Pemantauan Kemajuan
Pengobatan TB dan
Pengobatan TB pada Keadaan
Khusus
Pemantauan kemajuan
pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan
dengan pemeriksaan
ulang dahak secara
mikroskopis
lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali
( S & P) sewaktu & pagi
Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
1. Sembuh
• Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.
2. Pengobatan Lengkap
• Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
3. Default (Putus berobat)
• Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
4. Gagal
5. Meninggal
• Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun
6. Pindah
• Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui..
TB pada Kehamilan
• Sama dengan pengobatan TB pada umumnya.
• (WHO) hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
• Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat
menembus barier placenta. gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
• Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
TB pada Ibu menyusui dan bayinya
• Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu
menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
• Seorang ibu menyusui yang menderita TB
harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya.
• Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.
• Pengobatan pencegahan dengan INH
Pasien TB pengguna kontrasepsi
• Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat
menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.
• Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan
Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
• Tatalaksanan sama seperti pasien TB lainnya.
• Obat TB sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.
• Prinsip pengobatan adalah mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO.
• Penggunaan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution
• Pengobatan sebaiknya secara terintegrasi untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.
• Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and
Pasien TB dengan hepatitis akut
• Pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, pemberian OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.
• Pada keadaan dimana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan:
• Streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan
Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB.
Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE. Peningkatan SGOT dan
SGPT < 3 kali normal
Pengobatan diteruskan dengan pengawasan ketat
OAT tidak diberikan atau hentikan
SGOT dan SGPT
Pasien TB dengan gagal ginjal
• Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal,
hindari pada pasien gangguan ginjal.
• Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia,:
• Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.
• Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
di ekskresi & dicerna melalui
Isoniasid (H),
Rifampisin ( R)
Pasien TB dengan Diabetes Melitus
• Diabetes harus dikontrol.
• Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. .
Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi
efektifitas sulfonil urea.
sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan
Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika,
oleh karena itu hati-hati dengan
Pengunaan kortikosteroid pada pasien TB
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti:
Meningitis TB
TB milier dengan atau tanpa meningitis
TB dengan Pleuritis eksudativa TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap.
Indikasi operasi TB
TB tulang yang disertai kelainan
neurologik.
Untuk TB
paru
Pasien
batuk darah berat
yang
tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif.
Pasien dengan
fistula
bronkopleura dan empiema
Pasien
MDR TB
dengan kelainan
paru yang terlokalisir
EFEK SAMPING OAT
EFEK SAMPING OAT DAN
PENATALAKSANAANNYA
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.
Efek
samping ringan
Efek
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping
“gatal dan kemerahan kulit”:
1. singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain.
2. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat.
(Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang )
3. Bila keadaan pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit, hentikan semua OAT tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang.
Bila jenis obat penyebab efek samping
itu belum diketahui, maka
•
Pemberian kembali OAT harus dengan cara
“drug
challenging”
dengan
menggunakan obat lepas.
•
Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana
yang merupakan penyebab dari efek samping
Reaksi hepersensitivitas OAT
• Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap Isoniasid atau Rifampisin.
• Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek.
• Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap
Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi.
Efek samping Hepatotoksisitas
•
Bisa terjadi karena
reaksi hipersensitivitas
atau
karena
kelebihan dosis
.
•
Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan
dulu kemudian diberi kembali sesuai dengan
prinsip
dechallenge-rechalenge.
•
Bila dalam proses rechallenge yang dimulai
dengan dosis rendah sudah timbul reaksi
,
berarti hepatotoksisitas karena
reakasi
• Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya :
• pirasinamid atau etambutol atau streptomisin,
maka pengobatan TB dapat diberikan lagi dengan
tanpa obat tersebut.
• (Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain)
• Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risiko terjadinya kambuh
TB paru dengan
•
Paduan OAT (RHZ) telah terbukti efektif
menyembuh pasien TB melalui aktiviti bakterisidal,
sterilisasi dan mencegah resisten
•
Potential hepatotoxicity
derangement of hepatic
function
drug induce hepatitis
(hepatitis imbas
obat = HIO)
•
Dapat terjadi pada masing-2 pemberian R,H,Z
.EFEK TOKSIK OBAT PADA HATI
1. Teori toksik langsung (predictable hepatotoxicity)
melalui perantaraan hasil metabolisme obat yang terikat secara kovalen dengan protein sel hati
2. Teori hipersensitiviti/idiosinkrasi (Unpredictable hepatotoxicity) reaksi imunologis terhadap obat
ISONIAZID (INH)
INH tidak toksik untuk hati
Kekerapan : 1 - 2% (4% usia > 65 tahun)
Dugaan produk metabolit asetilasi
75-95% INH dieksresi dlm bentuk metabolit (asetil isoniazid, asam nikotinat, isonikotinil glisin, isonikotinil hidrazon dan N-metil isoniazid)
Faktor genetik mempengaruhi kec. metabolisme
Perbedaan kec.asetilasi tidak mempengaruhi efektiviti atau toksisiti INH
kadar transaminase terjadi 20% pasien yang mendapat INH, tapi hanya 0,2 – 5 % yang disertai tanda HIO
Asetilasi cepat mono asetil hidrasin lebih cepat dirubah diasetilhidrazin eksressi
RIFAMPISIN (RIF)
•
HIO jarang pada fungsi hati normal
•
Pemberian R + H
HIO 8-10%
29
Hepatotoksik
isonicotinic acid &
hidrasin
Merangsang
enzim
isoniasid
hidrolase
PIRAZINAMID (PZA)
•
Paling sering dan paling toksik
~
dose
dependent hepatotoxicity
•
Dosis 3 gr/hari (40-50 mg/kg) : 15%
•
Sangat mungkin oleh efek langsung
•
Mekanisme : ?
ETAMBUTOL
•
Data etambutol :
minimal
•
Inggris (1969), dilaporkan dari
197.000 kasus pengobatan OAT
10 kasus gangguan fungsi hati
FAKTOR RISIKO
•
Usia > 50 tahun
•
Malnutrisi
•
Genetik
•
TB yang berat, klinis
hepatitis (+) tapi OAT
masih diberikan
•
Penyakit hati kronik
•
Perempuan > laki-laki
•
Alcoholism
•
IV drug use
MANIFESTASI KLINIS
•
Nyeri epigastrium
•
Hepatomegali ringan
•
Ikterus
•
Urine spt air teh
•
SGOT (AST)
•
SGPT
•
Bilirubin
KRITERIA DIAGNOSIS
•
Gejala klinik hepatitis
•
SGOT dan SGPT :
•
> 150 IU/L (3 x pemeriksaan berurutan)
atau
•
> 250 IU/L ( 1x pemeriksaan)
•
Ikterus nyata / bilirubin total > 3,4 mmol/L
PENATALAKSANAAN (1)
1. Evaluasi fungsi hati semua pasien TB sebelum pemberian OAT
2. Penjelasan efek samping OAT yang mungkin terjadi (gejala hepatitis), kapan stop OAT dan kapan
konsultasikan ke dokter
3. Pasien TB Paru dgn penyakit hati menahun, evaluasi fungsi hati dilakukan lebih sering dan teratur terutama 2 bulan pertama dgn cara uji fungsi hati/minggu pada 2 minggu pertama dan berikutnya setiap 2 minggu. 4. Pasien TB Paru tanpa penyakit hati sebelumnya,
PENATALAKSANAAN
5. Peningkatan SGOT/SGPT biasanya jarang dijumpai segera setelah pengobatan dimulai
- SGOT/SGPT 2 x N ulang fungsi hati - SGOT/SGPT < 2 x N ulang /2 minggu
- SGOT/SGPT mendekati N ulang sesuai gejala yang ada 6. Stop OAT jika :
Klinik (+) atau
Laboratorium (+) klinik (-)
Bilirubin > 2 mg%
SGOT, SGPT 5 kali normal
SGOT, SGPT 3 kali normal, gejala (+)
SGOT, SGPT 3 kali normal, gejala (-) lanjutkan terapi dgn pengawasan sampai klinik dan laboratorium
PENATALAKSANAAN
• Setelah penghentian OAT, terdapat beberapa pilihan.
• Jika kondisi pasien baik dan BTA (-) tunda OAT sampai uji fungsi hati normal.
• Bila terjadi reaksi, segera kembali ke dosis sebelumnya dan besoknya dosis dinaikkan lagi
• Bila tercapai dosis penuh dari satu obat, pemberiannya diteruskan sambil dicoba diberikan obat lain
• Bila OAT (R,H,Z) ternyata tidak memberikan efek samping pada hati, lanjutkan pemberian
• Bila OAT (R,H,Z) ternyata tetap memberikan efek samping pada hati, maka berikan OAT alternatif dengan supervisi dokter ahli
(Terkadang OAT pilihan alternatif sangat terbatas, dianjurkan
mengulang prosedur introduksi OAT (seperti protokol) jika uji fungsi hati telah kembali normal
• Pasien hepatitis akut (ikterik) tunda pemberian OAT sampai hepatitis sembuh
Paduan obat yang
direkomendasikan (1)
38
1) Pengobatan tanpa PZA
2RHE(S)/ 6RH.
altermnatif.
9 RE / 3 HE atau 2 SHE/10 HE
2. Pengobatan tanpa INH
fase awal
: 2RZE
Paduan obat yang
rekomendasikan (2)
39
•
rejiem yang mengandung hanya
satu obat yang berpotensi
hepatotoksik ;
•
Rifampisin tetap diberikan
lama
pengobatan
12-18 bulan.
•
Rejimen yang tidak mengandung
obat hepatotoksik
lama
Regimen OAT yang Direkomendasikan
Untuk Hepatitis Akut
•
Tunda OAT sampai hepatitis akut
mereda
•
OAT sangat dibutuhkan
3 SE
•
Hepatitis akut mereda
6 RH
•
Hepatitis tidak mereda
9 SE
Diagnosis dan
No reported activity
< 15%
15 to 50%
51 to 75%
More than 75%
Proportion of TB patients tested for HIV
Key
2005
1.9%
Epidemiologi TB HIV daerah Asia Pasifik
2006
Proporsi pasien TB denganHIV di wilayah Asia
Pasifik thun 2007
Country
Proportion TB patients with HIV status know 2007
Thailand 69%
Japan 64%
Malaysia 60%
Australia 41%
Cambodia 39%
Viet Nam 15%
Lao PDR 11%
Sri Lanka 6%
India 5%
China 3%
Myanmar 2%
Papua New Guinea 1%
Indonesia 0.10%
Mortalitas TB dan HIV
• HIV/AIDS : penyakit menular yang paling mematikan di dunia
• TB urutan kedua
TB meningkatkan progresifitas HIV
• Penderita TB dengan HIV sering mempunyai viral loads HIV yang tinggi
• Penurunan imunitas lebih cepat, dan pertahanan hidup bisa lebih singkat walaupun pengobatan TB berhasil
• Penderita TB/HIV mempunyai kemungkinan hidup lebih singkat dibanding penderita HIV yg tidak pernah kena TB
• ART menurunkan tingkat kematian pada pasien TB/HIV
Kapankah harus menduga seseorang
menderita HIV dan melakukan uji HIV?
Yang per lu diperhatikan adalah :
• Dimana
• Di daerah dg prevalensi HIV tinggi atau rendah
• Siapa
• Kelompok orang dg risiko tinggi
• Bgmn
• Keluhan tanda/ gejala yg
Kapan menduga HIV
Pada daerah dengan prevalensi tinggi:
Sub-Sahara Afrika
Indonesia ; beberapa daerah tertentu di:
Kelompok orang dengan risiko tinggi:
Pengguna narkoba suntik
Pekerja seks komersial
Biseksual
Homoseksual
Narapidana
•
Riwayat
• Sexually transmitted infections • Herpes zoster (shingles)
• Pneumonia baru atau kambuh
• Infeksi bakteri yang berat
•
Gejala
• Penurunan berat badan >10kg (atau >20% dari berat badan),
• Diare >1 bulan
• Nyeri saat menelan (odynophagia)
• Perasaan terbakar di kaki (neuropathy)
Tanda
•
Bekas herpes zoster
•
Skin rash yg gatal
•
Lesi kulit atau
membran mukosa yg
berwarna gelap atau
kemerahan (
Kaposi’s
sarcoma
)
•
Limfadenopati
generalisata
Tanda2 suspek HIV
Tanda
(lanjutan)•
Oral Candidiasis
•
Oral hairy leukoplakia
•
Necrotizing gingivitis
•
Aphthous ulcers (severe
or recurrent)
•
Angular chelitis
Uji HIV
• Uji HIV dilakukan jika tersedia fasiliti
• Jika uji HIV tidak tersedia, gunakan indikator kecurigaan klinis untuk membantu manajemen
Diagnosis TB pada Penderita HIV
Tidak sama dengan gejala umum TB
• Demam dan penurunan berat badan merupakan gejala yang penting
• Batuk bukan gejala yang umum
• Banyak variasi pada gambaran foto toraks
• Lebih banyak TB ekstra paru dan TB disseminata
Gambar Foto Toraks: Tidak Khas
•
Lokasi
kelainan dapat
terjadi dimana saja
(lebih sering bagian
bawah)
•
Konsolidasi
•
Pada umumnya
tidak
ditemukan kavitas
(< 10%)
•
Pada
umumnya
ditemukan adenopati
(terutama pada anak
dan HIV)
Pasien suspek TB dengan KU buruk
Rujukan secepatnya memungkinkan
Tanpa perbaikan 3-5 h
Pengobatan antibiotik , BTA dahak dan Biakan, Uji HIV, Foto toraks
BTA Positif
TB
Rujukan secepatnya
tidak memungkinkan
Pengobatan antibiotik, ? Pengobatan PCP, BTA dahak ,
Biakan, Uji HIV, Foto toraks ?
BTA Negatif
Perbaikan 3-5 h
Obati TB,
pelayanan HIV jika +
Ulang penilaian utk TB, pelayanan HIV jika +
Bukan TB
Ulangi penilaian utk penyakit lain terkait
HIV
Obati utk TB pelayanan HIV jika
positif
Diagnosis lain, bukan TB
Alur Diagnosis TB: Prevalensi HIV Tinggi
Pasien dugaan TB , rawat jalan
Sputum BTA, Uji HIV
BTA Positif BTA Negatif
Obati utk infeksi bakteri dan/atau PCP pelayanan HIV jika +, CPT
Mungkin TB
Ulangi penilaian utk
TB
Obati utk TB, CPT
pelayanan HIV jika + Sputum BTA/biakan, foto toraks, evaluasi klinis
Mungkin bukanTB Tidak atau
kurang respons
Respons CPT = pengobatan pencegahan kotrimoksasol
Koordinasi program TB - HIV diperlukan utk :
• Mencegah HIV pada pasien TB
• Mencegah TB pada pasien HIV
• Pemeriksaan pasien dan kontak ( untuk TB dan HIV )
• Koordinasi pengobatan dan penyediaan obat
Pada pengobatan TB/HIV perlu dipertimbangkan:
•
Interaksi antar obat-obat yang digunakan
•
Peran
antiretroviral therapy
(ART)
•
Overlap efek samping obat
•
Immune-reconstitution inflammatory syndrome
(IRIS)
•
Masalah kepatuhan pengobatan
Pengobatan TB dan ARV (ART)
•
Indikasi pemberian ART pada pasien
TB/HIV berdasarkan:
•
Status penyakit HIV (kadar CD4)
•
Keberhasilan pengobatan dan paduan OAT
yang sedang dilakukan
•
Kepatuhan pengobatan dan efek samping
•
Jika belum diobati dengan ART pada saat
Kapan Memulai Antiretroviral
Jika pemeriksaan CD4 tersedia :Nilai CD4
ART
< 200
Mulai ART begitu pengobatan TB tidak disertai efek
samping
( 2 – 8 minggu OAT)
200 - 350
Mulai ART setelah OAT fase intensif selesaiKapan Memulai Antiretroviral
Jika pemeriksaan CD4 tidak tersedia :
Gambaran klinis
ART
Adanya TB paru dan tanda HIV advanced , atau tidak ada
perbaikan secara klinis; adanya TB ekstra paru
Mulai ART begitu
pengobatan TB tidak disertai efek samping ( 2 – 8 minggu OAT)
TB paru BTA negatif, berat badan bertambah dengan pengobatan, tanpa tanda/gejala HIV advanced
Mulai ART setelah OAT fase intensif selesai
TB paru BTA positif, berat badan bertambah dgn pengobatan, tanpa tanda/gejala HIV advanced
Obat ARV di Indonesia
Nama Generic Grup Nama Merek
Zidovudine/AZT NRTI Zidovex, Antivir Lamivudine/3TC NRTI Hiviral
CPT pada TB/HIV
• Pasien TB dan infeksi HIV seharusnya diberi
kotrimoksasol sebagai pencegahan infeksi lainnya.
Semua pasien TB yang positif HIV seharusnya
menerima Terapi Pencegahan Kotrimoksasol
(CPT) tanpa peduli jumlah CD4, paling tidak
selama dalam pengobatan TB.
CPT dianjurkan untuk semua pasien dengan
jumlah sel CD4 kurang dari 200 sel/mm3
Efek Samping OAT/ARV
Burman et al, Am J Respir Crit Care Med 2001
Efek Samping
OAT
ARV
Skin rash PZA, RIF, INH
Nevirapine
Efavirenz
Abacavir
Mual,
muntah PZA, RIF, INH
Zidovudine
Ritonavir
Amprenavir
Indinavir
Hepatitis PZA, RIF, INH
Nevirapine
Protease inhibitors
Leukopenia,
IRIS
Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS)
Perburukan klinis pada saat respons yang baik
terhadap ART
Reaksi paradoksal dimana kondisi menjadi lebih
parah saat respon ART baik
• Waktu timbulnya IRIS
• Umumnya dalam 6 minggu pertama pemberian ART (sering dalam waktu 2–3 minggu, tapi dapat juga beberapa bulan setelah memulai ART)