APA ITU HUKUM PIDANA ?
W.P.J. POMPE :Hukum pidana adalah semua aturan hukum yang menentukan terhadap tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuaian.
SATAUCHID KARTANEGARA :
Hukum pidana adalah sejumlah peraturan-peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung larangan-larangan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh Negara atau kekuasaan lain
yang berwenang untuk menentukan peraturan pidana. Larangan/keharusan yang disertai ancaman pidana, apabila hal ini dilanggar timbullah hak dari negara untuk melakukan tuntutan, menjalankan pidana, dan
Prof. MOELJANTO :
Hukum pidana adalah bagian dari hukum yang mengadakan dasar dan aturan-aturan untuk
menentukan :
Perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai
ancaman saksi berupa suatu pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut;
Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
Dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
BAMBANG POERNOMO ;
Sumber Hukum Pidana
Menurut Sudarto sumber hukum pidana Indonesia sebagai berikut : 1) Sumber utama hukum pidana Indonesia adalah hukum yang tertulis
2) Hukum pidana adat
Di daerah-daerah tertentu dan untuk orang-orang tertentu, hukum pidana yang tidak tertulis juga dapat menjadi sumber hukum pidana.
asas legalitas dirumuskan dalam bahasa Latin sebagai nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa
ketentuan pidana yang mendahuluinya), atau nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang), nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana), nullum crimen sine lege (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang) atau nullum crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa
HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Hukum pidana Indonesia tersusun dalam sistem yang terkodifikasi dan sistem di luar kodifikasi. Sistem yang terkodifikasi adalah apa yang termuat dalm KUHP. Di dalam KUHP tersusun berbagai jenis perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana, perbuatan mana dapat dihukum. Namun di luar KUHP, masih terdapat berbagai pengaturan tentang perbuatan apa saja yang juga dapat dihukum dengan sanksi pidana. Dalam hal ini,Loebby Loqman membedakan sumber-sumber hukum pidana tertulis di Indonesia adalah :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Peraturan Perundang-Undangan lain (UU No.5 Tahun 1960, UU No.9 Tahun 1999, UU No. 19 Tahun 2002, dll) 3. Undang-undang yang merubah/ menambah KUHP;
4. Undang-undang Hukum Pidana Khusus;
TUJUAN HUKUM PIDANA
Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan atau hak asasi
manusia dan masyarakat. Tujuan hukum pidana di Indonesia harus sesuai dengan falsafah
Pancasila yang mampu membawa kepentingan yang adil bagi seluruh warga negara.
Dengan demikian hukum pidana di Indonesia adalah mengayomi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan hukum pidana dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Tujuan hukum pidana sebagai hukum Sanksi;
Fungsi Hukum Pidana
1) Fungsi yang umum
Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh karena itu fungsi hukum pidana juga
sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau
untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat
2) Fungsi yang khusus
Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan
rechtsguterschutz dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan
Ruang Lingkup Hukum Pidana :
1. Hukum pidana tertulis ;
2. Hukum pidana sebagai hukum positif;
3. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik;
4. Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif;
5. Hukum pidana materil dan hukum pidana formil;
6. Hukum pidana terkodifikasi dan tersebar;
7. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus;
NORMA DAN SANKSI
Norma merupakan ketentuan tingkah laku dalam hubungan/pergaulan, ketentuan atau
pengaturan ini yang disebut norma atau kaidah.
Norma mempunyai sifat yang memaksa, tergantung pada kesadaran dan keinginan bersama
yang tidak terlepas dari bentuk dan susunan masyarakat yang bersangkutan (kelurga, family,
serikat kerja, gereja, agama, partai, dan bangsa).
Norma dikelompokkan menjadi :
1. Norma Keagamaan;
2. Norma Kesusilaan;
3. Norma Kesopanan;
SANKSI
Pada dasarnya hukum itu memiliki sifat mengatur dan memaksa. Didalam sifat hukum yang mengatur, terdapat larangan-larangan. Apabila suatu larangan tersebut dilanggar, maka dapat menimbulkan sanksi. Sanksi hukum ini bersifat memaksa, hal ini berarti bahwa tertib itu akan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa tertentu karena dianggap merugikan masyarakat sebagai akibat dari adanya pelanggaran tersebut.
Pengertian sanksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : tanggungan (tindakan atau hukuman) untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan undang-undang (anggaran dasar, perkumpulan, dan sebagainya); tindakan (mengenai perekonomian) sebagai hukuman kepada suatu Negara.
Demi ketertiban umum, perlu adanya kelompok norma lain yang disebut norma hukum. Norma hukum dikaitkan dengan sanksi yang lebih mengikat dan memaksa.
1. Sanksi terhadap norma hukum ; 2. Sanksi hukum pidana;
ASAS – ASAS HUKUM PIDANA
1. Asas yang dirumuskan dalam KUHP atau perundang-undangan : A. Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat;
B. Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut waktu;
C. Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut orang, pada
saat terjadinya perbuatan pidana.
2. Asas yang tidak dirumuskan dan menjadi asas hukum pidana yang tidak
ASAS-ASAS TIDAK TERTULIS DALAM HUKUM PIDANA
Asas yang tidak tertulis atau tidak dirumuskan dengan tegas dalam KUHP tetapi telah dianggap berlaku didalam praktek hukum pidana, meliputi 4 hal yaitu :
Syarat kemampuan bertanggung jawab dari pembuat merupakan bagian pokok didalam asas kesalahan. Ketidakmampuan bertanggung jawab berlaku bagi seorang yang tidak dapat menginsyafi perbuatannya karena umur yang masih muda /anak-anak yang keadaan batinnya belum sempurna, dan meskipun sudah cukup umur akan tetapi keadaan serta fungsi batinnya tidak dapat menginsyafi perbuatannya berhubung dengan pertumbuhan jiwa yang tidak normal/ penyakit jiwa. Bagi mereka ini tidak dapat dipidana.
Elemen yang kedua dari asas kesalahan yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan (opzet/culpa/onachtzaamheid/schuld) merupakan hubungan antara keadaan batin dan kejadian karena kelakuan pembuat yang didalam KUHP dirumuskan menjadi delik.
2. Alasan Pembenar (rechtsvaardigingsgronden); Suatu keadaan tertentu dari perbuatan seseorang yang menghapuskan atau meniadakan sifat elemen hukum sehingga perbuatan yang bersangkutan tidak melawan atau bertentangan dengan hukum (alasan pembenar), seperti misalnya perbuatan seseorang karena pembelaan terpaksa (noodweer) dalam pasal 49 ayat (1), perbutaan seeorang karena melaksanakan ketentuan undang-undang dalam pasal 50 KUHP.
3. Alasan Pemaaf, “schulduitsluitinggronden” yang artinya perbuatan seseorang tetap sebagai perbuatan melawan hukum yang karena alasan tertentu perbutaan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pembuat sehingga kesalahannya dihapuskan (dimaafkan),sedangan “rechtvaardigingsgronden”
4. Alasan Penghapusan Penuntutan (onvervolgbaarheid/vervolgbaarheid uitsluiten); Penghapusan pidana dihapuskan bukan karena kesalahannya atau dihapuskan sifat
melawan hukumnya, akan tetapi karena perbuatan itu menurut politik kriminil pemerintah
lebih baik tidak menuntut akan bermanfaat daripada kalau menuntut. Dalam KUHP,
pernyataan tidak dapat dituntut dalam pasal 61-62 tentang kejahatan dari
penerbitan/percetakan, pasal 367,376, 394 tentang kejahatan harta kekayaan. Dalam
aturan umum Buku I KUHP, alasan penghapus penuntutan dalam pasal 2-8 mengenai
batas berlakunya peraturan perundang-undangan hukum pidana, pasal 61-62 mengenai
penuntutan penerbitan/percetakan, pasal 72 mengenai delik aduan, pasal 76 mengenai
asas nebis in idem, pasal 77-78 mengenai hapusnya penuntutan karena terdakwa
HUBUNGAN HUKUM PIDANA DENGAN KRIMINOLOGI,
DAN VIKTIMOLOGI
Objek ilmu pengetahuan hukum pidana adalah mempelajari asas-asas dan peraturan-peraturan hukum pidana yang berlaku, menghubungkan asas-asas/peraturan-peraturan yang satu dengan yang lainnya, mengatur penempatan asas-asas/peraturan-peraturan tersebut dalam suatu sistematika, dengan demikian dapat dipahami pengertian yang objektif dari peraturan-peraturan yang berlaku (hukum positif) yang merupakan tujuan dari ilmu pengetahuan huum pidana.
Tujuan dari ilmu hukum pidana :
Mempelajari dan menjelaskan (interpretasi) hukum (tindak) pidana yang berlaku pda suatu
waktu dan Negara (tempat) tertentu;
Mempelajari norma-norma dalam hubungannya dengan pemidanaan (konstruksi); Menerapkan hukum pidana yang berlaku secara teratur dan berurutan (sistematika);
Mengolah suatu tindak pidana yang sudah terjadi kemudian dihubungkan dengan penerapan
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan dan keadaan-keadaan yang pada umumnya turut mempengaruhinya, mempelajari cara-cara memberantas kejahatan tersebut.
Menurut SUTHERLAND and CRESSEY kriminologi adalah himpunan pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat. Objek dari kriminologi adalah proses-proses perbuatan perundang-undangan, pelanggaran perundang-undangan dan reaksi dari pelanggaran tersebut yang saling mempengaruhi secara beruntun.
Definisi kriminologi secara lebih jelas :
1. Krimonologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.
2. Kriminologi Sebagai ilmu yang belum dapat berdiri sendiri, sedangkan masalah manusia menunjukkan bahwa kejahatan merupakan gejala sosial. Karena kejahatan merupakan masalah manusia, maka kejahatan hanya dapat dilakukan manusia. Agar makna kejahatan jelas, perlu memahami eksistensi manusia.
3. Kriminologi adalah kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh penjahat sedangkan pengertian mengenai gejala kejahatan merupakan ilmu yang mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan dari kejahatan, pelaku kejahatan, serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.
Objek kriminologi adalah orang yang melakukan kejahatan itu sendiri sebagai gejala dalam masyarakat (bukan sebagai norma hukum positif semata-mata). Tugas Kriminologi :
Untuk mencari dan menentukan sebab-sebab dari kejahatan serta menemukan cara-cara pemberantasannya.
Tujan Kriminologi :
Hubungan Kriminologi dengan Ilmu Hukum Pidana
Roeslan Saleh mengemukakan bahwa pada masa lampau, perbedaan antara Hukum Pidana dengan
Kriminologi sangat besar. Kriminologi bukan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan hukum pidana. Hukum
pidana adalah ilmu pengetahaun dogmatis yang berkerja secara deduktif. Sedangkan kriminologi adalah ilmu
pengetahuan yang berorientasi kepada ilmu pengetahuan alam kodrat yang menggunakan metoda
empiris-induktif.
Sesuai perkembangannya, perbedaan ini menjadi tidak begitu tajam, terutama setelah Perand Dunia II, di
mana kriminologi berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang lebih banyak membahas tentang tingkah laku
manusia. Dikatakan bahwa kriminologi telah berubah dari ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan
gamma. Begitu pula dengan ilmu pengetahuan hukum pidana, yang mulai banyak memberikan tekanan
Namun demikian, perbedaan antara kedua disiplin ilmu tetap ada. Hukum Pidana masih dipandang sebagai ilmu
pengetahuan normatif yang penyelidikan-penyelidikannya adalah sekitar aturan hukum dan penerapan dari
aturan-aturan hukum itu dalam rangka pendambaan diri terhadap cita-cita keadilan. Hukum pidana adalah ilmu pengetahuan
yang mengkaji norma-norma atau aturan-aturan yang seharusnya, lalu dirumuskan dan ditetapkan, dan kemudian
diberlakukan. Hukum pidana bersifat umum dan universal, dan disebut sebagai post factum ‘setelah kejaidan’. Suatu
ketetapan dapat dirumuskan jikalau apabila permasalahan kejahatan telah terjadi di dalam masyarakat, kemudian
diberlakukan suatu aturan atau norma yang memberikan batas-batas.
Sementara itu, kriminologi, yang meskipun dalam beberapa hal berpangkal tolak dari konsepsi hukum pidana, lebih
banyak menelusuri dan menyelidiki tentang kondisi-kondisi individual dan kondisi-kondisi sosial dari konflik-konflik, dan
akibat-akibat serta pengaruh-pengaruh dari represi konflik-konflik dan membandingkannya secara kritis efek-efek dari
represi yang bersifat kemasyarakatan disamping juga tindakan-tindakan itu. Berbeda dengan hukum pidana yang bersifat
normative, kriminologi lebih mengkaji tentang kenyataan yang senyata-nyatanya, menafsirkan konteks, yang didapati dari
hasil penelitian. Kriminologi bersifat lebih khusus dan terbatas. Oleh karena itu kriminologi disebut sebagai pre factum
Meski berbeda, para ahli hukum pidana tetap memerlukan kriminologi sebagai ilmu pengetahuan pembantu. Dengan menyadari sifat tersendiri dari masing-masing ilmu pengetahuan ini, ilmu pengetahuan hukum pidana dan kriminologi harus bekerja secara berpasangan, tetapi dengan arahnya yang berlawanan. Di antara kedua disiplin ilmu pengetahuan ini, terdapat pikiran integrasi yang saling memerlukan antara satu sama lain. Meskipun berbeda, ilmu pengetahuan hukum pidana dan kriminologi tidak dapat dipisahkan.
Hubungan antara ilmu hukum pidana dan kriminologi, dapat dikatakan mempunyai hubungan timbal balik dan bergantungan satu sama lain(interrelation dan dependence). Ilmu hukum pidana mempelajari akibat hukum daripada perbuatan yang dilarang sebagai kejahatan (crime) yang dapat disingkat pula dengan nama ”ilmu tentang hukumnya kejahatan”, dengan demikian sebenarnya bagian hukum yang memuat tentang kejahatan disebut hukum kejahatan, hukum kriminil (criminil law/penal law, misdaads-recht/delicten-recht). Akan tetapi telah menjadi lazim bagi hukum tentang kejahatan itu dinamakan ”strafecht” yang salinannya ke dalam bahasa Indonesia menjadi hukum pidana.
Viktimologi
Viktimologi adalah suatu pengetahuan ilmiah/studi yang mempelajari
viktimisasi (criminal) sebagai suatu permasalahan manusia yang
merupakan suatu kenyataan sosial. Viktimologi berasal dari kata Latin
victima yang berarti korban dan logos yang berarti pengetahuan ilmiah atau
studi.
Hubungan Viktimologi dengan Kriminologi
Adanya hubungan antara kriminologi dan viktimologi sudah tidak dapat diragukan
lagi, karena dari satu sisi Kriminologi membahas secara luas mengenai pelaku dari
suatu kejahatan, sedangkan viktimologi disini merupakan ilmu yang mempelajari
tentang korban dari suatu kejahatan.
Jika ditelaah, dapat dikatakan bahwa viktimologi merupakan bagian yang hilang
dari kriminologi atau dengan kalimat lain, viktimologi akan membahas
bagian-bagian yang tidak tercakup dalam kajian kriminologi. Banyak dikatakan bahwa
viktimologi lahir karena munculnya desakan perlunya masalah korban dibahas
Pendapat mengenai pentingnya dibentuk Viktimilogi secara terpisah dari ilmu Kriminologi :
1. Mereka yang berpendapat bahwa viktimologi tidak terpisahkan dari kriminologi, diantaranya adalah Von Hentig, H. Mannheim dan Paul Cornil. Mereka mengatakan bahwa kriminologi
merupakan ilmu pengetahuan yang menganalisis tentang kejahatan dengan segala
aspeknya, termasuk korban. Dengan demikian, melalui penelitiannya, kriminologi akan
dapat membantu menjelaskan peranan korban dalam kejahatan dan berbagai persoalan
2. Mereka yang menginginkan viktimologi terpisah dari kriminologi, diantaranya adalah Mendelsohn. Ia mengatakan bahwa viktimologi
merupakan suatu cabang ilmu yang mempunyai teori dalam kriminologi, tetapi dalam membahas persoalan korban, viktimologi juga tidak dapat hanya terfokus pada korban itu sendiri. Khusus mengenai hubungan antara kriminologi dan hukum pidana dikatakan bahwa keduanya merupakan pasangan atau dwi tunggal yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan baik tentang penggunaan
hukum terhadap penjahat maupun pengertian mengenai timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya sehingga memudahkan penentuan adanya kejahatan dan pelaku kejahatannya. Hukum pidana hanya mempelajari delik sebagai suatu pelanggaran hukum, sedangkan untuk mempelajari bahwa delik merupakan perbuatan manusia sebagai suatu gejala social adalah kriminologi. J.E Sahetapy
juga berpendapat bahwa kriminologi dan viktimologi merupakan sisi dari mata uang yang saling berkaitan. Perhatian akan kejahatan yang ada tidak seharusnya hanya berputar sekitar munculnya kejahatan akan tetapi juga akibat dari kejahatan, karena dari sini akan terlihat perhatian bergeser tidak hanya kepada pelaku kejahatan tetapi juga kepada posisi korban dari kejahatan itu. Hal ini juga dibahas
TINDAK PIDANA
Istilah tindak pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit, namun demikian belum ada
konsep yang secara utuh menjelaskan definisi strafbaarfeit. Oleh karenanya masing-masing para
ahli hukum memberikan arti terhadap istilah strafbaarfeit menurut persepsi dan sudut pandang
mereka masing-masing;
Strafbaarfeit, terdiri dari tiga suku kata yakni, straf yang diterjemahkan sebagai pidana dan
hukum, kata baar diterjemahkan sebagai dapat dan boleh sedangkan untuk kata feit
diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan;
Strafbaarfeit diartikan sebagai sebuah tindak, peristiwa, pelanggaran atau perbuatan yang dapat
atau boleh dipidana atau dikenakan hukuman;
Wirjono Prodjodikoro, menterjemahkan istilah strafbaarfeit sama dengan tindak pidana yakni
Simons, merumuskan bahwa strafbaarfeit itu sebenarnya adalah tindakan, kelakuan (hendeling) yang
menurut rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. ;
Mulyatno, berpendapat perbuatan Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;
Van Hemel, Strafbaar Feit adalah kelakuan (Menselijke Gedraging) orang yang dirumuskan dalam UU
yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (Staff Waardig) dan dilakukan dengan kesalahan;
W.P.J.Pompe, Pengertian Strafbaar Feit dibedakan antara definisi yang bersifat teoritis dan yang bersifat
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Kesalahan (schuld)
Kesalahan dalam hk.pidana berarti menempatkan kesalahan sebagai salah satu unsur dari tindak pidana;
Kesalahan sebagai unsur dari pertanggung jawaban pidana;
Kesalahan telah ditegaskan dalam pasal 44 KUHP yang berbunyi : “Tidak ada pemidanaan, tanpa adanya kesalahan”, “Geen straf zonder schuld”.
Untuk mengatakan adanya kesalahan pada pelaku harus dicapai dan ditentukan terlebih dahulu beberapa hal yang menyangkut pelaku : kemampuan bertanggung jawab, hubungan kejiwaan antara pelaku dan akibat yang ditimbulkan, dolus atau culpa;
Kesengajaan (dolus)
Kesengajaan merupakan bagian dari kesalahan, kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat
terhadap suatu tindakan (terlarang/keharusan) dibandingkan dengan culpa;
Kesengajaan dari sudut terbentuknya dibedakan menjadi : karena adanya motif dari kelakuannya, adanya kehendak
(keinginan), adanya tindakan;
Menurut Simons, kesengajaan adalah merupakan kehendak dari pelaku;
Kesengajaan formal : apabila kehendak itu ditujukan kepada perbuatan; Kesengajaan material : kehendak ditujukan kepada
akibat yang timbul dari perbuatan tersebut;
Ancaman pidana pada suatu delik jauh lebih berat apabila dilakukan dengan sengaja, dibandingkan dengan apabila
dilakukan dengan kealpaan;
Kesengajaan dalam KUHP : kesengajaan, dengan sengaja, sengaja (opzettelijk) terdapat pada pasal 187, 281, 304, 310,
Kealpaan (culpa)
Ciri-ciri kealpaan dalam hk.pidana :
Sengaja melakukan suatu tindakan yang ternyata salah, karena menggunakan otak nya secara
salah;
Pelaku dapat memperkirakan akibat yang akan terjadi, tetapi merasa dapat mencegahnya
Dalam hal kealpaan, pada diri pelaku terdapat : kekurangan pemikiran; kekurangan pengetahuan;
kekurangan kebijaksanaan;
Istilah untuk kealapaan dalam undang-undang : karena salahnya antara lain pasal 188,191, 195,
360 KUHP; karena kealpaan pasal 231, 232 KUHP; Harus dapat menduga terdapat pada pasal
PEMIDANAAN
Sistem pemidanaan secara garis besar mencakup 3 (tiga) permasalahan pokok, yaitu Jenis pidana (strafsoort), lamanya ancaman pidana (strafmaat), dan pelaksanaan pidana (strafmodus).
A. Jenis pidana (strafsoort)
Jenis pidana dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yang terdiri dari :
Pidana Pokok Pidana Tambahan
1. Pidana Mati; 1. Pencabutan beberapa hak tertentu;
2. Pidana Penjara;
3. Pidana Kurungan; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 4. Pidana Denda; 3. Pengumuman putusan hakim
TUGAS INDIVIDU
Resume :1. Teori Perbuatan Materil dalam Hk.pidana;
2. Teori Alat;
3. Teori Akibat;
4. Tempus Delicti;
5. Locus Delicti; Instruksi :
Tanggal 7 april perkuliahan ditiadakan, sebagai pengganti absensi kehadiran mahasiswa/i diwajibkan menulis resume;
Tugas resume ditulis dengan rapi dan dapat dibaca dengan jelas pada kertas double polio bergaris, sebanyak 4 halaman penuh;
Tugas wajib dikumpulkan maksimal pada tanggal 21 April 2017, yang dikoordinir oleh ketua kelas;
Pertanggungjawaban Pidana/
Teorekenbaarheid/Criminal Responsibility
Menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak
pidana (crime) yang terjadi atau tidak;
Apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan;
Apabila terdakwa dipidana, harus dinyatakan bahwa tindakan yang dilakukan bersifat melawan
hukum dan terdakwa mampu bertanggungjawab;
Perbutaan tersebut memperlihatkan kesalahan dari pelaku yang berbentuk kesengajaan dan
kealpaan.
Tindakan tersebut merupakan tindakan yang tercela, dan tertuduh menyadari tindakan yang
dilakukan tersebut.
Hubungan pelaku dengan tindakannya ditentukan oleh kemampuan bertanggungjawab dari
pelaku;
Apabila tindakan yang akan dilakukan oleh pelaku, diketahui ketercelaan dari tindakan tersebut
Pompe mengatakan : hubungan pelaku dengan tindakannya ditinjau dari sudut kehendak, kesalahan pelaku adalah merupakan bagian dalam dari kehendak tersebut, dan bersifat melawan hukum dari suatu tindakan adalah bagian luar dari kehendak tersebut.
Asas : “Tiada pidana, tanpa kesalahan”
Untuk menentukan pertanggungjawaban suatu tindakan pidana harus dibuktikan dengan :
1. Subjek harus sesuai dengan perumusan undang-undang;
2. Terdapat suatu kesalahan dari pelaku;
3. Tindakan tersebut bersifat melawan hukum;
4. Tindakan tersebut dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang
Ketentuan Pertanggungjawaban Pidana dalam Undang-Undang
Pertanggungjawaban pidana dalam KUHP secara umum tersimpulkan dan ditentukan dalam BAB
III buku ke-1, dan tersebar dalam pasal-pasal undnag-undang. Hal ini disimpulkan dengan
menggunakan penafsiran secara argument a contrario.
Seorang pelaku yang telah melakukan suatu tindakan (yang dapat dipidana) mungkin dipidana
(pemidanaan biasa, pidana ringan, atau pidana berat) atau dibebaskan. Pembebasan ada 2
macam, yaitu pembebasan dari pemidanaan apabila tidak terdapat kesalahan, dan pembebasan
dari segala dakwaan/tuntutan bilamana dakwaan terbukti akan tetapi bukan merupakan suatu
tindak pidana, atau lebih tegas lagi tiada terdapat unsur bersifat melawan hukum (Pasal 191
Masalah kemampuan bertanggungjawab ini terdapat dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi :
“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dipidana”. Menurut Moeljatno, bila tidak dipertanggungjawabkan itu disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak normal dikarenakan dia masih muda, maka Pasal tersebut tidak dapat dikenakan. Apabila hakim akan menjalankan Pasal 44 KUHP, maka sebelumnya harus memperhatikan apakah telah dipenuhi dua syarat yaitu :
a) Syarat psikiatris yaitu pada terdakwa harus ada kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, yaitu keadaan kegilaan (idiote), yang mungkin ada sejak kelahiran atau karena suatu penyakit jiwa dan keadaan ini harus terus menerus.
Kesimpulan :
Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak
pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang
tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya. Dengan kata
lain orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut
dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada
waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif
Dalam hukum pidana kesengajaan umumnya diklasifikasikan menjadi 3, yaitu kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai keharusan, dan kesengajaan sebagai kemungkinan.
a. Kesengajaan sebagai maksud : Dalam bentuk kesengajaan ini, pembuat menghendaki sesuatu, ia bertindak dan menciptakan suatu akibat yang sesuai dengan apa yang dikehendakinya.”Maka dapat dikatakan pembuat sebelumnya sudah mengetahui akibat dari perbuatannya dan memang menghendaki akibat tersebut terjadi.
b. Kesengajaan sebagai kemungkinan : Dalam kesengajaan ini, pembuat mengetahui bahwa perbuatannya mempunyai jangkauan untuk dalam keadaan-keadaan tertentu akan terjadi suatu akibat. Dapat diartikan seorang pembuat sebelum melakukan perbuatannya telah membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat dari perbuatannya, namun perbuatan tersebut tetap dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.