• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Optimalisasi Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Di Kabupaten Toba Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Optimalisasi Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Di Kabupaten Toba Samosir"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia saat ini wajib

menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan di berbagai bidang, seperti

sosial, pendidikan, kesehatan serta bidang-bidang lain dalam rangka membantu dan

mensejahterakan masyarakat. Latar belakang dilakukannya kegiatan ini karena

sering kali perusahaan mengabaikan hak-hak masyarakat dan pengelolaan

lingkungan hidup yang kurang baik. Melalui progam tanggung jawab sosial

perusahaan ini terjalin hubungan antara perusahaan dengan masyarakat.

Perusahaan di Indonesia yang ikut melaksanakan program tanggung jawab

sosial perusahaan ialah PT. Toba Pulp Lestari dan PT. Aquafarm Nusantara. PT.

Toba Pulp Lestari menjalankan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang

menitikberatkan pada keberlanjutan lingkungan hidup. Hal ini diwujudkan dengan

implementasi CSR yang tidak hanya menyediakan bantuan secara fisik, namun juga

meningkatkan skill dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Bemula dari persiapan pendirinya sehingga dalam proses produksi PT. Inti

Indorayon Utama sering mendapat protes dan berlawanan dari masyarakat karena

kehadiran perusahaan ini mengakibatkan timbulnya pencemaran udara, pencemaran

air dan pencemaran suara yang menimbulkan berbagai penyakit. Melihat kondisi di

dekitar kilang industri PT. Inti Indorayon Utama yang makin buruk, maka negara

memutuskan memenuhi kebutuhan tuntutan masyarakat untuk menutup kegiatan

(2)

2

Sejak diberhentikannya kegiatan kilang industri PT. Inti Indorayon Utama

pihak manajemen dengan sabar melakukan pendekatan terhadap masyarakat sekitar,

khususnya tokoh-tokoh masyarakat. Dalam hal ini pihak manajemen mengemukan

janjinya yaitu memperkenalkan tekonologi ramah lingkungan dan melakukan

program pemberdayaan masyarakat atau community development sebagai bentuk

tanggung jawab sosial perusahaan.

Selain itu, perusahaan juga memperkenalkan “paradigma baru” dalam

aktivitas lembaga yang menjadikan masyakarat sekitar mulai mau menerima

pengoperasian kembali perusahaan tersebut. Dengan “paradigama baru” maka pada

tahun 2003 PT. Toba Pulp Lestari. Adapun paradigma baru PT. Toba Pulp Lestari

tersebut berupa: (1) penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, (2) pengelolaan

smber daya hutan yang berkelanjutan, (3) pelaksanaan tanggung jawab sosial

(corporate social responsibility) yaitu mengutamakan masyarakat sekitar sebagai

pekerja dan menduduki jabatan yang ada, melakukan pembagain bisnis dengan

masyarakat sekitar dan menyisihkan dana kontribusi untuk community development

sebesar 1% net sales per tahun, (4) menerima lembaga independen untuk mengawal

pelaksanaan paradigma baru tersebut.

PT. Aquafarm Nusantara bergerak di bidang pengembangan dan ekspor ikan

tilapia atau di Indonesia lebih dikenal dengan ikan nila (Oreochromis niloticus), PT

Aquafarm Nusantara (Aquafarm) hadir di Indonesia sejak 1988. Dengan berkantor

pusat di Klaten, perusahaan asal Swiss ini memulai kegiatan pembenihan ikan

(hatchery) di Klaten dan Sleman. Sedangkan untuk proses pembesaran ikan

(growout) dilakukan di Waduk Gajahmungkur Wonogiri, Waduk Wadaslintang

Wonosobo, dan Waduk Kedung Ombo. Untuk kegiatan pengolahan ikan dilakukan

(3)

3

Pada tahun 1998, Aquafarm melebarkan sayap usahanya ke Sumatera Utara,

dengan memilih Danau Toba sebagai pusat kegiatan pembesaran ikan yang

dilakukan di lima lokasi terpisah di tiga kabupaten (Kabupaten Simalungun,

Kabupaten Samosir, dan Kabupaten Toba Samosir). Kegiatan pembenihan ikan,

pengolahan, dan pabrik pakan dilakukan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.

Di samping itu, PT. Aquafarm Nusantara di Kecamatan Ajibata Kabupaten

Toba Samosir mendukung peningkatan perekonomian masyarakat petani,

menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada petani. Bantuan

yang diberikan dalam bentuk 30.000 ekor bibit ikan dan 84 unit tong sampah kepada

sejumlah kelompok tani. Bibit yang disalurkan dari 30.000 ekor tersebut, ada 1.000

ekor untuk warga Porsea, Laguboti, Parmaksian, Bonatua Lunasi dan Ajibata. Selain

itu juga, PT. Aquafarm Nusantara menyerahkan bantuan tong sampah 84 unit dan 30

diantaranya untuk warga Porsea.

Bibit ikan nila tersebut diserhakan kepada Manager PT. Aquafarm Nusantara,

Bambang Kuntoro Setiyo diwakili Pimpinan CSR, Budianto Situmorang langsung

kepada Ketua Kelompok Tani Cinta Damai Kelurahan Patene III Porsea, Mangara

Simbolon sedangkan tong sampah diserahkan kepada warga Kelurahan Patane III

yang bermukim di pingir jalan raya umban Datu sekitar Pusat Kota Porsea.

Pada tahun 2013, PT. Aquafarm Nusantara memiliki 16 item sasaran

penyaluran CSR dengan kualifikasi ekonomi, sosial dan lingkungan. 16 item tersebut

adalah sumbagan dana tunai, restocking, guru, honor, sumbangan drum sampah dan

goni plastik, reboisasi, sumbangan ikan segar, ikan asin dan ikan mati, sarana umum,

kompos padat, pupuk cair, kapal aquaclean, donor darah, pelatihan atau training dan

tim selam. Dana untuk semua sasaran yang telah disebutkan di atas bersumber dari

(4)

4

Agar pelaksanaan CSR semakin hari semakin membaik, pemerintah turut

mengatur melalui beberapa peraturan yang terus direvisi. Dasar hukum pelaksanaan

CSR ini tertuang dalam UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang

menyebutkan dalam Pasal 74 ayat 1 bahwa “PT yang menjalankan usaha di bidang

dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam menjalankan tanggung jawab sosial

dan lingkungan”. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan

bagi masyarakat setempat dan lingkungan adalah kewajiban perusahaan yang

diperuntukkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang pelaksanaan nya

dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Menunjukkan

keseriusan, pemerintah turut menambah sanksi kepada perseroan yang tidak

melaksanakan tanggung jawab sosialnya yang tertuang dalam ayat 3 menyatakan

bahwa perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban dikenai hukuman sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Siagian dan Suriadi,

2010: 29).

Perkembangan perseroan terbatas dimulai sejak Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD) diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) pada tahun

1848. Aturan tersebut membuktikan bahwa perseroan terbatas di Indonesia sudah

sejak lama dikenal. Pada tahun 1995 Pemerintah Indonesia memberlakukan UU No.

1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pada era reformasi, kemudian disahkan

dan diundangkan UU No. 40 tahun 2007 dimana adanya pengaturan hal-hal baru

dalam undang-undang, seperti : Tanggung Jawab Sosial (CSR), perubahan modal

perseroan, penegasan tentang tanggung jawab pengurus perseroan. Lahirnya UU No.

40 tahun 2007 sekaligus mencabut pemberlakuan UU No.1 tahun 1995 tentang

(5)

5

Kehadiran perseroan terbatas di Indonesia sebenarnya telah berlangsung

sejak sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Kini perusahaan yang

melakukan aktivitasncya di Indonesia semakin bertambah banyak. Hal ini

merupakan pengaruh dari kebijakan pemerintah Republik Indonesia yang

memberikan kemudahan-kemudahan dan fasilitas-fasilitas tertentu kepada

perusahaan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Penanaman modal di Indonesia oleh suatu perusahaan pada dasarnya

merupakan suatu hal yang penting bagi perekonomian Indonesia. Kehadiran

perusahaan ini juga telah memberikan sumbangan bagi pembangunan nasional

Indonesia, khususnya pada pengelolaan sumber potensial kekayaan alam menjadi

kegiatan produksi yang dapat menghasilkan keuntungan, membuka lapangan usaha

serta meningkatkan kegiatan ekonomi modern. Terjadinya alih teknologi dan

tersedianya lapangan pekerjaan yang dimungkinkan oleh perusahaan.

Kehadiran perusahaan pada suatu daerah akan membawa angin segar bagi

perkembangan daerah tersebut. Harapan akan peningkatan taraf hidup menjadi

harapan penduduk sebagai dampak kehadiran perusahaan. Baik terkena dampaknya

secara langsung maupun tidak langsung sehingga peran perusahaan dirasa memiliki

peranan yang cukup tinggi terhadap perkembangan daerah dalam segi ekonomi dan

sosial.

Keberadaan perusahaan menimbulkan banyak manfaat namun bersamaan

dengan itu kerusakan lingkungan juga semakin meningkat. Di Indonesia terdapat

beberapa perusahaan yang terbukti membuang sekitar 2,6 miliar ton limbah ke lahan,

sungai bahkan laut Indonesia. Ketegangan, konflik dan kekerasan hingga

(6)

6

yang terjadi di tambang Freeport di Papua Barat dan Meares Soputan Mining di

Sulawesi Utara (Sunny, 2008).

Kerugian lainnya, aktivitas industri berbagai perusahaan tidak jarang

menimbulkan berbagai polusi, seperti polusi tanah, air, udara maupun suara.

Akibatnya polusi tersebut beraneka ragam, seperti mengurangi produktivitas

pertanian, mematikan ikan di sungai maupun kolam, bau yang sangat menyengat,

merusak seng rumah, dan masih banyak lagi kerugian yang ditanggung masyarakat

atas kehadiran perusahaan itu, yang memang secara nyata telah

memporakporandakan sistem yang selama ini secara apik mengatur kehidupan

mereka (Siagian dan Suriadi, 2012: 6).

Dapat dilihat bahwa kerugian yang dialami masyarakat sekitar perusahaan

lebih banyak daripada keuntungan yang diperoleh dengan kehadiran perusahaan di

lingkungan masyarakat tersebut. Kondisi ini tidak saling mendukung dimana satu

elemen menjadi pihak yang diuntungkan dan elemen lain menjadi pihak yang

dirugikan. Hal ini bisa mengakibatkan konflik karena salah satu pihak dirugikan.

Di jantungnya para pemilik perusahaan harus ada denyut penderitaan dan

nasib masyarakat. Hanya denyut itulah yang dapat mengilhami para pemilik

perusahaan untuk mensejajarkan kemajuan dan keuntungan perusahaan dengan

kemajuan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Cara dan langkah pertama

mewujudkan kesejajaran tersebut adalah dengan rela menyisihkan sebagian dari

keuntungan perusahaan yang akan digunakan dengan melakukan serangkaian

aktivitas insaniah dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dikelola

secara profesional (Siagian dan Suriadi, 2012 : 6).

Kerelaan menyisihkan sebahagian keuntungan perusahaan untuk melakukan

(7)

7

masyarakat sekitar ke arah yang lebih baik atau lebih sejahtera. Kerelaan tersebut

masih berwujud niat yang tulus, namun tidak dilengkapi dengan tanggung jawab

mensejajarkan kemajuan dan keuntungan perusahaan dengan kemajuan dan

kesejahteraan masyarakat sekitar. Sikap kedermawanan sosial hanya mengandung

niat yang tulus. Seharusnya niat yang tulus tersebut harus di implementasikan dalam

aktivitas pemberdayaan masyarakat. Niat tulus yang diwujudkan dengan

implementasi program pemberdayaan masyarakat secara profesional adalah spesies

yang saat ini diberi nama tanggung jawab sosial perusahaan (corporate sosial

responsibility) (Siagian dan Suriadi, 2012: 7).

Kembali ditegaskan, niat tulus dalam bentuk kedermawanan sosial tidak

sama dengan konsep CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konsep

kedermawanan sosial yang tentunya bersifat suka rela dan hanya didasarkan pada

niat pemilik dan manajemen perusahaan, pihak perusahaan bertindak dan berwujud

sebagai pahlawan. Adalah sangat berbeda konsep tanggung jawab dengan

kedermawanan sosial.

Dalam Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Forum

Tanggung Jawab Dunia Usaha dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

Permensos menegaskan pentingnya Peran Dunia Usaha dalam Penyelenggaraan

Pembangunan Kesejahteraan Sosial sebagaimana disebutkan dalam Pasal 29

mengenai Program Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha yang dilaksanakan dengan

memprioritaskan salah satu program yang meliputi Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil. Oleh karena itu, dalam melaksanakan Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil sebenarnya diperlukan dana CSR (Coorporate Social Responsibility) untuk

(8)

8

Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil merupakan program dari

Kementerian Sosial yang diarahkan pada upaya pemberian kewenangan dan

kepercayaan kepada masyarakat yang masuk ke dalam kategori terpencil. Melalui

program ini diharapkan masyarakat dapat menemukan masalah dan kebutuhan

beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuannya sendiri,

sehingga tercipta peningkatan mutu kehidupan, terlindunginya hak-hak dasar serta

terpeliharanya budaya lokal.

Komunitas Adat Terpencil meletakkan harapan yang besar terhadap program

ini agar mampu menjadi jawaban atas perkembangan mereka yang cenderung lebih

lambat dibanding masyarakat pada umumnya. Melalui pemberdayaan sumber daya

manusia, pemberdayaan lingkungan sosial serta perlindungan sosial diharapkan

Komunitas Adat Terpencil mampu mewujudkan kesejahteraan sosial yang ditandai

dengan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dan melaksanakan peranan

sosialnya secara optimal.

Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu lokasi pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil yang ada di Sumatera Utara. Salah satu lokasi

pemberdayaan komunitas adat terpencil di Kabupaten Tobasa yaitu Desa Meranti

Barat merupakan penduduk asli etnik Batak Toba. Desa Meranti Barat merupakan

desa terpencil dimana akses menuju ke desa masih sangat sulit dan terbatas. Jumlah

penduduk di Desa Meranti Barat ini sebanyak 198 jiwa dengan 50 Kepala keluarga

yang bermukim di tiga huta yakni dusun Huta Godang Lapo Onan, Dusun Huta

Tonga-Tonga Huta Poledung, Dusun Huta Dolok.

Desa Meranti Barat menurut sejarah sudah ada dan didiami warga selama 12

silsilah, dimana 1 silsilah mempunyai kurun waktu 60 tahun. Ini berarti keberadaan

(9)

9

wilayah desa ini berpindah-pindah administrasi pemerintahan, pernah di bawah

wilayah administrasi Kecamatan Habinsaran, Kecamatan Porsea, Kecamatan

Pembantu Parhitean, Kecamatan Pintu Pohan Meranti dan saat ini Desa Meranti

Barat masuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Silaen. Letak rumah yang

saling berjauhan antara satu rumah dengan rumah lain terpisah dengan ladang-ladang

perkebunan mereka. Rumah-rumah warga biasanya akan mengelompok 3-4 rumah

dan satu kelompok pemukiman ini kemudian akan berjarak beberapa kilometer untuk

menemukan kelompok rumah lainnya.

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 telah

melakukan pemetaan sosial serta studi kelayakan pada desa ini kemudian pada tahun

2013 dilaksanakan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dengan

menggandeng pemerintah setempat dan instansi terkait. Pada Desember 2014 telah

dilakukan terminasi (pemutusan hubungan dengan klien) oleh Dinas Kesejahteraan

dan Sosial Provinsi Sumatera Utara karena dirasa program pemberdayaan di Desa

Meranti Barat telah berjalan dengan baik.

Selain Meranti Barat, Desa Dolok Nauli Dusun Pintu Pohan Dolok

Kecamatan Porsea merupakan salah satu lokasi pemberdayaan komunitas adat

terpencil di Kabupaten Toba Samosir yang dilaksanakan program pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil pada tahun 2003. Desa Dolok Nauli Dusun Pintu Pohan

Dolok Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir berjumlah 100 kk atau 349 jiwa.

Sementara itu, Desa Liat Tondung Kecamatan Nassau Kabupaten Toba

Samosir merupakan salah satu rencana lokasi dilaksanakan Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil tahun 2015 oleh Kementerian Sosial RI.Kementrian

Sosial Republik Indonesia melaksanakan Semiloka Daerah hasil Studi Kelayakan

(10)

10

30 rumah tipe 30 yang berukuran 5x6 meter untuk 30 keluarga komunitas adat

terpencil (KAT) di Desa Liat Tondung, Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba

Samosir (Tobasa). Rencana tersebut merupakan kerjasama antara Kementerian

Sosial dengan pihak Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dan

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Kabupaten Tobasa.Terpilihnya 30 keluarga warga

Desa Liat Tondung, Kecamatan Nassau, sebagai tempat dilaksanakannya sasaran

pemberdayaan komunitas adat terpencil, dikarenakan adanya usulan dari Dinas

Kesejahteraan dan Sosial Kabupaten Toba Samosir, dan telah melakukan survei

secara langsung ke lokasi beberapa waktu lalu (Anonymous, 2013).

Desa Liat Tondung merupakan salah satu desa terpencil di Kabupaten Toba

Samosir ternyata belum dialiri listrik padahal sudah 69 tahun Indonesia sudah

merdeka. Masyarakat di Desa Liat Tondung menggunakan lampu teplok sebagai

penerangan di malam hari. Hal ini tentu menjadi perhatian bersama agar masyarakat

Desa Liat Tondung dapat menikmati adanya listrik (Faisal, 2013).

Populasi Komunitas Adat Terpencil di Pulau Sumatera, pada tahun 2014

berjumlah kurang lebih 17.121 kelapa keluarga yang tersebar di enam provinsi yakni

Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau

dan Jambi (Kementerian Sosial RI, 2014).

Untuk Sumatera Utara sendiri pada tahun 2014, jumlah keseluruhan populasi

Komunitas Adat Terpencil adalah sebanyak 2.711 kk yang tersebar di 11 kabupaten,

31 kecamatan, 53 desa, dan 69 lokasi. Artinya masih banyak populasi Komunitas

Adat Terpencil di Sumatera Utara belum diberdayakan hingga saat ini (Kementerian

Sosial, 2014).

Pada tahun 2015, pemerintah melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas

(11)

11

Komunitas Adat Terpencil di beberapa wilayah provinsi Sumatera Utara. Lokasi

tersebut meliputi beberapa desa yaitu : Dusun III Pansur Natolu, Desa Dolok Pantis,

Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah ; Huta Godang & Lumban

Sihobuk, Desa Liat Tondung, Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba Samosir ; Huta

Tinggi Saribu, Desa Bahapal Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

(Direktorat Pemberdayaan KAT, 2014).

Populasi Komunitas Adat Terpencil hingga tahun 2014 di Indonesia masih

sangat besar yaitu sebanyak 213.067 kepala keluarga. Dari jumlah tersebut populasi

yang sudah diberdayakan berjumlah 94.272 kepala keluarga (44%), yang belum

diberdayakan sama sekali berjumlah 117.004 kepala keluarga (56%) dan target

pemberdayaan KAT pada tahun 2014 yaitu 4.861 kepala keluarga (4%) Berdasarkan

data ini kita bisa melihat bahwa sesungguhnya lebih dari setengah populasi

Komunitas Adat Terpencil di seluruh Indonesia belum diberdayakan (Kementerian

Sosial RI, 2014).

Persebaran Komunitas Adat Terpencil di Indonesia terdapat di 22 provinsi,

63 kabupaten, 80 kecamatan, 83 desa dan 105 lokasi permukiman. Artinya

Komunitas Adat Terpencil menyebar di hampir seluruh wilayah provinsi Indonesia

dan sudah tentu membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah serta instansi

terkait (Kementerian Sosial, 2014).

Sesuai dengan Keppres R.I Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan

Sosial Komunitas Adat Terpencil, yang dimaksud dengan Komunitas Adat Terpencil

adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau

belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik.

Komunitas Adat Terpencil menjalani kehidupan yang sangat sederhana serta

(12)

12

lebih bersifat subsistem, yaitu melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari saja.

Komunitas Adat Terpencil ataupun yang selama ini kita kenal dengan sebutan

masyarakat terasing atau masyarakat tertinggal biasanya digunakan dalam merujuk

individu-individu dan kelompok-kelompok yang merupakan keturunan asli yang

tinggal di sebuah wilayah. Di masa kini, mereka merupakan sektor-sektor yang

non-dominan dari masyarakat (yang lebih besar) dan mereka berketetapan untuk

melestarikan, mengembangkan dan mewariskan kepada generasi yang akan datang

wilayah leluhur dan identitas etnik mereka sebagai basis kelanjutan eksistensi

mereka sebagai masyarakat sesuai dengan pola budaya, institusi sosial dan sistem

hukum mereka sendiri (Cobo dalam Bosko, 2006: 55).

Komunitas Adat Terpencil tidak terlepas dari apa yang dinamakan dengan

kearifan lokal. Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta

berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat

lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka

(Kementerian Sosial, 2006). Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai

kebijakan setempat atau pengetahuan setempat maupun kecerdasan setempat. Sistem

pemenuhan kebutuhan yang dimaksud meliputi seluruh unsur kehidupan seperti

agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan

komunikasi serta kesenian.

Kearifan lokal ini menjadi salah satu unsur yang membedakan Komunitas

Adat Terpencil dengan kelompok masyarakat pada umumnya. Terkadang mereka

memiliki peraturan tersendiri yang bahkan tidak terdapat dalam peraturan nasional,

namun sebaliknya kearifan lokal inilah yang kemudian oleh para ahli dijadikan

(13)

13

berdasarkan tingkat pengetahuan dan kemampuan masyarakat sehingga tidak

menghilangkan jati diri maupun ciri khas mereka.

Persoalan globalisasi, di sisi lain kembali memberikan sebuah tantangan berat

bagi Komunitas Adat Terpencil untuk tetap bertahan dengan sistem kearifan lokal

mereka. Pembangunan yang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi terkadang

memaksa mereka untuk hidup modern dan meninggalkan tradisi leluhur yang telah

diwariskan turun-menurun di dalam kelompok mereka. Padahal tradisi tersebut

sebenarnya memiliki kekayaan akan nilai hidup dan budaya.

Kementerian Sosial menjadikan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

menjadi sebagian program prioritas untuk tahun 2013. Perhatian khusus akan

diberikan bagi masyarakat yang umumnya tinggal secara terpisah-pisah. Menurut

Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri ada banyak titik di Indonesia tempat Komunitas

Adat Terpencil tinggal dan jika masyarakat yang tinggalnya terpisah-pisah ini mau

tinggal berkelompok pemberdayaan tentu akan lebih mudah dilaksanakan (Jurnal

Nasional, 21 November 2012).

Dewasa ini masalah-masalah yang dialami olehKomunitas Adat Terpencil

tidak hanya menjadi persoalan nasional, akan tetapi sudah menjadi persoalan global.

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1995 telah mengeluarkan Declaration on

the Rights of Indigenous Peoples sebagai landasan moral bagi setiap negara dalam

rangka memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap Komunitas Adat

Terpencil. Deklarasi tersebut diatur secara rinci ke dalam 45 pasal, yang sebagian

besar mengatur hak-hak Komunitas Adat Terpencil sebagai komunitas manusia

maupun sebagai bagian dari warga negara. Deklarasi tersebut semakin memperkuat

tuntutan terhadap negara, baik dari dalam negeri maupun dunia internasional, untuk

(14)

14

Selain PBB, ada juga Konvensi International Labour Organization (ILO)

Nomor 169 Tahun 1989 mengenai Masyarakat Hukum Adat dalam pasal 2 ayat 1

yang menyebutkan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab untuk

mengembangkan, dengan keikutsertaan masyarakat terkait, tindakan terkoordinasi

dan sistematis untuk melindungi hak-hak masyarakat tersebut dan untuk menjamin

rasa hormat terhadap integritas mereka (Konvensi ILO, 2003).

Pada tahun 1999 pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi ILO tersebut

dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun

1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tersebut,

Kementerian Sosial sebagai instansi sektoral yang bertanggung jawab terhadap

kondisi kehidupan Komunitas Adat Terpencil, mengeluarkan berbagai keputusan dan

peraturan yang di dalamnya secara substansial mengatur pelaksanaan pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil. Namun demikian dalam implementasinya pemerintah

belum secara optimal memberdayakan Komunitas Adat Terpencil, termasuk dalam

hal pemberian hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum.

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaan program pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil masih terdapat ketidaksempurnaan, bahkan ada penelitian

yang menunjukkan bahwa secara kualitatif tidak semua lokasi pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil berhasil mencapai target kemandirian sesuai dengan

tujuan pemberdayaan (Bambang Rustanto, 2012).

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, penulis

tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk skripsi. Adapun judul penelitian

adalah “Optimalisasi Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Percepatan

(15)

15 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalh penelitian yang telah diuraikan

sebelumnya, apa pun masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

“Bagaimana Optimalisasi Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam

Percepatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Toba Samosir?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Optimalisasi Peran

Tangung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Percepatan Pemberdayaan Komunitas

Adat Terpencil di Kabupaten Toba Samosir.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi konstribusi dalam rangka :

a. Secara akademis, dapat memberikan konstribusi keilmuan dalam menambah

referensi dan kajian serta studi komparasi bagi peneliti atau mahasiswa yang

tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan program tanggung jawab sosial

perusahaan dan pemberdayaan komunitas adat terpencil.

b. Secara praktis, pengembangan konsep-konsep dan teori yang berkenaan dengan

program tanggung jawab sosial perusahaan dan pemeberdayaan komunitas adat

terpencil.

(16)

16

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika

penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan

objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan

defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian,

teknik pengumpulan data serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan deskripsi mengenai lokasi/tempat peneliti melakukan

penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian

beserta analisanya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran-saran yang peneliti berikan

sehubungan dengan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Hal yang sama juga tercantum dalam penelitian Wangsawinangun (2014) dengan judul penetapan struktur modal yang optimal dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan,

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku vulva hygiene saat menstruasi pada remaja

Ulkus peptikum adalah lesi atau luka terbuka pada lambung yang dapat disebabkan karena tidak seimbangnya faktor agresif (asam lambung, pepsin dan infeksi H. Pylori) dan

Hasil penelitian didapatkan dari uji organoleptik dan uji ketahanan pada masing–masing kelompok penelitian.Pada kelompok ekstrak kelopak kenikir tampak bahwa efek pigmen

Pada Gambar-11 terlihat bahwa batubara akan mendominasi energi primer yang digunakan, yaitu 67,6% dari seluruh produksi pada tahun 2024, disusul oleh gas alam (termasuk LNG)

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny ”A” selama kehamilan trimester III dengan keluhan sering kencing tidak ditemukan adanya komplikasi saat kehamilan, pada

Pada penelitian ini optimalisasi dalam penanganan gangguan jaringan distribusi listrik diimplementasikan kedalam sebuah model sistem dengan menerapkan neural

Hal ini berarti LKS berbasis pendekatan saintifik efektif untuk meningkatkan KPS baik siswa kemampuan kognitif tinggi maupun kemampuan kognitif rendah di kelas