Selain itu, Korea juga dikenal dengan nama lain yaitu Choson yang lebih dikenal di negara-negara Barat dengan sebutan “Negeri Pagi Damai”. Nama Choson berasal dari Dinasti Yi yang memerintah Korea pada tahun 1392-1910. Dari segi geostrategis, letak Semenanjung Korea telah lama menarik minat negara-negara sekitarnya untuk menguasainya. Selama berabad-abad, semenanjung ini telah menjadi fokus perhatian dan pertikaian antara negara-negara besar seperti Tiongkok, Jepang dan Rusia/Uni Soviet (saat ini).
Letaknya yang berada di Asia Timur membuat Jepang dapat dengan mudah menaklukkan negara-negara lain di kawasan Asia. Negara-negara yang menjadi sasaran invasi Jepang umumnya tertinggal dalam hal teknologi sehingga memudahkan Jepang melancarkan invasi terhadap mereka. Jepang juga diperbolehkan berdagang langsung dengan penduduk Korea dan diberikan perlakuan yang sama seperti negara-negara Barat yang telah menandatangani perjanjian serupa dengan Korea.
Namun Kontrak Ganghwa menimbulkan ketegangan di Korea karena dianggap sebagai tekanan asing terhadap kedaulatan Korea. Perjanjian ini merupakan contoh ketidakadilan yang diterapkan negara-negara Asia oleh kekuatan asing pada abad ke-19.
Era Sejarah Pendudukan Jepang Terhadap Korea A. Gerakan 1 Maret
Kemudian Perjanjian Aneksasi yang dikenal juga dengan Kontrak Aneksasi merupakan perjanjian antara Kekaisaran Jepang dan Kekaisaran Korea yang ditandatangani pada tanggal 22 Agustus 1910. Perjanjian ini mengakhiri kedaulatan Korea dan menjadikannya koloni Jepang hingga berakhirnya Perang Dunia II. pada tahun 1945. Pada tahun 1905, Kekaisaran Korea menjadi protektorat Jepang dan pada tahun 1910, Korea secara resmi dikuasai oleh Jepang melalui Perjanjian Jepang-Korea, meskipun tanpa persetujuan Kaisar Gojong dan Bupati Kaisar Sunjong.
Jepang menamai Korea Terpilih dan hingga akhir pendudukan Jepang mengelolanya melalui Gubernur Jenderal Terpilih yang berkedudukan di Seoul.
Pertempuran Cheongsari
Pengeboman Shanghai
Peristiwa ini merupakan episode awal konflik yang berkembang menjadi Perang Tiongkok-Jepang Kedua dan merupakan bagian dari Perang Dunia II.
Soshi Kaimei
Akhir dari Pendudukan Jepang Terhadap Korea (1910-1945) Setelah kekalahan dalam Perang Dunia II, Amerika Serikat dan Uni Soviet
Dampak dari Pendudukan Jepang Terhadap Korea (1910-1945)
Bidang Kebudayaan
Bidang Ekonomi dan Teknologi
Bidang Politik
Hubungan Bilateral
Perayaan Kemerdekaan
Perang Korea (1950-1953)
- Penyebab Terjadinya Perang Korea Sebab Umum Terjadinya Perang Korea
- Jalannya Peristiwa Perang Korea
- Upaya Penyelesaian Peristiwa Perang Korea A. Perundingan Kaesong
Perang Korea merupakan konflik perang saudara yang menimpa bangsa Korea pada tanggal 25 Juni 1950 hingga 27 Juli 1953. Menurut Aditama (2017), Perang Korea juga dapat dikategorikan sebagai perang proksi yang terjadi pada masa Perang Dingin, setelah berakhirnya Perang Dunia II. Ketika Jepang menyerah pada Perang Dunia II, pasukan Sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat dan Uni Soviet langsung menduduki wilayah Korea.
Dengan dalih menghancurkan sisa kekuatan Jepang di utara, Uni Soviet melancarkan serangan dan menginvasi wilayah tersebut pada 12 Agustus 1945. Korea Utara sendiri berusaha menyatukan Semenanjung Korea menjadi satu pemerintahan komunis yang terpecah sejak tahun 1948. Keputusan tersebut membuat Korea Utara merasa haknya tidak diakui oleh PBB dan mengungkapkan kemarahannya terhadap Korea Selatan dan AS.
Hal ini pula yang menyebabkan Uni Soviet semakin mendukung Korea Utara untuk menguasai seluruh wilayah Korea melalui perang. Hal ini menyebabkan Presiden Syngman Rhee meninggalkan Seoul menuju Taejon bersama staf pemerintah Korea Selatan. Menyerukan Korea Utara untuk menghentikan perang dan menarik pasukannya ke garis paralel ke-38, yang memisahkan Utara dan Selatan.
Dengan menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara jika tidak mengindahkan tuntutan tersebut, PBB akan membantu Korea Selatan. Salah satu alasannya adalah Korea Utara dan Uni Soviet berhasil merebut simpati masyarakat Selatan. Hal inilah yang menjadi alasan Tiongkok biasa masuk ke medan perang yang cukup berhasil membuat Korea Utara kembali unggul.
Murry, Korea Selatan diwakili oleh Letkol Lee Soo Young dan Korea Utara diwakili oleh Chang Chun Sen.
Perundingan di Panmunyom
Akhir dan Dampak dari Perang Korea Akhir dari Perang Korea
Di sisi lain, Amerika Serikat dan PBB sedang membangun kekuatan dengan bantuan banyak negara di dunia, mulai dari Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, Swedia, Kanada, Yunani, Turki, Thailand, India, Filipina, Australia. , Selandia Baru dan Afrika Selatan. Perundingan Kaesong akhirnya gagal karena kedua belah pihak tidak saling menghormati dan saling menuduh. Sesuai dengan perundingan Panmunyom, garis demarkasi militer terbentang dari muara Sungai Han, beberapa mil barat daya Panmunyom, kemudian melintasi paralel ke-38, berbelok ke barat ke selatan Kumsong, dan berakhir di utara Kaesong.
Perang Korea resmi mengakibatkan terbelahnya Korea menjadi dua yaitu Korea Selatan dan Korea Utara yang dipisahkan oleh garis sejajar ke-38. Dengan posisinya yang berada di Korea, kedua negara ini mempunyai posisi yang strategis dalam upaya memperluas pengaruhnya di Asia. Selain itu, perang ini juga menjadikan Tiongkok sebagai kekuatan baru di Asia menggantikan Jepang.
Tanpa dukungan militer dari Tiongkok, Uni Soviet secara efektif tidak akan mampu bersaing dengan kekuatan militer Amerika di Korea. Kerja sama antara Tiongkok dan Uni Soviet memperkuat pertahanan komunis di Korea. Pada tahun 1954, Organisasi Perjanjian Asia Tenggara (SEATO) didirikan, yang anggotanya meliputi Amerika Serikat, Inggris Raya, Prancis, Selandia Baru, Australia, Thailand, Filipina, Pakistan, dan Korea Selatan.
Sedangkan di sisi utara, diperkirakan 145.000 tentara Tiongkok dan 315.000 tentara Soviet tewas dan terluka dalam pertempuran tersebut.
Senjata Nuklir di Korea Utara
- Sejarah dan Timeline Nuklir Korea Utara
- Percobaan Ledakan Nuklir Korea Utara A. Ledakan Pertama
Sejak didirikan pada tahun 1948, Korea Utara telah diperintah oleh tiga generasi keluarga Kim, yaitu Kim il-Sung, Kim Jong-il, dan Kim Jong-un. Sistem politik Korea Utara sejak tahun 1980an dapat dijelaskan dengan konsep 'sistem Suryong (pemimpin)' yang bertujuan untuk melestarikan garis keturunan pemimpin. Korea Utara bekerja sama dengan Uni Soviet untuk membangun infrastruktur nuklir, termasuk membangun reaktor nuklir di Yongbyong.
Namun, ketika Uni Soviet menarik rudalnya dari Kuba pada akhir Krisis Rudal Kuba pada tahun 1962, Korea Utara merasa terancam dan memandang senjata nuklir sebagai cara untuk menjamin keamanannya. Kemudian, pada tahun 1974, Korea Utara bergabung dengan IAEA berdasarkan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), sebuah perjanjian global yang bertujuan untuk mencegah proliferasi senjata nuklir. Sebagai anggota IAEA, Korea Utara menyetujui inspeksi yang dilakukan oleh pengawas internasional untuk memverifikasi bahwa aktivitas nuklirnya hanya digunakan untuk tujuan damai, seperti pembangkit listrik tenaga nuklir dan penelitian ilmiah.
Pada tahun 1985, Korea Utara menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir atau NPT setelah Rusia menjelaskan bahwa pengembangan nuklir Korea Utara bertujuan untuk menjadi sumber energi, khususnya listrik. Di sana, Korea Utara memperkaya uranium dan fasilitas tersebut dapat memproduksi plutonium yang akan digunakan sebagai senjata. Namun, pada tahun 1998, Amerika Serikat mengklaim bahwa Korea Utara sedang mengembangkan senjata nuklir di sebuah situs rahasia.
Bertentangan dengan kesepakatan yang dicapai dengan Amerika Serikat pada tahun 1994, Korea Utara kembali kedapatan memperkaya uranium dan mengembangkan teknologi plutonium. Beberapa bulan kemudian, pada bulan Agustus 2003, Korea Utara menolak menghentikan program pengembangan senjata nuklirnya. Dua tahun kemudian (Februari 2005), Korea Utara menyatakan kepemilikan senjata nuklirnya, secara terbuka menyatakan bahwa mereka memiliki senjata nuklir dan menarik diri dari Perundingan Enam Pihak.
Ledakan uji coba nuklir pertama Korea Utara pada tanggal 9 Oktober 2006 menggunakan plutonium yang diyakini berasal dari pembangkit listrik tenaga nuklir Yongbyon.
Ledakan Kedua
Kemudian, pada bulan September tahun yang sama, Korea Utara setuju untuk menghentikan program nuklirnya, Korea Utara bergabung kembali dengan NPT. IAEA kembali melakukan inspeksi. Awalnya ledakan nuklir ini dipertanyakan, namun deteksi isotop radioaktif oleh pesawat militer AS menegaskan keaslian ledakan tersebut. Anggota tetap DKPBB, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, Inggris, dan Prancis, menegaskan bahwa sanksi tersebut menyasar rezim Korea Utara, dan bukan rakyat negara tersebut.
Ledakan Ketiga
Ledakan Keempat
Ledakan Kelima
Ledakan Keenam
Pengaruh Proliferasi Nuklir Korea Utara Terhadap Keamanan di Berbagai Negara
Jepang
Korea Selatan
Korea Selatan dan Korea Utara secara geografis berdekatan satu sama lain, sehingga proliferasi senjata nuklir Korea Utara menjadi ancaman bagi Korea Selatan karena sejarah konflik mereka, terutama pada masa Perang Korea. Kekhawatiran akan keamanan yang masih ada akibat pengembangan program senjata nuklir Korea Utara, menimbulkan dilema bagi negara-negara sekitar, terutama Korea Selatan. Ketegangan atas proliferasi senjata nuklir Korea Utara mendorong Korea Selatan meminta jaminan perlindungan nuklir dari Amerika Serikat.
Pada tahun 1970-an, Korea Selatan tertarik untuk memproses ulang bahan bakar nuklir sebagai senjata nuklir yang potensial, namun rencana tersebut harus diselesaikan pada tahun 1976. Pada tahun 2017, ketegangan mengenai program nuklir Korea Utara meningkat setelah ledakan uji coba senjata nuklir keenam mereka pada tanggal 6 September 2017. Hal ini menyebabkan diskusi terbuka di media Korea Selatan, dengan politisi garis keras seperti pemimpin Partai Liberty Korea (LKP) menyerukan pada Korea Selatan untuk memperoleh senjata nuklir sebagai hadiah bagi rezim Korea Utara.
Mereka bahkan mengusulkan untuk memindahkan senjata nuklir taktis AS ke Korea Selatan, yang sebelumnya ditempatkan di sana pada tahun 1958 hingga 1991. Akibatnya, muncul tuntutan dari sebagian masyarakat Korea Selatan untuk membuat senjata nuklir sendiri atau membawa kembali senjata nuklir taktis AS. Meskipun ancaman nuklir dan rudal dari Korea Utara semakin meningkat, Korea Selatan telah memulai studi kelayakan untuk membangun kapal selam nuklir.
Pada pertemuan puncak bilateral pada bulan November 2017, Presiden Moon dan Presiden Trump membahas minat Korea Selatan dalam menggunakan kapal selam bertenaga nuklir untuk mengatasi ancaman rudal balistik dari Korea Utara, dan mereka sepakat untuk memulai konsultasi mengenai akuisisi dan proliferasi kapal selam.
China
Simpulan
Tiga peristiwa yang diuraikan dalam tulisan ini meliputi pendudukan Jepang di Korea, Perang Korea, dan pengembangan nuklir Korea Utara. Masing-masing peristiwa tersebut mempunyai latar belakang dan dampak berbeda yang sangat mempengaruhi Korea hingga saat ini. Pendudukan Jepang di Korea merupakan gambaran nyata bentuk imperialisme yang merugikan dan menginjak-injak kedaulatan suatu negara.
Kemudian dampak dari Perang Korea adalah konflik berkepanjangan yang membagi semenanjung Korea menjadi dua entitas negara yang berbeda, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Konflik ini meninggalkan dampak yang parah terhadap penduduk Korea dan menimbulkan kerugian yang sangat besar baik dari segi kemanusiaan maupun infrastruktur. Selain itu, perkembangan program nuklir Korea Utara telah menimbulkan ketegangan di tingkat regional dan global sehingga meningkatkan kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya konflik nuklir di kawasan Asia Timur.
Komunitas internasional terus mencari solusi damai untuk mengatasi permasalahan nuklir Korea Utara melalui diplomasi, negosiasi dan penerapan sanksi ekonomi. Tulisan ini menjelaskan kompleksitas sejarah Korea yang penuh dengan konflik, penindasan dan ketidakstabilan politik.
Penutup
Ketegangan antara Korea Selatan dan Jepang berujung pada boikot produk Jepang di Korea Selatan pada tahun 2019.