• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebisingan di lingkungan kerja Industri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebisingan di lingkungan kerja Industri"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, Berbagai aktivitas/kegiatan masyarakat baik yang disadari ataupun tidak disadari dapat menimbulkan sumber kebisingan dengan tingkat intensitas yang berbeda. Seiring dengan perkembangan zaman atau di era globalisasi tekhnologi dibidang industry semakin canggih dan berkembang, hal ini diakibatkan oleh karena kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Manusia membutuhkan industry untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kebanyakan aktifitas dalam suatu industri terutama proses produksi, dapat menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu masyarakat pekerja yang biasa terpapar dengan sumber kebisingan secara khusus maupun masyarakat sekitarnya secara umum.

Kebisingan merupakan sebuah bentuk energy yang bila tidak disalurkan pada tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. upaya pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan kualifikasi suatu perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul. Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara / bunyi. Oleh karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai macam cara.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi Rumusan Masalah adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan kebisingan?

2. Bagaimana pengaruh kebisingan terhadap kesehatan masyarakat?

3. Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebisingan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisasn makalah ini adalah Memberikan pengetahuan ataupun Memberikan gambaran secara umum bahwa kebisingan merupakan salah satu faktot yang dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang biasa terpapar oleh sumber kebisingan maupun yang belum terpapar guna untuk upaya pencegahan (upaya kuratif).

BAB 2 PEMBAHASAN

(2)

Pencemaran fisis yang sering ditemukan adalah kebisingan. Kebisingan pada lingkungan dapat bersumber dari suara kenderaan bermotor, suara mesin-mesin industri dan sebagainya. Keputasan Menteri Negara lingkungan hidup No.32Kep-48/MENLH/11/1996, tentang baku tingkat Kebisingan menyebutkan: “ kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertuntu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan” Berikut ini definisi kebisingan menurut para ahli:

Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga.”

Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.”Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu

Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.

Dari pengertian diatas terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada bunyi dilingkungan. Terdaat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai ditelingasetiap detiknya. Sedangkan intensitas merupakan besranya arus energi yng diterima oleh telinga manusia.

2.2 Sifat dan Sumber Bunyi

a. Sifat Kebisingan

Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):Kadarnya berbeda;Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula;Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.

b. Sumber Bunyi

Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan.

(3)

pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Mesin merupakan kebisingan yang berasal dari mesin.

2. Vibrasi, Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan,

benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.

3. Pergerakan Udara, Gas dan Cairan Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas,

dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain

2.3 Jenis-jenis Kebisingan

Perbedaan frekuensi dan intensitas menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang berbeda. Jenis-jenis kebisingan dapat dibedakan menjadi 4 bagian yaitu:

1. Kebisingan kontinyu dengan spectrum frekuensi sempit, misalnya suara mesin gergaji sirkuler 2. Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya lalu lintas, suara pesawat terbang dibandara.

3. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise) misalnya tembakan meriam, ledakan.

4. Kembisingan implusif berulang misalnya suara mesin tempa.

Tipe kebisingan lingkungan yang tertuang dalam KMNLH (1996) dapat dilihat pada Tabel 1.1Tabel 1.1

Tabel 1.1

Tipe Kebisingan Lingkungan yang tertuang dakam KMNLH (1996)

TIPE URAIAN

Kebisingan Spesifik Kebisingan di antara jumlah kebisingan

yang dapat dengan jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik. Seringkali sumber kebisingan dapat di identifikasikan.

Kebisingan Residual Kebisingan yang tertinggal sesudah

penghapusan seluruh kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat tertentu dalam suatu waktu tertentu.

Kebisingan Latar Belakangan Semua kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian pada suatu kebisingan tertentu.

2.4 Pengukuran Kebisingan

(4)

merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.

Kebisingan dapat menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat: Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan; Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja. Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran akibat kebisingan dilingkungan kerja.

1. Pengukuran dengan titik sampling

Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk dapat mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana misalnya kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan missalnya 3 meter dari jetinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat ukur yang digunakan.

2. Pengukuran dengan peta kontur

Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dala mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menetukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukurannya yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambar keadaan kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan diatas 90dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85-90 dBA.

3. Pengukuran dengan gird

(5)

SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator,3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.

b. Octave Band Analyzer (OBA)

Bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.

2.5 Nilai ambang batas kebisingan dan Standar Kebisingan

Nilai batas amabang kebisingan adalah 85 dB yang ditanggap aman untuk sebagaian besar tenega kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan ditempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima tenega kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu teus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Berikut ini table waktu maksimum untuk bekerja.

Table 1.2

Waktu maksimum untuk bekerja adalah sebagai

No TINGKAT KEBISINGAN

(dBA) PEMAPARAN HARIAN

1. 85 8 Jam

2. 88 4 Jam

(6)

4. 94 1 Jam

5. 97 30 menit

6. 100 15 menit

Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.

Tabel 1.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan

NO Zona

Zona A diperuntukan bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb, Zona B diperuntukan perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya, Zona C diperuntukan untuk perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya serta Zona D industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.

2.6 Pengaruh Kebisingan

Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera pendengar. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus-menerus mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran.

Dempak kebisingan tergantung kepada besar tingkat kebisingan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energy bunyi yang dinyatakan dalam satuan desiBell (dB). Pemantauan tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan alat sound Level Meter.

(7)

terhadapa masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu: Gangguan fisiologi, dan Gangguan psikologis Pengaruh bising terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Ganguan Fisiologis

Ganguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang langsung terjadi pada faal manusia. Gangguan ini diantaranya:

 Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan permukaan kulit

menyempit akibat bising > 70 dB.

 Otot-otot menjadi tegang akibat bising > 60 dB

 Gangguan tidur

 Gangguan pendengaran, oleh karena bunyi yang terlalu keras dapat merusak gendang telinga.

Penerunan daya dengar dapat dibagi menjadi 3 kategori meliputi: a. Trauma Akustik

Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras seperti sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai struktur telinga

dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membran thympani,

putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).

b. Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara

Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan bising, akan kembali pada kondisi semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu. Maka apabila akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika kelelahan melampaui batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka TTS secara berlahan-lahan akan berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali (Prabu,Putra, 2009). c. Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen

Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible sehingga

(8)

alat-alat korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap bising yang berulang.

 Gangguan pencernaan

 Gangguan system saraf

2. Gangguan Psikologis

Gangguan yang secara tidak langsung terhadap manusia dan sukar untuk diukur. Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan cepat marah.. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.

Bising juga dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja bagi masyarakat pekerja. Pengaruh bising terhadap produktivitas kerja yaitu:

1. kuantitas hasil kerja sama, kualitas berbeda bila dalam keadaan bising

2. kerja yang banyak menggunakan pemikiran lebih banyak terganggu dibanding dengan kerja

manual.

Selain sisi negative berupa gangguan fisiologis dan psikologis bising juga memberikan sisi negataif salah satunya adalah menambah produktifitas music.

2.6 Baku Mutu Tingkat Kebisingan

Untuk menjamin bahwa tingkat kebisingan tidak berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan maka dibuat suatu standar acuan yang di sebut baku tingkat kebisingan. Dimana baku tigkat kebisingan adalah batas maksimal. Tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolekan dibuang kelingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

Baku tingkat kebisingan nilainya disesuaikan dengan peruntukannya ataupun dengan lingkungan kegiatan. Baku tingkat kebisingan untuk perumahan tidak sama dengan erkantoran, sedangkan baku tingkat kebisingan untuk lingkungan kegiatan rumah sakit juga tidak sama dengan kegiatan lingkungan sekolah.

2.7 Pengendalian Kebisingan

(9)

Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) yang mengelurkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi masih dapat dilakukan dengan membuat penghalang (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh, penanaman pohon bamboo disekitar kawasan industry dapat mereduksi bising yang diterima masyarakat ataupun proteksi kebisingan ada masyarakat yang terpapar dapat dilakukan pengguanaan sumbat telinga pada masyarakat yang berada dekat kawasan industry yang menghasilkan kebisingan

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil diskusi kami tentang “Kebisingan” maka dapat kami simpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan ataupun bunyi yang tidak sesuai dengan tempat dan waktu yang bersumber dari segala aktivitas/kegiatan manusiayangdapat berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena Masyarakat yang terpapar oleh kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan salah satunya adalah gangguan pendengaran serta kenyamanan lingkungan, karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mengendalikan kebisingan yang ada dilingkungan tersebut.

3.2 Saran

Adapun yang menjadi saran kami adalah dengan adanya pengetahuan masyarakat terhadap kebisingan terutama dampak kebisingan terhadap kesehatan dan lingkungan diharapkan masyarakat perlu mengendalikan aktivitasnya untuk mengendalikan kebisingan terhadap kualitas lingkungan hidupnya karena penurunan kualitas lingkungan dapat berakibat negative terhadap kualitas hidup masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

 Darsono, Valentinus, 1995, Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Penerbitan Universitas

Atma Jaya.

(10)

 Kadir, sunarto, 2010, Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Gorontalo: Universitas negeri Gorontalo.

 Machfoeds, ircham, 2003, Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta:

fitramaya

 Mulia, ricki, 2005, Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Grahara Ilmu.

Diposkan 2nd April 2013 oleh Anto Paulutu

0

Ergonomi (Kesehatan dan Keselamatan

Kerja)

(11)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatansudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan.Artinya peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upayameningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itudisisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspadamenghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi berbagai resiko yangmempengaruhi kehidupan para pekerja. Berbagai risiko tersebut adalahkemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja yang dapat menyebabkankecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihakdengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomik.

Di Gorontalo, banyak industry yang berkembang dan mulai bersaing dengan industry-industri kerajinan dari provinsi lainnya yang ada di Indonesia, salah satunya adalah industry karawo atau industry karawang. Kerajinan ini sudah berkembang sejak lama dan kini sudah menjadi sental kerajinan khas gorontalo.Dengan adanya industry kerajinan kerawang ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat gorontalo pada umumnya.

Industry karawo juga perlu memperhatikan serta menerapkan sisi ergonomic suatu industry dengan baik guna mengantisipasi kemungkinan penyakit akibat kerja atau kecelakaan akibat kerja, sehingga industry kerrawang bias lebih berkembang lebih baik lagi.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah yaitu:

 Bagaimana pengaruh sisi ergonomic terhadap perkembangan suatu industry?

(12)

1.3 Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

 Untuk mengetahui pengaruh sisi ergonomic terhadap perkembangan suatu industry guna

mengatasipasi kecelakaan dan penyakit yang diakibatkan oleh kerja.

 Untuk mengatahui bagaimana ergonomic industry krawang “cahaya krawang” biawu

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Definisi Ergonomi

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka.Sasaran penelitian ergonomi ialahmanusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapatdikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengankondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengandimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dankelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.

Ergonomi berasal dari dua kata bahasa yunani ergon dan nomos, yang berarti kerja dan aturan.Pendapat lain diungkapkan oleh Sutalaksana (1979) Ergonomi adalah ilmu atau kaidah yang mempelajari manusia dari komponen dari suatu system kerja mencakup karakteristik fisik, keterbatasan manusia, dan kemampuannya dalam rangka merancang suatu system yang efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien.

Definisi eronomi dilakukan dengan cara menjabarkan dalam focus, tujuan dan pendekatan mengenai ergonomic (Mc Coinick 1993) dimana dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut:

(13)

Ergonomic memefokuskan diri pada manusia dan interaksinya dengan produk, dengan peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dimana sehari-hari manusia hidup dan bekerja.

 Secara tujuan

Tujuan ergonomic ada dua hal, yaitu peningkatan efektifitas dan efisiensi kerja seperti peningkatan nilai-nilai kemanusiaan, seperti peningkatan keselamatan kerja, pengurangan rasa lelah dan sebagainya.

 Secara pendekatan

Pendekatanergonomic adalah aplikasi informasi mengenai keterbatasan-keterbatasan manusia, kemampuan, karakteristik tingkah laku dan motifasi untuk merancang prosedur dan lingkungan tempat aktifitas manusia tersebut sehari-hari.

Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut diatas, definisi ergonomic dapat terangkum dalam definisi yang dikemukakan chapanis (1985), yaitu ergonomic adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi mengenai perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia lainnya untuk merancang peralatan, mesin, system, pekerjaan dan lingkungan untuk meningkatkan produktifitas, keselamatan kemyamanan dan efektifitas pekerjaan manusia.

(14)

2.2 Pelatihan Ergonomi

Pelatihan bidang ergonomi sangat penting, sebab ahli ergonomi umumnya berlatar belakang pendidikan tehnik, psikologi, fisiologi atau dokter, meskipun ada juga yang dasar keilmuannya tentang desain, manajer dan lain-lain. Akan tetapi semuanya ditujukan pada aspek proses kerja dan lingkungan

kerja.

2.3 Metode Ergonomi

1. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja,inspeksi tempat

kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomik checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya.Variasinya akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampaikompleks.

2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat

diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan demensi fisik pekerja.

3. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektifmisalnya

dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit,nyeri bahu dan siku, keletihan , sakit kepala dan lain-lain. Secaraobyektif misalnya dengan parameter produk yang ditolak, absensisakit, angka kecelakaan dan lain-lain.

2.4 Aplikasi/penerapan Ergonomik:

1. Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi dudukdimana kaki

Gambar

Tabel 1.1Tipe Kebisingan Lingkungan yang tertuang dakam KMNLH (1996)
Tabel 1.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Mengubah ketentuan pada Lampiran IV dan Lamppiran V Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-42/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 49 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Getaran. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996 Tentang Baku

Berikut adalah tabel data baku mutu limbah sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.5/Kep-MenLH/2014. Tabel L1.4 Baku

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam satuan.. desibel

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 Tahun 2009 Tanggal : 6 April 2009 Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe

bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 21 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-07/MENLH/2/2001 tentang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas

Menteri Lingkungan Hidup nomor: KEP- 48/MENLH/11/1996 untuk siang malam pada daerah terpajan bising tromol emas ialah 85,2 dB, artinya tingkat kebisingan di lokasi

4.4.4 Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-43/ MENLH/10/ 1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan bagi Usaha dan/atau