PERATURAN PERUSAHAAN
P.T. X
BERKEDUDUKAN DI JAKARTA
MAKALAH
Untuk memenuhi sebagian syarat kelulusan mata kuliah Perjanjian Kerja
Program Studi S1-Reguler
Dibuat Oleh:
1. IMAN FIRMANSYAH 03/167418/HK/16317 2. BUDI WIBOWO HALIM 07/252561/HK/17596 3. M. IQBAL HASBI ASIDIQ 07/252485/HK/17579 4. MUDZAKIR 08/273528/EHK/00540
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
I. PENDAHULUAN 1
II. TINJAUAN NORMATIF 3
1. Pengertian 5
2. Penyusunan Peraturan Perusahaan 6
3. Jumlah Peraturan Perusahaan 7
4. Jangka waktu berlakunya Peraturan Perusahaan 7
5. Hubungan Antara Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama 8
6. Pengesahan Peraturan Perusahaan 9
III.ANALISIS YURIDIS ATAS PERATURAN PERUSAHAAN PT. X, BERKEDUDUKAN DI JAKARTA 11
IV. KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 20
PERATURAN PERUSAHAAN P.T. X
BERKEDUDUKAN DI JAKARTA
I. PENDAHULUAN
HukumPerburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja padaorang lain dengan menerima upah. 1 Kata “per-buruh-an”, yaitu kejadian atau kenyataan di mana
seseorang biasanya disebut buruh,bekerja pada orang lain,biasanya disebut majikan,dengan menerima upah, dengan sekaligus mengenyampingkan persoalan antara pekerjaan bebas (di luar hubungan kerja) dan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan (bekerja pada) orang lain, mengenyampingkan pula persoalan antara pekerjaan (arbeid) dan pekerja (arbeider). 2 Peristiwa perburuhan
merupakan suatu peristiwa hukum karena menimbulkan hak dan kewajiban bagi buruh maupun majikan. Menurut Prof. Iswandari, hak merupakan setiap kepentingan (belang) yang dilindungi hukum. Kepentingan sendiri merupakan tuntutan perorangan atau kelompok yang diharaopkan akan dipenuhi. Sedangkan kewajiban merupakan beban yang timbul dari suatu perikatan, baik perikatan menurut undang-undang maupun perikatan berdasarkan perjanjian. Dalam hal ini, hak dan kewajiban buruh dan majikan timbul dari hubungan perburuhan yang berdasarkan perjanjian, berupa perjanjian kerja.
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pemberi kerja/pengusaha/majikan yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak (Pasal 1 ayat 14 Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan). Syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban mana diatur lebih spesifik dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama. Perjanjian Kerja sendiri tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 15 ayat 2 UU Ketenagakerjaan).
Peraturan Perusahaan dibuat oleh perusahaan yang memperkerjakan minimal sepuluh (10) orang. Peraturan Perusahaan memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban buruh dan pengusaha secara lebih rinci serta tata tertib perusahaan, yang dibuat oleh pemberi kerja/pengusaha, dapat disusun dengan 1 Prof.Iman Soepomo,S.H., 1999.Cet.12. Pengantar Hukum Perburuhan. Djambatan. Jakarta.
Hal.3.
memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Walau demikian, tanggung jawab pembuatan peraturan perusahaan ada pada pihak pengusaha sepenuhnya, yang artinya lebih pada kebijakan pengusaha untuk menentukan isi dari Peraturan Perusahaan tersebut. Pembentuk undang-undang melihat bahwa keadaan tersebut akan membuat suatu ketimpangan posisi antara buruh dan pengusaha sehingga dalam pasal 108 ayat 1 UU Ketenagakerjaan diatur bahwa Peraturan Perusahaan baru mulai berlaku setelah mendapat pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Dalam tulisan ini, peneliti mengacu pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang diberi wewenang untuk mengesahkan Peraturan Perusahaan di Jakarta Selatan. Peraturan Perusahaan diatur dalam Bagian Keenam Bab XI UU Ketenagakerjaan jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/MEN/IV/2004 tanggal 8 April 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama jo. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-08/MEN/III/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/MEN/IV/2004 tanggal 8 April 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Pengesahan ini dimaksudkan bahwa Pejabat yang berwenang untuk memberi pengesahan, meneliti kelengkapan syarat formal serta substansi dari Peraturan Perusahaan, yang mana kualitas substansinya tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan untuk mengatasi ketimpangan posisi di atas. Pengesahan ini berbeda dengan pendaftaran yang dilakukan untuk Perjanjian Kerja Bersama karena Perjanjian Kerja Bersama dibuat bersama-sama oleh pihak Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pengusaha, yang mana berlaku syarat sahnya perjanjian, sehingga pendaftaran disini dimaksudkan untuk menjadi alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat-syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan dan sebagai rujukan utama apabila terjadi perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.
sudut pandang Pengusaha sebagai penyusun peraturan Perusahaan yang dibandingkan dengan ketentuan mengenai Peraturan Perusahaan pada Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Peraturan Perusahaan dan pengesahannya.
II. TINJAUAN NORMATIF
Semula peraturan perusahaan diatur dalam Pasal 1601 j sampai dengan Pasal 1601 m Buku III KUH Perdata. Peraturan perusahaan hanya memuat syarat-syarat kerja tidak termasuk tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan tidak diwajibkan kepada perusahaan. Buruh terikat pada peraturan perusahaan jika dalam perjanjian kerja menyetujui secara tertulis mengenai peraturan perusahaan. Adapun agar peraturan perusahaan yang dibuat pengusaha dapat mengikat buruh, harus dipenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. jika buruh secara tertulis telah menyetujui peraturan perusahaan tersebut; 2. satu eksemplar peraturan perusahaan diberikan secara cuma-cuma kepada
buruh;
3. satu eksemplar peraturan perusahaan diserahkan kepada Kementerian Perburuhan yang tersedia untuk dibaca oleh umum;
4. satu eksemplar peraturan perusahaan ditempelkan di perusahaan yang mudah dibaca oleh buruh.
Peraturan menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1976 tanggal 11 Juli 1976 tentang Peraturan Perusahaan Yang dimaksud dengan Peraturan Perusahaan dalam peraturan Menteri ini adalah satu peraturan yang dibuat oleh pimpinan perusahaan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja yang berlaku pada perusahaan yang bersangkutan. Selain ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja, peraturan perusahaan dapat juga memuat ketentuan-ketentuan mengenai tata tertib perusahaan. Dengan demikian, peraturan perusahaan tidak hanya memuat syarat-syarat kerja saja, tapi juga memuat ketentuan tentang tata tertib perusahaan.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi jika perusahaan itu ada di wilayah beberapa Kantor Daerah Tenaga Kerja.
Kepala Kantor Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, jika perusahaannya hanya ada di wilayah satu Kantor Daerah Tenaga Kerja.
Setelah peraturan perusahaan disahkan, pimpinan perusahaan mempunyai kewajiban sebagai berikut :
– Memberikan peraturan perusahaan kepada buruh dengan cuma-cuma. – Peraturan perusahaan ditempel di perusahaan yang mudah dibaca buruh. – Peraturan perusahaan diserahkan kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan
Perawatan dan Kepala Kantor Daerah Tenaga Kerja tempat perusahaan itu berada.
Masa berlakunya peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun. Jika masa berlakunya peraturan perusahaan telah berakhir maka wajib dibuat peraturan perusahaan yang baru atau dibuat perjanjian perburuhan. Kemudian Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi Nomor: PER02/MEN/1976 tentang Peraturan Perusahaan dicabut oleh Peraturan menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1978 tentang Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan Perjanjian Perburuhan.
Menurut Peraturan menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1978 tentang Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan Perjanjian Perburuhan, peraturan perusahaan ialah peraturan yang dibuat secara tertulis yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Setiap perusahaan yang mempekerjakan 25 (dua puluh lima) orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan.
Peraturan perusahaan harus disahkan oleh:
Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, jika perusahaan itu terdapat dalam daerah beberapa Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
jika perusahaan tersebut berada di daerah satu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
Setelah peraturan perusahaan disahkan, pengusaha mempunyai kewajiban: Memberitahukan isi peraturan perusahaan yang telah disahkan kepada
buruh-buruhnya di hadapan pegawai Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
Memberikan peraturan perusahaan kepada setiap buruhnya.
Menempelkan peraturan perusahaan di tempat yang mudah dibaca buruh. Perusahaan berlaku paling lama 2 (dua) tahun. Selama berlakunya peraturan perusahaan, pengusaha tidak boleh menghalang-halangi terbentuknya serikat buruh di perusahaan. Jika peraturan perusahaan telah berakhir masa berlakunya, pengusaha wajib membuat peraturan perusahaan yang baru. Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya masih tetap berlaku sampai disahkannya peraturan perusahaan yang baru atau kalau dibuat perburuhan, sampai ditandatanganinya perjanjian perburuhan tersebut. Ketentuan mengenai Peraturan Perusahaan ini kemudian diatur dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama jo. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-08/MEN/III/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Perubahan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
1. Pengertian
Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib. Adapun yang dimaksud dengan pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b berkedudukan di wilayah Indonesia.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat Peraturan Perusahaan. Kewajiban membuat Peraturan Perusahaan tidak berlaku bagi perusahaan yang telah Perjanjian Kerja Bersama.
Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya memuat: a. Hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban pekerja/buruh; c. syarat kerja;
d. Tata tertib kerja;
e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Yang dimaksud dengan syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dipandang dari segi kedudukannya, Perjanjian Kerja Bersama dan Peraturan Perusahaan sebagai kaidah-kaidah otonom dapat menciptakan hubungan kerja yang lebih aspiratif-demokratis, manusiawi, dan dapat terlaksana (applicable), karena perumusannya diserahkan pada para pihak tanpa adaintervensi pemerintah.Sehingga,materi/substansi akan lebih mendekati kepentingan para pihak.3
2. Penyusunan Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab Pengusaha. Pengusaha harus menyampaikan naskah rencana Peraturan Perusahaan kepada wakil pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh untuk mendapatkan saran dan pertimbangan.
Mengenai wakil pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh sebagai berikut:
1. wakil pekerja/buruh dipilih oleh pekerja/bunih secara demokratis mewakili dari setiap unit kerja yang ada di perusahaan;
3 Dr.Agusmidah,S.H.,M.Hum, 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Penerbit Ghalia
2. dalam hal di penisahaan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka wakil pekerja/buruh adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh;
3. dalam hal di perusahaan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, tetapi keanggotaannya tidak mewakili mayoritas pekerja/buruh di perusahaan, maka wakil pekerja/buruh adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh dan wakil pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Adapun saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh terhadap naskah rancangan Peraturan Penisahaan hams sudah diterima pengusaha dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya naskah rancangan Peraturan Perusahaan oleh wakil pekerja/buruh.
Dalam hal wakil pekerja/buruh telah menyampaikan saran dan pertimbangan maka pengusaha memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh.
Apahila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari, wakil pekerja/ buruh tidak memberikan saran dan pertimbangan, pengusaha dapat meminta pengesahan Peraturan Perusahaan dengan melampirkan bukti bahwa telah minta saran dan pertimbangan kepada wakil pekerja/buruh.
Hal ini sesuai dengan ketentuan bahwa wakil pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dapat tidak memberikan saran dan pertimbangan terhadap Peraturan Perusahaan yang disampaikan oleh pengusaha.
3. Jumlah Peraturan Perusahaan
Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) Peraturan Perusahaan yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
perusahaan tetapi dikehendaki adanya peraturan perusahaan turunan di cabang perusahaan, maka Selama Peraturan Perusahaan turunan belum disahkan tetap berlaku Peraturan Perusahaan induk.
Jika beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masingmasing perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri, maka masingmasing perusahaan membuat Peraturan Perusahaan sendiri-sendiri.
4. Jangka Waktu berlakunya Peraturan Perusahaan
Masa berlakunya Peraturan Perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbarui setelah habis masa berlakunya. Peraturan Perusahaan mulai berlaku setelah disahkan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan.
Dalam hal perusahaan akan mengadakan perubahan isi Peraturan Perusahaan dalam tenggang waktu masa berlakunya Peraturan Perusahaan, maka perubahan harus berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekeria/buruh apabila di perusahaan tidak ada serikat pekerja/serikat buruh. Perubahan Peraturan Perusahaan harus dapat pengesahan dari Kepala Instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan. Apabila pengusaha tidak mengajukan permohonan pengesahan, perubahan Peraturan Perusahaan dianggap tidak ada.
Mengenai pembaruan Peraturan Perusahaan, pengusaha wajib mengajukan pembaruan Peraturan Perusahaan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhir masa berlakunya Peraturan Perusahaan kepada Kepala Instansi yang bertanggung jawab dalam bidang Ketenagakerjaan. Apabila pembaruan Peraturan Perusahaan mendapat perubahan materi, maka harus didasarkan atas kesepakatan pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pckerja/buruh apabila di perusahaan tidak terdapat serikat pekerja/serikat huruh.
Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya masih tetap berlaku sampai disahkannya peraturan perusahaan yang baru.
maka pengusaha wajib melayani. Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktunya.
5. Hubungan Antara Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama Hubungan antara Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan-ketentuan Peraturan Perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya, masih tetap berlaku sampai ditanda datangani perjanjian kerja bersama;
b. Dalam hal di perusahaan telah di lakukan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tetapi belum mencapai kesepakatan maka pengusaha wajib mengajukan pengesahan pembaruan Peraturan Perusahaan.
6. Pengesahan Peraturan Perusahaan
Agar dapat berlaku di perusahaan, Peraturan Perusahaan harus disahkan. Mengenai prosedur pengesahan Peraturan Perusahaan sebagai berikut:
1. Pengusaha harus mengajukan permohonan pengesahan Peraturan Pemsahaan kepada:
a. Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota;
b. Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan di provinsi untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) provinsi;
c. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) provinsi.
2. Permohonan pengesahan harus dilengkapi: a. Permohonan tertulis yang harus memuat:
2. nama pimpinan perusahaan;
3. wilayah operasi perusahaan;
4. status perusahaan;
5. jenis bidang usaha;
6. jumlah pekerja/buruh menurut jenis kelamin;
7. status hubungan kerja;
8. upah tertinggi dan terendah;
9. nama dan alamat serikat pekerja/serikat bumh (kalau ada);
10. nomor pencatatan serikat pekerja/serikat buruh (kalau ada);
11. masa berlakunya peraturan perusahaan;
12. pengesahan peraturan perusahaan untuk yang ke berapa.
b. Naskah peraturan perusahaan dibuat rangkap 3 (tiga) yang telah ditandatangani oleh pengusaha.
c. Bukti telah dimintakan saran dan pertimbangan dari serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh apabila di perusahaan tidak ada serikat pekerja/buruh.
3. Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan harus meneliti kelengkapan dokumen dan meneliti materi peraturan perusahaan yang diajukan tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundangan yang berlaku. Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan mengesahkan peraturan perusahaan dengan menerbitkan Surat keputusan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan pengesahan yang memenuhi persyaratan di atas dan tidak lebih rendah dari peraturan perun-dang-undangan yang berlaku. 4. Dalam hal pengajuan permohonan pengesahan, peraturan perusahaan tidak
dikembalikan. Apabila hal di atas tidak ditaati, maka perusahaan dinyatakan tidak mengajukan permohonan pengesahan peraturan perusahaan. Dengan demikian, dianggap perusahaan tidak memiliki peraturan perusahaan.
Adapun kewajiban Pengusaha setelah Peraturan Perusahaan disahkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan adalah memberitahukan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahan kepada pekerja/buruh.
Pemberitahuan dilakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap pekerja/buruh, dan menempelkan di tempat yang mudah dibaca oleh para pekerja/buruh atau memberikan penjelasan langsung kepada pekerja/buruh.
Selain melakukan pemberitahuan dan pembagian naskah peraturan perusahaan, pengusaha juga wajib memberikan penjelasan tentang isi peraturan perusahaan tersebut kepada pekerja/buruh.
III.ANALISIS YURIDIS ATAS PERATURAN PERUSAHAAN PT. X, BERKEDUDUKAN DI JAKARTA
dengan Anggaran Dasar Perseroan.
Bentuk dari Peraturan Perusahaan ini berupa Surat Keputusan Manajemen PT. X Nomor 001/ALT/KM/I/2006 tentang Peraturan Perusahaan PT. X tanggal 03 Januari 2006. Bentuk ini, menurut penulis kurang tepat karena istilah manajemen tidak dikenal sebagai anggota/organ dalam perusahaan baik dalam Anggaran Dasar Perseroan (standard draft) maupun UUPT lama. Hal ini berpengaruh terhadap dasar pengambilan kebijakan perusahaan termasuk di dalamnya menetapkan Peraturan Perusahaan. Mengutip Pasal 1 ayat 4 UUPT lama, maka seharusnya Peraturan Perusahaan ini berbentuk Surat Keputusan Direksi PT. X.
Konstruksi Hukumnya SK tersebut telah mengikuti pola produk peraturan perundang-undangan dengan terdapat bagian menimbang, mengingat dan memutuskan. Hanya saja, di bagian mengingat, belum dicantumkan mengenai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/MEN/IV/2004 tanggal 8 April 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama jo. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-08/MEN/III/2006 tentang Perubahan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-232/MEN/2003 tentang Akibat Mogok yang tidak sah; dan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 2093 tahun 2005 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2006 di Provinsi DKI Jakarta.
Isi Peraturan Perusahaan ini terdiri dari 17 bab (Bab I sampai dengan Bab XVII) dan 59 Pasal. Format Peraturan Perusahaan ini sudah sesuai dengan Pasal 111 ayat 1 UU Ketenagakerjaan yakni memuat seperti dijelaskan dalam bagian II poin 1 makalah ini.
Isi Pasal demi Pasal :
Kewenangan berkaitan dengan masalah keuangan Perusahaan; Produk Hukum dalam Manajemen Perusahaan; Keputusan dan Surat Keputusan; dan Hirarki Peraturan Perusahaan.
2. Pasal 8 sampai dengan pasal 12 berisi tentang Penerimaan Karyawan, meliputi berturut-turut : Dasar-Dasar Penerimaan, Penempatan dan Mutasi Karyawan; Penerimaan Karyawan; Proses Seleksi; Pengangkatan Karyawan; dan Masa Percobaan.
Dari pasal 11 dan pasal 12 dapat disimpulkan bahwa perusahaan ini menggunakan karyawan tidak tetap (dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) dan karyawan tetap (dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/PKWTT). Pasal 12 ayat (2) PP diatur menurut Pasal 154 poin a yang mengatur PHK dalam masa percobaan tanpa prosedur apapun. Pasal 12 ayat (6) dan ayat (7) PP mengutip Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang meniadakan masa Percobaan dalam PKWT. Pasal 12 ayat (5) : terima sebagai Karyawan Tetap. sudah berstatus sebagai Karyawan Tetap, karena masih diperkerjakan setelah lewat masa percobaan.
3. Pasal 13 PP mengatur mengenai masa kerja dalam hubungan kerja.
PP UU Ketenagakerjaan Tanggapan
Pasal 13 ayat (1)
Hubungan kerja antara Karyawan dan perusahaan terjadi sejak ditandatan-ganinya perjanjian kerja oleh
hubungan industrial yang rusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat Pengangkatan menjadi Karyawan Tetap; Status dan Golongan Karyawan; Mutasi; Promosi; dan Demosi;
5. Pasal 19 sampai dengan pasal 24 PP mengatur tentang Peraturan Kerja, meliputi berturut-turut : Kartu Tanda Pengenal; Tanggung Jawab Perusahaan; Tanggung Jawab Karyawan; Rahasia Jabatan; Tanggung Jawab Pengawasan; dan Hak Milik Intelektual;
6. Pasal 25 sampai dengan pasal 27 PP mengatur tentang waktu kerja, meliputi berturut-turut : Jam kerja; mangkir; dan hari libur resmi;
PP UU Ketenagakerjaan Tanggapan
sedangkan jam istirahat pada PP melebihi batas melakukan mangkir selama
10 hari tidak berturut-turut dalam jangka waktu 1 (satu) bulan maka perusahaan akan memanggil Karyawan terse-but secara patut dan tertulis maksimal 2 (dua) kali. Apa-bila perusahaan tidak menda-patkan tanggapan maka Karyawan dianggap telah mengundurkan diri dari pe-rusahaan dan berdasarkan hal tersebut perusahaan akan mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada karyawan, dan akan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
7. Pasal 28 sampai dengan pasal 34 PP mengatur mengenai Cuti Karyawan, meliputi berturut-turut : Cuti Tahunan; Penggunaan Hak Cuti Tahunan; Gugurnya Hak Cuti; Cuti Haid; Cuti Hamil dan Keguguran; Cuti Istimewa; dan Cuti Sakit.
Pasal 28 PP mengatur cuti tahunan selama 12 hari, bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut, sesuai dengan pasal 79 ayat (2) huruf c.
2006 di Provinsi DKI Jakarta yang menyebutkan upah minimum provinsi sebesar Rp. 819.100,- (delapan ratus Sembilan ratus ribu seratus Rupiah). Pasal 37 PP mengenai pemotongan upah untuk jamsostek akan dibahas pada pasal 44 PP.
Pasal 38 PP mengacu pada pasal 160 UU Ketenagakerjaan.
9. Pasal 39 sampai dengan pasal 41 PP mengatur mengenai Kesejahteraan dan Tunjangan Kesejahteraan, meliputi berturut-turut : Tunjangan Hari Raya; Tunjangan Kesehatan; dan Tunjangan Kecelakaan Kerja dan Kematian.
Pasal 39 PP mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja di Perusahaan.
Pasal 40 PP menjabarkan lebih lanjut kewajiban perusahaan dalam memberikan tunjangan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan pasal 100 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Pasal 41 PP mengacu pada pasal 37 PP dan UU Jamsostek.
10. Pasal 42 PP mengatur mengenai lembur sesuai dengan pasal 78 UU Ketenagakerjaan. Mengenai penghitungan upah lembur sudah sesuai dengan pasal 11 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
11. Pasal 43 mengatur mengenai Keselamatan dan kesehatan kerja.
12. Pasal 44 mengatur mengenai Jaminan Sosial Tenaga kerja sudah sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) Bab V Iuran, Besarnya jaminan iuran dan tata cara pembayaran Undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (selanjutnya disebut UU Jamsostek) yang menyebutkan bahwa : “Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, iuran Jaminan Kematian, dan iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung oleh pengusaha”. Sedangkan Pasal 20 ayat (2) UU Jamsostek menyebutkan bahwa iuran Jamsostek untuk jaminan hari tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Tertib Perusahaan, meliputi berturut-turut : Ketentuan-ketentuan umum; Ketentuan-ketentuan tata tertib kerja; Sanksi terhadap pelanggaran disiplin dan tata tertib perusahaan; teguran dan surat peringatan; pemberian surat peringatan tertulis; akibat pemberian surat teguran/surat peringatan; dan skorsing.
Skorsing sebagai sanksi tidak diatur secara spesifik dalam UU ketenagakerjaan, namun disebutkan dalam pasal 155 ayat (3) dimana apabila seorang tenaga kerja diskors maka upah tetap dibayarkan, dalam keadaan terjadi perselisihan hubungan industrial yang belum tercapai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Keadaan tersebut dapat dianalogikan bagi skorsing sebagai sanksi.
14. Pasal 52 sampai dengan pasal 53 PP mengatur tentang tata cara penyelesaian keluhan dan pengaduan.
15. Pasal 54 mengatur mengenai tindakan penyelesaian perselisihan.
Ayat (3) pasal ini menyebut tentang pemogokan illegal, yang mana sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor KEP-232/MEN/2003 tentang Akibat dari pemogokan yang tidak sah. Hanya saja pengaturan di PP kurang tepat karena Pengusaha melakukan PHK terhadap pekerja yang melakukan pemogokkan illegal, seharusnya PP mengikuti pengaturan dalam pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor KEP-232/MEN/2003 tentang Akibat dari pemogokan yang tidak sah yakni bahwa pekerja yang melakukan mogok tidak sah dianggap mengundurkan diri.
16. Pasal 55 sampai dengan pasal 57 mengatur mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), meliputi berturut-turut : Pemutusan Hubungan Kerja oleh Perusahaan dan Atas Permintaan Karyawan; Alasan Terputusnya Hubungan Kerja; dan Prosedur dan Kompensasi dari PHK. Ketentuan keadaan yang menyebabkan PHK dalam Pasal 55 PP tidak melanggar larangan PHK dalam Pasal 153 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, sehingga keadaan yang menyebabkan PHK sah secara hukum.
17. Pasal 58 dan pasal 59 PP mengatur mengenai Ketentuan Penutup, meliputi berturut-turut : Peraturan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
Pasal 59 ayat (5) PP yang mengatur jangka waktu berlakunya PP selama 2 tahun sejak tanggal disahkan sudah sesuai dengan Pasal 111 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.
IV. KESIMPULAN
Peraturan Perusahaan ini sebagian besar sudah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak hanya UU Ketenagakerjaan, namun Undang-Undang dan peraturan/keputusan menteri terkait, dan telah memuat (1) hak dan kewajiban pengusaha; (2) hak dan kewajiban pekerja/buruh; (3) syarat kerja; (4) tata tertib perusahaan; dan (5) jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan sesuai dengan Pasal 111 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Perusahaan ini juga sudah mengatur secara lebih spesifik apa yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan, namun sebagian yang lain tidak diatur secara spesifik melainkan hanya ditulis “mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku” yang mana menunjuk pengaturan pada peraturan perundang-undangan sehingga belum penuh dalam memenuhi persyaratan peraturan perusahaan yakni sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/MEN/IV/2004 tanggal 8 April 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama jo. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-08/MEN/III/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Perubahan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/MEN/IV/2004 tanggal 8 April 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, yang berbunyi : “Dalam hal peraturan perusahaan akan mengatur kembali materi dari peraturan perundangan maka ketentuan dalam peraturan perusahaan tersebut harus lebih baik dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan”.
Singkat kata, Peraturan Perusahaan ini telah memenuhi sebagian kriteria yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan sedikit ketentuan yang perlu disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Iman Soepomo,S.H., 1999. Cet.12. Pengantar Hukum Perburuhan. Djambatan. Jakarta.
Dr.Agusmidah,S.H.,M.Hum, 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor.
Djumialdji,S.H. 2006. Perjanjian Kerja. Sinar Grafika. Jakarta.
Darwan Prinst,S.H., 1994. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Bagi Perkerja Untuk Mempertahankan Hak-Haknya). P.t.citra adityabakti. Bandung.
2. Peraturan Perundang-undangan
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; - Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; - Undang-Undang nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
- Undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; - Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:
KEP-48/MEN/IV/2004 tanggal 8 April 2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama jo. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-08/MEN/III/2006 tentang Perubahan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama;
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur;
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-232/MEN/2003 tentang Akibat Mogok yang tidak sah;
- Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja di Perusahaan;
- Peraturan menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor: PER-02/MEN/1978 tentang Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan Perjanjian Perburuhan;
- Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 2093 tahun 2005 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2006 di Provinsi DKI Jakarta.