Clausewitz Trinity of War dan Political Objective Amerika Serikat dalam Perang Vietnam
Rany Purnama Hadi, S.IP Magister Hubungan Internasional
Universitas Airlangga
Abstrak:
Dalam bukunya yang berjudul On War, Carl von Clausewitz menjabarkan mengenai strategi=strategi perang modern yang terinspirasi berdasarkan peperangan pada jaman Napolean. Menurut Clausewitz perang merupakan kepanjangan dari politik, dimana tujuan dari perang tersebut adalah untuk meraih kepentingan atau tujuan politik dari aktor yang
melakukan perang. Menurut Clausewitz pula, keputusan untuk berperang sangat bergantung pada kesinambungan tiga komponen dalam perang ,atau yang biasa disebut dengan the Trinity of War, yaitu pemerintah, militer/jendral, dan rakyat. Ketiga komponen inilah yang
menentukan berhasil atau tidaknya strategi perang. Dalam perang Vietnam yang terjadi antara Komunisme Vietnam Utara dan Vietnam Selatan-Amerika Serikat, trinitas perang milik
Clausewitz menjadi bukti pentingnya kesinambungan antara ketiga komponan tersebut yang ditunjukkan dengan kekalahan Amerika Serikat. Akan tetapi kondisi ini kemudian memunculkan perdebatan jika dilihat dari makna perang sebagai media untuk mencapai tujuan politik. Beberapa argument berpendapat, bahwa meski kalah dalam medan perang, Amerika Serikat tidak sepenuhnya “kalah” karena tujuan politik dari peperangan itu telah
tercapai. Dalam tulisan ini akan penulis kaji lebih dalam bagaimana teori strategi perang Clausewitz memaknai kekalahan Amerika Serikat dalam perang Viertnam.
Keywords : Clausewitz, Trinity of War, Strategi Perang, Perang Vietnam, Amerika Serikat,
politik.
Pendahuluan
kegagalan pimpinan militer Amerika Serikat dalam perang Vietnam yang kemudian menurut para scholars hanya dapat dianalisa melalui teori perang milik Clausewitz, yang mana menghubungkan antara perang dan politik.
Clausewitz sendiri yang terkenal melalui bukunya On War, berasumsi bahwa perang
merupakan kepanjangan dari politik sebuah negara, yang dengan kata lain, perang hanya merupakan sebuah instrument untuk mencapai kepentingan politik (political objective) dari suatu negara. Perang merupakan duel antar kepentingan yang bertujuan untuk bagaimana membuat pihak lawan mau melakukan apa yang kita inginkan (Gray, 1999). Ada tiga doktrin yang kemudian dijabarkan oleh Clausewitz terkait perang (Smith, 1990). Pertama, perang
merupakan bisnis atau urusan dari negara dan pemerintahnya. Dalam hal ini, Clausewitz melihat bahwa keputusan untuk berperang merupakan kepentingan dari pemerintah dan hanya pemerintah yang memiliki kekuasaan utama untuk mengambil keputusan berperang, meskipun ada unit lain yang juga mempengaruhi proses pegambilan kebijakan untuk berperang yakni militer dan masyarakat. Dalam menjelaskan ketiga unit ini, Clausewitz
kategorikan mereka sebagai the Trinity of War yang perlu berjalan berkesinambungan demi terciptanya tujuan dalam perang. Perang hanya dapat terjadi jika ada kombinasi yang sesuai dari ketiga unit tersebut dimana masyarakat sebagai faktor pendukung, militer merupakan agen pengeksekusi, dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Doktrin kedua adalah mengenai perang sebagai alat atau instrument dari kebijakan
dan bukan tujuan itu sendiri. Dalam hal ini, perang merupakan salah satu usaha negara untuk mencapai tujuan politiknya. Kebijakan-kebijakan politik lah yang kemudian dapat melahirkan keputusan untuk berperang. Meski demikian, bukan berarti bahwa perang merupakan cara satu-satunya dalam mencapai kepentingan. Perang dilakukan sebagai jalan terakhir dalam pembuatan kebijakan. Ketiga, perang dianggap sebagai cara yang paling sesuai untuk
mengakhiri perselisihan antar negara. Oleh karenanya, merupakan hal yang normal bagi sebuah negara untuk menyelesaikan konflik melalui perang atau cara militer (Smith, 1990).
Selanjutnya, meskipun perang merupakan sesuatu hal yang normal dan dapat diterima sebagai sebuah alat kepentingan politik, namun Clausewitz berasumsi bahwa penting untuk mengetahui terlebih dahulu motif atau tujuan dari perang itu sendiri sebelum
Salah satu peperangan yang cukup mendapatkan perhatian dari kelompok penstudi strategi adalah perang Vietnam, dimana Amerika Serikat sebagai negara yang belum pernah gagal sebelumnya dalam menjalankan strateginya disetiap perang, nyatanya justru dapat dipukul mundur oleh tentara komunis Vietnam. Peristiwa ini cukup memberikan dampak
yang besar bagi tentara-tentara Amerika Serikat yang berperang di Vietnam (Jacobson, 2011). Dalam perang Vietnam, kegagalan yang dialami oleh Amerika Serikat dan Vietnam Selatan sebagai sekutu diakibatkan oleh adanya ketidaksinambungan antara trinitas perang yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Sebagaimanayang dipaparkan oleh Clausewitz, keberlangsungan dari perang bergantung pada efektifas kinerja pemerintah, militer, dan
dukungan rakyat. Hal inilah yang tidak terjadi pada perang Vietnam. Sebelum mengkaji lebih jauh permasalahan dalam strategi AS di perang Vietnam, terlebih dahulu akan dijabarkan mengenai Trinity of War milik Carl von Clausewitz.
The Trinity of War
Trinitas perang yang dikemukakan oleh Clausewitz merupakan sebuah komposisi
dalam perang yang menjelaskan hubungan antara pemerintah, militer, dan rakyat, sebagai faktor-faktor yang menentukan kesuksesan dari peperangan (Papaj, 2008). Ketiga variabel ini merupakan variabel dependen yang dapat mempengaruhi satu dengan lainnya. Apabila ada ketidaksesuaian pada salah satu variabel, maka akan berdampak pada kedua variabel lainnya yang kemudian memberikan efek pada keberhasilan dari peperangan.
Dalam Papaj 2008, Christopher Bassford dan Edward J. Villacres menjelaskan lebih
mendalam mengenai apa yang dimaksud Clausewitz dengan trinitas tersebut (Papaj, 2008). Pada tulisan tersebut dijelaskan bahwa trinitas Clausewitz menunjukkan tiga kategori kekuatan yang penting dalam peperangan, yaitu irrational forces (violent emotion), non-rational forces, dan non-rationality. Irnon-rational forces atau emosi yang berhubungan dengan
kekerasan, kebencian, rasa permusuhan, merupakan perasaan yang dimiliki oleh rakyat. Dengan kata lain, hasrat untuk melakukan peperangan itu ada pada diri rakyat. Kedua, rational forces diidentikkan dengan militer/jendral dan pasukan. Militer memiliki peran untuk memainkan segala kesempatan dan kemungkinan yang disertai dengan keahlian tertentu untuk selanjutnya menentukan keberhasilan dari strategi yang dilakukan. Sedangkan
berperang merupakan urusan dari pemerintah. Perang tidak akan terlaksana jika pemerintah tidak memutuskannya. Meski demikian, sukses atau tidaknya peperangan juga dipegaruhi oleh reaksi dari rakyat dan militer sebagai faktor pendukung.
Ketiga komponen ini harus mampu bekerja bersama-sama untuk mewujudkan
peperangan. Sebagai pembuat kebijakan, pemerintah dituntut untuk mampu mengatur strategi dan kebijakan yang sesuai dalam melakukan peperangan. Militer dan Jenderal sebagai pihak yang melakukan eksekusi, harus dapat menjalan kewajiban mereka untuk melaksanakan dan menciptakan tujuan dari kebijakan yang telah dibentuk oleh pemerintah di medan peperangan. Karena militerlah yang memiliki kapasitas untuk dapat mengaplikasikan strategi
dan kebijakan yang telah dibuat. Sedangkan rakyat, merupakan komponen pendorong yang memberikan dukungan moral baik kepada pemerintah maupun pasukan militer yang sedang berperang untuk dapat secara maksimal memperoleh kemenangan dalam perang. Jika salah satu dari ketiga komponen ini kemudian terdapat cacat atau ketidak effektifan, maka akan mempengaruhi hasil yang diperoleh dalam perang. Relevansi dari trinity of war inilah yang
selanjutnya ditunjukkan oleh pihak Amerika Serikat dalam perang Vietnam melawan komunisme. Dalam perang itu, ditunjukkan bagaimana ketidakstabilan yang terjadi pada hubungan antara tiga komponen ini mampu menyebabkan kekalahan sebuah negara dalam berperang.
Vietnam War
Vietnam war sesunguhnya merupakan sebutan yang digunakan oleh pasukan
Amerika Serikat untuk menjelaskan intervensi militer yang mereka lakukan di Vietnam guna membantu pasukan Vietnam Selatan melawan komunis Vietnam Utara (Viet chong) pada tahun 1965-1973. Perang yang oleh masyarakat Vietnam disebut degan “American War” ini merupakan perang dimana pasukan Amerika Serikat gagal dalam membantu Vietnam Selatan
merebut kekuasan dari Vietnam Utara, yang kemudian menyebabkan berkuasanya komunisme di Vietnam (BBC News, -). Keterlibatan AS pada perang internal Vietnam tersebut dimulai pada masa pemerintahan Presiden Eisenhower diakhir tahun 1950an. Pada saat itu yang menjadi perhatian AS adalah komunisme Vietnam yang dikhawatirkan akan menyebar ke wilayah Asia Tenggara. Oleh karenanya, AS merasa perlu untuk memberikan
Kemudian pada tahun 1965, pihak Amerika Serikat meluncurkan Operation Rolling Thunder dengan target Vietnam Utara yang diikuti dengan peluncuran pasukan militer
sebanyak 100ribu prajurit (BBC News, -). Strategi yang dibentuk oleh Amerika Serikat bukanlah strategi untuk menduduki wilayah Vietnam, tetapi strategi perang yang ditujukan
untuk menghancurkan kapasitas berperang dari komunis Vietnam. Oleh karena itu pemerintah AS tidak menurunkan banyak pasukannya. Akan tetapi, munculnya serangan gerilya dari pasukan Vietnam Utara yang melebur ditengah masyarakat sipil menggagalkan strategi AS yang berakibat pada penambahan jumlah pasukan di tahun 1967 menjadi total 485ribu pasukan (BBC News, -). Karena semakin banyaknya korban jiwa dan tidak
menentunya jumlah yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat dalam perang ini, kemudian memunculkan protes keras dari masyarakat Amerika Serikat yang menuntut pemerintah Amerika Serikat yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden Richard Nixon, untuk menarik mundur tentara Amerika dari Vietnam.
Protes keras dari rakyat Amerika Serikat yang menentang perang Vietnam ini
memberikan dampak psikologis bagi tentara Amerika Serikat yang ada di medan perang. Terlebih lagi dengan adanya pengurangan anggaran militer menyebabkan para pasukan kekurangan pasokan makanan dan perlengkapan perang yang selanjutnya berakibat fatal pada kapasitas militer yang dimiliki oleh tentara Amerika. Akhirnya pada tahun 1973, Amerika Serikat dinyatakan kalah dalam peperangan dan Vietnam berhak untuk menentukan nasib
negara mereka sendiri.
Sebagaimana yang dilansir oleh BBC, pada perang tersebut, sekitar 1.1 juta pejuang komunis Vietnam menjadi korban baik di Vietnam utara maupun selatan. 200-250ribu tentara Vietnam Selatan tewas, serta sekitar 58.200 dari ratusan ribu pasukan Amerika Serikat yang dikirim ke Vietnam dinyatakan hilang (BBC News, -). Peristiwa yang menjadi catatan hitam
bagi sejarah militer Amerika Serikat tersebut menimbulkan berbagai perdebatan terkait strategi dan kebijakan perang Amerika yang akhirnya menyebabkan kekalahan Amerika Serikat terhadap pasukan Vietnam.
Analisis
Jika dilihat dari sejarah, penyebab kegagalan Amerika Serikat dalam perang
Serikat. AS yang pada saat itu melakukan kebijakan containment yang bertujuan untuk membendung pengaruh komunisme Uni Soviet, juga turut melakukan containment di Vietnam dengan tujuan agar komunisme tidak smemberikan efek domino dan menyebar ke kawasa Indocina dan Asia Tenggara. Dalam pengaplikasian containment policy di Vietnam
ini, pemerintah AS salah mempertimbangkan kondisi dinamika internal dari konflik yang terjadi di wilayah tersebut. Amerika Serikat menempatkan diri mereka pada arena perang dimana mereka tidak memahami karakter dari local forces Vietnam, yang menyebabkan kurang maksimalnya penurunan pasukan militer AS. Presiden Johnson beranggapan dengan serangan terus-menerus di awal, akan membuat pihak Vietnam menyerah dengan cepat. Akan
tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Hal ini dikarenakan, Amerika tidak memahami tujuan dari lawan, dimana Vietnam hanya melakukan limited aims war untuk bertahan (Herring, 1991).
Terlebih lagi, Amerika Serikat memang tidak terlalu memfokuskan kekuatan militernya untuk menyerang Vietnam dalam jumlah pasukan yang besar. Hal ini karenakan,
tujuan awal dari keterlibatan Amerika Serikat ini hanya untuk mengahalau pasukan komunisme, bukan untuk menduduki atau merebut wilayah Vietnam. Pasukan yang terbatas dan ketidaktahuan akan medan peperangan menyebabkan pasukan Amerika Serikat terkejut dengan serangan gerilya dari tentara komunis Vietnam yang berbaur dengan rapi dengan masyarakat sipil.
Kondisi semakin diperparah dengan munculnya pergerakan anti-Vietnam War dikalangan masyarakat Amerika Serikat, yang menuntut pemerintah untuk menarik mundur pasukan pada detik-detik terakhir. Banyaknya jumlah korban dari perang Vietnam yang bocor melalui siaran televisi kepada publik di Amerika, telah memunculkan berbagai pertentangan terhadap perang Vietnam yang turut mempengaruhi moral dari pasukan Amerika Serikat di
Vietnam. Kurangnya dukungan dari public Amerika Serikat ini kemudian memberikan pengaruh pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah AS pada masa pemerintahan Presiden Lyndon Johnson dan Nixon. Dampaknya adalah pengurangan jumlah pasukan, pemotongan anggaran perang, serta pembatasan bala bantuan dan persenjataan pasukan AS di Vietnam.
Jika dilihat dari fakta-fakta tersebut diatas, maka dapat dianalisa bagaimana trinity of
war yang diusung oleh Clausewitz bukanlah sebuah teori. Adanya kesinambungan antara
memberikan dukungan kepada pemerintah dan militer untuk terus terlibat dalam perang. Dengan adanya protes dan kecaman-kecaman yang diberikan, kemudian mempengaruhi kebijakan pemerintah AS untuk menarik mundur pasukan AS yang berakibat pada kemenangan komunis Vietnam yang sekaligus dianggap sebagai kekalahan AS. Perang yang
pada saat itu disinyalir sudah begitu dekat dengan kemenangan, terpaksa harus dihentikan oleh Presiden Nixon dengan menarik mundur sejumlah pasukan militer AS yang ada di Vietnam. Jika melihat dari fakta yang telah dipaparkan, maka benar kemudian jika Amerika Serikat dinyatakan kalah, dan pengaruh kesinambungan dari trinitas Clausewitz dapat terbukti.
Akan tetapi, hal yang kemudian menjadi penting dalam melihat strategi AS pula adalah mengenai political objective pemerintah AS dalam perang Vietnam. Sebagaimana pernyataan Clausewitz, perang hanyalah sebuah alat yang digunakan oleh pemerintah suatu negara untuk mencapai kepentingan politiknya. Dengan demikian, maka berhasil atau tidaknya peperangan tidak bisa dilihat sebelah mata hanya dari menang atau kalahnya
pasukan militer dalam medan pertempuran. Melainkan dapat dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan politik yang menjadi landasan utama dari perang itu sendiri.
Jika kita menilik pada pernyataan yang dilansir oleh Sekretaris Pertahanan AS, Robert S. McNamara, tujuan utama dari objective Amerika Serikat pada saat itu adalah pertama, untuk melakukan containment terhadap persebaran komunisme di Asia Tenggara.
Peran AS dalam konflik Vietnam hanyalah untuk membantu Vietnam Selatan yang meminta dukungan kepada AS. Dimana dalam bantuan itu, Amerika juga tetap mengedepankan kepentingan nasionalnya sendiri. Kedua, AS melihat wilayah Asia Tenggara merupakan strategi yang baik bagi pertahanan Amerika Serikat. Sehingga, AS harus melindungi kawasan itu dari pengaruh komunisme Uni Soviet dan China. Oleh karenanya, sebagai upaya
melindungi Asia Tenggara, maka secara tidak langsung AS juga harus berurusan dengan permasalahan di Vietnam. Ketiga, Vietnam Selatan merupakan test case untuk strategi komunisme yang baru (McNamara, 1964). Tujuan dari containment policy AS yang utama adalah bukan untuk mengerahkan kekuatan militer melawan komunisme. Tetapi hanya untuk membendung agar ideologi komunisme tidak sampai menyebar. Dan dengan tidak
Pemaparan-pemaran tujuan dari pemerintah Amerika Serikat serta maksud dari keterlibatannya di perang Vietnam tersebut telah menunjukkan bahwa yang menjadi perhatian utama dari pemerintah bukanlah untuk memenangkan perang dengan Komunis Vietnam. Melainkan hanya untuk mengahalau kekuatan komunisme, atau yang biasa disebut
dengan containment policy, yang ada di Vietnam agar tidak menyebar dan mempengaruhi negara-negara lain di kawasan regional. Perang Vietnam hanya sebagai bentuk mencegahan dan perlindungan yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap kekuatan komunisme yang berkembang di wilayah Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara. Demi tujuan tersebut, mau tidak mau Amerika memang harus berurusan dengan komunisme Vietnam.
Pada perang Vietnam, pemerintah Amerika Serikat memang tidak mengerahkan pasukan dalam jumlah besar atau total war, karena dikhawatirkan justru akan menarik perhatian Uni Soviet dan Cina di Asia Tenggara yang dapat menggagalkan grand strategy dari Amerika Serikat. Dan tujuan containment Amerika Serikat telah tercapai dengan tidak menyebarnya komunisme di ke wilayah Asia dan runtuhnya Uni Soviet yang juga
menandakan berakhirnya perang dingin. Tujuan inilah yang kemudian memunculkan asumsi bahwa sebenarnya, Amerika memang bukan pemenang dari perang, akan tetapi mereka juga tidak kalah.
Kesimpulan
Jika dilihat berdasarkan trinity of war Clausewitz, maka dapat dibuktikan bagaimana kemudian kesinambungan antara pemerintah, militer, dan publik memberikan pengaruh
terhadap peperangan. Akan tetapi, sukses atau tidaknya perang sebagai sebuah instrument kebijakan juga dapat dilihat dari tercapainya political objective sebagaimana yang terjadi di Perang Vietnam antara Viet cong dan Amerika Serikat. Perang bukanlah tujuan itu sendiri, melainkan semata-mata hanya sebagai alat bagi pemerintah untuk mencapai tujuan politknya.
AS mengalami kekalahan dalam pertempuran, akan tetapi mereka “tidak kalah” dalam pencapaian kepentingan politiknya melalui perang.
Referensi
BBC News, -. Vietnam War : History. [Online] Available at: http://news.bbc.co.uk/2/shared/spl/hi/asia_pac/05/vietnam_war/html/introduction.stm
[Accessed 15 October 2015].
CADRE, 1997. Three Level of War. Air and Space Power Mentoring Guide. Air University Press.
Clausewitz, C.V., 1989. On War. NewJersey: Princeton University Press.
CNN, 2014. Regions : US -The Vietnam War: 5 things you might not know. [Online]
Available at: http://edition.cnn.com/2014/06/20/us/vietnam-war-five-things/ [Accessed 15 October 2015].
Gray, C.S., 1999. Carl Von Clausewitz and the Theory of War. In War, Peace and International Relations: an Introduction to Strategic History. New York: Routledge.
pp.15-30.
Gray, C.S., 2002. Defining and Achieving Decisive Victory. U.S. Army War College.
Handel, M.I., 1991. Sun Tzu and Clausewitz: The Art of War and On War Compared.
Professional Readings in Military Strategy. Pnnsylvania: U.S. Army War College Strategic Studies Institute.
Herberg-Rothe, A., 2009. Clausewitz’s “Wondrous Trinity” as a Coordinate System of War
and Violent Conflict. International Journal of COnflict and Violence, Vol 3.(2), pp.204-19.
Herring, G.C., 1991. America and Vietnam: The Unending War. [Online] Foreign Affairs
Available at:
https://www.foreignaffairs.com/articles/vietnam/1991-12-01/america-and-vietnam-unending-war [Accessed 10 October 2015].
Holmes, T.M., 2007. Planning versus Chaos in Clausewitz's On War. The Journal of Strategic Studies, Vol.30, No.1, pp.129-51.
Jacobson, L., 2011. Politic Fact: Barack Obama says U.S. never lost a major battle in
Vietnam. [Online] Available at:
http://www.politifact.com/truth-o-
meter/statements/2011/sep/05/barack-obama/barack-obama-says-us-never-lost-major-battle-vietn [Accessed 15 October 2015].
Neiberg, M.S., 2011. The Evolution of Strategic Thinking in World War I: A Case Study of the Second Battle of the Marne. Journal of Military and Strategic Studies, Volume 13(4), pp.1-19.
Papaj, C.J., 2008. Clausewitz 21st Century Warfare. Strategy Research Project. Pennsylvania: U.S. Army War College U.S. Army War College.
Smith, H., 1990. The Womb of War: Clausewitz and International Politics. Review of International Studies, Vol 16.(1), pp.39-58.
Waldman, T., 2009. War, Clausewitz, and the Trinity. PhD Thesis. Coventry: University of Warwick Department of Politics and International Studies.