• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Mitra Sekolah Tinggi Teologi Inji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Mitra Sekolah Tinggi Teologi Inji"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat adalah suatu kasatuan sosial yang terdiri dari keluarga-keluarga. Dengan kata lain masyarakat berhimpun dari keluarga-keluarga sebagai unit terke-cilnya. Sehubung dengan itu Goode (1983: 4) menyatakan bahwa keluarga terdiri dari pribadi-pribadi ( ayah, ibu, anak), tetapi ju-ga merupakan bagian dari jarinju-gan sosial yang lebih besar. Hanya melalui keluarga-lah, masyarakat itu dapat memperoleh du-kungan yang dibutuhkan atau diperlukan dari pribadi-pribadi.

Dalam rangka menjamin exintensi dan kelangsungan hidup dari suatu masya-rakat, maka pelu dilestarikan nilai-nilai dan norma-norma, kebudayaan, dan kebiasaan umum sebagai landasan berperilaku dan berinteraksi dari masyarakat tetapi juga se-kaligus sebagai ciri khas masyarakat ter-tentu. Dalam hal ini semua komponen da-lam masyarakat mempunyai tanggung-jawab. Keluarga sebagi komponen sentral dalam masyarakat memiliki tanggung-ja-wab yang pokok, karena keluargalah yang menyiapkan anak-anak agar kelak dapat menjadi anggota masyarakat yang baik yang dapat menjamin keberadaan dan ke-langsungan suatu masyarakat dimana ia berada.

Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi sosialisasi. Keluarga diakui sebagai tempat pendidikan yang pertama dan uta-ma seperti yang diperintahkan Allah ke-pada Musa untuk disampaikan keke-pada umat Israel agar para orang tua mengajar berulang-ulang kepada anak-anak mereka tentang ketetapan Allah (Ul.6:4-6), artinya bahwa sebelum anak mendapat pendidikan pada lembaga pendidikan lainnya, keluarga telah terlebih dahulu ada di mana anak la-hir dan hidup disana sehingga pembentuk

kan kepribadiannya adalah bermula dari keluarga. Dalam hal ini orang tua dan ang-gota keluarga lainnya sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi anak. Orang tua dalam keluarga adalah pendidik-pendidik utama bagi anak-anaknya. Orang tua yang menaruh perhatian penuh pada anak-anak-nya akan melahirkan kepribadian anak yang lebih baik dari pada anak-anak dari keluarga yang kurang peduli dalam hal pembinaan hubungan emosional dengan anak-anak. Keterlibatan orang tua dalam berbagai kesibukan yang menyita banyak waktu sehingga perhatian dan kasih sayang terhadap anak sangat kurang, dan ini dapat bedampak negatif bagi perkembangan kep-ribadian anak.

Berbagai metode yang secara sadar atau tidak diterapkan dalam proses sosia-lisasi dalam keluarga dengan pamerannya adalah setiap anggota keluarga, istimewa yang dewasa dalam mentransmisi nilai-ni-lai, norma-norma, kebudayaan dan kebia-saan umum kepada anak-anak. Sehubung dengan uraian tersebut, menurut Nasu-tion(1983: 152) bahwa kelompok dan ke-budayaan dimana anak hidup sangat me-nentukan kelakuan dan wataknya

Uraian tersebut diatas menunjukan pro-ses sosialisasi dalam keluarga, dan untuk mendapatkan keterangan yang lebih men-dalam menyangkut hal tersebut maka pe-nulis tertarik melakukan penelitian ini.

Masalah Pokok

Salah satu fungsi keluarga adalah fung-si sofung-sialisafung-si. Dengan fungfung-si itu keluarga bertanggungjawab mentransmisi berbagai nilai dan norma, kebudayaan serta kebia-saan umum dalam masyarakat kepada ank-anaknya agar mereka kelak dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat. Sehubu-SOSIALISASI DALAM KELUARGA KRISTEN

(2)

2 ngan dengan itu maka masalah pokok dari penelitian ini adalah: “ bagaimana proses sosialisasi dalam keluarga Kristen”.

Tujuan dan Kegunaan Tujuan:

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses sosislisasi dalam keluarga Kristen.

Kegunaan:

1. Sebagai salah satu persyaratan untuk

mendapatkan angka kredit dalam rang-ka melengrang-kapi kelengrang-kapan usulan menduduki jabatan fungsional sebagai tenaga edukatif dilingkungan Sekolah Tinggi Teologi Injil Dan Kejuruan Kupang.

2. Sebagai informasi bagi yang sempat

membaca.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam me-nulis tulisan ini adalah penelitian kepusta-kaan ( library research), yaitu mempelajari literatur-literatur untuk mengumpulkan konsep atau pikiran para ahli yang relefan dengan tujuan penulisan ini.

DINAMIKA SOSIALISASI DALAM KELUARGA KRISTEN

Sekilas Pandang Tentang Keluarga Lembaga yang pertama dan yang utama didirikan di dunia adalah lembaga keluarga, dan Allah sendiri yang telah mendirikannya (Kej.1:27-28; 2:18,21-25). Tujuan Allah mendirikan keluarga supaya mereka memiliki proses sosialisasi yang sepadan, yaitu antara manusia (Adam) de-ngan perempuan (Hawa). Allah juga meng-inginkan mereka untuk melanjutkan ketu-runan di muka bumi ini dengan cara ber-anak cucu. Jadi inti dari rencana Allah

mendirikan keluarga itu adalah terdiri dari suami, istri dan anak-anak, dengan demi-kian proses sosialisasi yang diharapkan da-ri seluruh anggota keluarga dapat terwu-jud dengan baik, dan pada akhirnya mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang dapat menjadi teladan yang baik dalam se-gala aspek kehidupan mereka.

Menurut Vanbriarto( 1984:35-38), bahwa intisari serta ciri-ciri keluarga ada-lah keluarga sebagai berikut:

1. Keluarga merupakan kelompok

so-sial yang terkecil yang umumnya terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak.

2. Hubungan sosial diantara anggota

keluarga relatif tetap dan didasar-kan atas ikatan darah, perkawinan, dan adopsi.

3. Hubungan antara anggota keluarga

dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab.

4. Fungsi keluarga ialah memelihara,

merawat , dan melindungi anak da-lam rangka sosialisasinya agar me-reka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.

Peranan keluarga sangat penting bagi kepribadian seseorang maka oleh Charles H. Cooley keluarga disebut seba-gai kelompok primer dengan sifat-sifat seperti keakraban, hubungan tatap muka, dan berlangsung untuk waktu yang relatif kekal. Keluarga sangat berperan penting demi kesinambungan dan kestabilan ma-syarakat. Keluarga menyiapkan anggota untuk kelak manjadi anggota masyarakat yang baik.

Masyarakat Jawa juga memandang keluarga inti merupakan kerabat yang pa-ling penting karena bagi seseorang keluar-ga merupakan wadah untuk: ( Sajogyo, 1983: 4)

a. Menyatakan perasaan atau emosi

(3)

sa-3 yang, dan sebagainya), menurut sikap dan adat yang dianggap pan-tas, menekan ekspresi atau mem-beri keluasan dan lain-lain.

b. Mendapat pedoman moral

c. Menerima ‘ajar’ di dalam

meme-lihara nilai-nilai, sikap, dan tata la-ku yang disebut sebagai proses so-sialisasi, khususnya di dalam hal mengenal serta memelihara kebu-dayaan Jawa.

Sehubung dengan itu, keluarga ha-dir dengan sejumlah fungsi tertentu. Sesuai perkembangan masyarakat maka telah ter-jadi pergeseran sejumlah fungsi keluarga yang direduksi oleh lembaga-lembaga ter-tentu yang hadir dan secara khusus dan menangani aspek-aspek tertentu dari ke-hidupan masyarakat. Walaupun demikian fungsi-fungsi tetap melekat pada keluarga sebagai ciri hakiki keluarga yaitu, (Van-brianto, 1984:41):

1. Fungsi biologis

Keluarga merupakan tempat lahir-nya anak-anak, dan fungsi biologis orang tua ialah melahirkan anak-anak. Fungsi ini merupakan dasar dari kelangsungan hidup masya-rakat.

2. Fungi Afeksi

Dalam keluarga terjadilah hu-bungan sosial yang dipenuhi ke-mesraan dan suasana kasih sayang. Hubungan afeksi ini tumbuh seba-gai akibat hubungan cinta kasih sebagai dasar pekawinan. Dasar cinta kasih dan afeksi ini merupa-kan faktor penting bagi kepriba-dian anak. Hubungan emosional antara anggota keluarga ini sulit diperankan oleh pihak lain.

3. Fungsi Sosialisasi

Fungsi ini menunjuk pada peranan keluarga dalam pembentukan kep-ribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mem-pelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan dan nilai-nilai

dalam msayarakat dalam rangka perkembangan kepribadian. Dari fungsi-fungsi tersebut jelas bahwa betapa pentingnya kehadiran ke-luarga dalam kehidupan berma-syarakat. Agar fungsi itu dapat dimainkan dengan baik maka per-lu adanya pera aktif secara ber-tanggung jawab dari tiap anggota keluarga.

Proses Sosialisasi Dalam Keluarga Kristen

(4)

men-4 jadi imam bagi keluarganya, dengan demi-kian anak-anak juga bisa belajar taat kepa-da kedua orang tuanya, terlebih kepakepa-da Kristus Tuhan, dan pada akhirnya dalam masyarakat dimana ia berada dia juga da-pat menjadi anak-anak yang memiliki kehi-dupan moral yang baik. Semua itu terjadi karena seluruh anggota keluarga Kristen sudah melakukan sosialisasi dengan baik dalam keluarganya yang dilandasi dengan kasih Kristus.

Proses membimbing individu ke dalam dunia sosial tersebut sosialisasi (Nasution, 1983 : 142). Sosialisasi sebenar-nya adalah bagaimana membentuk setiap individu agar dia dapat menjadi anggota masyarakat yang baik, artinya dia dapat di-terima oleh masyarakat. Untuk ini sebelum seseorang terjun dalam masyarakat ia per-lu terlebih dahuper-lu dilengkapi dengan se-jumlah pengalaman berupa nilai-nilai, nor-ma-norma , kaidah-kaidah dan adat-istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku da-lam masyarakat.

Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa salah satu fungsi keluarga yang melekat erat sebagai hakekat dari keluarga antara lain adalah fungsi sosialisasi. Me-lalui keluarga terjadi proses sosialisasi di-mana dalam keluargalah diajar dan balajar mengenai norma-norma dan nilai-nilai so-sial dasar serta peran apa yang harus di-mainkan sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat. Disini keluarga

men-jalankan fungsi jabatan (mediating

func-tion) yakni mempersiapkan anak men-jadi

anggota masyarakat yang baik di kemu-dian hari. Sehubung dengan itu, menurut Goode (1993: 8) bahwa peran tingkah laku yang dipelajari di dalam keluarga meru-pakan contoh atau prototif peran tingkah laku yang diperlukan pada segi-segi lain dalam masyarakat. Isi proses sosialisasi ialah tradisi generasi berikutnya dimana

keluarga berfungsi sebagai saluran penerus yang teap menghidupkan kebudayaan itu.

Segala sesuatu yang dipelajari in-dividu adalah dari orang lain, yang dida-pat secara sadar maupun tidak sadar . se-cara sadar seperti yang diajarkan oleh orang tua, orang lain, pihak sekolah, dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Se-cara tidak sadar seperti mendengar per-cakapan orang lain, menyerap kebiasaan-kebiasaan orang lain dalam lingkungannya, juga informasi-informasi yang diperoleh dari berbagai sumber pustaka dan media masa. Dalam kehidupan keluarga, contoh dan teladan akan sangat bermanfaat bagi perkembangan pribadi anak, oleh karena dalam kehidupan keluarga berlangsung suatu keadaan yang oleh Gabriel Tarde di-sebut proses imitasi yaitu proses peniruan tingkah laku dari orang-orang yang ter-dekat dengan kita atau orang-orang yang kita kagumi. Proses imitasi ini akan ber-kembang kearah internalisasi sebagai ke-biasaan yang sudah mendarah daging da-lam kepribadian sehingga sukar mele-paskan.

(5)

5 Sehubung dengan itu menurut Vembrianto (1984:13), terdapat tiga cara atau metode dalam proses sosialisasi yaitu sebagai berikut:

1. Metode Ganjaran dan Hukum Tingkah laku anak yang salah, ter-cela, dan tidak diterima oleh ma-syarakat akan mendapat huku-man. Dengan hukuman, anak men-jadi sadar bahwa tindakannya/ tingkah lakunya serta tutur kata-nya yang salah, yang ditolak oleh masyarakat, sehingga dia akan berusaha memperbaikinya. Seba-liknya anak-anak yang mempu-nyai sikap yang baik, terpuji, dan diterima masyarakat, hendaknya diberikan ganjaran. Dengan gan-jaran ini anak akan jadi sadar bah-wa tindakannya adalah yang dite-rima oleh masyarakat.

2. Metode Didactic Teaching Metode ini lebih banyak dipakai dalam lembaga-lembaga pendidi-kan baik formal maupun non-formal. Meskipun sering juga di-pakai dalam keluarga. Dengan me-tode ini kepada anak diajarkan berbagai macam pengatahuan dan ketrampilan melalui pemberian in-formasi, ceramah, penjelasan, dan lain-lain.

3. Metode Pemberian Contoh Dengan metode ini terjadilah pro-ses imitasi, dimana anak-anak me-niru tingkah laku dan sifat-sifat orang dewasa dan itu terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar.

Masing-masing metode tersebut mempunyai manfaat sendiri-sendiri, na-mun dalam suatu proses sosialisasi ha-silnya relatif baik apabila semua jenis me-tode tersebut digunakan sesuai situasi dan kondisi yang dipandang tepat.

Dampak Peran Ganda Suami-Istri Dalam Proses Sosialisasi

Menurut Arif Budiman (1985: xi) bahwa pembagian kerja secara sexsual

adalah pembagian kerja yang tertua dan terkuat sepanjang sejarah. Pembagian kerja secara sexsual ini dimaksudkan bahwa wanita bekerja di dalam rumah tangga se-dangkan kegiatan di luar rumah adalah menjadi tugas kaum pria.

Namun kini keadaan telah berubah. Wanita tidak hanya terkurung dan bekerja dalam rumah tangga, tetapi mereka juga ki-ni terlihat aktif bekerja di luar rumah , baik bekerja sendiri maupun dalam rangka membantu suami untuk mendukung eko-nomi rumah tangga . bahkan dalam ma-syarakat desa, wanita terbukti mempunyai peranan yang sangat penting dalam urusan ekonomi rumah tangga.

Penulis Amsal juga memberikan contoh bagaimana menjadi istri yang bijak-sana yang dapat menjalin interaksi sosial yang baik dengan suami, anak-anaknya maupun lingkungan masyarakat sekeli-lingnya. Cara-cara seorang istri yang da-pat melakukan interaksi sosial dengan baik dan membanggakan bagi suami dan

anak-anaknya antara lain: pertama, ia berbuat

baik kepada suaminya sepanjang hidupnya. Kedua, ia dengan rela membantu ekonomi keluarganya sehingga seluruh anggota

ke-luarganya tidak kekurangan apa-apa.

Ke-tiga, mengajarkan untuk dapat membagi

(6)

se-6 bagai istri maupun sebagai ibu bagi anak-anaknya.

Motivasi keterlibatan wanita di sek-tor publik juga macam-macam. Ada yang karena alasan ekonomi, alasan mencari ke-sibukan dalam rangka mengatasi kesepian, tetapi juga ada yang ingin meniti kariernya, dan mungkin masih ada lagi alasan yang lainnya, yang jelas dengan kesibukannya bekerja atau ikut bekerja di sektor publik maka banyak waktu yang tersita sehingga perhatian terhadap urusan rumah tangga termasuk dalam menangani anak-anak se-tiap harinya lebih banyak diatur oleh orang lain (anggota keluarga lain, pembantu, dll). Demikian juga suami atau ayah dalam sta-tus sebagai kepala keluarga tentunya sa-ngat sibuk dengan urusan-urusan luar rumah dalam rangka mencari nafkah. Dengan demikian waktu mereka (suami/-istri/ayah/ibu) banyak tersita dalam urusan luar dan sangat minim perhatian serta ka-sih- sayang terhadap anak-anak. Peran me-reka sebagai pendidik-pendidik utama da-lam proses sosialisasi tidak dilaksanakan dengan baik. Lebih banyak peran mereka diambil alih oleh orang lain dengan dikapi sejumlah fasilitas yang relatif leng-kap. Namun semua itu tidak dapat meng-gantikan kasih sayang orang tua yang sa-ngat didambakan oleh anak-anak. Selain kasih sayang maka mereka juga mem-butuhkan model peran seorang ayah dan ibu dalam memberi contoh atau tauladan, nasihat-nasihat dan sejumlah pengetahuan sebagai bekal masa depannya.

Nasihat orang tua ini didukung de-ngan adanya lembaga-lembaga jasa yang khusus menangani masalah pengasuhan bayi (anak) ataupun bagi mereka yang ber-penghasilan kecil biasanya anak-anak diti-tipkan pada keluarga tetangga. Tentang perkembangan kepribadian anak belum di-sadari secara baik oleh kebanyakan orang

tua terlebih yang hidup dalam keterbatasan ekonomi juga pengetahuan. Bahkan ada yang merasakan bahwa anak menjadi beban dalam kebebasan mereka.

Kondisi ini mempunyai dampak negatif karena dapat mengancam perkem-bangan kepribadian anak-anak. Menurut Kartini Kartono (1986: 35), bahwa faktor psikis yang berpengaruh terhadap partum-buhan anak antara lain bayi ditingggal ibu, ayah, atau kedua-duanya. Sebab lain ialah anak-anak dititipkan dalam suatu insti-tusionalia ( rumah sakit, rumah yatim piatu, yayasan perawatan bayi, dll) dimana mereka ini sangat kurang mendapatkan perawatan dan cinta kasih. Anak-anak de-mikian biasanya mengalami ina itie psikis( kehampaan psikis, kering dari perasaan), sehingga mengakibatkan retardasi/ keter-lambatan pertumbuhan pada semua fungsi jasmani. Demikian juga ada hambatan fungsi rohaniah terutama pada perkem-bangan intelegensia dan emosi. Banyak fakta menunjukan , bahwa anak-anak yang terlibat berbagai perilaku menyimpang adalah sebagai akibat dari kurangnya per-hatian dan kasih sayang orang tua.

Masalah lain dari hal tersebut ada-lah perasaan rendah diri (minder) pada anak-anak. Di kalangan remaja sudah tim-bul perasaan risi bila mereka dikategorikan sebagai generasi babu. Mereka tidak se-nang akan sebutan anak-anak yang dirawat pembantu atau baby sitter (Prisma 10, 1985: 69). Ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya.

(7)

7 secara baik. Mereka merasa bahagia apa-bila disebut ibu rumah tangga yang ber-hasil membina anak-anaknya dan bahkan mendukung karier suaminya.

Refleksi Teologis

Jika keluarga-keluarga Kristen pada masa kini tetap menginginkan seluruh ang-gota keluarganya hidup saling memper-hatikan, menghargai dan mengasihi satu dengan yang lain, maka dalam keluarga Kristen harus selalu membudayakan kehi-dupan sosialisasi yang baik bagi seluruh anggota keluarga dengan lebih baik dan secara intensif. Tugas mengajar, mendidik dan melatih merupakan tanggungjawab orang tua Kristen dalam keluarganya dan tugas tersebut tidak boleh dialihkan kepada orang lain. Seorang anak akan belajar hidup beriman karena dia telah melihat se-cara langsung teladan iman yang dilakukan oleh kedua orang tuanya setiap hari. Abraham memberikan pengajaran atau pendidikan secara langsung kepada Ishak anaknya bagaimana harus beriman kepada Allah waktu membawa Ishak ke gunung di tanah Moria untuk menjadi korban per-sembahan kepada Allah. Proses sosialisasi yang dilakukan Abraham kepada anaknya Ishak adalah dengan menggunakan metode penjelasan waktu mereka berdua sedang bersama-sama berjalan menuju gunung Moria dan pertanyaan Ishak sebagai beri-kut: Bapa, di sini sudah ada api dan kayu bakar, tetapi dimana anak domba untuk korban bakaran itu? Jawaban iman Abra-ham adalah: Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya anakku (Kej.22:1-19). Dari sinilah iman Ishak mulai dibentuk, sehingga de-ngan iman juga dia tidak memberontak atau melawan ketika dia harus diikat oleh ayahnya Abraham dan dibaringkan di atas kayu bakar. Pada saat ini umur Ishak

kira-kira 25 tahun, sebagai seorang muda yang kuat pasti dia biasa melawan dengan apa yang sedang dilakukan ayahnya terhadap dirinya, tetapi dia taat kepada ayahnya dan percaya kepada apa yang telah dkatakan ayahnya kepadanya. Proses sosialisasi da-lam keluarga Abraham terjadi secara terus-menerus, dengan demikian seluruh anggota keluarganya baik istri, anaknya Ishak dan bahkan kepala pelayanan rumah tangga Abraham Eliezer juga telah belajar teladan iman dari tuanya Abraham.

(8)

8 Kristen tersebut memiliki nilai-nilai si-kap/moral, ketrampilan dan kepekaan anak sehingga mampu mengambil keputusan tentang hidup ini secara dewasa dan bertanggungjawab.

Salah satu contoh anak muda dapat memiliki probadi yang baik dan patut men-jadi teladan bagi kehidupan anak-anak muda pada masa kini adalah Timotius. Ti-motius dia bisa mengambil suatu kepu-tusan yang tepat bagi masa depan hidupnya yang masih muda, yaitu dia rela mem-berikan seluruh hidupnya untuk dipakai menjadi alat Tuhan pada masa mudanya karena dia telah belajar langsung dari kehi-dupan neneknya Lois dan ibunya Eunike (II Tim.1:5). Masa muda Timotius menjadi lebih berarti bagi kehidupan pribadinya sendiri, orang tuanya, lingkungan masya-rakat yang ada disekitarnya dan bahkan bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus karena dia telah mengalami proses pembelajaran secara langsung dari orang-orang yang me-ngasihinya dari dalam rumahnya sendiri. Karater Timotius menjadi kuat karena dia telah melihat teladan orang-orang yang mengasihinya dengan sepenuh hati dan membentuknya sejak kecil, dengan de-mikian dia tidak mengambil keputusan yang salah yang dapat menjerumuskan kehidupannya ke hal-hal yang tidak ber-kenan baik bagi orang tuanya, lingkungan masyarakat dimana dia tinggal dan berada dan bahkan Tuhan Yesus.

.

PENUTUP Kesimpulan

Dalam rangka mempertahankan ke-beradaan dan menjamin kelangsungan hidup suatu masyarakat maka perlu adanya pelestarian sejumlah nilai, norma, dan ke-budayaan serta kebiasaan-kebiasaan umum dari masyarakat tersebut sebagai pedoman berinteraksi tetapi juga sebagai ciri khas

dari masyarakat tertentu. Sehubung dengan itu semua komponen dalam masyarakat di-tuntut berperan aktif dalam upaya itu. Keluarga sebagai komponen sentral dalam masyarakat dalam fungsinya sebagai lem-baga komponen sentral dalam masyarakat dalam fungsinya sebagai lembaga sosia-lisasi mempunyai peran yang pokok dalam hal demikian anggota masyarakat yang baik. Demikianlah menurut Goose(1983: 4), bahwa keluarga terdiri dari pribadi-pri-badi ( ayah, ibu, dan anak) tetapi juga me-rupakan bagian jaringan sosial yang lebih besar. Hanya melalui keluarga yang selu-ruh anggota keluarga tersebut hidup di da-lam Kristus, maka masyarakat itu dapat memperoleh dukungan yang dibutuhkan atau diperlukan dari pribadi-pribadi.

Saran –Saran

1. Setiap keluarga Kristen perlu

menya-dari, bahwa tanggung jawab mengenai keberadaan dan kelangsungan hidup masyarakat berada di atas pundaknya. Oleh karena itu dalam kehidupan ke-luarga Kristen perlu terus-menerus diso-sialisasikan nilai-nilai rohani, norma-norma yang sesuai dengan hukum Kristus, kebudayaan dan kebiasaan-ke-biasaan umum kepada anak-anak se-bagai generasi penerus

2. Batapapun sibuknya, hendaknya para

(9)

9 DAFTAR KEPUSTAKAAN

Alkitab,2008, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.

Abineno, J.L.Ch, 1983, Perkawinan,

Ja-karta: BPK Gunung Mulia.

Adam, Jay E, 1987, Masalah-masalah

Da-lam Rumah Tangga Kristen, Ja-karta:BPK Gunung Mulia.

Budiman, Arief, Pembagian Kerja

Sek-sual, Jakarta: PT. Gramedia.

Christenson, Larry, 1970, Keluarga

Kris-ten, Semarang: Yayasan

Perseku-tuan Betania.

Dobson, James, 1986, Memantapkan

Ke-hidupan Keluarga, Bandung: Ka-lam Hidup.

---, 1982, Pernikahan Dan

Seksualitas, Bandung: Kalam Hi-dup.

Goode, William, J., 1983, Sosiologi

Ke-luarga, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Graham, Billy, Keluarga Yang

Berpu-satkan Kristus, Bandung: Kalam Hidup.

Handrick, Howard G, dan Miller, Ted,

Ka-sih Dasar Keluarga, Bandung: Ka-lam Hidup.

Jackson, Rex, Pernikahan Dan Rumah

Tangga, Malang: Gandum Mas.

Kartono, S., 1983, Sosiologi Pendidikan,

Bandung: Jemmars.

La Haye, Tim dan La Haye, Beverly, 1990, Liku-liku Pernikahan, Yogyakarta: Yayasan Andi.

---, 1985, Kebahagiaan

Pernikahan Kristen, Jakarta: BPK.

Lessin, Roy, Disipli Dalam Keluarga.

Ma-lang: Gandum Mas.

Markun, M.Enoch, 1983, Anak, Keluarga

Dan Masyarakat, Jakarta: Sinar Ha-rapan.

Sajogyo, Pundjiwati, 1983, Peranan

Wa-nita Dalam Pembangunan

Ma-syarakat Desa, Jakarta: CV. Ra-jawali.

Tobe, B, dkk. 2000, Sosiologi Keluarga,

Bahan Ajaran, Kupang: FISIP-UNDANA.

Vembrianto, St, 1984, Sosiologi

Pendi-dikan, Yogyakarta: Yayasan Pen-didikan Pramata.

---, 1985, Menegakkan Peran

Ganda Wanita Indonesia, Jakarta: Primas 10, LP3ES.

(10)

10 PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Perubahan paradigma

pembangu-nan yang topdown ke bottowup sejalan

de-ngan otonomi daerah yang diberikan men-jadi tantangan bagi seluruh masyarakat In-donesia selaku subyek dan objek pemba-ngunan itu sendiri.

Prof. Dr. Mardiasmo menjelaskan: Pembangunan Salah satu model

pe-merintahan di era Newpublic

mana-gement adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan

konsep “reinventing government

perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler adalah:

1. Pemerintahan katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan pro-duksi pelayanan publik.

2.Pemerintah milik masyarakat:

Memberi kewenangan (pada ma-syarakat) dari pada melayani. 3.Pemerintah yang kompetitif:

me-nyuntik semangat kompetisi da- lampemberian pelayanan publik. 4. Pemerintah yang digerakkan oleh

misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan men-jadi organisasi yang digerakkan oleh misi.

5. Pemerintah yang berorientasi ha-sil: membiayai hasil bukan ma-sukkan.

6. Pemerintah berorientasi pada langgan: memenuhi kebutuhan pe-langgan, bukan birokrasi.

7. Pemerintah wirausaha: mampu memberi pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.

8. Pemerintah Antisipatif: berusaha mencegah dari pada mengobati.

9. Pemerintah Desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipasi dan tim kerja.

10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar. Mengadakan perubahan dengan mekanisme pa-sar (sistem insentif) dan bukan KAJIAN TEOLOGI PEMBANGUNAN DALAM KONTEKS

KEPRIHATINAN TERHADAP MASALAH DAMPAK PEMBANGUNAN BAGI KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

Yunus Laukapitang

Abstrak:

(11)

11 dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan

pemak-saan).1

Konsep reinventing goverment me-nurutnya, muncul sebagai kritik atas ki-nerja pemerintahan selama ini dan sebagai antisipasi atas berbagai perubahan yang

akan terjadi... penerapan konsep

rein-venting government membutuhkan arah

yang jelas dan political will yang kuat dari

pemerintah dan dukungan masyarakat. Se-lain itu yang terpenting adalah adanya pe-rubahan pola pikir dan mentalitas baru di tubuh birokrasi pemerintah itu sendiri ka-rena sebaik apapun konsep yang ditawar-kan jika semangat dan mentalitas penye-lenggaraan pemerintah masih mengguna-kan paradigma lama, konsep tersebut amengguna-kan menjadi slogan tanpa membawa perubahan

apa-apa”2

Secara global kondisi dunia saat ini sebagai dampak dari pelaksanaan pemba-ngunan dapat sebagai gambaran yang juga telah terjadi di Indonesia seiring dengan la-junya pertumbuhan pembangunan saat ini. Dijelaskan:

Akhir abad ini diperkirakan sejuta jenis binatang, tumbuhan dan serangga terancam punah akibat kegiatan manu-sia. Tahun 2050 setengan dari spesies yang akan hilang selama-lamanya. Penurunan jumlah spesies yang me-ngerikan ini akan menyebabkan hi-langnya keanekaragaman hayati. Ke-adaan ini merupakan kehilangan tra-gis potensi genetik dari planet bumi. Diperkirakan bahwa antara 5-200 spe-sies hilang tiap hari. Beberapa spespe-sies hanya ada di lokasi tertentu dan

1

Prof. Dr. Mardiasmo, M.BA,AK. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2004), 22

2 Ibid.

fat endemik pada daerah tertentu di

bola bumi ini.3

Selain kenyataan di atas juga dapat diberikan contoh yang lain dampak yang terjadi dari pelaksanaan pembangunan yang tidak bertanggungjawab, yakni:

Salah satu contoh dampak dari pe-laksanaan pembangunan yang salah di-jelaskan:

Produksi pertanian dan industri di-tingkatkan, tetapi buruh dan tani da-lam keadaan miskin. “pembangunan” sering diartikan sebagai modernisasi dan werternisasi, di mana kesempatan kerja bagi rakyat kecil semakin sem-pit. Hasil pembangunan selama dua dekade, justru menghilangkan kesem-patan pekerja tradisional. Puluhan ri-bu kesempatan kerja diciptakan, te-tapi ratusan ribu tenaga tradisional di-singkirkan. Dalam suasana “pemba-ngunan” inilah gereja-gereja juga ikut

berpartisipasi dalam pembangunan”4

Gereja sebagai lembaga ilahi yang diutus Allah ke dalam dunia, tidak dapat disangkal turut bergumul dengan berbagai masalah pembangunan yang terjadi di te-ngah masyarakat. Gereja baik secara orga-nisasi maupun organisme terpanggil untuk memberikan pemahaman yang benar da-lam menilai dan berpartisipasi dada-lam pe-laksanaan pembangunan. Secara khusus untuk melihat konsep yang benar secara Alkitab mengenai pembangunan dan apa yang dapat dilaksanakan untuk meminal-kan dampak-dampak dari pelaksanaan pembangunan.

Pokok Masalah

3

Celia Deane-Drummond. Teologi Dan Ekologi Buku Pegangan. (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001),5

4

(12)

12 Dalam penulisan ini pokok masalah yang akan dibahas mengenai apa konsep Alkitab mengenai pembangunan dan ba-gaimana merefleksikan konsep tersebut di tengah situasi masalah pembangunan yang berdampak pada kerusakan lingkungan hi-dup.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan dalam penulisan ini, yakni:

1. Untuk menjelaskan konsep Alkitab me-

ngenai pembangunan

2. Untuk menjelaskan bagaimana

meref-leksikan konsep tersebut di tengah si-tuasi masalah pembangunan yang ber-dampak pada kerusakan lingkungan hi-dup .

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan makalah ini baik secara akademis maupun secara prak-tis. Secara akademis, menambah wawasan akademik mengenai konsep pembangunan dalam perspektif Alkitab. Secara praktis, dapat sebagai masukan bagi gereja untuk melihat apa yang dapat gereja dapat laku-kan dalam kondisi pembangunan saat ini yang berdampak pada kerusakan ling-kungan hidup

Metode Penelitian

Metode penulisan dalam tulisan ini adalah metode penulisan deskriptif, penulis berupaya untuk menjelaskan topik yang di-bahas berdasarkan data-data yang diper-oleh melalui penelitian kepustakaan.

Batasan Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini penulis membatasi pada pembahasan mengenai teologi pembangunan dan aplikasi bagi pe-layanan gereja saat ini dalam upaya turut berpartisipasi memimalkan dampak negatif

dari pembangunan yakni kerusakan lingku-ngan hidup.

KONSEP TEOLOGI PEMBANGUNAN

Sebelum menjelaskan pemahaman teologi pembangunan, secara umum perlu dijelaskan mengenai pengertian nguan dan pendekatan dalam pemba-ngunan masyarakat

Pengertian Pembangunan

Pembangunan adalah suatu proses. Dalam proses ini terdapat berbagai pende-katan yang berbeda dalam pembangunan masyarakat secara umum. Soetomo, men-jelaskan: “ pada dasarnya, setiap proses pembangunan masyarakat mengandung ti-ga unsur sebati-gai konsep dasar yakni ada-nya proses perubahan, mobilisasi sumber daya dan pengembangan kapasitas

ma-syarakat”5 Baginya, dapat disimpulkan ,

bahwa menggunakan penjelasan berdasar-kan perspektif apapun yang namanya pembangunan masyarakat selalu mengan-dung ketiga unsur yang disebut sebagai

konsep dasar tadi.6

Menurut Kamus Inggris Oxford,

kata itu berasal dari orang Perancis,

deve-loper, yang berarti membuka, menyingkap; pertumbuhan dan membukakan apa yang

terdapat di dalam (lawan katanya

enve-loper, berarti melipat, menutup, menungi

atau membungkus). 7

Bagi Perkins (1980), kata

“pem-bangunan” (development) bisa juga berarti

sebagai pembebasan, dengan mengacu

5

Soetomo. Strategi-Strategi Pembangu-nan Masyarakat. (Yogyakarta: Pustaka Belajar Cet. II 2008),40.

6 Ibid. 7

Darrow L Miller bersama Stan Guthrie.

(13)

13

da bahasa Prancis “deenvelop” atau

mem-buka envelop (bungkusan). Membuka

en-velop (tentara yang terkepung)

membu-tuhkan proses pembebasan.8

Pdt. Yosef Widyaatmadja, M.Th,

mengenai kata Development, dijelaskan:

Kata pembangunan atau

develop-ment menggambarkan usaha

ma-nusia untuk membangun kesejah-teraan baik moral maupun materill melalui Industrilisasi dan pengem-bangan pertanian. .. Menurut artian kata development, manusia berupaya untuk mewujudkan utopia mereka di

atas bumi atau

menghilang-kan/mengurangi penderitaan akibat perang. Dalam bahasa Indonesia, ka-ta development diterjemahkan dalam dua arti. Organisasi pemerintah lebih banyak memakai kata pembangunan

untuk development, sedangkan

orga-nisasi sosial atau dikenal dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lebih menyukai memakai kata per-kembangan. … Dalam pengertian

pertama, development lebih

mene-kankan pertumbuhan ekonomi, pe-makaian teknologi modern, pem-bangunan fisik, sedangkan dalam pengertian yang kedua (development sebagai perkembangan) tekanan ter-letak pada perubahan sosial budaya dan politik termasuk di dalamnya kesadaran baru dan partisipasi rak-yat.9

Dari penjelasan-penjelasan diatas da-pat disimpulkan pembangunan dalam tu-lisan ini lebih berfokus pada

8

Pdt. Josef. P. Widyatmadja. Yesus dan Wong Cilik. Praksis Diakonia Trasformatif dan Teologi Rakyat di Indonesia), 44-45.

9

Yosef Widyaatmadja. Partisipasi Rakyat Dalam Pembangunan. Mengupayakan Misi Gereja Yang Kontekstual. Studi Institut Misiologi Persetia. Di Fak. Theologia Universitas Kristen Artha Wacana Kupang 21 Juli-3 Agustus 1992: Jakarta, Persetia, 1995) 169.

bangunan sebagai perkembangan yang di dalamnya ada partisipasi dari masyarakat.

Pembangunan sebagai moderrnisasi telah mendatangkan kemajuan berupa pembangunan jalan, waduk, gedung dan penebangan hutan, tetapi kalau disimak lebih mendalam, sebagian besar rakyat ke-cil harus menanggung beban biaya pem-bangunan yang besar, tetapi paling sedikit menikmati hasil pembangunan. Rakyat ke-cil paling banyak mengalami penggusuran tanah, korban pencemaran dan ketidak-adilan. Berbeda dengan pembangunan se-bagai modernisasi, pembangunan sese-bagai perkembangan sangat menekankan tras-formasi, yaitu perubahan sosial, budaya, politik dan pemerataan hasil pembangunan atau keadilan. Pembangunan sebagai transformasi merupakan suatu proses pem-bebasan menuju kemanusiaan yang adil

dan beradab.10 Apabila pembangunan

tidak dilihat sebagai moderniasasi tetapi sebagai tranformasi, maka dalam melak-sanakan pembangunan partisipasi/peran serta rakyat sangat penting dalam

melak-sanakan pembangunan.11

Dr. Taliziduhu Ndraha, menulis:

“Jadi pembangunan berarti upaya yang te-rus-menerus dilakukan dan bertujuan me-nempatkan manusia pada posisi dan pe-rannya yang wajar dan mengembang-kannya sehingga ia berhubungan serasi dan dinamik ke luar dan berkembang serasi,

selaras dan seimbang di dalam12

Dalam pemhaman Alkitab, Pem-bangunan, dimengerti sebagai piñata-layanan, mempertahankan tekanan dina-mis antara pelestarian dan kemajuan pem-bangunan. Pekerja pembangunan alkita-biah, sangat tepat mereka disebut pekerja

(14)

14 kemanjuan pembangunan konservatif (atau konservatif progresif). Betapa kontrasnya dengan sekularisem, yang maju tanpa pe-lestarian atau animisme yang melestarikan

tanpa kemajuan.13

Dari pembahaman-pemahaman me-ngenai kata pembangunan bila dihubung-kan dengan teologi, maka teologi pem-bangunan dapat diartikan sebagai pema-haman ajaran Kristen mengenai suatu upa-ya secara sadar upa-yang dilakukan oleh ma-nusia sebagai ciptaan Allah dalam pena-talayanan ciptaan Allah bagi kelangsungan kehidupan ciptaan secara utuh.

Pendekatan Dalam Pembangunan Masyarakat

Soetomo memberikan beberapa pendekatan dalam pembangunan yang dije-laskan dalam beberapa bentuk yakni, “berbagai pendekatan dalam pembangu-nan masyarakat yakni, improvement vs trasformation, proses vs hasil material, selfhelp vs technocratic, dan univor-malitas vs variasi lokal.14 Pendekatan im-provement vs trasformation, mempunyai

perbedaan yakni, “ improvement

app-roach, walaupun dilakukan perubahan tetapi masih berbasis pada struktur sosial

yang ada. Sedangkan dalam trasformation

appoach perubahan justru terjadi pada level struktur masyarakatnya melalui

tras-formasi struktural”.15 Kelebihan dari

pen-dekatan improvement menurutnya, yakni, dianggap dapat mendorong terjadinya pe-rubahan dalam masyarakat tanpa menim-bulkan gejolak sosial yang berarti karena tidak melalui perubahan struktur yang

13

Darrow L Miller bersama Stan Guthrie.

Membangun Bangsa dengan Pikiran Allah.Yayasan Pusat Pengembangan Masyarakat Bogor Jawa Barat, 2003), 233.

14

Ibid.44-70 15

Ibid.45.

kup drastis. Pendekatan ini seringkali di-anggap sebagai pendekatan yang memberi toleransi kepada struktur lama bahkan

memperkokoh struktur yang sudah ada”.16

Kelemahan dari pendekatan ini lebih lanjut dijelaskan, yakni:

Pertama, pendekatan ini dianggap justru memperkokoh dan mengem-bangkan keragaman sosio ekonomi di daerah pedesaan yang sering kali memperlebar perbedaan tingkat so-sial ekonomi antara petani pemilik tanah luas dan petani kecil... Kedua, dalam pelaksanaannya, pendekatan ini jika dipandang dari kepentingan seluruh lapisan masyarakat seringkali berlangsung dalam proses yang sa-ngat lambat dan tidak mendatangkan hasil secara cepat, radikal dan

spek-takuler.17

Sedangkan pendekatan berdasar-kan kriteria pendekatan yang digunaberdasar-kan dibedakan atas tiga yakni, model inter-vensi rendah (model produktivitas), model intervensi menengah (model solidaritas) dan model intervensi tinggi (model

peme-rataan).18 Lebih lanjut dijelaskan:

Model intervensi rendah (model pro-duktivitas) adalah upaya pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas (pertanian) tanpa me-mandang perlu melakukan peruba-han-perubahan penting dan substansi terhadap struktur sosial dan pemilikan tanah. Pembangunan sebagai trasfor-masi atau perkembangan, sangat mem-perhatikan apa yang diabaikan oleh organisasi international. Manfaat dari partisipasi masyarakat sebagai

pem-bagian kekuasaan dan empowering the

people ialah:

1. Proyek akan mendarat dan dapat di-terima oleh rakyat.

16

Ibid. 49. 17

Ibid. 49-50. 18

(15)

15 2. Rakyat dengan sukarela akan

mem-berikan sumbangan dengan tenaga dan material karena mereka merasa manfaat langsung dari proyek. 3. Rakyat akan terbuka pada

peruba-han serta terlatih dalam mengelola proyek.

4. Rakyat akan bertanggungjawab me-melihara dan mengamankan proyek karena merasa ikut memiliki. 5. Memonitoring proyek akan lebih

effisien dan efektif.19

Partisipasi rakyat dalam pemba-ngunan harus dimulai sejak dini, yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Partisipasi rakyat yang benar mulai dari bawah bersama rakyat dan bu-nusia Tuhan memberikan potensi baginya untuk menciptakan, membangun pera-daban di bumi di mana manusia ada. Se-bagai gambar dan rupa Allah, manusia diberikan pikiran, perasaan dan kehendak sebagai suatu pribadi yang utuh. Kebera-daan manusia sebagai pribadi yang utuh inilah ia dapat memaksimalkan potensi otak yang Tuhan berikan untuk berkuasa dan menaklukkan tantangan yang diha-dapinya dalam hidup. Dengan memak-simalkan potensi otak inilah manusia menghasilkan kebudayaan yang dapat ber-dampak positif maupun negatif bagi

19

Yosef Widyaatmadja. Partisipasi Rakyat Dalam Pembangunan. Mengupayakan Misi Gereja Yang Kontekstual. Studi Institut Misiologi Persetia. Di Fak. Theologia Universitas Kristen Artha Wacana Kupang 21 Juli-3 Agustus 1992: Jakarta, Persetia, 1995), 171.

20 Ibid.

manusia. Dr. Stephen Tong menjelaskan mengenai makna gambar dan rupa Allah pada manusia adalah sifat-sifat yang mem-bedakan manusia dengan ciptaan lainnya, yakni: “sifat rohani, sifat moral, sifat ra-sional, sifat kekal, sifat penguasaan, sifat kreatif, konsep kesempurnaan, sifat relasi,

sifat persekutuan dan sifat harapan” 21

Sifat-sifat ini menunjukkan potensi yang ada pada manusia yang membuatnya men-jadi pencipta-pencipta baru.

Bila pembangunan dilihat juga se-bagai hasil pekerjaan manusia. Jansen Sinamo menjelaskan:

Bekerja adalah hakikat manusia ka-rena Allah Sang Pekerja Agung itu telah menciptakan manusia segam-bar dengan Dia (Kejadian 1:26-27). Bekerja merupakan hakikat

ke-makhlukan manusia, homo faber

istilah antropologinya, artinya

ma-nusia sang pembuat, the maker.

Dengan tangannya manusia mem-buat perkakas kerja (baca: tek-nologi) lalu dengan perkakas ia mengubah dunia dan mengubah hi-dupnya kemudian. Dikatakan se-baliknya, manusia yang tidak be-kerja bukanlah insan yang segam-bar dengan Allah. Jadi bila ma-nusia ingin membuktikan dirinya sebagai ciptaan Allah yang segam-bar dengan Dia, hal itu hanya dapat dilakukannya dengan bekerja se-baik mungkin mengikuti teladan-Nya: baik motif dan modus, pola dan cara, serta siklus dan

mu-simnya (Kel. 20:9,11)22

Dari penjelasan ini menunjukkan bahwa sebagai manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah

21

Pdt. Dr. Stephen Tong. Peta & Teladan Allah. (Jakarta: Percetakan Timur Agung, 1990),55-75

22

Jansen Sinamo dan Eben Ezer Siadari.

Teologi Kerja Modern dan Etos Kerja Kristiani

(16)

16 nusia diberi kemampuan untuk bekerja, memaksimalkan potensi yang dimiliki baik otak, otot, sosial dan sumber daya alam untuk menghasilkan suatu perubahan se-bagai hasil dari pembangunan.

Mandat Pembangunan Dasar untuk mandat pembangunan terdapat dalam Perjanjian Lama dapat di-lihat dalam Kejadian 1:26-28; Kejadian 2:15 sebagai perintah awal bagi kehadiran manusia di bumi ciptaan Allah. Pola da-lam pelaksanaan mandat budaya manusia dapat melihat dari Allah yang melakukan segala sesuatu dengan baik dan sungguh amat baik (Kejadian 1:31).

Mandat untuk menaklukkan dan berkuasa atas ciptaan Allah yang lain di-berikan kepada manusia sebagai gambar dan rupa Allah. Mengenai kuasa dijelas-kan:

Kuasa ini –yaitu kuasa yang membe-baskan dan yang menyelamatkan, kuasa yang memelihara dan yang melindungi – yang Allah berikan kepada manusia, ketika Ia berkata kepadanya: “Berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas segala bintang yang merayap di bumi” (Kejadian 1:26 dan 28). Hal ini jelas terkandung dalam tugas yang Allah berikan kepada manusia: ‘Tuhan me-ngambil manusia itu dan menempat-kannya dalam taman Eden untuk me-ngusahakan dan memelihara taman itu” (Kej. 2:15). Nas ini dapat juga

diterjemahkan seperti berikut:

“Tuhan mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk melayani dan melindunginya. Tugas ini yang manusia harus tunai-kan dan melindunginya. Tugas ini yang manusia harus tunaikan dengan kuasa yang Allah berikan kepadanya, yaitu: memelihara dan melindungi makhluk-makhluk yang lain. Dan

menjaga, supaya bumi ini – taman Eden adalah “pusat” bumi – tetap da-pat dihuni dan cukup memberikan

ruang hidup untuk semua makhluk.23

Lebih lanjut Dr. Abineno menje-laskan:

Kuasa – menurut kesaksia Alkitab – bukan saja Allah berikan kepada ma-nusia sebagai pribadi, tetapi juga manusia sebagai persekutuan dalam lembaga, seperti lembaga-lembaga politik, lembaga-lembaga-lembaga-lembaga sosial, lembaga-lembaga keagamaan, dan lain-lain. Salah satu dari lem-baga-lembaga ini ialah lembaga pe-merintahan yang mengatur dan me-mimpin hidup bersama dari manusia. Kuasa yang Allah berikan kepadanya itu - menurut Roma 13 – mempu-nyai maksud kembar: bukan saja un-tuk melindungi rakyatnya dari rupa-rupa kejahatan, seperti perampokan, pembunuhan, peperangan, dan lain-lain, tetapi juga- secara positif – melayani mereka dengan jalan me-ngusahakan “kebaikan” bagi mereka (ayat 4). Tetapi pemberian Allah itu dapat disalahgunakan oleh perintah. Ganti memakainya untuk me-layani rakyat, ia mengguna-kannnya sebagai kuasa yang demonis dan yang totaliter untuk menindas me-reka, seperti yang kita baca dalam wahyu 13:1 dyb. Dalam kesaksian Alkitab tentang pemerintahan Roma 13 berdiri berdampingan dengan Wahyu 13. Karena itu kita dinasihati untuk selalu waspada (Why. 13:10

dan 18).24

Pengertian manusia sebagai gambar dan rupa Allah mempunyai pengertian bahwa manusia adalah pribadi yang

23

Abineno , Dr. J.L. C. h.. Manusia dan Sesamanya di dalam Dunia. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1990), 46.

24

(17)

17 lukkan dan berkuasa, Christopher J.H. Wright, menjelaskan:

Kata pertama, “taklukkanlah (bumi)” mungkin menyiratkan tidak lebih dari tugas pertanian, walaupun kini me-liputi banyak produk lain karena ke-cerdikan dan upaya manusia. Kata kedua “berkuasa”. Lebih khas. Ini menggambarkan suatu tanggung-ja-wab bagi manusia yang tidak diper-cayakan kepada spesies lainnya – tu-gas untuk memerintah atau melak-sanakan kekuasaan atas ciptaan lain-nya. Dengan kata ini, Allah menye-rahkan ke tangan manusia suatu ben-tuk delegasi dari otoritas Allah sendiri sebagai raja bagi seluruh

ciptaan-Nya.25

Perintah ini diimbangi Allah dalam Kejadian 2:15, Mengenai teks tersebut, di-jelaskan,:

Di sini kita menemukan dua kata kerja lagi untuk menjelaskan misi manusia. Allah mengambil mak-hluk manusia yang telah diciptakan-Nya dan menempatkannya dalam lingkungan istimewa di bumi yang diciptakan-Nya – Taman Eden – dengan memberikannya tugas seder-hana : melayani dan menjaganya. Itu-lah makna paling sederhana dari

ke-dua kata kerja itu.”26

Selanjutnya ia menjelaskan:

Kata kerja “abad artinya

“mela-yani”, dengan konotasi melakukan kerja keras dalam proses melayani. Jadi walaupun kebanyakan terjema-han menggambarkan kata itu dalam ayat ini dengan makna-makna seperti “menggusahakan”, “mengerjakan”,

25

Christopher J. H. Wright. Misi Umat Allah. (Jakarta: Literatur Perkantas, 2011), 59.

26

Ibid. 60.

atau “mengolahnya”, inti penting da-ri kata ini masih memiliki pema-haman melayani. Manusia adalah pelayan ciptaan, dan dengan cara ilah mereka harus melaksanakan tu-gas mereka sebagai raja atasnya.

Ka-ta kerja “samar artinya “menjaga

agar sesuatu aman”, dengan perlin-dungan, perhatian, dan pengawasan. Ini artinya memperlakukan sesuatu (atau seseorang) secara serius, pantas memperoleh perhatian penuh (maka sebagai contoh, dalam hukum Allah – yaitu dengan mempelajari, mema-hami, dan menaatinya). Jadi manu-sia ditempatkan dalam lingkungan yang diciptakan Allah untuk mela-yani dan menjaganya. Ini men-jadikan jelas bahwa hal utama dari kekuasaan kita atas bumi adalah un-tuk keuntungan bumi, bukan keuntu-ngan kita. .. Allah menciptakan kita untuk menguasai ciptaan-Nya yang lain dengan melayani dan menja-ganya – yaitu, dengan bekerja keras melalui suatu cara yang akan meme-dulikan ciptaan dan melindungi ke-pentingan terbaiknya. Menguasai dan melayani ciptaan adalah misi pertama umat manusia di bumi, dan Allah tidak pernah membatalkan

mandat-Nya. 27

Ini menunjukkan bahwa pem-bangunan yang utuh adalah perintah Allah kepada manusia untuk tetap menjaga ke-berlanjutan bumi. Kuasa manusia untuk pelaksanaan pembangunan - yaitu kuasa yang Ia peroleh dari Allah itu – bukan kuasa yang mutlak. Karena itu manusia tidak boleh menggunakkannya dengan

(18)

18 Alkitab memberikan beberapa pe-ristiwa yang dapat memberikan penje-lasan mengenai model pembangunan yakni pen-ciptaan, menara Babel, Kemah Suci, bait Allah dan inkarnasi Yesus.

Model Penciptaan

Pembangunan dalam konsep kitab Kejadian Pasal 1 menunjukkan bahwa pembangunan adalah pekerjaan Allah. Allah memulai pembangunan dalam dua kata yang menarik yang menciptakan dan menjadikan. Kata menciptakan, mem-punyai pengertian Allah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. “ Penting kita ingatkan di sini, bahwa dalam sumber tua (=codex), yang digunakan oleh penulis Ke-jadian 1, istilah theologis yang spesifik

untuk menciptakan – yaitu kata “bara”

hanya dipakai untuk karya Allah, waktu Ia

menciptakan langit dan bumi”.29

Sedang-kan menjadiSedang-kan mempunyai pengertian da-ri yang ada menjadi sempurna. Nilai pem-bangunan yang dilaksanakan Allah pada akhirnya adalah sungguh amat baik (Keja-dian 1:31). Sungguh amat baik dapat ber-arti adanya keserasian sistim, mempunyai makna adanya hubungan yang erat antara ciptaan lainnya untuk saling membutuh-kan. Manusia membutuhkan makanan yang diperoleh dari tumbu-tumbuhan. Ciptaan membutuhkan nama dan itu diberikan oleh manusia untuk memberi identitas bagi ciptaan yang lain. ‘Allah yang mencipta-kan dan terus berkarya. Allah adalah pela-ku, manusia dan alam adalah partisipan da-lam karya agung Allah. Teologi teo-sentrisme ini saya sebut sebagai teosen-trisme iklusif, sebab menekankan keter-bukaan Allah pada manusia dan seluruh

ciptaan-Nya”.30

29 Ibid. 9. 30

Dr. Robert P. Borong . Etika Bumi Baru. (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2003),182

Model Menara Babel

Pembagunan dalam konsep menara Babel yang dijelaskan dalam Kejadian 11:1-9 dengan tokoh utamanya yang dapat menunjuk kepada Nimrod yang dijelaskan dalam Kejadian 10:9-10, “ia seorang pem-buru yang gagah perkasa di hadapan TUHAN. Mula-mula kerajaannya terdiri dari Babel, Erekh, dan Akad, semuanya di tanah Sinear”. Pembangunan model ini lahir dari inisiatif manusia tanpa campur tangan Allah. Tujuan pembangunan adalah tidak berserak dan untuk mencari nama (Kejadian 11:4). Jadi pembangunan dalam konsep menara Babel adalah pem-bangunan yang bertentangan dengan tujuan Allah kepada manusia yakni memenuhi bumi atau berserak dan berkuasa atas cip-taan lainnya dan memelihara kelangsungan kehidupan. pembangunan ini lebih berpu-sat kepada manusia, keangkuhan manusia, kemuliaan manusia jauh dari persekutuan dengan Allah. Dampak dari pembangunan yang berorientasi pada kesombongan manusia dan jauh dari persekutuan dengan Allah yakni penghukuman Allah (Kejadian 11:7-8).

Berhubungan dengan menara yang dibangun oleh Nimrod dijelaskan:

Menara itu adalah apa yang

dina-makan ziggurate yang berarti sebuah

(19)

19 dewa-dewa yang ada di langit. (kita ketahui bersama bahwa Astrologi adalah bentuk kuno agama Babilonia yang masih tersisa sampai hari ini). .. Hal ini merupakan kegiatan pertama yang melawan Allah. Namun Allah pada akhirnya turun dan menga-caukan bahasa mereka sehingga pem-bangunan itu gagal. Allah membenci orang yang berupaya naik ke langit, melihat langit, untuk melawan Allah. (setelah Nimrod mati ia diberikan gelar sebagai Dewa Matahari oleh

is-trinya Ratu Semiramis).31

Akibat penghukuman Allah, ma-nusia tidak menjadi satu. Mama-nusia terpen-car karena berbeda dalam bahasa yang me-lahirkan ide-ide, konsep-konsep serta tin-dakan-tindakan yang berbeda.

Model Kemah Suci

Pembangunan model kemah suci konsep dari Allah, manusia dalam hal ini adalah Musa sebagai pemimpin umat Israel pada waktu itu menerima konsep dari Allah (Keluaran 25-40). “Dan mereka ha-rus membuat tempat kudus bagiKu, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka. Menurut segala apa yang Kutunjukkan kepadamu sebagai contoh Kemah Suci dan sebagai contoh segala peralatannya, demi-kianlah harus kamu membuatnya (Ke-luaran 25:8-9)”. Musa setelah menerima dari Allah, ia menjelaskan kepada umat dan mengorganir umat untuk melaksankan rancangan tersebut di dalam hikmat / ke-penuhan dari Allah. Mekanismenya dapat dijelaskan sebagai berikut, Allah mem-berikan, manusia melaksanakan dalam sis-tim yang Allah berikan dan hikmat yang

Allah berikan dan dampak dari

31

Harold Victor L. M.Sc. Teologi dan Teknologi Modern. (Malang: Gandum Mas, 2006) ,158

pembangunan itu Allah hadir dan kemu-lian-Nya dinyatakan (Keluaran 40:34-38). Umat menyembah dan mengakui akan ke-besaran Allah. Dapat disimpulkan pemba-ngunan model Kemah Suci adalah Allah pemberi ide atau sumber pembangunan, manusia pelaksana pembagunan dan Ke-muliaan Allah sebagai hasil dari pem-bagunan itu.

Model Bait Allah

Pembangunan model Bait Allah idenya berasal dari Daud (II Samuel 7:1-3). Daud menyampaikan itu kepada nabi Na-tan untuk memohon persetujuan Allah. Allah menyetujui. Daud mempersiapkan Pembagunan , Salomo melaksanakan dan mengakhiri pembangunan (I Raja-raja 5:1-9:9). Pada akhirnya kemuliaan Allah di-nyatakan memenuhi rumah TUHAN (I Raja-raja 8:10). Ini memberikan gambaran bahwa Allah berkenan kepada pelaksa-naan pembangunan itu. Prinsip yang dapat diambil dari pembangunan model Bait Allah adalah pembangunan yang lahir dari ide manusia disetujui oleh Allah, pelak-sanaan pembangunan dilaksanakan dalam partisipasi masyarakat dan pada akhirnya Allah berkenan, kemuliaan-Nya dinya-takan.

(20)

20 Keberlanjutan pembangunan itu diper-siapkan melalui teladan kehidupanNya yang juga disampaikan, “yakni belajarlah dari padaKu” karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu pun dapat ke-tenangan”. (Matius 11:28).

“Yesus menyebut bahwa Ia datang bukan untuk memanggi orang-orang benar, tetapi orang berdosa (Markus 2:17). Dalam memulai pelayanan-Nya di Nazaret Ia mewartakan keberpihakan Allah kepada orang miskin. Ia membaca kitab Yesaya yang berbunyi: ‘... untuk menyam-paikan kabar baik kepada orang-orang miskin; ... untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang ta-wanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas... (Lukas 4:18-19). Ini memperlihatkan bahwa solidaritas Allah kepada manusia bersifat membebaskan. Tujuan soli-daritas Allah adalah bagi perubahan masyarakat ke dalam sebuah

komu-nitas yang adil dan damai”.32

Inkarnasi Kristus adalah strategi besar Allah yang telah diberikan oleh Allah bagi gereja-Nya untuk melaksanakan pelayanan pembangunan sebagai bagian dari pelayanan misi gereja. Dalam pelak-sanaan strategi inkarnasi ini, Sherwood G. Lingenfelter dan Marvin K. Mayers, menegaskan:

Praktis berinkarnasi (yaitu kesediaan untuk mulai belajar seolah-olah kita bayi yang tidak berdaya) merupakan langkah penting pertama untuk mengubah kebiasaan menolak orang lain. Karena hakikat tugasnya, misionaris harus meleburkan diri dengan orang-orang yang berbeda. Mengikuti teladan inkarnasi Kristus

32

Ranto G. Simamora. Misi Kemanusiaan Dan Globalisasi. Teologi Misi dalam Konteks Globalisasi di Indonesia. ( Bandung: Ink Media, 2006),164

berarti menjalani reorientasi pribadi secara drastis. Mereka harus belajar bermasyarakat mulai dari awal dalam konteks budaya yang baru. Mereka harus masuk ke dalam suatu budaya seolah-olah mereka seorang anak – tidak tahu apa-apa, mulai dari cara kebiasaan makan dan mengobrol sampai pola-pola kerja, bermain, dan beribadah. Lagi pula, mereka harus melakukan ini dengan mengikuti te-ladan Kristus, yakni tanpa dosa. Meski kebanyakan kita mungkin

tidak menghadapi situasi yang

menuntut reorientasi total seperti itu, prinsip inkarnasi dapat juga diterap-kan secara efektif dalam kehidupan

keluarga dan gereja kita.33

Ini menunjukkan bahwa pelaksa-naan strategi inkarnasi dalam pembangu-nan adalah pelayapembangu-nan yang penuh pengor-banan, rela hidup ditengah komunitas yang berbeda dan melakukan berbagai pende-kataan pembangunan melalui pemahaman yang mereka miliki. Tentu perlu pemaha-man yang utuh mengenai kehidupan ma-syrakat sebagai objek dan subjek pemba-ngunan baik dari sisi sosial, budaya, eko-nomi, agama dan tata nilai yang dimiliki sehingga mempermudah dalam pencapain hasil pembangunan. Prinsip-prinsip

da-lam pelayanan Philippine Rural

Recons-truction Movement dapat juga sebagai gambaran penerapan strategi inkarnasi da-lam pelayanana misi pembangunan kepada masyarakat, dijelaskan:

Pergilah kepada rakyat Hiduplah di antara mereka Belajaralah dari mereka Layanilah mereka

Buatlah rencana bersama mereka Mulailah dengan apa yang mereka

ketahui

Bangunlah dengan apa yang mereka miliki.

Bukan pendekatan yang sedikit demi

33

(21)

21 sedikit tetapi pendekatan yang bersatu padu

Bukan lemari kaca tetapi pola

Bukan relief tetapi release (kebebasan) Pendidikan orang banyak melalui partisipasi orang Banyak

Belajar dengan melakukan

Mengajar dengan memperlihatkan34

Aksi dinamis Kerajaan Allah di dalam karya dan tindakan Yesus serta misi para murid-Nya mengubah kehidupan, ni-lai dan prioritas, serta menghadirkan tan-tangan radikal kepada struktur berdosa dari

kekuasaan di dalam masyarakat. 35

Tujuan Pembangunan

Tujuan pembangunan secara teo-logis dapat dilihat dalam dua tujuan yakni menghadirkan shalom Allah dan kerajaan Allah.

Menghadirkan shalom Allah Konsep Shalom dalam Alkitab berbicara mengenai kesatuan konsep yang benar tentang Allah dan ciptaan. Shalom berbicara mengenai damai dengan Allah, sesama, lingkungan dan diri manusia itu sendiri. Tujuan pembangunan memberi dampak kedamaian secara utuh. Bila ter-jadi penyimpangan dalam satu aspek shalom itu, maka pembangunan dapat di-nilai belum memenuhi tujuan yang dikehendaki Allah. Kenyataan menun-jukkan bahwa dampak pembangunan membuat rusak lingkungan, banyak orang menjadi korban akibat pembuangan limbah padat dan cair maupun gas yang merupak ekosistim dunia ini. Pemban-gunan membawa dampak manusia kehi-langan kehidupan yang damai. Dalam

pe-laksanaan pembangunan perlu juga

diperhatikan daya dukung lingkungan.

34

David J. Hesselgrave. M engkomunikasi-kan Kristus Secara Lintas Budaya, (Malang : Litera-tur SAAT, 2005), 444.

35

Perkantas, 49.

“Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem untuk men-dukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan

memperbaharui diri. Daya dukung

lingkungan diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan

manusia” 36 Bila ini tidak diperhatikan

maka berdampak pada kerusakan ling-kungan hidup. Ini tidak terlepas dari sikap mementingkan diri sendiri dan ketamakan membawa kepada eksploitasi lingkungan oleh manusia secara menyedihkan. Ke-nyataan ini menunjukkan bahwa tujuan pembangunan bila dihubungan dengan kondisi umum saat ini belum tercapai.

Menghadirkan Kerajaan Allah Dalam Alkitab pemahaman menge-nai kerajaan Allah merupakan suatu ha-rapan dan kenyataan yang telah dan akan dialami secara sempurna dalam pemerin-tahan Kristus atas dunia ini. Pemahaman mengenai kerajaan Allah juga dapat dijelaskan sebagai berikut:

Kerajaan Allah ialah suatu kenyataan yang ada dalam sejarah maupun di luar sejarah. Sejarah tidak mampu menciptakan atau membuangnya. Ia ada dalam sejarah tetapi bukan berasal dari sejarah. Sifat dan kom-pleksitas kerajaan ini terlihat se-bagian dari pernyataan-pernyataan Alkitab antara lain: Kerajaan Allah harus diberitakan (Mrk. 1:14-15; Luk. 4:43; 9:2,60; Kis. 8:12; 20:25; 28:31); ia harus dicari (Mat. 6:33); ia harus diterima (Mark. 10:15; Luk. 18:17); ia harus dimasuki (Mrk. 9:47; Yoh. 3:5; Kisah 14:22); ia bisa

36

Pramudya Sunu. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. (Jakarta:

(22)

22 dilihat (Mrk. 9:1; Luk. 9:27; Yoh. 3:3); ia dapat dimiliki, dinyatakan, dan dimanifestasikan (Rm. 14:17; I Kor. 4:20); ia dapat diambil dari sua-tu bangsa (Matius 21:34); ia tidak da-pat dipisahkan ( I Kor. 6:9-10; Gal.

5:19-21; Ef. 5:5-6).37

Lebih lanjut dijelaskan:

Kerajaan Allah adalah konsep-kon-sep alkitabiah secara luas, yang ber-tentangan dengan sebuah definisi se-derhana, oleh karena ia melampaui pengetahuan dan merupakan “keka-yaan yang tak dapat diukur”. Ia lebih cenderung bersifat progresif, dina-mis, eksistensial, sangat praktis dan berkait dengan moral ketimbang

ber-sifat statis atau filosofis.”38

Dalam kontek pembangunan saat ini, pembangunan yang menghadirkan tan-da-tanda kerajaan Allah dapat juga identik dengan apa yang disebut sekarang sebagai konsep pembangunan berkelanjutan. Pra-mudya Sunu menjelaskan mengenai ciri-ciri pembangunan berkelanjutan tersebut, yakni:

1. Menjaga kelangsungan hidup ma-nusia dengan cara melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Memanfaatkan sumber daya alam

secara optimal dalam arti meman-faatkan sumber daya alam seba-nyak alam dan teknologi pengelo-laan mampu menghasilkan secara lestari.

3. Memberi kesempatan kepada sek-tor dan kegiatan lainnya di daerah untuk berkembang bersama-sama baik dalam kurun waktu yang sama maupun kurun waktu yang berbeda secara berkelanjutan.

37

Goerge W. Peters. Teologi Pertumbuhan Gereja (Malang: Gandum Mas, 2002),49-50

38

Ibid. 51.

4. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosis-tem untuk memasok sumber da-ya alam, melindungi serta men-dukung kehidupan secara terus-menerus.

5. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan ke-lestarian fungsi dan kemam-puan ekosistem untuk mendu-kung kehidupan baik sekarang maupun masa yang akan da-tang.39

Dari penjelasan ini menunjukkan adanya kesadaran saat ini oleh para pelaku pembangunan untuk melaksanakan pemba-ngunan namun tidak memberi dampak kehancuran bagi lingkungan di mana selu-ruh ciptaan hidup dalam suatu komunitas yang saling bergantung.

Tantangan Pembangunan

Dosa adalah kelancangan yang timbul dari kesombongan yang hebat, ka-rena makhluk itu menyombongkan hik-matnya sendiri melebihi hikmat sang Pen-cipta, menantang kemaha-kuasaan ilahi dengan ketidakmampuan manusia, dan berusaha merampas kekuasaan yang sah

dari Tuhan yang mahakuasa.40 Pengertian

dosa, dosa adalah suatu tindakan membe-lok dan membelot dari tujuan yang telah

ditetapkan Allah pada mulanya.41

Niebuhr membedakan dosa religius dan dosa moral. Dimensi religius dosa adalah pemberontakkan ma-nusia melawan Allah, usahanya untuk merampas tempat kedudukan Allah. Sedangkan dimensi moral dan dimensi sosial dosa adalah

39

Pramudya Sunu. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. (Jakarta:

Grasindo, 2001), 23-24. 40

R.C. Sproul. Etika & Sikap Orang Kristus

(Malang: Gandum Mas, 1996),22 41

Robert P. Borong. Etika Bumi Baru.

(23)

23 adilan. Keakuan yang secara salah menjadikan dirinya pusat kebera-daan dalam kesombongan dan ke-hendaknya untuk berkuasa secara tidak dapat dielakkan menyebabkan manusia menempatkan kehidupan yang lain di bawah kehendaknya dan

dengan de-mikian melakukan

ketidakadilan atas kehidupan yang lain.42

Kenyataan tantangan pembangunan untuk menghadirkan shalom dan kerajaan Allah berhubungan erat dengan dosa pribadi maupun dosa sistim.

Dosa Pribadi

Dosa pribadi menunjuk kepada tin-dakan setiap orang yang melanggar Hukum Allah. Rasul Yohanis menye-butkan dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah (I Yohanis 3:4). “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelangga-ran hukum Allah”. Berhubungan dengan pembangunan dosa pribadi yang dapat ter-lihat berhubungan dengan kematakaman, materialisme dan kesenangan pribadi. Ra-sul Paulus menyebutkan ini sebagai suatu sikap mencintai akan uang. “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”.

Dosa penyalahgunaan kepercayaan yang diberikan Allah kepada manu-sia sebagai pengelola alam ini. Ini dinyatakan dalam sikap melaksana-kan pembangunan dengan tidak memperhatikan daya dukung ling-kungan. Lingkungan menjadi rusak. “kekuasaan dan kemampuan yang dipercayakan Allah kepada manusia untuk menaklukkan alam

42

Ibid. 244.

nakan dan dijalankan semata-mata untuk tujuan memuliakan diri sen-diri. Hal ini nyata dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan manusia untuk memenuhi ambisinya menjadi penguasa dan ju-ga untuk memenuhi hafsu

serakah-nya”.43

Lebih lanjut Dr. Robert. P. Borang me-nyimpulkan mengenai dosa pribadi dalam pembangunan yang berdampak bagi peru-sakan lingkungan hidup dengan menjelas-kan:

Dengan demikian, “kerusakan alam bersumber dari kerusakan manusia’. Pencemaran terhadap lingkungan hi-dup berakar dalam kecemaran hati manusia. Polusi terhadap alam ber-akar dalam polusi moral dan spiritual pada diri manusia, yaitu pemberon-takkannya terhadap Allah. Pembe-rontakkan, kesombongan dan kesera-kan itulah dosa manusia. Dosa itu yang telah menyebabkan pencema-ran atau polusi moral dan spiritual yang disebut sebagai kerusakan hati manusia atau kerusakan imago Dei. Akibatnya, manusia cenderung ber-tindak destruktif, termasuk merusak alam yang digunakan untuk meme-nuhi ambisi dan keserakahannya itu... Dengan kata lain, sikap dan per-lakuan buruk terhadap alam berakar dalam hati manusia yang cenderung

bersikap destruktif.44

Pdt. Emanuel Gerrit Singgih me-nulis hal yang sama, “... sumber perma-salahan dari kerusakan ekologi ini pada dosa atau ketidakseimbangan dalam hati manusia, yaitu keserakahan, yang me-nyebabkan manusia mengangap dunia di

43

Ibid. 245. 44

Referensi

Dokumen terkait

Motion Radio ini memiliki beberapa program yang menarik dan tidak ketinggalan memiliki sebuah radio play yaitu Wayang975 yang mengangkat kisah epic dari

Persyaratan dan metode untuk menentukan f ya dijabarkan sebagai berikut: a Untuk komponen struktur tekan yang menerima beban aksial dan komponen struktur lentur dengan nilai 

Jenis masalah yang di bahas dalam penelitian ini adalah masalah Gaya Kepemimpinan dan Pemberian Kompensasi dimana sangat berkaitan dengan Motivasi karyawan di

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis bahas adalah skripsi di atas hanya menjelaskan tentang kecocokan teori al-Qur‘an dengan teori biologi, tapi

Di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dari hasil overlay kesepuluh faktor penyebab longsor diperoleh 5 (lima) kelas tingkat rawan bencana longsor, meliputi ;

Dalam kerja praktek yang telah dilakukan, penulis mengamati proses  pendeteksian level    baja cair dengan menggunakan EMLI dan pengaruh level   baja cair terhadap

14 lapangan (groundtruthing) mencakup pengambilan data parameter perairan , data terumbu karang dan mangrove. Tahap ketiga yaitu pengolahan data survei lapangan

Dengan melakukan observasi terlebih dahulu, peneliti bisa menentukan judul ataupun menentukan permasalahan yang terjadi di lokasi yang akan diteliti, karena dengan