• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN INDUSTRI MAKASSAR DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN

Muralia Hustim1, Ardy Arsyad2, Waode Nur Armayani3

ABSTRAK: Penelitian ini dilaksanakan pada ruas jalan KIMA dengan aktivitas kendaraan yang lalu lalang setiap jamnya berpotensi menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kebisingan pada KIMA, memetakan tingkat kebisingan dengan aplikasi Surfer 7.0, dan menganalisis persepsi kebisingan bagi pegawai dan masyarakat sekitarnya. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan selama 10 menit menggunakan SLM tipe TM-103 pada 42 titik pengukuran setiap ruas jalan di KIMA dengan 250 responden berpartisipasi dalam survei ini. Penentuan titik pengukuran di lapangan menggunakan aplikasi GPS Tracker Lite digunakan koordinat garis lintang dan garis bujur pada Google Earth. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai Leq di KIMA rata-rata melebihi baku mutu yang diperuntukkan, yaitu 70 dB dengan nilai kebisingan Leq diperoleh berkisar 56.2dB - 82.6dB. Hasil pemetaan tingkat kebisingan diperoleh dominan warna kuning untuk tingkat kebisingan antara 64dB-74dB yang berada di bagian dalam area KIMA. Hasil studi kuesioner menunjukkan bahwa untuk persepsi kebisingan bagi pegawai dan masyarakat sekitar diperoleh sebanyak 44.4% responden yang dirasakan cenderung tidak mengganggu lingkungan karena sudah terbiasa terpapar dengan kebisingan yang ada. Dari hasil penelitian ini maka untuk kawasan industri yang berada di tengah kawasan penduduk perlu melakukan pengendalian kebisingan berupa pengaturan ulang mengenai ruang terbuka hijau dalam bentuk jalur hijau pada prasarana jalan, dan vegetasi yang tumbuh menyebar pada area KIMA.

Kata kunci: Tingkat kebisingan, bising lalu-lintas jalan, ketergangguan

ABSTRACT: The research was conducted on roads KIMA with activity passing vehicles per hour potentially cause noise that can interfere. This study aimed to analyze the level of noise at KIMA, mapping the noise level with Surfer 7.0 applications, and analyze the perception of noise for employees and the surrounding community. Noise level measurement carried out for 10 minutes using a SLM-type TM-103 at 42 measurement points every road in KIMA with 250 respondents participated in the survey. Determination of measurement points in the field using GPS Tracker Lite application used the latitude and longitude on Google Earth. From the measurement results obtained in KIMA Leq value on average exceeded the quality standard which is applied, is 70 dB with noise Leq values obtained ranged 56.2dB - 82.6dB. The results obtained by the dominant noise level mapping yellow color to the level of noise ranged 64dB-74dB which is in the inside area KIMA. The results of the questionnaire study showed that for the perception of noise for employees and the surrounding community gained as much as 44.4% of respondents who felt inclined not to disturb the environment because it is already familiar with the existing noise exposure. From these results it is for the industrial area in the middle area of the population needs to be reset noise control on the green open space in the form of green lanes on roads, and vegetation spread on KIMA area.

Keywords: The level of noise, road traffic noise, investments.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di kota besar keberadaan industri merupakan suatu pendukung bagi peningkatan kegiatan ekonomi suatu negara. Industri yang merupakan salah satu sektor penyumbang pemasukan negara menjadi salah satu sektor yang diperhitungkan oleh pemerintah. Seiring dengan perkembangan zaman atau di era globalisasi sekarang ini teknologi dibidang industri semakin canggih dan berkembang. Hal ini diakibatkan karena kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja beraneka ragam. Perkembangan industri yang pesat ini diiringi oleh adanya resiko bahaya yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih teknologi dimana penggunaan mesin dan peralatan pendukung kerja yang semakin kompleks untuk berjalannya proses produksi. Begitu pula pada kawasan industri Makassar (KIMA), hampir seluruh bangunannya baik itu pabrik dan gudang menimbulkan suara-suara keras yang mengganggu pendengaran.

Namun, bangunan tersebut telah dirancang sebagai bangunan yang mampu meredam getaran agar tidak merambat ke luar sehingga tidak menjadi sumber utama kebisingan. Sedangkan aktivitas kendaraan pada ruas jalan KIMA yang lalu lalang setiap jamnya berpotensi menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu masyarakat pekerja yang biasa

terpapar dengan kebisingan. Berdasarkan hasil survei tahun 2013 jumlah kendaraan yang masuk/keluar di KIMA selama 8 jam (jam 8 pagi – 4 sore) adalah berkisar 4.515 jenis kendaaan yang melintasi jalan dan diasumsikan sebagai jumlah kendaraan perharinya selama aktifitas berlangsung. Sebagian besar yang melintas adalah jenis kendaraan bermotor dantruk, dimana jenis kendaraan truk lebih berpotensi menimbulkan kebisingan.Kondisi ini dapat mengganggu efektifitas kerja dan istirahat penghuni kawasan, termasuk mengganggu stabilitas emosi pihak-pihak pada kawasan yang dipengaruhi oleh kebisingan(PP No. 55).

Berdasarkan latar belakang di atas , tulisan ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kebisingan pada KIMA dan menganalisis tingkat ketergangguan kebisingan bagi pegawai dan masyarakat sekitar.

TINJAUAN PUSTAKA

Kebisingan

(3)

Menurut World Health Organization, kebisingan dalam kota merupakan jenis populasi paling berbahaya setelah polusi udara dan air. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan berat di sekitar daerah pemukiman masyarakat, tingkat polusi bising menjasi salah satu masalah yang tak terelakkan bagi masyarakat. Pengaruh yang paling sering terjadi akibat kebisingan adalah ketergangguan. Ketergangguan dapat dianggap sebagai konsekuensi dari kesehatan atau konsekuensi sosial (Rumberg, 2009).

Zona Kebisingan

Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan yang diizinkan (Sastrowinoto, 1985):

Zona A: Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi tempat penelitian, RS, tempat perawatan kesehatan/sosial & sejenisnya.

Zona B: Intensitas 45–55dB. Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat Pendidikan dan rekreasi.

Zona C: Intensitas 50 – 60 dB. Zona yangdiperuntukkan bagi perkantoran, Perdagangan dan pasar.

Zona D: Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.

Pengukuran Kebisingan

Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran akibat

kebisingan dilingkungan kerja (Maulana dkk, 2011).

1. Pengukuran dengan titik sampling Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk dapat mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana misalnya kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan misalnya 3 meter dari ketinggian 1 meter.Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat ukur yang digunakan.

2. Pengukuran dengan peta kontur Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam pewarnaan untuk menggambar keadaan kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA.Warna orange untuk tingkat kebisingan diatas 90dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85-90 dBA.

3. Pengukuran dengan gird

(4)

pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya: 10 x 10 M. kotak tersebut ditandai dengan baris dan kolom untuk memudahkan identitas.

Berikut ini alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan, cara pemakaian alatnya dan cara perhitungan tingkat kekuatan bunyi:

1. Sound Level Meter (SLM)

Tingkat kekuatan bunyi diukur dengan alat yang disebut Sound Level Meter (SLM). Alat ini terdiri dari : mikrofon, range switch, dan layar (display) dalam satuan desibel (dB). Layarnya dapat berupa layar manual yang ditunjukkan dengan jarum dan angka seperti halnya jam manual, ataupun berupa layar digital. SLM sederhana hanya dapat mengukur tingkat kekerasan bunyi dalam satuan dB, sedangkan integrating SLM memiliki kemampuan untuk menyimpan hasil pengukuran jika dihubungkan dengan laptop. SLM yang amat sederhana biasanya hanya dilengkapi dengan bobot pengukuran A (dBA) dengan system pengukuran seketika (tidak dapat menyimpan dan mengolah data), sedangkan yang sedikit lebih baik, dilengkapi pula dengan skala pengukuran B dan C. Beberapa SLM yang lebih canggih dapat sekaligus dipakai untuk menganalisis tingkat kekerasan dan frekuensi bunyi yang muncul selama rentang waktu tertentu (misalnya tingkat kekerasan selama 1 menit, 10 menit, atau 8 jam), dan mampu menggambarkan gelombang yang

terjadi. Beberapa produsen menamakannya Hand Held Analyser (HHA), ada pula dalam model Desk Analyser (DA) (Mediastika, 2004). Berikut merupakan gambar dari sound level meter (SLM) yang terlihat pada Gambar 1.

Sumber: Dokumentasi

Gambar 1 Sound Level Mater (SLM)

Pengukuran tingkat kebisingan secara langsung harus menggunakan Sound Level Meter yang memenuhi persyaratan standar IEC (International Electrotechnical Commission) 651 kelas 2 (Badan Litbang PU, 2005). Pengukuran memakai angka penunjuk (indeks) dengan Sound Level Meter yang dipasang pada posisi angka penunjuk dapat memudahkan pengguna dalam memahami pola kebisingan pada area tersebut (Mediastika, 2004).

(5)

yang mempengaruhi intensitas kebisingan di jalan raya. Berdasarkan teknik pelaksanaannya, pengendalian bising dibedakan dalam tiga cara yaitu pengendalian pada sumber, media dan penerima kebisingan (Subaris, H. Dan Haryono, 2008).

1. Sumber

Faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan jalan raya dilihat dari sumbernya adalah jumlah kendaraan bermotor. Salah satu sumber bising lalu lintas jalan raya yaitu berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, roda tiga, maupun roda empat, dengan sumber kebisingan kecelakaan antara sesama kendaraan. Semakin banyak jumlah kendaraan yang melintas di jalan raya maka intensitas kebisingannya semakin tinggi.

Beberapa teknik pengendalian pada sumber antara lain dengan cara meredam sumber kebisingan atau getaran yang ada, mengurangi luas permukaan yang bergetar, mengatur kembali tempat dan waktu operasi sumber kebisingan, mengecilkan volume suara, pembatasan jenis dan jumlah lalu lintas, dan lain sebagainya.

2. Media

Faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan jalan raya dilihat dari medianya, antara lain:

a. Jarak.

Gelombang bunyi merambat melalui udara di permukaan bumi. Gelombang bunyi akan mengalami penurunan intensitas karena gesekan dengan udara dalam perjalanannya. Oleh karena itu, semakin jauh jarak sumber kebisingan maka akan semakin kecil intensitas kebisingan.

b. Serapan Udara

Udara mempunyai massa, mengisi ruang kosong diatas bumi dan digunakan oleh suara untuk merambat. Akan tetapi adanya udara juga sebagai penghambat gelombang suara.Gelombang suara akan mengalami gesekan dengan udara. c. Arah Angin

Arah angin akan mempengaruhi besarnya frekuensi bunyi yang diterima oleh pendengar. Arah angin yang menuju pendengar akan mengakibatkan suara terdengar lebih keras, begitu juga sebaliknya.

d. Jenis Permukaan Bumi

Permukaan bumi yang berupa tanah dan rumput, merupakan barrier yang sangat alami. Suara yang datang akan terserap langsung. Sebaliknya, permukaan yang tertutup aspal jalan atau konblok akan langsung memantulkan bunyi.

(6)

kerusakan kepada indera-indera pendengar. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus-menerus mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran. Selain itu kebisingan juga dapat menyebabkan: gangguan kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional, stress, denyut jantung bertambah dan gangguan-gangguan lainnya. Secara umum pengaruh kebisingan terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Ganguan fisiologis, yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang fatal langsung terjadi pada manusia. Gangguan ini diantaranya: Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan permukaan kulit menyempit akibat bising > 70 dB.

2. Gangguan Psikologis, yang secara tidak langsung terhadap manusia dan sukar untuk diukur. Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan cepat marah.

3. Gangguan komunikasi ini menyebabkan pekerjaan menjadi terganggu, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi para pekerja baru yang belum berpengalaman.

Perhitungan Kebisingan

Pada penelitian ini perhitungan kebisingan dapat dianalisis dengan

distribusi frekuensi. Adapun komponen pada distribusi frekuensi yaitu :

1. Interval Kelas

Interval Kelas adalah interval yang diberikan untuk menetapkan kelas-kelas dalam distribusi. Banyaknya Interval Kelas dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan (2.1). (Share, 2013)

k = 1+3.3log(n)…...……. (2.1)

Dimana :

k = Banyaknya Interval Kelas

n = Jumlah Data

2. Nilai Tengah Kelas

Nilai tengah kelas adalah nilai yang terdapat di tengah interval kelas. Nilai tengah dapat analisis dengan menggunakan persamaan (2.2).

(BB−BA)

2 ... .(2.2)

Dimana :

BB = Batas Bawah Kelas BA = Batas Atas Kelas

(7)

Dalam statistik, “frekuensi” mengandung pengertian : Angka (bilangan) yang menunjukkan seberapa kali suatu variabel (yang dilambangkan dengan angka-angka itu) berulang dalam deretan angka tersebut; atau berapa kalikah suatu variabel (yang dilambangkan dengan angka itu) muncul dalam deretan angka tersebut.

METODE PENELITIAN

Metode Pengambilan data

Pengukuran tingkat kebisingan yang dilakukan hanya 1 kali pada masingmasing titik pengukuran.Pengukuran tingkat tekanan suara selama sekali pengukuran mengacu pada KepMenLH No 48 Tahun 1996, yaitu pengukuran tingkat tekanan suara pada setiap titik dilakukan selama 10 menit. Pengukuran ini dilakukan dalam waktu yangbersamaan pada 2 titik pengukuran yang berbeda. Dilakukan secara berulang untuk titik yang selanjutnya dengan asumsi tingkat kebisingan yang dihasilkan setiap jalan hampir sama setiap waktunya mengingat aktivitas yang dilaksanakan tidak berbeda.

Proses pengukuran dilakukan dengan meletakkan Sound Level Meter (SLM) di atas tripod pada posisi (patok) yang telah ditandai sebelumnya. Untuk menghindari gangguan saat pengukuran maka posisi alat diatur 1.2 m dari permukaan tanah, dan 3.5 m dari dinding unutk mencegah pemantulan bunyi terhadap

dinding dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber :Dokumentasi Gambar 2 Pengaturan posisi alat

(8)

Sumber :Dokumentasi

Gambar 3 Pengambilan data kebisingan di KIMA

Berdasarkan proses pengambilan data diatas dilakukan terhadap 42 titik yang ada.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tiga hari pada tanggal 23 September-25 September 2014 dimulai pada jam 08.00-16.00 Wita.

Penelitian dilakukan di 42 titik lokasi dengan jarak berkisar 250m– 350 m setiap ruas jalan yang berada di KIMA diperuntukkan bagi tempat penelitian. Penentuan titik pengukuran mengacu pada metode pengukuran dengan menggunakan grid. Titik pengukuran diambil lebih banyak dan menyebar karena untuk menggambarkan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya pada 1 atau beberapa lokasi saja. Untuk mencari titik pengukuran di lapangan menggunakan aplikasi GPS Tracker Lite digunakan koordinat garis lintang dan garis bujur pada Google Earth agar koordinat dari GPS Tracker Lite sama dengan koordinat pada Google Earth.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisa Data Kebisingan

Penelitian dilakukan selama 10 menit sebanyak42 titik pengukuran pada ruas jalan di KIMA sehingga

menghasilkan 600 data setiap titik.Berikut adalah pengolahan data dari titik pengukuran pertamaselama 10 menit, dapat dilihat pada tabel 1.Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel 1.Pengolahan data pada titik 1

Keterangan : Min : 51.40 dB Max : 85.80 dB k : 10.17 i : 2

(9)

Gambar 4 Persentase tingkat kebisingan terhadap frekuensi pada titik 1

Untuk tabel pengolahan data dan gambar persentase tingkat kebisingan terhadap jumlah pemunculan pada titik selanjutnya dapat dilihat pada lampiran 2. Data yang telah di peroleh sampai mendapatkan histogram kemudian dilakukan uji normalitas data menggunakan program SPSS, sehingga menghasilkan data seperti pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Uji normalitas data pada titik 1

Kolmogorov-smirnov Shapiro-wilk stac df sig stac df sig Frekuens

i

. 235

1 8

. 010

. 825

1 8

. 004

Berdasarkan pengujian normalitas data pada titik 1 dengan SPSS dilihat pada uji kolmogorov-smirnov,dapat diketahui data termasuk normal atau tidak dengan cara membandingkan nilai statistic pada uji Kolmogorov-Smirnov yang diperoleh dengan nilai α berdasarkan tabel D2 Distribution With Sample Size n pada

Lampiran 3 dimana nilai statistic yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai α. Dengan menginterpolasikan didapat nilai statistic yang diperoleh 0,235 lebih kecil dari nilai α, sehingga data berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

Untuk menghitung L90, L50, L10, dan L1 buatlah persamaan luas area sebesar 10%, 50%, 90% dan 99% dari keseluruhan luas area histogram dimulai dari sebelah kiri (dari tingkat kebisingan yang rendah), sebagai berikut:

 Menghitung L90 buatlah persamaan luas area sebesar 10%.

2(4.6) + 16.8x = 0,1 (200)

x = 0.6

sehingga

L90 = 53.0 dB + 0.6 dB = 53.6 dB

 Menghitung L50 buatlah persamaan luas area sebesar 50%.

2(4.6+16.8+18.0) + 13.0 x = 0,5 (200)

x = 1.6

sehingga

L50 = 57.0 dB + 1.6 dB = 58.6 dB

(10)

2(4.6+16.8+18.0+13.0+11.0

+11.5+6.8+3.7+3.5) + 3.0 x = 0,9 (200)

x = 0.6

sehingga

L10 = 69.0 dB + 1.6 dB = 69.6 dB

 Menghitung L1 buatlah persamaan luas area sebesar 99%.

2(4.6+16.8+18.0+13.0+11.0+11. 5+6.8+3.7

+3.5+3.0+2.8+1.2+1.5+0.8) + 0.7x = 0,99 (1200)

x = 2.0

sehingga

L1 = 79.0 dB + 2.0 dB = 81.0 dB

Setelah mendapatkan nilai L90, L50, L10, dan L1 dengan menggunakan rumus mencari Leq seperti yang telah dijelaskan pada bab 2.

Leq = L50 + 0.43 * ( L1 – L50 )

Leq = 58.6 +0.43 * (81.0 – 58.6)

Leq = 68.2 dB

Selanjutnya untuk menunjukkan distribusi tingkat kebisingan Leq untuk setiap titik pengukuran dapat dilihat pada Gambarl 5. Nilai Leq untuk 42 titik pengukuran menunjukkan nilai tingkat kebisingan tertinggi terdapat

pada titik 9 sebesar 82.6 dB dan terendah terdapat pada titik 27 sebesar 56.2 dB.

Gambar 5 Distribusi tingkat kebisingan Leq untuk setiap titik pengukuran.

.

Setelah diperoleh nilai Leq untuk 42 titik pengamatan, maka dapat diketahui error standard dari penelitian ini dimana penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada Bab 2. Karena pada penelitian ini jumlah populasinya dapat dikatakan sebagai populasi tak hingga, dengan jumlah sampel 42 dan sampel mean

berjumlah 600 tiap sampel, maka

berjumlah 600 data tiap sampel, maka perhitungan error standard dapat dilihat berikut ini:

Sampel mean (n) > 30, sehingga sampel mean terdistribusi secara normal

(Berdasarkan Central Limit Theorem). Diketahui :

(11)

σ= s

n=

5,56807977798

600 =0,2273

Tingkat kepercayaan yang ditentukan 95%, dengan skor z 1,96

error standard(e)=z × σ=1,96×0,2273=0,44

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa penelitian ini memiliki populasi tak hingga, jumlah sampel sebanyak 42 dan sampel mean sebanyak 600, dan memiliki error standard sebesar 0,44 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil Pemetaan Tingkat Kebisingan

Setelah didapatkan nilai Leq dari hasil penelitian, selanjutnya membuat pemetaan tingkat kebisingan menggunakan program Surfer 7.0. Koordinat garis bujur (X) dan garis lintang (Y) yang telah didapat dari aplikasi GPS Tracker Lite ditampilkan dengan nilai Leq. Pemetaan tingkat kebisingan dapat dilihat pada Gambar 6.

Penggambaran tingkat kebisingan dengan menggunakan kontur di visualisasikan dengan 3 tingkatan warna, yaitu hijau, kuning, dan merah. Warna hijau menunjukkan tingkat kebisingan antara 54 dB-64 dB yang berada didalam area di KIMA dengan kondisi jalan yang tenang dan tidak banyak dilalui kendaraan

Gambar 6.Pemetaan tingkat kebisingan pada KIMA

Titik pengukuran yang berada pada kawasan warna hijau adalah titik 2, 3, 4, 22, 27 dan 33.

Warna kuning menunjukkan level kebisingan antara 64 dB-74 dB yang masih berada di dalam area KIMA dengan kondisi jalan yang ramai dan menjadi jalan utama kendaraan yang akan memasuki area KIMA. Titik pengukuran yang berada pada kawasan warna kuning adalah titik 1, 5, 11, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 32, 34, 37, 38, 39, 40, 41, dan 42

Dan warna merah menunjukkan level kebisingan antara 74 dB-82 dB yang berada dijalan penghubung antara jalan Perintis Kemerdekaan dengan Deviasi standard dari populasi (s)

s=

(Xiμx)

2

N2−1

s=√(68,2−71,3)

2+…+(71,0

−71,3)2 42−1

s=5,56807977798

(12)

jalan Kapasa Raya, dengan kondisi jalan yang sangat ramai karena merupakan jalan utama penghubung yang biasa dilewati bukan hanya oleh aktivitas di KIMA melainkan juga masyarakat yang sekedar lewat. Titik pengukuran yang berada pada kawasan warna kuning adalah titik 6, 7, 8, 9, 10, 12, 21, 30, 31, 35, dan 36

Hasil Analisa Tingkat ketergangguan Kebisingan

Untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat ketergangguan kebisingan bagi pegawai dan masyarakat sekitar KIMA, telah dilakukan survei kuesioner kepada 250 responden yaitu pegawai dan masyarakat sekitar KIMA.

Untuk persentase pengaruh kebisingan terhadap ketergangguan dilihat pada indikator gangguan komunikasi dan gangguan psikologis yaitu dalam berkonsentrasi dan dalam pekerjaan/istirahat ditunjukkan pada Gambar 7. Mayoritas responden menyatakan kebisingan yang ada tidak mengganggu konsentrasi dan pekerjaan/istirahat responden. Hal ini disebabkan karena para pegawai sudah terbiasa terpapar dengan kebisingan yang ada. Sedangkan masyarakat sekitar merasa kebisingan kendaraan menjadi penyebab utama kebisingan di KIMA.

00 10 20 30 40 50

Konsentrasi Pekerjaan/Istiraha t

Pilihan Jawaban

Pe

rs

en

ta

se

R

es

po

nd

en

Gambar 7.Persentase pengaruh kebisingan

Dari hasil kuesioner didapatkan hasil bahwa pada indikator gangguan komunikasi dan gangguan psikologi mayoritas responden menyatakan tidak terganggu dengan kebisingan di KIMA.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis mengenai tingkat kebisingan di KIMA, maka dapat disimpulkan bahwa :

(13)

KIMA melebihi baku mutu yang diperuntukan untuk sebuah kawasan industri karena ruas jalan di KIMA tidak hanya di pakai oleh aktivitas lalu lalang kendaraan dari industri tetapi juga oleh masyarakat sekitar KIMA sebagai jalan penghubung.

2. Berdasarkan pemetaan tingkat kebisingan di KIMA, kondisi kebisingan yang dominan ditandai dengan warna kuning yakni antara 64dB – 74dB. Hal ini menunjukkan rata-rata jalan di KIMA berada pada kondisi yang ramai dilalui oleh kendaraan yang lalu lalang.

3. Persepsi kebisingan di KIMA bagi pegawai dan masyarakat sekitar sebanyak 37.6% responden menyatakan sangat setuju kebisingan yang berasal dari klakson kendaraan menjadi penyebab utama kebisingan di KIMA. Untuk persepsi kebisingan bagi pegawai yang dirasakan cenderung tidak mengganggu lingkungan kerja karena para pegawai sudah terbiasa terpapar dengan kebisingan yang ada. Sedangkan bagi masyarakat sekitar KIMA kebisingan yang ditimbulkan oleh klakson kendaraan berpengaruh terhadap waktu istirahat masyarakat. Dan untuk upaya pengendalian kebisingan mayoritas masyarakat sekitar

menginginkan upaya pengendalian kebisingan dengan pembangunan noise barrier.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diajukan saran untuk kawasan industri yang berada di tengah kawasan penduduk perlu melakukan pengendalian kebisingan berupa pengaturan ulang mengenai ruang terbuka hijau dalam bentuk jalur hijau pada prasarana jalan, dan vegetasi yang tumbuh menyebar pada area KIMA.

Dan sebagai bahan pertimbangan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kebisingan pada KIMA terutama kebisingan yang ditimbulkan oleh klakson kendaraan yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai dan masyarakat sekitar sehingga dirasa perlu diperhatikan agar tidak mempengaruhi produktivitas kinerja karyawan dan waktu istirahat masyarakat sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang PU. 2005. Mitigasi Dampak Kebisingan Akibat

Lalu Lintas

Jalan.http://wancik.files.wordpr ess.com/2009/01/pd-t-16-2005-b-mitigasi-dampak kebisingan-akibat-lalu-lintas-jalan.pdf diaks es tanggal 10 Oktober 2014 Kep MENLH No :

Kep-48/MENLH/11/1996. Baku Tingkat Kebisingan. Jakarta Maulana, Rais Ridwan dkk. 2011.

Pemetaan Kebisingan

(14)

Politeknik. Surabaya: Jurusan Teknik Telekomunikasi Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

Mediastika, Ph, D, Christina E. 2004. Akustika Bangunan. Jakarta : Penerbit Erlangga

PP No. 55. 2012. Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. Indonesia:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55.

Rumberg, M. 2009. Environmental Noise.Visualizing Suistainable Planning. 5:127-134

Sastrowinoto, Suyatno. 1985. Penanggulangan

Dampak Pencemaran Udara Dan Bising Dari Sarana Transportasi. Jakarta : Pustaka Bin

Gambar

Gambar 2 Pengaturan posisi alat
Tabel 1.Pengolahan data pada titik

Referensi

Dokumen terkait

71 Berdasarkan hasil proses agregasi pakar terhadap alternatif strategi peningkatan mutu karet diperoleh hasil yaitu strategi melalui perbaikan budidaya dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pemahaman konsep siswa pada materi kalor dalam proses belajar mengajar dengan model pembelajaran Novick, (2) Hasil belajar siswa

Mata Kuliah : Aspek Hukum dalam

Untuk mengetahui apakah Rasio Profitabilitas pada Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) Desa Kembung Luar sudah sesuai dengan perspektif syari‟ah..

lingkungan/wilayah laut Indonesia disusun dan dilakukan dalam suatu politik hukum yang memperhatikan ketentuan-ketentuan internasional yang berkaitan dengan pencemaran

Sudirman merupakan jalan dengan identitas yang lebih baik dan memiliki tujuan yang besar sebagai pengikat dalam suatu kota, serta ada penampakan yang kuat

Penulisan skripsi ini hanya untuk memberikan gambaran atau penjelasan maka sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, artinya penelitian ini

Lahan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian di pilih areal yang memiliki topografi yang relatif datar, pengukuran lahan, pembersihan lahan dari gulma dan tumpukan