ASAS-ASAS HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
BERSUMBER DARI HUKUM INTERNASIONAL
DISUSUN OLEH:
1. Latifa Martini (13410712)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hukum merupakan salah satu bidang yang cukup penting dalam tatanan kehidupan manusia. Karena hukum menjadi penjaga harmoni antar manusia yang menjalankan kehidupannya. Seperti doktrin yang sudah sangat umum didengar, dalam kumpulan manusia pasti ada hukum.
Dalam perkembangannya, hukum sudah memiliki banyak bidang yang cukup banyak. Misalnya saja hukum pidana, perdata, bisnis, maupun hukum internasional. Salah satu bidang yang menjadi sangat penting terutama pada hubungan antar negara dan berkaitan dengan tindakan secara individu yang berdampak internasional adalah hukum pidana internasional.
Hukum pidana internasional menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan apalagi pasca terjadinya perang dunia kedua. Hukum pidana internasionl merupakan produk hukum dari United Nation atau Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menjadi sangat penting keberadaan HPI ini karena banyak sekali tindak pidana yang menjadi perhatian utamanya berkaitan dengan kemanusiaan.
Penegakan hukum pidana internasional sendiri melalui suatu lembaga peradilan internasional yang disebut Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court. ICC dan Hukum Pidana Internasional (HPI) diatur dalam satu Statuta yang disebut Rome Statute of The International Criminal Court 1998. Statuta inilah yang menjadi senjata utama dalam penegakan hukum pidana internasional.
Dalam pelaksanaannya, penegakan hukum pidana internasional terikat pada asas-asas hukum. Asas-asas-asas hukum yang berlaku dalam hukum pidana internasional menjadi sangat menarik untuk dikaji. Selain karena berbeda dengan hukum pidana nasional, asas-asas HPI memiliki ciri khusus dibandingkan dengan hukum pidana nasional.
Asas-asas hukum pidana internasional di bagi menjadi dua bagian besar yaitu asas hukum pidana internasional yang bersumber pada hukum pidana nasional dan asas hukum pidana internasional yang bersumber dari hukum internasional. Asas HPI yang bersumber dari hukum nasional diantaranya adalah asas legalitas, asas teritorial, asas ne bis in idem, dan asas ekstradisi.1
Selain itu, asas HPI yang bersumber dari hukum internasional dibagi menjadi dua bagian yaitu asas umum dan asas khusus. Asas-asas umum yang ada dalam HPI yaitu
pacta sunt servanda, good faith (itikad baik), civitas maxima (roman empire), reciprocal (timbal balik), ne bis in idem, dan legalitas. Asas khusus dalam HPI yaitu
aut dedere aut punere, aut dedere aut judicare, dan par in parem hebet imperium.
Dalam hukum pidana nasional, asas-asas yang bersumber dari hukum nasional mungkin sudah banyak diketahui dan dipahami oleh sebagian besar masyarakat
khususnya sarjana hukum. Tetapi asas-asas yang bersumber dari hukum internasional inilah yang belum terlalu banyak dimengerti masyarakat dan dimana asas tersebut diatur dalam Statuta Roma 1998. Untuk itu, perlu dilakukan kajian tentang asas-asas hukum pidana internasional yang bersumber dari hukum internasional baik asas umum maupun asas khusus.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa rumusan masalah yang muncul adalah:
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum membahas tentang definisi asas-asas hukum pidana internasional, akan jauh lebih baik untuk mengenal terlebih dahulu definisi hukum pidana internasional itu sendiri. Menurut Antonio Cassese yang dikutip oleh Eddy O.S. Hiariej menyatakan bahwa hukum pidana internasional merupakan bagian dari aturan-aturan internasional mengenai laranga-larangan kejahatan internasional dan kewajiban negara melakukan penuntutan dan hukuman beberapa kejahatan.2
Selain itu, Eddy juga mengutip pendapat Roling yang menyatakan bahwa international criminal law is the law which determines what national criminal law will apply to offences actually committed if they contain international element (hukum pidana internasional adalah hukum yang menentukan hukum pidana nasional yang akan diterapkan terhadap suatu tindakan yang senyatanya dilakukan jika terdapat unsur internasional didalamnya.3
Robert Cryer dkk dalam buku An Introduction to International Criminal Law and Procedure membahas hukum pidana internasional sebagai sekumpulan aturan untuk melindungi nilai-nilai ketertiban internasional yang dalam pendekatan tersebut menyebutkan bahwa international crimes are considered to be those which are of concern to the international community as a whole (a discription which is not of great precision), or acts which violate a fundamental interest protected by international law.4 (Kejahatan
internasional yang menjadi perhatian oleh kebanyakan masyarakat internasional, atau tindakan-tindakan yang melanggar kepentingan yang fundamental yang dilindungi oleh hukum internasional)
1. Asas Umum Hukum Pidana Internasional A.Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda adalah asas perjanjian yang paling tua dan biasa di kenal dalam hukum perjanjian. Asas ini diartikan bahwa perjanjian yang dibuat mengikat para pihak. Jika dihubungkan dengan hukum perjanjian internasional, seperti yang pernah di katakan oleh Anzilotti, seorang ahli hukum internasional dari Italia menyatakan bahwa kekuatan mengikat dari suatu perjanjian internasional adalah karena prinsip yang mendasar yang disebut pacta sunt servanda.5 Pengertian prinsip pacta sunt servanda dalam hukum perjanjian internasional tersebut sangat cocok di terapkan dalam hukum pidana internasional ini, karena pada dasarnya hukum pidana internasional ini adalah sebuah
2Ibid. Hal 7 3Ibid.
4 Robert Cryer, dkk, An Introduction to International Criminal Law and Procedure, New York: Cambridge
University Press, 2010, hal. 6
perjanjian antar negara yang dibuat dalam bentuk statuta. Untuk itu prinsip tersebut berlaku pula pada hukum pidana internasional ini.
Menurut pasal 26 Viena Convention on The Law of Treaties 1969
menyebutkan bahwa :
Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith.
pasal tersebut menyebutkan bahwa ketika suatu perjanjian telah berlaku, maka perjanjian tersebut mengikat kepada seluruh anggota dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Bahkan, Sumaryo Suryokusumo menuliskan bahwa negara tidak boleh meminta agar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dasar maupun peraturan perundang-undangannya sebagai alasan untuk tidak melaksanakan kewajibannya.6 Asas pacta sunt servanda ini merupakan inti dari suatu perjanjian, sehingga semua negara harus melaksanakannya. Tanpa asas ini, suatu perjanjian seolah-olah tidak ada karena tidak ada unsur pemaksa.
Seluruh negara yang telah menyatakan diri terikat pada perjanjian ini diharuskan untuk melaksanakan kewajibannya yang telah di tulis dan diatur dalam statuta ini maupun aturan pelaksananya.
B.Good Faith / Itikad Baik
Itikad baik adalah semua kewajiban yang diembani oleh hukum internasional harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.7 Itikad baik merupakan persyaratan moral agar suatu perjanjian dapat dilakukan dengan sunggu-sungguh.8 Asas ini sangat berkaitan erat dengan asas pacta sunt servanda karena dalam pelaksanaan suatu perjanjian, itikad baik inilah yang akan mendorong terjadinya pelaksaan perjanjian oleh suatu negara.
C.Civitas Maxima / Roman Empire
Civitas Maxima atau dikenal dengan nama lain roman empire atau
imperium romanum diartikan bahwa ada sistem hukum yang universal yang dianut oleh semua bangsa di dunia dan harus di hormati serta dilaksanakan.9
Lebih jauh, Romli Atmasasmita menyatakan bahwa asas civitas maxima masuk dalam 3 asas yang terdapat dalam konsep asas komplementaritas / complementary principle.10
Civitas Maxima di artikan bahwa meletakkan kewajiban terhadap setiap negara untuk menuntut dan mengekstradisi pelaku kejahatan internasional sebagai wujud akuntabilitas negara, dan diwujudkan dalam harmonisasi penegakan hukum langsung dan tidak langsung.11
10 Romli Atmasamita dalam sebuah artikel berjudul Apakah Indonesia Perlu Meratifikasi Statuta ICC?
http://www.lpikp.org/pdf/1.pdf akses terakhir pada 7 April 2016 pukul 9.11 WIB. Hal 6
Asas ini menyatakan bahwa apabila suatu negara ingin diperlakukan baik oleh negara yang lain, maka negara tersebut juga harus memberi perlakuan yang balik terhadap negara lainnya.12
E. Ne Bis In Idem
Ne bis in idem atau principle of double jeopardy merupakan salah satu asas yang juga bersumber dari hukum pidana nasional. Asas ini menerangkan bahwa seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali di depan pengadilan atas perkara yang sama13 yang dalam Statuta Roma disebutkan pada pasal 20 ayat (1), (2) dan (3) yaitu :
1. Except as provided in this statue, no person shall be tried before the Court with respect to conduct which formed the basis of crimes for which the person has been convicted or acquitted by the Court.
2. No person shall be tried by another court for a crime referred to in article 5 for which that person has already been convicted or acquitted by the Court.
3. No person who has been tried by another court for conduct also proscribed under article 6, 7, or 8 shall be tried by the Court with respect to the same conduct unless the proceeding in the other court :
a. Were for the purpose if shielding ehe person concerned from criminal responsiblity for crimes within the jurisdiction of the Court; or
b. Otherwise were not conducted independently or impartially in accordance with the norms of due process, recognized by international law and were conduct in manner which in the circumtances, was inconsistent with an intent to bring the person concerned fo justice.
Pasal 20 Statuta Roma tersebut memang melarang adanya peradilan ulang untuk satu kasus yang sama. Tetapi dalam hal ini ada pengecualian bahwa asas ne bis in idem bisa dikesampingkan untuk kasus kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida dan kejahatan perang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Eddy O.S. Hiariej yang juga menambahkan bahwa untuk agresi tidak dapat pengecualian karena belum ada kesepakatan tentang definisi kejahatan agresi.14
F. Legalitas
Legalitas atau legality dalam buku Pengantar Hukum Pidana Internasional karya Eddy O.S. Hiariej masuk dalam asas hukum pidana internasional yang bersumber dari hukum pidana nasional. Napoleon Bonaparte mengenalkan asas ini untuk pertama kalinya di Prancis melalui Code Penal yang disusunnya. Dalam pasal 4 Code Penal tersebut tertulis “Nulle Contravention, nul delit, nul crime,
ne peuvent etre de peines qui n’ etaient pas prononcees par la loi avant qu’ils
12 Eddy O.S. Hiariej, Loc Cit. Hal. 26 13Ibid. Hal, 38
fussent commis”15 yang artinya tidak ada pelanggaran, tidak ada delik, tidak ada
kejahatan yang dapat dipidana berdasarkan aturan hukum yang ada, sebelum aturan hukum itu dibuat terlebih dahulu. Dalam Statuta Roma, asas legalitas terdapat dalam pasal 22, 23 dan 24.
Article 22
Nullum Crimen Sine Lege
(1) A person shall not be criminally responsible under this statue unless the conduct in question constitutes, at the time it takes place, a crime within the jurisdiction of the court. criminal under international law independently of this statue.
Article 23
Nulla Poena Sine Lege
A person convicted by the court may be punished only in accordance with this statutes.
Article 24
Ratione Personae Non-Retroactive
(1) No person shall be criminally responsible under this statute for conduct prior to the entry into force of the Statute.
(2) In the event of a change in the law applicable to a given case prior to a final judgement, the law more favourable to the person being investigated, prosecuted, or convicted shall apply.
Secara singkat, maksud legalitas ini adalah jika ada suatu tindak kejahatan, selama belum ada hukum yang berlaku ketika terjadinya kejahatan tersebut, pelakunya tidak dapat dihukum. Hal ini erat kaitannya dengan prinsip non retroaktif yang menyatakan bahwa suatu aturan tidak dapat diberlakukan untuk mengadili tindakan yang pada saat dilakukannya tindakan tersebut, aturan tersebut belum ada.
2. Asas Khusus Hukum Pidana Internasional A.Au Dedere Au Punere
Au dedere au punere adalah asas yang dikemukakan oleh Hugo de Groot yang memiliki arti bahwa pelaku kejahatan internasional diadili menurut hukum ditempat ia melakukan kejahatan.16
B.Au Dedere Au Judicare
Au dedere au judicare merupakan asas yang dikemukakan oleh Cherif Bassiouni yang menyatakan bahwa setiap negara berkewajiban menuntut dan mengadili pelaku kejahatan internasional serta berkewajiban melakukan kerjasama dengan negara lain dalam rangka menahan, menuntut dan mengadili pelaku kejahatan internasional.17
C.Par in Parem Hebet Imperium
Par in parem hebet imperium menyatakan bahwa kepala negara tidak dapat di hukum dengan menggunakan hukum negara lain.18 Asas ini juga dikenal dengan state sovereignty immunity dimana seorang kepala negara saat melakukan tugasnya tidak dapat diadili karena ia memiliki hak imunitas atau sebagai bentuk atau wujud dari kedaulatan negara karena kepala negara merupakan simbol dari suatu negara.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, kesimpulan yang dapat di ambil adalah asas-asas hukum pidana yang berasal dari hukum internasional di bagi menjadi dua yaitu yang bersifat umum yaitu pertama, pacta sunt servanda yaitu suatu perjanjian dalam hal ini Statuta Roma yang telah dibuat mengikat kepada negara-negara yang telah menyatakan terikat dengan perjanjian tersebut. Kedua, good faith atau itikad baik yaitu ketika suatu negara telah menyatakan terikat terhadap Statuta Roma tersebut, maka ia harus melaksanakan kewajibannya dengan baik, ia harus berusaha untuk dapat menjalankan kewajibannya. Ketiga, civitas maxima yaitu suatu negara berkewajiban untuk menuntut dan mengekstradisi pelaku kejahatan yang tunduk pada suatu hukum yang bersifat universal. Keempat, reciprocal / timbal balik yaitu suatu negara akan memperlakukan baik suatu negara jika negara tersebut juga memperlakukannya dengan baik. Kelima, ne bis in idem yaitu pelaku kejahatan yang telah dinyatakan bersalah tidak boleh dituntut lagi untuk kasus yang sama. Keenam, legalitas yaitu suatu perbuatan tidak boleh di tuntut atau dinyatakan bersalah jika belum ada aturan yang menyatakan perbuatan tersebut dilarang saat perbuatan tersebut terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Cryer, Robert. dkk. 2010. An Introduction to International Criminal Law and Procedure. New York : Cambridge University Press
Hiariej, Eddy O.S. 2009. Pengantar Hukum Pidana Internasional. Jakarta: Penerbit Erlangga
Suryokusumo, Sumaryo. 2008. hukum Perjanjian Internasional. Jakarta : PT Tatanusa
Sumber Artikel :