dan mengatasi tugas perkembangan karirnya.
Holland (1966) berpendapat bahwa kematangan karir merupakan penyesuaian antara kepribadian individu dengan persyaratan kerja. Penyesuaian terbaik akan mengantarkan pada stabilitas dan kepuasan kerja, sedangkan
penyesuaian yang kurang baik akan mengantarkan pada ketidakpuasan kerja dan perilaku mencari karir yang berbeda.
13
Lundberg (dalam Kerka, 1998) yang menyatakan bahwa kematangan karir merupakan kesiapan individu untuk mengambil keputusan karir yang realistis. Wahyono (2002) menambahkan bahwa individu yang mempunyai kematangan
karir yang tinggi merupakan individu yang siap kerja secara psikologis.
Jersild, dkk. (1978) menyatakan bahwa kematangan karir merupakan suatu
cara untuk mengetahui kemajuan perkembangan pada seorang remaja. Menurut Super (dalam Fuhrmann, 1985), kematangan karir adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir pada tahap perkembangan
tertentu. Pengertian ini menunjukkan bahwa kematangan karir berkaitan dengan tugas perkembangan karir pada setiap tahap perkembangan karir. Pernyataan ini
sesuai dengan pendapat Gonzalez (2008) yang menyatakan bahwa kematangan karir merupakan perilaku yang ditampilkan individu dengan maksud untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan karir sesuai dengan tahap
perkembangan karir yang sedang dilalui individu. Perkembangan karir merupakan salah satu proses perkembangan individu yang berlangsung secara terus-menerus
di sepanjang kehidupan. Salah satu periode dalam rentang perkembangan individu adalah masa remaja.
Super (1980) menyatakan bahwa remaja yang berusia 15 hingga 25 tahun
berada pada tahap perkembangan karir fase eksplorasi. Pada tahap ini, remaja diharapkan mampu membuat rencana pekerjaan, memikirkan berbagai alternatif
pekerjaan, dan mempersiapkan diri untuk memasuki pekerjaan tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui, bahwa kematangan karir
mempersiapkan, dan mengambil keputusan karir berdasarkan pemahaman terhadap kemampuan diri dan informasi karir.
2. Tahap-tahap Perkembangan Karir
Kematangan karir merupakan tema sentral dalam pembahasan teori
perkembangan karir. Perkembangan karir merupakan suatu bagian perkembangan manusia yang khusus melihat tahap-tahap perkembangan karir manusia. Tahap-tahap perkembangan karir menurut Super (1980) disebut teori konsep diri tentang
karir (career self-concept theory) yang menjelaskan bahwa konsep diri individu memainkan peranan utama dalam pemilihan karir. Super percaya bahwa masa
remaja merupakan saat individu membangun konsep diri tentang karir. Super menyatakan bahwa perkembangan karir terdiri atas lima fase yang berbeda, yaitu:
a. Fase pengembangan (growth stage)
Fase ini terjadi dari saat lahir hingga usia 15 tahun. Anak mengembangkan berbagai potensi, pandangan khas, sikap, minat, dan
kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam struktur gambaran diri
(self-concept structure).
b. Fase eksplorasi (exploration stage)
Fase ini terjadi dari usia 15 hingga 25 tahun. Remaja mulai memikirkan berbagai alternatif pekerjaan, tetapi belum memiliki suatu pilihan karir
15
c. Fase pemantapan (establishment stage)
Fase ini terjadi dari usia 25 hingga 43 tahun, yang bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk-beluk pengalaman selama
menjalani karir tertentu.
d. Fase pembinaan (maintenance stage)
Fase ini terjadi dari usia 43 hingga 65 tahun. Individu dewasa menyesuaikan diri dalam penghayatan pekerjaannya.
e. Fase kemunduran (decline stage)
Fase ini terjadi setelah individu memasuki usia 65 tahun. Individu memasuki masa pensiun dan harus menemukan pola hidup baru
sesudah melepaskan pekerjaan yang telah ditekuni sebelumnya.
Tahap-tahap perkembangan karir menurut Ginzberg (dalam Santrock, 2003) disebut teori perkembangan pemilihan karir (developmental career choice theory)
yang menjelaskan bahwa individu melalui tiga fase pemilihan karir, yaitu: a. Fase fantasi
Fase ini terjadi pada anak-anak yang berusia 0 hingga 11 tahun. Anak-anak banyak mengadakan identifikasi dengan orang dewasa. Anak-Anak-anak membayangkan bekerja seperti yang mereka inginkan tanpa
mempertimbangkan pada kebutuhan, kemampuan, pelatihan, lowongan pekerjaan, maupun pertimbangan realistis lainnya.
b. Fase tentatif
pada masa anak-anak menuju fase pengambilan keputusan yang realistis pada masa dewasa muda. Kemajuan remaja terlihat mulai dari mengevaluasi minat mereka lalu mengevaluasi kemampuan mereka
sampai mengevaluasi nilai mereka. Pemikiran remaja berubah dari yang kurang subjektif hingga pilihan karir yang lebih realistis.
c. Fase realistis
Remaja yang berusia 17 tahun ke atas berada dalam fase realistis dalam pemilihan karir. Remaja akan mencoba karir yang ada secara ekstensif
kemudian memfokuskan diri pada satu bidang dan akhirnya memilih pekerjaan tertentu dalam karir tersebut.
Berdasarkan teori perkembangan karir di atas dapat diketahui, bahwa perkembangan karir merupakan salah satu proses perkembangan individu yang berlangsung secara terus-menerus di sepanjang kehidupan dan setiap tahap
perkembangan karir memiliki karakteristik serta tugas perkembangan tertentu.
3. Aspek-aspek Kematangan Karir pada Remaja
Super (dalam Gonzalez, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir pada remaja terdiri atas empat aspek, yaitu:
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kesadaran individu bahwa dirinya harus
17
b. Eksplorasi
Eksplorasi merupakan proses yang menunjukkan individu mengadakan penyelidikan atau menggali segala informasi mengenai dunia kerja yang
diperlukannya dari berbagai sumber yang ada, antara lain orangtua, teman, guru, konselor, buku, dan film. Eksplorasi berfokus pada
tindakan untuk menggunakan sumber-sumber yang ada. c. Informasi
Informasi menilai pengetahuan tentang pendidikan dan informasi
pekerjaan atau karir. Individu membutuhkan informasi tentang lingkungan, pilihan pendidikan akademik yang berbeda, pilihan profesi
atau karir, dan pilihan jabatan. Hal ini tidak hanya pada masalah pemberian informasi, tetapi lebih kepada pengetahuan remaja tentang bagaimana hal tersebut, kapan, dan di mana remaja dapat menemukan
serta menggunakan informasi tersebut. d. Pengambilan keputusan
Individu mengetahui segala sesuatu yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan pendidikan dan karir, kemudian membuat pilihan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Individu seharusnya
mempersiapkan periode formatif untuk mencari keputusan yang efektif. Hal ini dibutuhkan individu untuk menggunakan pemikiran atau
refleksi diri dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitar.
a. Sikap
Aspek sikap merupakan kemampuan individu dalam pembuatan keputusan karir yang akan mempengaruhi seberapa realistis pilihan
karir yang dibuat oleh remaja dan keterlibatannya dalam proses pemilihan karir.
b. Kemampuan
Aspek kemampuan menunjukkan adanya kemampuan individu untuk memahami informasi tentang pekerjaan, mengetahui dan menyadari
kemampuan diri sendiri, serta pandangan terhadap masa depan.
Berdasarkan aspek-aspek kematangan karir pada remaja di atas, maka dalam
penelitian ini digunakan aspek kematangan karir pada remaja yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Super (dalam Gonzalez, 2008) dan Crites (1969) yang terdiri atas perencanaan, eksplorasi,
informasi, pengambilan keputusan, dan kemampuan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir pada Remaja
Winkel (1997) menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan karir, antara lain:
a. Faktor internal
1) Nilai-nilai kehidupan (values)
19
menentukan bagi gaya hidup individu (life style). Nilai-nilai memegang peranan yang penting dalam keseluruhan perilaku individu dan mempengaruhi seluruh harapan serta lingkup aspirasi
dalam hidup, termasuk bidang pekerjaan yang dipilih dan ditekuni. 2) Taraf inteligensi
Taraf inteligensi adalah taraf kemampuan untuk mencapai prestasi-prestasi yang di dalamnya berpikir memegang peranan. Menurut Binet, hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan
mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri
secara kritis serta objektif. 3) Bakat khusus
Bakat khusus merupakan kemampuan yang menonjol di suatu
bidang usaha kognitif, bidang keterampilan, atau bidang kesenian. Suatu bakat khusus menjadi bekal yang memungkinkan untuk
memasuki berbagai bidang pekerjaan tertentu dan mencapai tingkatan lebih tinggi dalam suatu jabatan.
4) Minat
Minat adalah kecenderungan yang agak menetap pada individu untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan merasa senang
5) Sifat-sifat
Sifat merupakan ciri-ciri kepribadian yang bersama-sama memberikan corak khas pada individu.
6) Pengetahuan
Pengetahuan meliputi informasi yang dimiliki tentang
bidang-bidang pekerjaan dan tentang diri sendiri. Dengan bertambahnya umur dan pengalaman hidup, remaja akan mengenal diri sendiri secara lebih akurat dan lebih menyadari keterbatasan dirinya.
Informasi yang akurat tentang dunia kerja dan diri sendiri sangat penting karena dapat mempengaruhi aspirasi remaja.
b. Faktor eksternal 1) Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan sosial budaya di mana individu
dibesarkan. Lingkungan berpengaruh besar terhadap pandangan atau keyakinan tentang luhur rendahnya aneka jenis pekerjaan serta
peranan pria dan wanita dalam kehidupan masyarakat. 2) Keadaan sosial ekonomi negara atau daerah
Keadaan sosial ekonomi negara atau daerah terdiri atas laju
pertumbuhan ekonomi yang lambat atau cepat; stratifikasi masyarakat dalam golongan sosial ekonomi tinggi, tengah, dan
21
3) Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga meliputi tingkat pendidikan orang tua, tinggi rendahnya pendapatan orang tua, jabatan ayah atau ayah
dan ibu, daerah tempat tinggal, dan suku bangsa.
4) Pengaruh dari seluruh anggota keluarga besar dan keluarga inti.
Setiap anggota keluarga menyatakan harapan serta
mengkomunikasikan pandangan dan sikap tertentu terhadap pendidikan dan pekerjaan. Remaja harus mampu menentukan
sikapnya sendiri terhadap harapan dan pandangan tersebut. 5) Pendidikan sekolah
Pandangan dan sikap yang dikomunikasikan kepada siswa oleh staf petugas bimbingan dan tenaga pengajar mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam bekerja serta tinggi rendahnya status sosial
jabatan tertentu.
6) Pergaulan dengan teman-teman sebaya
Beraneka pandangan dan variasi harapan tentang masa depan yang terungkap dalam pergaulan sehari-hari.
Rice dan Dolgin (2002) menyebutkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan karir, antara lain: a. Orangtua
b. Teman sebaya
Sebagian remaja membuat rencana karir berdasar atas persetujuan orangtua dan teman sebaya.
c. Personil sekolah
Guru dapat mempengaruhi perencanaan karir siswa selama menjalani
pendidikan. d. Inteligensi
Inteligensi mempengaruhi kemampuan remaja untuk sukses atau gagal
serta membuat keputusan. e. Bakat
Bakat dapat menentukan kesuksesan remaja terhadap karir yang dipilih. f. Minat
Minat berhubungan dengan jenis karir yang dipilih. Pemilihan karir akan
lebih realistis apabila remaja menentukan karir berdasarkan minat dan kemampuan yang dimiliki.
g. Status sosial ekonomi
Remaja yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi akan memiliki kematangan karir yang tinggi pula. Penick dan Jepsen mengungkapkan
bahwa status sosial ekonomi berpengaruh terhadap identitas vokasional dan perencanaan karir.
23
B. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri
Harga diri atau self-esteem juga disebut sebagai self-worth (nilai diri). Frey dan Carlock (1984) mengungkapkan bahwa harga diri bukan berarti self-love, tetapi merupakan evaluasi individu terhadap diri sendiri. Santrock (2007)
menambahkan bahwa harga diri merupakan evaluasi diri yang bersifat global. Pendapat senada diungkapkan oleh Ubaydillah (2007) yang menyatakan bahwa harga diri merupakan perasaan individu mengenai dirinya sendiri.
Sarwono dan Meinarno (2009) menyatakan bahwa harga diri merupakan penilaian atau evaluasi individu terhadap dirinya, secara positif atau negatif, yang
dapat mempengaruhi tingkah laku sosial. Pernyataan ini senada dengan pendapat Tambunan (2001) yang mengungkapkan bahwa harga diri adalah hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat
bersifat positif dan negatif. Harga diri yang positif akan membangkitkan rasa penghargaan diri, rasa berguna, dan rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia
ini, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Coopersmith (1967) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri
yang berasal dari interaksi individu dengan orang-orang yang berada di sekitarnya serta dari penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain yang diterima
individu.
atau rendah sampai tinggi. Menurut Branden (1992), harga diri adalah kecenderungan individu memandang dirinya mempunyai kemampuan dalam mengatasi tantangan kehidupan, serta hak untuk menikmati kebahagiaan, merasa
berharga, berarti, dan bernilai. Setiawan (2005) menyatakan bahwa harga diri merupakan tingkat individu terhadap kepuasan dirinya, menerima dirinya,
menghargai dirinya, dan mencintai dirinya, sehingga dapat dikatakan bahwa harga diri merupakan tingkat kebanggaan individu terhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui, bahwa harga diri merupakan
evaluasi atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri dalam rentang positif sampai negatif atau tinggi sampai rendah yang dipengaruhi oleh interaksi orang
lain terhadap dirinya, serta adanya perasaan bahwa dirinya mampu, berarti, berharga, dan bernilai.
2. Tingkatan Harga Diri
Coopersmith (1967) menyatakan bahwa harga diri memiliki beberapa
tingkatan, yaitu tingkatan tinggi, sedang, dan rendah. Individu dengan harga diri tinggi memiliki ciri-ciri: mandiri, asertif, percaya terhadap gagasan dan pendapatnya, memiliki kepribadian yang stabil, dan memiliki tingkat kecemasan
yang rendah. Individu dengan harga diri sedang memiliki penilaian tentang kemampuan, harapan, dan kebermaknaan dirinya bersifat positif, meskipun lebih
25
merasakan gejala psikosomatis, dan merasa depresi. Mereka juga kurang percaya terhadap dirinya dan enggan untuk menyatakan diri dalam suatu kelompok, terutama apabila mereka memiliki gagasan-gagasan baru dan kreatif. Mereka
kurang berhasil dalam hubungan antarpribadi dan kurang aktif dalam masalah-masalah sosial.
Baron dan Byrne (2004) mengemukakan bahwa harga diri memiliki rentang dimensi positif sampai negatif atau tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi berarti individu tersebut menyukai dirinya, memfokuskan diri
pada kekuatan mereka, dan mampu mengingat peristiwa yang menyenangkan dengan lebih baik, sehingga akan membantu mempertahankan evaluasi diri yang
positif. Individu dengan harga diri rendah memiliki keterampilan sosial yang tidak memadai, merasa kesepian, merasa depresi, dan unjuk kerja lebih buruk yang menyertai pengalaman kegagalan. Mereka akan mengekspresikan kemarahan
secara terbuka, memfokuskan diri pada kelemahan, dan mengingat peristiwa yang tidak menyenangkan dengan lebih baik, sehingga akan mempertahankan evaluasi
diri yang negatif.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui, bahwa harga diri tinggi memiliki konsekuensi yang positif, sedangkan harga diri rendah memiliki
konsekuensi yang negatif. Individu dengan harga diri tinggi memiliki kesehatan mental yang lebih baik daripada individu dengan harga diri rendah. Individu
3. Aspek-aspek Harga Diri
Coopersmith (1967) mengungkapkan bahwa harga diri terdiri atas empat aspek, yaitu:
a. Keberartian
Keberartian individu tampak dari adanya penerimaan, penghargaan,
perhatian, dan kasih sayang dari orang lain. Penerimaan dan perhatian biasanya ditunjukkan dengan adanya penerimaan dari lingkungan, popularitas, dan dukungan keluarga. Semakin banyak ekspresi kasih
sayang yang diterima individu, maka individu tersebut akan semakin merasa berarti tetapi apabila individu tidak atau jarang memperoleh
stimulus positif dari orang lain, maka kemungkinan besar individu tersebut akan merasa ditolak dan mengisolasikan diri dari pergaulan. b. Kekuatan
Kekuatan individu untuk mempengaruhi serta mengontrol diri sendiri dan orang lain. Pada situasi tertentu, kebutuhan ini ditunjukkan dengan
adanya penghargaan dan penghormatan dari orang lain. Individu yang mempunyai kekuatan ini biasanya akan menunjukkan sifat asertif dan semangat yang tinggi.
c. Kompetensi
27
merasa mampu mengatasi setiap masalah yang dihadapinya serta mampu menghadapi lingkungannya.
d. Kebajikan
Kebajikan ditunjukkan dengan adanya kesesuaian diri dengan moral dan standar etika yang berlaku di lingkungannya. Kesesuaian diri dengan
moral dan standar etika diadaptasi individu dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh para orangtua. Permasalahan nilai ini pada dasarnya berkisar pada benar atau salah. Bahasan tentang kebajikan juga tidak
terlepas dari segala macam pembicaraan mengenai peraturan dan norma dalam masyarakat serta hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan ketaatan dalam beragama.
Branden (1992) mengungkapkan bahwa harga diri mempunyai dua aspek, yaitu:
a. Perasaan kompetensi pribadi
Perasaan kompetensi pribadi menggambarkan keyakinan atau
kepercayaan atas kemampuan diri sendiri untuk berpikir, belajar, memilih, memutuskan, dan memproses fakta yang ada untuk mengatasi setiap tantangan dalam kehidupan.
b. Perasaan nilai pribadi
Perasaan nilai pribadi menggambarkan keberhargaan atau kebernilaian
Berdasarkan aspek-aspek harga diri di atas, maka dalam penelitian ini digunakan aspek harga diri yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967) dan Branden (1992) yang
terdiri atas keberartian, kekuatan, kompetensi, kebajikan, dan perasaan nilai pribadi.
C. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi
Motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak. Menurut Gerungan (2004), motivasi merupakan penggerak, alasan, atau dorongan dalam
diri manusia yang menyebabkan individu berbuat sesuatu. Pendapat ini didukung oleh Sobur (2003) yang menjelaskan bahwa motivasi adalah alasan atau dorongan yang menyebabkan individu berbuat sesuatu, melakukan tindakan, atau bersikap
tertentu. Hal senada diungkapkan oleh Walgito (2004) yang menyatakan bahwa motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong
perilaku ke arah tujuan. Sukmadinata (2009) menambahkan bahwa motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu.
Handoko (1986) menyatakan bahwa motivasi merupakan keadaan dalam
pribadi individu yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Santrock (2003) mendefinisikan motivasi
29
ada dalam diri manusia yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif.
Motivasi berprestasi merupakan salah satu di antara tiga motif sosial yang ada pada diri individu. McClelland merupakan seorang ahli psikologi sosial yang
terkenal dengan pemikirannya mengenai motivasi berprestasi mengartikan motivasi berprestasi sebagai suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien
daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya (dalam Sobur, 2003). Atkinson menyatakan bahwa motivasi berprestasi merupakan dorongan untuk mengatasi
hambatan, melatih kekuatan, dan berusaha untuk melakukan suatu pekerjaan yang sulit dengan cara yang baik dan secepat mungkin (dalam Djaali, 2011).
Davidoff (1991) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai kebutuhan
untuk mengejar keberhasilan, mencapai cita-cita, atau keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas yang sukar. Sukmadinata (2009) menyatakan bahwa
motivasi berprestasi adalah motif untuk berkompetisi baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang tertinggi. Hal senada diungkapkan oleh As’ad (1995) yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi
merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Rao
berprestasi merupakan harapan untuk menemukan kepuasan dalam menguasai tantangan dan tujuan-tujuan yang sulit.
Motivasi berprestasi menurut Santrock (2003) adalah keinginan untuk
menyelesaikan sesuatu, untuk mencapai suatu standar kesuksesan, dan untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan untuk mencapai kesuksesan. Pernyataan ini
senada dengan pendapat Chaplin (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1995) yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk mencapai sukses atau memperoleh sesuatu yang menjadi tujuan akhir yang dikehendaki.
Indrawijaya (2000) menambahkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tercermin pada orientasinya kepada tujuan dan pengabdian demi
tercapainya tujuan dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui, bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri individu untuk mengatasi tantangan,
mencapai tujuan, cita-cita, dan keberhasilan yang dilakukan dengan cara-cara yang baik dan secepat mungkin.
2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi Tinggi
Indrawijaya (2000) menyatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki
motivasi berprestasi tinggi, antara lain:
a. Senang berkompetisi dengan orang lain,
b. Senang berkompetisi dengan diri sendiri,
31
d. Senang bersibuk diri mengusahakan karir yang lebih baik untuk keperluan yang akan datang.
Heckhausen (dalam Soeramto, 1997) mengungkapkan bahwa individu
dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki beberapa ciri, yaitu berorientasi sukses, percaya diri, perilaku yang mengarah ke tujuan, berorientasi ke masa
depan, lebih memilih kesulitan sedang, tidak suka membuang waktu, tekun, dan memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi daripada motivasi berafiliasi.
Djaali (2011) mengemukakan bahwa individu yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas
hasil-hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan,
b. Memilih tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu
mudah dicapai atau terlalu besar risikonya,
c. Mencari situasi atau pekerjaan di mana dapat memperoleh umpan-balik
dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaannya,
d. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain,
e. Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih baik,
Ratnawati dan Sinambela (1996) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki motif berprestasi tinggi tingkah lakunya selalu diarahkan pada usaha untuk mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya, senantiasa menyandarkan
hasil kerjanya pada usahanya sendiri dan bukan pada faktor keberuntungan, kesempatan, ataupun bantuan orang lain. Individu tersebut lebih senang bekerja
sendiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain, serta memilih teman kerja berdasarkan kemampuan, bukan berdasarkan kekerabatan atau kesetiakawanan.
Munandar (2001) menyebutkan beberapa ciri individu yang memiliki
motivasi berprestasi tinggi, yaitu lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan, tertarik untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dan
lebih efisien daripada sebelumnya, memiliki tanggung jawab pribadi, memilih tugas yang berisiko sedang (moderate), menginginkan umpan-balik, dan tidak suka berhasil secara kebetulan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui, bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi antara lain: percaya diri, suka bekerja keras,
memilih tugas yang berisiko sedang, kreatif, inovatif, memiliki tanggung jawab pribadi, dan berorientasi ke masa depan.
3. Aspek-aspek Motivasi Berprestasi
McClelland (1987) menggambarkan beberapa aspek untuk melihat adanya
33
a. Berdaya cipta
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung bosan dengan rutinitas dan berusaha menghasilkan sesuatu yang baru atau
original, serta terlibat dalam kegiatan inovasi. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi lebih suka perbedaan dan kekhasan tersendiri sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki. b. Ukuran atas hasil dan umpan-balik
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung
membutuhkan umpan-balik untuk mengetahui hasil atas tindakan yang dilakukan. Umpan-balik diartikan sebagai reward bisa dalam bentuk keuntungan, masukan dari orang lain, dan penghargaan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi selalu ingin mengetahui hasil nyata dari tindakannya supaya dapat memperbaiki kesalahannya.
c. Tanggung jawab pribadi
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi mampu bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri dan menentukan masa depannya, sehingga cita-citanya berhasil tercapai. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai situasi yang terdapat peluang bagi prestasi pribadi,
serta menerima penghargaan atas keberhasilan maupun tumpuan kesalahan karena kegagalan. Individu yang memiliki motivasi
d. Pemilihan tugas
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas yang menantang dan menguji kemampuannya. Individu yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk memilih risiko yang relatif sedang (moderat) supaya kesempatan berhasil lebih besar
daripada gagal. Individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah cenderung memilih tugas yang taraf kesulitannya rendah.
e. Berorientasi sukses
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi apabila dihadapkan pada situasi berprestasi, maka akan merasa optimistis bahwa sukses akan
diraihnya dan dalam mengerjakan tugas akan lebih terdorong oleh harapan untuk sukses daripada menghindar yang berakhir dengan kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
cenderung bertahan dalam menghadapi rintangan, tidak mudah putus asa, optimistis, percaya diri, serta membuat tujuan yang akan
dicapainya di waktu yang akan datang, sangat menghargai waktu, dan lebih dapat menangguhkan pemuasan untuk mendapatkan penghargaan di waktu mendatang.
35
a. Kebutuhan untuk bekerja
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan selalu berusaha untuk mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan
ketentuan yang sudah ditetapkan. b. Kebutuhan untuk menguasai
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki keinginan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang baru dan menantang.
c. Persaingan
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki keinginan untuk melebihi atau melampaui prestasi yang pernah diraih di masa lalu dan
prestasi yang diraih orang lain.
Berdasarkan aspek-aspek motivasi berprestasi di atas, maka dalam penelitian ini digunakan aspek-aspek motivasi berprestasi yang dimodifikasi oleh peneliti
berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh McClelland (1987) dan Helmreich, dkk. (1986) yang terdiri atas berdaya cipta, ukuran atas hasil dan
D. Hubungan antara Harga Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Remaja
1. Hubungan antara Harga Diri dan Motivasi Berprestasi dengan Kematangan Karir pada Remaja
Remaja adalah suatu tahap dalam perkembangan manusia yang harus
dilewati setiap anak untuk mendapatkan status dewasa. Santrock (2003) menyatakan bahwa minat terhadap karir mulai terlihat lebih nyata pada remaja yang berusia 15 tahun ke atas. Lebih lanjut, dijelaskan pula bahwa masa remaja
merupakan masa meningkatnya pengambilan keputusan, antara lain keputusan tentang pekerjaan. Komandyahrini dan Hawadi (2008) menyatakan bahwa
kualitas pemilihan karir ditentukan oleh tingkat kematangan karir yang dimiliki individu.
Levinson, dkk. (1998) menyatakan bahwa harga diri merupakan salah satu
elemen penting dalam kematangan karir. Taylor dan Popma (dalam Coertse dan Schepers, 2004) menambahkan bahwa harga diri memiliki hubungan yang positif
dengan kematangan karir. Hal ini berarti apabila remaja memiliki harga diri yang tinggi, maka akan memiliki kematangan karir yang tinggi pula. Begitu juga sebaliknya, apabila remaja memiliki harga diri yang rendah, maka akan memiliki
kematangan karir yang rendah pula.
Remaja yang memiliki harga diri tinggi cenderung akan memandang dirinya
37
berarti, serta merasa bahwa dirinya mendapatkan penerimaan, dukungan, dan kasih sayang dari orang-orang yang berada di sekitarnya (Coopersmith, 1967). Remaja tersebut memiliki penilaian yang positif mengenai dirinya, sehingga
memungkinkannya untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk menentukan pilihan dan mempersiapkan karir yang akan ditekuni di masa depan.
Remaja akan lebih bersemangat dalam mempersiapkan karir untuk masa depan, karena remaja merasa mendapatkan dukungan dan kasih sayang dari orang lain. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Rojewski (dalam Brown dan Lent, 2005)
yang mengungkapkan bahwa harga diri yang dimiliki individu menentukan kemampuan individu dalam memilih karir.
Unsur kepribadian lain yang terkait dengan kematangan karir adalah motivasi berprestasi. Patton dan Lokan (2001) menyatakan bahwa motivasi berprestasi merupakan salah satu elemen penting dalam kematangan karir.
Davidoff (1991) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai kebutuhan untuk mengejar keberhasilan dan mencapai cita-cita. Individu yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi akan berusaha keras untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan.
Ciri-ciri remaja yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, antara lain:
berorientasi ke masa depan, berorientasi sukses, optimistis, percaya diri, tekun, dan berperilaku yang mengarah ke tujuan (Heckhausen dalam Soeramto, 1997).
McClelland (1987) menyatakan bahwa remaja yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan mampu menentukan masa depannya. Munandar (2001) menambahkan bahwa remaja yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki tanggung jawab pribadi. Remaja yang memiliki motivasi berprestasi tinggi juga mampu mengambil keputusan
secara mandiri (Sobur, 2003). Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa remaja yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan bertanggung jawab terhadap dirinya dan mampu mengambil keputusan, sehingga remaja tersebut cenderung
akan menentukan pilihan karir untuk masa depannya secara mandiri. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Thornburg (1982) yang menyatakan bahwa individu
yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mampu menentukan tujuan karir untuk masa depan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui, bahwa harga diri dan motivasi
berprestasi secara bersama-sama berhubungan dengan kematangan karir pada remaja. Remaja yang memiliki harga diri tinggi dan motivasi berprestasi tinggi
akan merasa bahwa dirinya berharga dan berarti, percaya pada kemampuan yang dimiliki, merasa bahwa dirinya mendapatkan dukungan dan kasih sayang dari orang lain, optimistis, berorientasi ke masa depan, dan mampu mengambil
keputusan secara mandiri. Adanya karakteristik tersebut dapat memungkinkan remaja untuk merencanakan, mempersiapkan, dan mengambil keputusan karir
39
2. Hubungan antara Harga Diri dengan Kematangan Karir pada Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Remaja belum mendapatkan status orang dewasa, tetapi tidak lagi
memiliki status anak-anak. Pada masa remaja terjadi berbagai perubahan, antara lain perubahan minat. Hurlock (2002) menyatakan bahwa pada masa remaja,
minat yang dibawa dari masa anak-anak cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang lebih matang, antara lain minat pada karir.
Santrock (2003) menyatakan bahwa tidak sedikit remaja yang melakukan
perencanaan karir, eksplorasi karir, dan pengambilan keputusan karir dalam ambiguitas, ketidakpastian, dan stres. Remaja yang memiliki harga diri tinggi
akan lebih mampu dan lebih baik dalam menghadapi keadaan yang dapat menimbulkan stres daripada remaja yang memiliki harga diri rendah, karena harga diri dapat meningkatkan kesehatan mental (Crocker dan Park, 2004). Hal ini
memungkinkan remaja yang memiliki harga diri tinggi akan lebih mampu dan bersemangat dalam proses perencanaan karir, eksplorasi karir, dan pengambilan
keputusan karir untuk masa depan.
Harga diri yang dimiliki remaja akan menentukan perilakunya (Sarwono dan Meinarno, 2009). Remaja yang memiliki harga diri tinggi cenderung akan
berperilaku positif, sedangkan remaja yang memiliki harga diri rendah cenderung akan berperilaku negatif. Hal tersebut dapat memungkinkan remaja yang memiliki