• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi implementasi dan evaluasi perd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Formulasi implementasi dan evaluasi perd"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya Pasal 13 Tentang

Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum

Tugas: Teori Analisis Kebijakan Pemerintahan

DIAH MUTIARA

1502025065

ILMU PEMERINTAHAN

PAGI (A)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

(2)

A. FORMULASI

Perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya Pasal 13 Tentang

Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum

Islamy (1991, 77) membagi proses formulasi kebijakan kedalam tahap perumusan masalah kebijakan, penyusunan agenda pemerintah, perumusan usulan kebijakan, pengesahan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian kebijakan:

a) Perumusan Masalah Kebijakan

Masalah ekonomi membuat manusia mencari jalan keluar yang mudah dan cepat untuk memenuhi setiap kebutuhannya, ketersediaan lapangan pekerjaan tidak lagi sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut yang membuat banyak fenomena yang dihadapi Indonesia sekarang ini diantaranya fenomena dibidang hukum, khususnya kejahatan pada anak anak.

Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling banyak diminati korban tindak pidana orang. Korban perdagangan orang tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa,perbudakan atau praktik sejenis itu.

Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28B ayat (2) disebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak merupakan suatu usaha yang mengadakan kondisi di mana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Adapun perlindungan anak ini juga merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian perlindungan anak sedapat mungkin harus diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

(3)

Kenakalan anak setiap tahun selalu meningkat, apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi yang dilakukan, kadang-kadang tindakan pelanggaran yang dilakukan anak dirasakan telah meresahkan semua pihak khususnya para orang tua. Fenomena meningkatnya perilaku tindak kekerasan yang dilakukan anak seolah-olah tidak berbanding lurus dengan usia pelaku. c. Jumlah kasus ABH di Samarinda pada Tahun 2017 sebanyak 109 kasus anak yang terjerat, dan berdasarkan data dari KPAI kota Samarinda menjadika kota Ke-2 yang tidak aman Se-Indonesia. Sedangkan, jumlah Anak Berhadapan Hukum (ABH) sepanjang tahun 2011 hingga 2017 terdapat 9.266 kasus. Dari tahun ke tahun, jumlah paling banyak yaitu pada tahun 2014. Di mana jumlah kasus ABH mencapai jumlah 2.208.Paling tinggi kedua pada 2013 yaitu sebanyak 1.428 kasus. Tertinggi ketiga pada 1.413 kasus pada 2012.

Dari kasus tersebut terdapat anak yang sebagai pelaku. Jumlahnya pun tak kalah tinggi. Tercatat, pada tahun ini anak sebagai pelaku kekerasan seksual sebanyak 116 kasus. Sedangkan anak sebanyak korban, terdapat 134 kasus merupakan anak korban kekerasan seksual.

Kasus lainnya yang menjadi masalah utama di Indonesia dan menimpa para anak-anak di negri ini adalah di antaranya, anak-anak sebagai korban trafficking, anak-anak korban prostitusi, anak korban eksploitasi seks komersial dan anak sebagai korban eksploitasi pekerja. Pada 2016 terdapat 340 kasus anak yang ditangani oleh KPAI. Jumlah paling tinggi adalah anak sebagai korban prostitusi, yaitu sebanyak 112 kasus. Selanjutnya, kasus anak sebagai korban eksploitasi sebanyak 87 kasus. Sedangkan anak sebagai korban perdagangan sebanyak 72 kasus.

Terakhir adalah anak sebagai korban eksploitasi seks komersial sebanyak 69 kasus. Pada tahun2017 anak sebagai korban prostitusi masih cukup tinggi, yaitu sebanyak 83 orang. Selanjutnya adalah anak sebagai korban eksploitasi pekerja sebanyak 76 kasus.

(4)

b) Penyusunan Agenda Pemerintah

Oleh karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak jumlahnya, maka para pembuat keputusan akan memilih dan menentukan problem mana yang seharusnya memperoleh prioritas utama untuk diperhatikan secara serius dan aktif, sehingga Kenakalan anak setiap tahun selalu meningkat kadang-kadang tindakan pelanggaran yang dilakukan anak dirasakan telah meresahkan semua pihak khususnya para orang tua.

Sadar akan pentingnya perlindungan hukum terhadap anak-anak terutama korban tindak pidana pada anak. Masalah perilaku delinkuensi anak kini semakin menggejala di masyarakat, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Perkembangan masyarakat yang berawal dari kehidupan agraris menuju kehidupan industrial telah membawa dampak signifikan terhadap kehidupan tata nilai sosio kultural pada sebagian besar masyarakat. Nilai-nilai yang bersumber dari kehidupan industrial semakin menggeser nilai-nilai kehidupan agraris dan proses tersebut terjadi secara berkesinambungan sehingga pada akhirnya membawa perubahan dalam tata nilai termasuk pola-pola perilaku dan hubungan masyarakat. Sehinngga ini yang membuat kenakalan anak bertambah, banyak anak-anak yang putus sekolah dan akhirnya dapat menambah jumlah penggaguran di Indonesia dan dapat menurunkan nilai tingkat kesejahteraan di Indonesia.

Masalah ini dapat di angkat menjadi suatu hal prioritas yang harus diselesaikan oleh pemerintah, karena masalah ini jika terus menerus terjadi dapat merusak generasi penerus bangsa dimana banyak anak yang akan berstatus menjadi kriminal diusia muda dan produktifnya status kriminal tersebut juga dapat merusak masa depannya sendiri dan keluarganya. Dimana stigma di masyarakat secara tidak langsung dapat mengakibat kekerasan psikis terhadap anak yang tidak kita sadari secara langsung. Jadi bagaimana caranya pemerintah membuat suatu kebijakan untuk mengatasi masalah ini agar dapat terselesaikan.

(5)

c) Perumusan Usulan Kebijakan

Tahap ini merupakan kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah, meliputi :

a. Lahirnya UU Pengadilan Anak menjadi acuan pertama peradilan terhadap anak nakal, selain itu undang-undang ini ditujukan untuk memperbaiki hukum pidana anak di Indonesia, agar putusan pengadilan anak menjadi lebih baik dan berkualitas, karena putusan hakim akan mempengaruhi kehidupan anak di masa yang akan datang. Apabila dikaji dasar pertimbangan sosiologis maupun filofofis dibentuknya UU Pengadilan Anak, antara lain karena disadari bahwa anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, serta sebagai sumber daya insansi bagi pembangunan nasional. Atas dasar hal itu, terhadap anak diperlukan pembinaan yang terus menerus baik fisik, mental, maupun kondisi sosialnya, serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan. Termasuk, munculnya fenomena penyimpangan perilaku di kalangan anak, bahkan perbuatan melanggar hukum yang dapat merugikan baik bagi dirinya sendiri, maupun masyarakat.

b. Membentuk LSM, atau komisi dalam menjalankan UU pengadilan dan perlindungan anak. Dimana dibentuknya badan-badan teresebut yang akan bertanggung jawab dalam nmelaksanakan Undang-undang maupun perda yang akan disahkan nanti. Tujuannya bisa membantu kinerja pemerintah bahkan justru ikut mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan kewenangan. c. Membangun lapas pembinaan khusus Anak (LPKA) dimana nanti disini akan

dilaksanakan

d) Pengesahan kebijkan

1. Dibentuknya UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak serta perubahannya 2014

Menimbang :

a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia;

b. bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya c. bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita

(6)

sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan;

d. bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak;

2. Membuat Turunan UU agar dapat dilaksanakan di setiap daerah dengan di bentuknya perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya Pasal 13 Tentang Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 angka (3) menyatakan “Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom”. Untuk mengantisipasi adanya kekerasan dan diskriminasi terhadap anak serta untuk memberikan perlindungan terhadap anak Pemerintah Kota Samarinda mengeluarkan suatu kebijakan.Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Samarinda dalam melindungi anak-anak yaitu Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak.

(7)

149 anak sebagai korban dari enam jenis kasus yang terjadi di Kota Samarinda dan pada tahun 2016 data dari P2TPA2A “Citra Tepian” ada 91 anak sebagai korban dari tujuh kasus yang terjadi di Kota Samarinda. Dengan kondisi seperti itu perlindungan terhadap anak masih perlu penanganan yang terus-menerus dan masif serta dibutuhkan kerjasama dari semua pihak agar jumlah anak yang menjadi korban kekerasan dapat berkurang.

4. Membentuk komisi perlindungan anak di pusat dan tersebar di setiap daerah. Seperti LSM non pemerintahan yang konsisten terhadap perlindungan anak yang berhadapan hukum dan Komisi perlindungan anak Indonesia dan di setiap daerah.

5. Membangun dan memisahkan lapas pembinaan khusus Anak (LPKA) yang khusus di huni untuk anak yang berhadapan dengan hukum, dimana dlam lapas ini berbeda dengan lapas pada umumnya dan di dalam lapas ini juga anak-anak di berikan pelatihan dan pembinaan keterampilan sebaga bekl untuk di bawa saat masa tahan selesai sehingga anak-anak juga tidak melewatkan usia produktifnya dengan salah. Dalam lapas ini juga akan di berikan pembibingan secara psikis dan mental serta pendampingan secara hukum.

(8)

Keberadaan KPAID sejalan dengan era otonomi daerah dimana pembangunan perlindungan anak menjadi kewajiban dan tanggungjawab pemerintah daerah.Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kota Samarinda, disingkat KPAID Kota Samarinda adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam melakukan perlindungan anak terhadap perkara yang terjadi serta menegakan Peraturan Daerah khususnya Peraturan Daerah Tentang Perlindungan Anak di Kota Samarinda. Organisasi dan tata kerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kota Samarinda ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikota Samarinda Nomor : 415/180/HK-KS/III/2015.Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kota Samarinda dapat berkedudukan di Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten atau Kota.

Visi dan Misi 1. Visi

Meningkatnya efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

2. Misi

a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak

b. Melakukan pengumpulan data dan informasi tentang anak c. Menerima pengaduan masyarakat

d. Melakukan penelaahan, pemantauan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perlindungan anak

e. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak

f. Mendukung terwujudnya Kalimantan Timur menuju Kota Layak Anak(KLA) Telah diketahui bahwa KPAID Kota Samarinda merupakan suatu lembaga kesejahteraan sosial Kota Samarinda yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak bermasalah guna penumbuhan dan penge.terampilan-keterampilan sosial dan kerja, sehingga mereka dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat yang tampil dan aktif berpartisipasi secara produktif dan mandiri dalam pembangunan. Selanjutnya penulis akan membahas mengenai kegiatan kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh KPAID Kota Samarinda yang merupakan fokus dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Program Rehabilitasi Sosial

(9)

ini anak yang bermasalah dapat tersalurkan aspirasi minat bakat anak secara terarah, sehingga anak menajdi mandiri di lingkungan sekitarnya.

b. Pelatihan Keterampilan Pekerjaan

1) Keterampilan Otomotif

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan keterampilan sudah berjalan dengan baik, karena dengan adanya pembinaan ini anak memiliki banyak pengetahuan tentang jurusan yang mereka ikuti, sehingga apa yang menjadi harapan dari semua jajaran yang ada di KPAID dan harapan anak itu sendiri bisa tercapai.

2) Keterampilan Tatarias/Salon Kecantikan

Berdasarkan informasi dan hasil wawancara yang peneliti peroleh bahan yang digunakan sering habis sebelum waktunya sehingga proses belajar atau praktek disini terhambat, sehingga berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu siswi menyatakan bahwa penghambat dalam pelaksanaan praktek yaitu bahan praktek yang sering habis sebelum waktunya.

Program pendampingan dan advokasi diberikan oleh pihak KPAID Kota Samarinda dilakukan untuk mengembalikan pola pikir anak yang awalnya negatif menjadi positif.Pelaksanaan pendampingan advokasi ini dilakukan ketika anak bermasalah dan KPAID melakukan advokasi sesuai SOP serta Perda Kota Samarinda dengan cara mengadakan kajian lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain anak serta melihat cara pengasuhan anak.

Faktor penghambat program pembinaan bagi anak yang masih dalam pengawasan KPAID Kota Samarinda Dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan yang dilakukan di KPAID Kota Samarinda terdapat beberapa faktor penghambat dalam memberikan pelayanan program pembinaan kepada anak bermasalah, yaitu sebagai berikut :

1. Biaya

2. Fasilitas dan alat praktek 3. Sumber Daya Manusia

(10)

6. anak.

Keberadaan lapas pembinaan khusus Anak (LPKA) kelas IIA Samarinda baru saja terbangun 5 bulan yang lalu yang memanfaatkan gedung eks Dewan Pendidikan Kukar (Kompleks RSUD AM Parikesit lama) di Jl. Imam Bonjol Tenggarong hanya dapat menampung 12 anak,hal ini dikarenakan kurangnya jumlah personel dan ruangan menjadi alasan. LPKA memiliki satu ruangan tempat tidur dengan kapasitas 12 orang, walaupun lapas anak ini sangat auh berbeda dengan penjara pada uumnya, karena disediakan pendidikan dan pembinaan bagi anak, disediakan juga ruang bermain anak agar hak-hak mereka sebgai anak tetap terpenuhi. Pegawai yang bekerja di lapas sebnayak 12 pegawai struktural ang berasal dari samarinda dan tenggarong.

Data terbaru Kanwil Kemenkumham, diketahui saat ini terdapat 98 anak di Benua Etam menjadi tahanan dan narapidana. Paling banyak berada di Lapas Klas IIA Samarinda, yaitu sebanyak 34 anak. Penghuni anak didominasi kasus pelecehan seksual dan narkoba

Mengingat semua masih usia sekolah, para anak pidana diikutkan program khusus, dimana tujuannya mendisiplinkan anak dan membuat mereka sadar agar kelak tidak kembali ke jalan salah, Program para anak pidana sudah terjadwal mulai dari bangun pagi hari, hingga tidur malam. Selain itu, wajib mengikuti program kejar paket,” jelas Kasi Pembinaan dan Pendidikan Lapas Klas IIA Samarinda. Seperti bangun tidur, salat subuh bagi yang beragama Islam, olahraga, sarapan kemudian mengikuti serangkaian kegiatan yang sudah dijadwalkan, selain wajib mengikuti pembinaan rohani dan belajar paket, penghuni anak tersebut harus melaksanakan kegiatan pramuka. Seperti latihan baris-berbaris untuk melatih kedisiplinan. Hasil dari latihan baris-berbaris juga kerap ditampilkan dalam berbagai acara dan menjadi salah satu terapi agar anak-anak tidak bosan. Tidak hanya itu, mereka bertanggung jawab terhadap kebersihan blok mereka.

Implementasi Perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya Pasal 13 Tentang Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum:

1) Komunikasi

(11)

yang baik tentu akan bisa menghambat suatu pelaksanaan suatu program/kebijakan. Hasil penelitian Komunikasi yang dilaksanakan dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Samarinda sudah berjalan dengan baik, dengan hal ini maka pengetahuan masyarakat mengenai Perda Perlindungan Anak ini akan semakin baik pula.

2) Sumberdaya

Dikatakan oleh Edward III bahwa faktor lainnya yang bisa mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sumberdaya. Menurut Edward III (dalamI ndiahono 2009:31) setiap kebijakan harus didukung oleh sumberdaya yang memadai, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya finansial. Hasil penelitian, Sumberdaya dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak belum bisa dikatakan berjalan dengan baik. Ini dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang belum tersedia dengan baik seperti Rumah Aman yang belum tersedia selain itu sarana dan prasarana dalam pendampingan anak oleh psikolog yang belum tersedia dengan baik. Selain itu ketersediaan anggaran yang belum memadai khususnya dalam anggaran penyampaian informasi mengenai perlindungan hak anak.

3) Disposisi (Komitmen Pelaksana)

Disposisi menurut Edward III (dalam Indiahono 2009:31) yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakan atau program. Karakter yang dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis. Hasil penelitian, komitmen dari para pelaksana dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki oleh masing-masing pelaksana kebijakan/program yang berdasarkan pada Undang-undang Perlindungan Anak termasuk Perda Perlindungan Anak Nomor 10 Tahun 2013.

4) Struktur Birokrasi

(12)

berdasarkan pada Undang-undang Perlindungan Anak termasuk Peraturan Daerah tentang Perlindungan Anak. Selain itu dalam penanganan perlindungan masing-masing pihak saling berkoordinasi dan bekerjasama satu sama lain untuk menangani setiap kasus anak yang terjadi di Kota Samarinda.

C. EVALUASI

Berdasarkan implementasi Perda Kota Samarinda No.10 Tahun 2013 Khususnya Pasal 13 Tentang Membatasi Ruang Gerak Perlindungan Anak Secara Hukum, ada beberapa hal yang harus dibenahi agar perda tersebut dapat berjalan secara maksimal, sebagai berikut:

1. Fasilitas dan alat praktek, disarankan agar jumlah fasilitas praktek anak otomotif dapat disesuaikan dengan berapa jumlah anak asuh yang mengikuti pembinaan tersebut dan Untuk fasilitas dan alat praktek pembinaan keterampilan tatarias yang lebih banyak menggunakan bahan habis pakai. Oleh karena itu diharapkan untuk stok bahan yang digunakan ditambah, dan untuk instrukturnya juga agar bisa lebih memperhatikan ketersedian bahan yang digunakan untuk praktek, dengan cara setiap habis praktek dilihat ketersedian bahan yang ada agar sekiranya bahan yang mau habis bisa ditambah stoknya. Dan diharapkan bahan-bahan yang disediakan merupakan alat dengan standard teknologi yang ada sekarang sehingga anak-anak yang berada dalam lapas tidak ketinggalan dengan zaman yang sudah ada.

2. Menambah sumber daya manusia di KPAID Kota Samarinda sekitar 10 sampai dengan 25 tenaga yang ahli dalam bidangnya terutama di bidang psikologi, bidang keagamaan, bidang kesehatan, dan di bidang hukum untuk lebih memaksimalkan tugas dan fungsi dari KPAID Kota Samarinda itu sendiri.

3. Biaya ,untuk kedepannya anggaran untuk pelaksanaan pembinaan ditambah, agar penanganan perkara anak dan untuk pembinaan bisa berjalan dengan baik sesuai hasil yang ingin dicapai, serta mengkoordinasikan kepada pelindung/penasehat dari KPAID Kota Samarinda.

(13)

terlengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat mengakomodasi segala aktivitas.

5. Selain masalah kekerasan anak, hal lain yang terjadi terkait perlindungan anak di Kota Samarinda yaitu mengenai kurangnya ruang terbuka yang ramah anak seperti taman bermain.Idealnya untuk ruang terbuka yang ramah anak seperti taman untuk wilayah Kota Samarinda minimal satu kecamatan memiliki satu ruang terbuka atau lebih banyak. Taman akan lebih baik tentu dengan fasilitas yang lengkap dan memadai.

6. Pihak dari pemkot juga diharapkan dapat bekerjasama dengan Dinas pendidikan yang ada di wilayah kota untuk menyediakan guru pembimbing buat ABH yang ada di lapas sehingga mereka juga dapat melanjutkan sekolahnya walaupun dalam lapas dan mendapatkan ilmu yang akan berguna untuk masa depannya.

7. Membangun rumah aman bagi anak korban kekerasan yang digunakan sebagai tindakan pertama dalam memberikan rasa aman bagi anak korban kekerasan.

8. Untuk orangtua atau masyarakat yang kurang peduli dengan pelaksanaan penanganan perlindungan anak, sebaiknya pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Samarinda, dan P2TP2A Kota samarinda, serta Dinas Sosial Kota Samarinda bersama organisasi sosial dalam masyarakat memberikan pemahaman atau himbauan kepada orangtua atau masyarakat melalui sosialisasi, kampanye di media sosial ataupun melalui pemasangan poster-poster bahwa betapa penting peran dari orangtua atau masyarakat untuk ikut mendukung perlindungan anak dari tindak kekerasan dan diskriminasi, mengingat anak sebagai generasi masa depan keluarga, agama, bangsa dan negara.

9.

D. KESIMPULAN

Kesimpulan mengenai implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut

1. Implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak secara umum sudah berjalan dengan cukup baik sebab segi komunikasi dan struktur birokrasi sudah berjalan dengan baik. Namun dari segi sumberdaya dan komitemen masih mengalami hambatan.

(14)

dibuktikan dengan diadakannya sosialisasi ke masyarakat melalui Kecamatan, dan Kelurahan serta dilakukan ke sekolah-sekolah mengenai perlindungan anak.

3. Dari segi sumberdaya, implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor tentang Perlindungan Anak sudah dilaksanakan dengan cukup baik karena ketersediaan sumberdaya manusia secara kuantitas sudah cukup memadai namun dari segi kualitas masih kurang dalam hal penyampaian informasi mengenai perlindungan anak. Sedangkan untuk sarana dan prasarana atau fasilitas juga belum tersedia dengan baik dalam mendukung penanganan perlindungan anak, termasuk ketersediaan anggaran yang minim dalam melaksanakan penyampaian informasi mengenai penanganan perlindungan anak.

4. Dari segi disposisi (komitmen pelaksana), implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak dapat dikatakan cukup berjalan dengan baik karena para pelaksana bekerja sesuai dengan visi dan misi yang terbagi ke dalam tugas pokok dan fungsi yang dimiliki oleh masing-masing para pelaksana yang berdasarkan pada Undang-undang perlindungan anak. Para implementor kebijakan atau program juga memiliki komitmen yang baik kepada Walikota sebagai pimpinan untuk membantu dalam mewujudkan Samarinda sebagai Kota Layak Anak walau masih terhambat dari kurangnya dukungan dari masyarakat. 5. Dari segi struktur birokrasi, implementasi Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor

10 Tahun 2013 tentang Perlindungan Anak dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik karena implementor kebijakan/program perlindungan anak bekerja sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) dan tetap saling koordinasi dalam penanganan perlindungan anak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki oleh para pelaksana. Selain itu proses yang dilakukan cepat tanggap dan tidak berbelit-belit dalam memberikan perlindungan anak.

(15)

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Gultom, Maidin. 2014, Perlindungan Hukum terhadap Anak, dalam Sistem Peradilan Pidana

Anak di Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama.

Mulyadi, Deddy. 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Konsep dan Aplikasi

Proses Kebijakan dan Pelayanan Publik. Bandung:Alfabeta.

(16)

Kebijakan Publik. Malang: Bayumedis publishing

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus,Jakarta: PT. Buku Seu Wibawa, Samodra. 2011. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta:Graha Ilmu

Dokumen:

Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini penonton harus membayarkan sejumlah uang yang telah di tentukan oleh pihak promotor untuk mendapatkan tiket konser musik yang akan di selenggarakan karena hal

Abstrak - Penelitian Sistem Informasi Sensus Penduduk Pada Kantor Wali Nagari Kapau Berbasis website untuk mengetahui sistem yang dipakai seperti pengolahan data

Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang pada Dinas yang pengangkatannya sesuai dengan

• BIOMASSA : bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial  termasuk limbah.. terbiodegradasi yang

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak

Berdasarkan Gambar 4.5, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000053 < 0,05 maka H₀ ditolak dan H₁ diterima, yang variabel bebas

Organisasi : 1.06.2.08.0.00.02.0000 DINAS SOSIAL, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Unit : 1.06.2.08.0.00.02.0000 DINAS SOSIAL, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN

Mengapa diperlukan suatu teknik komunikasi data antar komp ter sat dengan komp ter ata data antar komputer satu dengan komputer atau terminal yang lain. Beberapa