23
KORUPSI DALAM PELAKSANAAN TUGAS KEDINASAN
A. Struktur Organisasi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera
Utara.
Dalam suatu instansi pemerintahan haruslah memiliki struktur organisasi
pemerintahan yang tetap dan jelas. Hal ini untuk menentukan apa saja tugas dan
wewenang dari suatu posisi yang diduduki seorang Pegawai ASN di suatu instansi
pemerintahan secara administratif. Struktur organisasi yang baik dalam suatu
pemerintahan akan memastikan terjadinya koordinasi yang efektif bagi seluruh
organ-organ yang bertugas dalam instansi pemerintahan tersebut. Adanya
pembagian tugas dan fungsi menjadi komponen-komponennya. Sehingga setiap
pegawai bertanggung jawab untuk tugas yang dikerjakannya dan
pertanggungjawaban tugas ini dilakukan kepada jabatan yang ada diatasnya
secara berjenjang.
Menurut Prof. Prajudi, Struktur Organisasi Keadministrasian Negara
adalah keseluruhan tata susunan Administrasi Negara (dalam arti institusional)
yang terdiri atas kementerian-kementerian (unit urusan menteri pada umumnya)
dan/atau departemen-departemen, direktorat-direktorat (jenderal), biro-biro,
kantor-kantor, wilayah-wilayah, daerah-daerah otonomi, dan sebagainya.
Keseluruhan dari pada kesatuan organisasi administratif yang berkantor, yang
atau birokrasi negara.22
Begitu juga halnya di lingkungan Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera
Utara memiliki stuktur organisasi dan tata kerja yang terdiri dari Sekretaris
Daerah Provinsi, Staf Ahli Gubernur, Asisten, Kepala Badan, Kepala Dinas,
Kepala Biro, Kepala Kantor dan seterusnya Kepala Bidang, Kasubdinas, Kepala
Bagian, Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian. Struktur organisasi Biro Hukum
Sekretariat Provinsi Sumatera Utara merupakan unsur Sekretariat yang
dikoordinasikan Asisten Pemerintahan dan dipimpin langsung oleh Sekretaris
Daerah Provinsi.
Kedudukan atau jabatan dalam suatu organisasi
pemerintahan menunjukkan beban tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi
dan jabatan atau kedudukan tersebut juga menunjukkan arah koordinasi dan atau
perintah. Kedudukan dan jabatan inilah yang menjadi suatu hierarki dalam suatu
organisasi instansi pemerintah.
23
1. Kepala Biro Hukum
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun
2008 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Sumatra Utara, Biro Hukum adalah unsur staf yang berada dan
bertanggung jawab kepada Sekretarias Daerah melalui Asisten Pemerintahan.
Organisasi dan Struktur Biro Hukum Setdaprovsu dipimpin oleh Kepala Biro
Hukum dengan membawahi 4 (empat) Kepala Bagian dan 10 (sepuluh) Kasubbag
dengan susunan sebagai berikut :
22
S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, 1994, edisi revisi, cetakan ke X, Jakarta, Ghalia Indoneia, hal. 75.
23
2. Kepala Bagian Penyuluhan Hukum
a. Kasubbag Tata Usaha
b. Kasubbag Sosialisasi dan Informasi hukum
c. Kasubbag Pembinaan PPNS
3. Kepala Bagian Perundang-Undangan
a. Kasubbag Rancangan Hukum
b. Kasubbag Telaahan dan Pengesahan
c. Kasubbag Dokumentasi Produk Hukum
4. Kepala Bagian Fasilitasi Produk Hukum Daerah
a. Kasubbag Pengkajian dan Perumusan
b. Kasubbag Pembinaan dan Pengawasan kebijakan
5. Kepala Bagian Bantuan Hukum
a. Kasubbag Perlindungan dan HAM
b. Kasubbag Sengketa Hukum24
B. Tugas Pokok dan Fungsi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Sumatera Utara
Berdasarkan pengertiannya, tugas pokok merupakan suatu kewajiban yang
harus dikerjakan, pekerjaan yang merupakan tanggung jawab, perintah untuk
berbuat atau melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan. 25 Sedangkan fungsi
memiliki arti kegunaan suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan.26
24
Ibid.
25
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,1986, Jakarta, Balai Pustaka, hlm. 1094.
26
Tugas Pokok dan Fungsi secara umum merupakan hal-hal yang harus
bahkan wajib dikerjakan oleh seorang anggota organisasi atau pegawai dalam
suatu instansi secara rutin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan program kerja yang telah dibuat berdasarkan tujuan, visi dan misi
suatu organisasi atau instansi tempat dia bekerja.
Setiap pegawai seharusnya melaksanakan kegiatan yang lebih rinci yang
dilaksanakan secara jelas dan dalam setiap bagian atau unit. Rincian tugas-tugas
tersebut digolongkan kedalam satuan praktis dan konkrit sesuai dengan
kemampuan dan tuntutan masyarakat. Tugas Pokok dan fungsi (tupoksi)
merupakan suatu kesatuan yang saling terkait antara Tugas Pokok dan Fungsi.
Dalam Peraturan Perundang-undangan pun sering disebutkan bahwa suatu
organisasi menyelenggarakan fungsi-fungsi dalam rangka melaksanakan sebuah
tugas pokok.
David F. Smith dalam Gibson, Ivancevich, dan Donelly menjelaskan
mengenai hubungan antara pekerjaan pegawai, yang dalam hal ini berupa tugas
pokok dan fungsi dengan efektivitas pegawai, bahwa: “Selain masalah praktis
dalam hubungan dengan desain pekerjaan, yaitu berkaitan dengan keefektifan
dalam istilah ekonomi, politik, dan moneter, akan tetapi pengaruh yang terbesar
berkaitan dengan keefektifan sosial dan psikologis pegawai. Pekerjaan dapat
menjadi sumber tekanan psikologis dan bahkan gangguan mental dan fisik
terhadap seorang pegawai selain sisi positif dari pekerjaan yaitu dapat
penghargaan dari orang lain, hidup yang teratur dan hubungan dengan orang
lain”.27
Definisi lainnya yang menilai bahwa tugas merupakan suatu kegiatan
spesifik yang dijalankan dalam organisasi yaitu menurut John & Mary Miner
dalam, menyatakan bahwa Tugas adalah kegiatan pekerjaan tertentu yang
dilakukan untuk suatu tujuan khusus. Sedangkan menurut Moekijat, Tugas adalah
suatu bagian atau satu unsur atau satu komponen dari suatu jabatan. Tugas adalah
gabungan dari dua unsur (elemen) atau lebih sehingga menjadi suatu kegiatan
yang lengkap.
Adapun definisi tugas pokok dan fungsi menurut para ahli yang lain, yaitu
Dale Yoder, “The Term Task and function is frequently used to describe one
portion or element in a job” (Tugas dan fungsi digunakan untuk mengembangkan
satu bagian atau satu unsur dalam suatu jabatan). Sementara Stone
mengemukakan bahwa “A task is a specific work activity carried out to achieve a
specific purpose” (Suatu tugas pokok merupakan suatu kegiatan pekerjaan khusus
yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu).
28
Penjelasan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa pekerjaan ataupun
tupoksi yang ditetapkan untuk suatu jabatan sangat berpengaruh secara langsung
terhadap efektivitas pegawai. Efektivitas pegawai dapat dinilai melalui
pelaksanaan tugas-tugasnya secara benar dan konsisten. Tugas pokok dan fungsi
27
Ivancevich Gibson. 1984. Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur Proses. Jakarta: Penerbit Erlangga..Donnelly, 1996. Organisasi Perilaku Struktur Proses. (Alih Bahasa : Agus Darma), Jakarta: Penerbit Erlangga,1996, Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses, Edisi Kedelapan Jilid Satu, Terjemahan Nunuk Ardiani, Jakarta : Binarupa Aksara.
pegawai merupakan jabaran langsung dari tugas dan fungsi organisasi atau
instansi kedalam jabatan yang didudukinya.
Dalam Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 65 tahun 2011 tentang
Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam pasal 25 dibebutkan
bahwa Biro Hukum mempunyai tugas membantu Sekretaris Daerah Provinsi
dalam menyusun konsep kebijakan Kepala Daerah dalam penyelenggaraan urusan
Pemerintahan atas:
a. pelaksanaan pembinaan,
b. koordinasi,
c. fasilitasi,
d. monitoring,
e. evaluasi dan pengendalian pelaksanaan penyuluhan hukum,
f. peraturan perundang-undangan,
g. fasilitasi produk hukum daerah dan
h. bantuan hukum.29
Sedangkan fungsi dari Biro Hukum adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan dan mengkoordinasikan menyusun konsep kebijakan Kepala
Daerah dalam penyelenggaraan pembinaan, fasilitasi, monitoring, evaluasi,
koordinasi dan pengendalian urusan Pemerintahan dan/atau Kewenangan
Otonomi Provinsi di bidang penyuluhan hukum, peraturan
perundang-undangan, fasilitasi produk hukum daerah dan bantuan hukum.
29
b. Menyelenggarakan koordinasi, fasilitasi, monitoring, evaluasi dan
pengendalian pelaksanaan kebijakan Kepala Daerah di bidang penyuluhan
hukum, peraturan perundang-undangan, fasilitasi produk hukum daerah dan
bantuan hukum.
Biro Hukum dalam melaksanaan tugas pokok dan fungsinya dipimpin oleh
seorang Kepala Biro Hukum yang rnernpunyai uraian tugas:
1) Menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin
pegawai pada lingkup Biro Hukum.
2) Menyelenggarakan penetapan perencanaan dan program kegiatan Biro, sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Menyelenggarakan penetapan bahan/data di bidang penyelenggaraan hukum.
4) Menyelenggarakan penetapan penyusunan standar, norna dan kriteria
penyelenggaraan penyuluhan hukum, Peraturan Perundang-undangan,
fasilftasi produk hukum daerah dan bantuan hukum, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5) Menyelenggarakan pembinaan, koordinasi, fasilitasi, monitoring, evaluasi,
pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebl'jakan Kepala Daerah di
bidang penyuluhan hukum, perundang-undangan, fasilitasi produk hukum
daerah dan bantuan hukum, sesuai ketentuan dan standar yang ditetapkan.
6) Menyelenggarakan penyiapan bahan penyusunan dan penyempurnaan
kebijakan di bidang penyelenggaraan penyuluhan hukum, Peraturan
7) Menyelenggarakan konsultasi, asistensi dan supervisi penyelenggaraan
hukum, sesuai ketentuan dan standar yang ditetapkan.
8) Menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian ketatausahaan, sesuai
standar yang ditetapkan.
9) Menyelenggarakan pengkoordinasian dan perumusan pelaporan LAKIP,
LKPJ, LPPD dan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Biro, sesuai
standar yang ditetapkan.
10) Menyelenggarakan koordinasi dan fasilitasi terhadap instansi vertikal lingkup
Provinsi dan Kabupaten/Kota, sesuai standar yang ditetapkan.
11) Menyelenggarakan fasilitas rapat-rapat internal dan eksternal Biro, sesuai
tugas dan fungsinya.
12) Menyelenggarakan koordinasi, fasilitasi, analisa dan pengkajian penyusunan
dan perumusan produk hukum daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota,
sesuai standar yang ditetapkan.
13) Menyelenggarakan supervisi dan klarifikasi penetapan kebijakan produk
hukum tingkat Provinsi dan Kabupaten, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
14) Meyelenggarakan pengendalian dan pengawasan atas produk hukum tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
15) Menyelenggarakan pengernbangan informasi, publikasi, penyuluhan dan
16) Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan, sesuai tugas dan fungsinya.
17) Menyetenggarakan pemberian masukan kepada Sekdaprovsu Provinsi, sesuai
tugas dan fungsinya.
18) Menyelenggarakan tugas lain yang diberikan Sekdaprovsu, sesuai tugas dan
fungsinya.
19) Menyelenggarakan laporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan.30
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud, Kepala
Biro Hukum dibantu bagian-bagian dari Biro Hukum itu sendiri, yaitu:
1. Bagian Penyuluhan Hukum.
2. Bagian Perundang-Undangan.
3. Bagian Fasilitasi Produk Hukum Daerah.
4. Bagian Bantuan Hukum.
Mengingat bahwa bagian Penyuluhan Hukum, Bagian
Perundang-Undangan, Bagian Fasilitasi Produk Hukum Daerah dalam biro hukum
setdaprovsu tugas pokok dan fungsinya tidak berkaitan langsung dengan bahasan
dalam tulisan ini sehingga tugas pokok dan fungsi ketiga bagian tersebut tidak
diuraikan. Dengan kata lain tugas pokok dan fungsi yang diuraikan adalah tugas
pokok dan fungsi Bagian Bantuan Hukum karena berkaitan langsung dengan
materi tulisan ini dan merupakan yang berperan langsung dalam tugas
pendampingan.
C. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum
Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara
Tugas pokok dan fungsi Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum berkaitan
dengan penanganan perkara pidana (dalam hal ini pendampingan dalam tahap
penyelidikan dan penyidikan), perkara perdata (berkaitan dengan gugatan
perdata), perkara tata usaha negara (berkaitan dengan gugatan tata usaha negara)
serta perlindungan dan Hak Asasi Manusia. Penanganan perkara tersebut
dilaksanakan dalam rangka amanat peraturan perundang-undangan yang
merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab ASN Biro Hukum. Oleh karena
itu pegawai ASN Biro Hukum yang menangani suatu perkara tidak disebut
sebagai pengacara, penasehat hukum maupun advokat atau istilah lainnya akan
tetapi tetap disebut sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Berbeda halnya dengan sebutan untuk pengacara profesional misalnya
sebutan Advokat pada tataran hukum pidana disebut juga sebagai Penasihat
Hukum (PH). Pengertian Penasihat Hukum menurut pasal 1 butir 13 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seseorang yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan Undang-Undang untuk
memberi bantuan hukum. Ketentuan demikian secara sosial memberikan
pemahaman bahwa untuk menjadi Penasihat Hukum itu haruslah orang yang telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Hal ini juga
ndimaksudkan satu upaya untuk memenuhi standar profesionalisme.31
31
Marudut Tampubolon, Membedah Profesi Advokat, 2014, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar, hlm. 45.
Pada
pekerjaan yang bersifat klasik. Artinya bahwa keberadaan profesi ini sudah ada
sejak lahirnya profesi tersebut dalam wilayah kekuasaan pengadilan.
Oleh karena itu didalam melakukan tindakan pendampingan itu, harus
dilakukan oleh orang yang tau dan berlatar belakang sekolah hukum. Dalam hal
demikian, lapangan hukum para Advokat adalah seluruh lapangan hukum itu
sendiri, yang tentunya sangat luas. Dalam perkara pidana, misalnya peran
Advokat sangat penting mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses
persidangan sampai kepada perkara mempunyai kekuatan hukum tetap.32
Pasal 32 Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 65 tahun 2011
tentang Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa Namun dalam tulisan ini, peran pendampingan yang dilakukan terhadap
orang yang bermasalah dengan hukum bukanlah dilakukan oleh seorang Advokat,
akan tetapi dilakukan oleh Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum, yaitu
bagian Bantuan Hukum. Demikian juga dengan orang yang didampingi Pegawai
ASN Biro Hukum tidak disebut dengan istilah Klien. Pendampingan yang
dilakukan ASN Biro Hukum inipun bukanlah setiap masyarakat yang berhadapan
dengan hukum. Akan tetapi terbatas hanya Pegawai ASN yang berhadapan
dengan masalah hukum yang dilakukan dalam tugas kedinasannya di lingkungan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Artinya yang didampingi dan yang
mendampingi adalah pegawai ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan
termasuk pegawai ASN di Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.
32
Bagian Bantuan Hukum mempunyai tugas membantu Kepala Biro Hukum dalam
melaksanakan penyelenggaraan penanganan sengketa bantuan hukum dan
perlindungan hak asasi manusia.
1. Bagian Bantuan Hukum, menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada staf pada
lingkup Bagian Bantuan Hukum.
b. penyelenggaraan pengolahan bahan/data untuk penyempurnaan dan
penyusunan Bantuan Hukum.
c. penyelenggaraan penyusunan perencanaan dan program kegiatan Bagian
Bantuan Hukum, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
d. penyelenggaraan pengkajian dan evaluasi pelaksanaan bantuan hukum.
e. penyelenggaraan pembinaan, koordinasi, fasilitasi, sosialisasi, monitoring
dan pengendalian pelaksanaan bantuan hukum, sengketa hukum,
perlindungan dan hak asasi manusia, sesuai standar yang ditetapkan.
f. penyelenggaraan tugas lain yang diberikan Kepala Biro sesuai bidang
tugas dan fungsinya.
g. penyelenggaraan pemberian masukan kepada Kepala Biro, sesuai bidang
tugas dan fungsinya.
h. penyelenggaraan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan.
2. Kepala Bagian Bantuan Hukum, mempunyai uraian tugas:
a. menyelenggarakan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada staf pada
b. menyelenggarakan pengolahan dan penyajian datalbahan di bidang
pelaksanaan bantuan hukum.
c. menyelenggarakan penyusunan perencanaan dan program kegiatan di
bidang penyelenggaraan bantuan hukum, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. menyelenggarakan penyusunan dan penyempurnaan standar, norma dan
kriteria penyelenggaraan bantuan hukum.
e. menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, koordinasi, fasilitasi,
monitoring, evaluasi dan pengendalian penyelenggaraan bantuan hukum,
sengketa, perlindungan dan hak asasi manusia, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f. menyelenggarakan pengkajian dan analisa penyelenggaraan bantuan
hukum.
g. menyelenggarakan konsultasi, asistensi dan supervisi pelaksanaan bantuan
hukum.
h. menyelenggarakan identifikasi dan inventarisasi bantuan hukum.
i. menyelenggarakan deseminasi, bimbingan teknis, lokakarya, seminar
penyelenggaraan bantuan hukum, sesuai standar yang ditetapkan.
j. menyelenggarakan koordinasi dan fasilitasi penanganan sengketa,
perlindungan hukum dan hak asasi manusia.
k. menyelenggarakan hubungan antar lembaga hukum dalam
l. menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan panitia RANHAM,
sesuai standar yang ditetapkan.
m. menyelenggarakan langkah-langkah persiapan penyelenggaraan bantuan
hukum, sesuai standar yang ditetapkan.
n. menyelenggarakan pemeliharaan dan pengamanan bahan/data dan berkas
penanganan bantuan hukum.
o. menyelenggarakan bantuan hukum dan perlindungan hukum atas aset dan
permasalahan hukum dalam kedinasan di lingkungan Pemerintah Provinsi,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
p. menyelenggarakan fasilitasi bantuan dan perlindungan hukum terhadap
pegawai negeri sipil dalam hubungan kedinasan Pemerintah daerah
Provinsi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
q. menyelenggarakan koodinasi penegakan hak asasi manusia skala Provinsi,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
r. menyelenggarakan rapat-rapat internal dan eksternal pembahasan bantuan
hukum.
s. menyelenggarakan penyusunan persiapan penanganan sengketa dan
bantuan hukum, sesuai standar yang ditetapkan.
t. menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan, sesuai bidang tugas dan fungsinya.
u. menyelenggarakan pemberian masukan kepada Kepala Biro, sesuai bidang
v. menyelenggarakan tugas lain yang diberikan Kepala Biro, sesuai bidang
tugas dan fungsinya.
w. menyelenggarakan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan.
D. Peran Dan Fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum Dalam
Mendampingi Pegawai ASN Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi
Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan
Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada
prinsip sebagai berikut:
a. nilai dasar
b. kode etik dan kode perilaku
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
e. kualifikasi akademik
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
g. profesionalitas jabatan.
Kemudian dalam pasal 10, pasal 11 dan pasal 12 Undang-Undang tersebut
dikatakan bahwa :
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a. pelaksana kebijakan publik
b. pelayan publik
Pegawai ASN bertugas:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas.
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Hal ini
dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional,
bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Salah satu peran yang dilakukan pegawai ASN Biro Hukum adalah tugas
perlindungan hukum dalam bentuk pendampingan untuk memberikan bantuan
hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 Undang-Undang ASN yaitu pada
ayat 1 huruf (d) dan ayat 3 yaitu :
Ayat (1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
a. jaminan kesehatan
b. jaminan kecelakaan kerja
c. jaminan kematian
d. bantuan hukum.
Ayat (3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa
pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait
Walaupun dalam pasal 92 ayat 3 ini dikatakan bahwa pemberian bantuan
hukum itu dilakukan dalam perkara yang dihadapi di pengadilan yang terkait
dengan pelaksanaan tugas-tugas dinas yang dilakukan Pegawai ASN, akan tetapi
dalam Permendagri Nomor 12 tahun 2014 dikatakan bahwa pemberian bantuan itu
belum sampai di tingkat pengadilan, hanya sampai pada tingkat penyelidikan dan
penyidikan. Pembatasan fungsi dan peran ini cukup beralasan dan rasanya tidak
bertentangan mengingat kemampuan profesionalisme ASN yang melaksanakan
tugas utama sebagai pelayanan publik dan tugas pemberian bantuan hukum itu
bukanlah sebagai tugas utamanya.33
Pelaksana hukum (eksekutif) jauh berbeda dengan tugas profesional
pengacara/advokat dimana menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003
tentang Advokat, bahwa advokat melaksanakan fungsi dan peran sebagai penegak
hukum (Yudikatif). Ada kemungkinan peran ASN beracara di pengadilan ini
membutuhkan pemikiran dan persiapan tentang persyaratan dan profesionalisme
pegawai ASN untuk bisa mengemban tugas ini ke depan dan tidak sejak
sekarang.34
Berdasarkan pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12
tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian
Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Biro Hukum Provinsi Adanya perkembangan pemikiran tentang Pegawai ASN untuk
beracara didepan pengadilan mungkin akan memberi kebebasan kepada Pegawai
ASN untuk memberikan bantuan hukum dalam tugas pendampingannya.
33
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, 9-10 Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.
melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara
pidana yang dilakukan oleh Gubernur/Wakil Gubernur dan CPNS/PNS Provinsi.
Selanjutnya dalam pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut
dikatakan bahwa pemdampingan yang dilakukan oleh Pegawai ASN Biro Hukum
Provinsi berkaitan dengan :
1. mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan.
2. ketentuan hukum acara pidana.
3. mengenai materi delik pidana yang disangkakan.
4. hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi.
Menyikapi isi pasal 13 dan pasal 15 Permendagri No. 12 tahun 2014 di
atas dapat diketahui bahwa peran pegawai ASN Biro Hukum terbatas hanya dalam
pendampingan yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan yang
dilakukan aparat penegak hukum baik oleh Kepolisian maupun Kejaksaan
terhadap suatu permasalahan hukum yang dihadapi seorang pegawai ASN
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan
termasuk dalam tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
Keterbatasan ruang lingkup pendampingan yang dilakukan oleh ASN Biro
Hukum ini merupakan akibat pembatasan berdasarkan peraturan perundangan
yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat yang intinya
mengisyaratkan bahwa yang berhak untuk beracara di muka pengadilan adalah
mereka yang sudah memenuhi persyaratan untuk itu yaitu seorang advokat,
pengadilan oleh karena tugas utamanya adalah sebagai pelayan publik yang
mengatasnamakan instansi negara.35
35 Ibid.
Selanjutnya dalam permendagri Nomor 12 tahun 2014 ini juga peran
pegawai ASN Biro hukum secara limitataif telah ditetapkan yaitu yang berkaitan
dengan hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan, ketentuan
hukum acara pidana mengenai mekanisme setiap tahapan pemeriksaan aparatur
penegak hukum, materi delik pidana yang disangkakan apakah berkaitan atau
tidak dengan tugas kedinasan dan apakah permasalahan hukum yang
dipersangkakan itu merupakan delik pidana atau tidak atau hanya sekedar
kesalahan administrasi. Lebih lanjut boleh juga disampaikan hal-hal lain yang
dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi oleh pegawai ASN yang
didampingi.
Secara umum bahwa pegawai ASN yang didampingi oleh Biro Hukum
adalah pegawai ASN yang berhadapan dengan permasalahan korupsi yang
berkaitan dengan tugas-tugas kedinasan, baik karena kealpaan, karena
kesengajaan, maupun hanya kesalahan administrasi saja dengan tujuan
memperkaya diri sendiri atau korporasi yang merugikan keuangan negara. Karena
tindak pidana baik tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus merupakan
tindakan yang harus dipertanggungjawabkan secara inperson. Sehingga
pendampingan yang dilakukan Biro Hukum semata-mata hanya karena perbuatan
Kealpaan seperti disebutkan di atas perlu mendapat perhatian karena
kebanyakan berkaitan dengan administrasi yang tidak akurat yang bisa jadi tidak
semuanya merupakan perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara.
Memang banyak juga timbul masalah kerugian keuangan negara akibat kesalahan
administrasi misalnya ada kesalahan administrasi yang memang disengaja untuk
menutupi kerugian yang ditimbulkan. Dengan demikian ada kesalahan
administrasi yang disengaja dan ada kesalahan administrasi memang tidak
diketahui sebelumnya atau dengan kata lain murni karena kealpaan. Dalam kaitan
inilah salah satu pertimbangan pentingnya pendampingan terhadap ASN yang
berhadapan dengan hukum. Lain halnya dengan kesengajaan yang unsur-unsur
perbuatannya telah memenuhi unsur-unsur suatu kejahatan sehingga tidak perlu
dibahas dalam tulisan ini.
Setelah menelaah bahan-bahan dan Wawancara yang dilakukan di Biro
Hukum Provinsi Sumatera Utara yang disebut sebagai kealpaan misalnya kasus
yang dipersangkakan adalah : Tindak Pidana “Setiap orang yang melakukan
pengelolaan limbah B3 tanpa izin jo Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin
dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya”,
yang melibatkan ASN Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara.
Kemudian kasus lain : Dugaan Tindak Pidana penambangan emas tanpa
izin di Desa Tapus, Kec. Lingga Bayu, Kab. Mandailing Natal Provsu yang
diduga dilakukan oleh PT. Madinah Madani Mining (PT. M3)” yang melibatkan
Pj Bupati dan Plt. Sekretaris Daerah Madina yang merupakan ASN Provinsi
merupakan dasar pemanggilan dan pemeriksaan yang dikategorikan aparatur
penegak hukum sebagai tindak pidana korupsi.36
Berdasarkan hasil penelitian, saudah ada Pegawai ASN yang didampingi
oleh ASN Biro Hukum di lingkungan pemerintahan provinsi sumatera utara yang
terkait tindak pidana korupsi dalam menjalankan tugas-tugasnya yang
disangkakan kepadanya. Namun, ada beberapa aparatur yang lepas atau bebas dari
sangkaan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang ditujukan
kepadanya. Hal ini dikarenakan perbuatannya hanyalah kesalahan administrasi
belaka dan bukan tindak pidana yang disangkakan kepadanya. Sangatlah penting
peran dari seorang ASN Biro Hukum dalam hal ini mengingat tidak semua
Aparatur Sipil Negara atau PNS memiliki pengetahuan hukum atau
berlatarbelakang sekolah hukum.37
Pesan-pesan moral yang terkandung dalam Undang-Undang ini diharapkan
dapat menjadi hambatan-hambatan moral (moral restraints) bagi perseorangan
maupun korporasi agar tidak melakukan korupsi baik dalam tahap awal formulasi, Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan melawan hukum yang
dilakukan seseorang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi
secara melawan hukum, yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun (pasal 2
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).
36
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, dengan memberikan contoh kasus yang sudah ditangani oleh Biro Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara. 9-10 Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.
kebijakan yudikatif yang merupakan tahap aplikatif dan kebijakan eksekutif yang
merupakan tahap administrasi.38
a. Perbuatan melawan hukum.
Jika dicermati pengertian korupsi dalam bunyi pasal 2 Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 terdapat unsur-unsur
tindak pidana korupsi antara lain:
b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
c. Merugikan keuangan/perekonomian negara.
Perbuatan melawan hukum dalam hal ini mencangkup perbuatan melawan
hukum dalam arti formil dan materil maksudnya meskipun perbuatan itu tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma
kehidupan sosial, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
pengertian melawan hukum tidak lagi berarti apa yang bertentangan dengan hak
orang lain atau bertentangana dengan kewajiban hukum si pelaku melainkan juga
apa yang bertentangan baik dengan tata susila maupun kepatutan dalam pergaulan
masyarakat.39
Kemudian unsur yang kedua dari tindak pidana korupsi memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau korporasi berarti menambah kekayaan diri sendiri atau
38
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, yang dikutip pada
Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminlogi, 2014, Yogyakarta, Genta Publishing, hal. 65.
39
orang lain atau korporasi. Sedangkan unsur ketiga merugikan keuangan negara
artinya seluruh keuangan negara dalam bentuk apapun baik yang dipisahkan
ataupun yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan
negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya.
Berbagai akibat yang ditimbulkan tindak pidana korupsi ini bagi
kepentingan umum bahkan korupsi merupakan suatu problema sosial. Disini dapat
dilihat adanya pelanggaran norma yang berlaku bahkan suatu aspirasi materil
yang dilakukan individu dengan cara melanggar hukum sehingga menimbulkan
kerugian negara dan masyarakat.40
Data lapangan yang diperoleh hanya berjumlah 47 (empat puluh tujuh)
pegawai yang didampingi oleh Biro Hukum dan pegawai ASN yang didampingi
ada yang tidak sampai ke Pengadilan, karena tidak cukup bukti. Dalam kaitan ini
pencerahan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan materi pemeriksaan yang
diberikan ASN Biro Hukum telah berhasil dengan baik. Dari jumlah 114 pegawai
ASN itu juga bahwa seorang pegawai bisa saja terlibat dalam beberapa masalah Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari hasil riset di Biro Hukum
bahwa selama tahun 2014 ada sebanyak 37 (tiga puluh enam) kasus dalam
berbagai bidang yang berkaitan dengan korupsi dengan melibatkan 114 (seratus
empat belas) pegawai ASN di berbagai instansi (Badan, Dinas, Biro)
pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. Namun sangat disayangkan bahwa tidak
semua pegawai ASN yang diperiksa tersebut meminta bantuan pendampingan
kepada Biro Hukum.
40
hukum misalnya dipanggil di Polda Sumut dlam kasus X, kemudian yang
bersangkutan bisa dipanggil di Kejaksaan Negeri Medan dalam kasus Y, sehingga
jumlah pegawai ASN yang diperiksa baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka
mencapai 114 pegawai.
Minimnya jumlah pegawai ASN yang didampingi Biro hukum
dikarenakan tidak semua pegawai yang diperiksa meminta bantuan
pendampingan, ada kalanya karena tidak tahu keberadaan pendampingan oleh
Biro Hukum atau karena yang bersangkutan langsung didampingi oleh Pengacara
berdasarkan permintaannya. Walaupun ASN Biro hukum harus berperan aktif
dalam pendampingan ini karena merupakan tugas pokok dan fungsinya akan
tetapi tidaklah pantas (kurang etis) jika pegawai ASN Biro Hukum langsung
mendampinginya tanpa permintaan yang bersangkutan. Aktif disi bukan
mencari-cari ASN yang berhadapan dengan hukum akan tetapi aktif dalam arti tidak
menunggu-nunggu atau mencari alasan lain, akan tetapi tetap proaktif dalam
mengupayakan pendampingan.
Mekanisme pelaksanaan pendampingan bahwa semua surat-surat
panggilan untuk didengar keterangan ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka ditujukan kepada Gubernur sebagai
pejabat Pembina Kepegawaian Daerah cq. Sekretasris Daerah Provinsi. Oleh
Sekretaris Daerah Provinsi didisposisikan kepada Biro Hukum agar menerbitkan
surat penugasan untuk mengindahkan dan menghadiri maksud surat panggilan.
Biro hukum menerbitkan surat penugasan yang ditandatangani Sekretaris Daerah
kepada yang bersangkutan untuk dipenuhi maksudnya. Dalam tahapan ini
pegawai ASN yang dipanggil untuk didengar keterangannya menyampaikan
permohonan kepada Kepala Biro hukum baik lisan maupun tertulis agar dalam
pemeriksaan nantinya dapat kiranya didampingi oleh pegawai ASN Biro Hukum.
Permohonan ini segera direspon dengan menerbitkan surat tugas
pendampingan oleh Kepala Biro Hukum dan selanjutnya menerima Kuasa melalui
surat Kuasa yang telah dipersiapkan pihak yang didampingi. Pegawai ASN Biro
Hukum yang mendampingi setelah selesai pemeriksaan yang dilakukan aparatur
penegak hukum melaporkan hasilnya kepada Kepala Biro Hukum dan untuk
selanjutnya Kepala Biro Hukum menyampaikan hasil tersebut kepada Gubernur
melalui Sekretaris Daerah Provinsi.
Sedangkan dalam pasal 32 Peraturan Gubernur Nomor 65 tahun 2011
tentang Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa
tugas dan fungsi Biro Hukum Provinsi Sumatera Utara dalam hal ini Bagian
Bantuan Hukum yang menangani masalah Bantuan Hukum disebutkan bahwa
Bagian Bantuan Hukum mempunyai tugas membantu Kepala Biro Hukum dalam
melaksanakan penyelenggaraan penanganan sengketa bantuan hukum dan
perlindungan hak asasi manusia. Selanjutnya dalam uraian tugasnya pada pasal 32
huruf (o) dan huruf (p) disebutkan bahwa Bagian Bantuan Hukum,
Huruf (o) : menyelenggarakan bantuan hukum dan perlindungan hukum atas aset
dan permasalahan hukum dalam kedinasan di lingkungan Pemerintah
Provinsi, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf (p) : menyelenggarakan fasilitasi bantuan dan perlindungan hukum
terhadap pegawai negeri sipil dalam hubungan kedinasan Pemerintah
daerah Provinsi, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menyikapi isi pasal 32 Peraturan Gubernur Nomor 65 tahun 2011 tentang
Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara bahwa yang berkaitan dengan
aset Pemerintah Daerah Provinsi dan ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
yang berhadapan dengan hukum dalam pelaksanaan tugas kedinasan ditangani
oleh Biro Hukum. Penanganan permasalahan yang berkaitan dengan hukum ini
dimaksudkan adalah untuk memberikan pendampingan hukum kepada ASN yang
ruang lingkupnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
12 tahun 2014 yang disebutkan di atas.
Berdasarkan uraian tersebut di atas nampak jelas peranan Biro Hukum
yang memberikan pendampingan terhadap ASN, yang tertuang dalam tugas pokok
dan fungsi serta uraian tugas Biro Hukum. Peranan Biro Hukum dalam
pendampingan tidak sama dengan peranan pengacara profesional dalam
pendampingan walaupun dalam ruang lingkup yang sama. Hal ini nampak dari
dari berbagai segi seperti profesionalitas di satu sisi dan mekanisme
sebagai aparatur sipil negara (pendampingan atas nama institusi) yang digaji oleh
negara yang harus proaktif dalam pendampingan karena berkaitan dengan
kepentingan pemerintah dan institusi, walaupun tindakan yang berkaitan dengan
hukum pidana itu merupakan tindakan inperson yang harus
dipertanggungjawabkan secara pribadi.
Sedangkan pengacara tidak proaktif karena pengacara memberikan jasa
pelayanan hukum kepada kliennya berdasarkan permintaan klien dan atas
pemberian jasa hukum itu pengacara mendapat honorarium dan pendampingan
yang dilakukan bukan atas nama institusi misalnya Peradi, akan tetapi atas nama
pribadi pengacara yang bersangkutan. Hal di atas merupakan salah satu alasan
peranan pendampingan Biro Hukum dibatasi hanya sampai dengan tahap
pendampingan Penyelidikan dan Penyidikan. Karena jika sudah menjadi terdakwa
dalam arti sudah dilimpahkan ke Pengadilan yang harus dipertanggungjawabkan
secara inperson, maka institusi tidak terlibat lagi di dalamnya. Selanjutnya bila
yang bersangkutan menghendaki, maka dalam tingkatan berikutnya dapat
meminta jasa pengacara untuk memberikan pembelaan hukum untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan dengan menerima honorarium atas jasa pembelaan hukum
yang diberikan.
Pada sisi lain peran pendampingan Biro Hukum merupakan peran
pelayanan secara umum dengan kwalifikasi pengetahuan hukum secara umum
juga. Sedangkan seorang pengacara yang merupakan praktisi hukum harus
sehingga penegakan hukum dalam arti kebenaran dan keadilan itu dapat berdaya
guna dan berhasil guna.
E. Pendampingan yang dilakukan Advokat
Proses hukum dalam pilar penegakan hukum di Indonesia dilaksanakan
oleh aparat penegak hukum, satu diantara aparat penegak hukum itu adalah
Advokat, atau Penasihat Hukum yang akrab disebut Pengacara. Advokat adalah
orang yang berpofesi memberikan jasa hukum di dalam maupun di luar
pengadilan yang harus memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan oleh
undang-undang. Pendampingan yang dilakukan oleh seorang advokat ini sengaja
dicantumkan agar adanya perbandingan yang dilakukan oleh seorang ASN Biro
Hukum dengan pendampingan yang dilakukan oleh seorang yang sudah
profesional atau Advokat.
Dalam tugas pendampingan yang dilakukannya, seorang Advokat
berfungsi membela kepentingan masyarakat (public defender) dan kliennya.
Advokat dibutuhkan pada saat seseorang atau lebih anggota masyarakat
menghadapi suatu masalah atau problem di bidang hukum baik dalam litigasi
maupun non-litigasi.41
Pada umumnya, bagi orang atau sekelompok orang yang menggunakan
jasa seorang Advokat untuk mendampinginya dalam proses hukum, yang
memiliki tingkat perekonomian yang tinggi akan membayar honorarium jasa
pendampingan advokat yang telah disepakati sebelumnya oleh kliennya tersebut
sesuai dengan profesinya. Namun, hal itu tidak selamanya berlaku bagi setiap
41
orang. Bagi masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian yang rendah yang
terjerat kasus hukum, maka undang-undang akan menjamin hak-haknya dalam
memberikan bantuan hukum kepadanya secara cuma-cuma demi terjalinnya
keadilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011
tentang Bantuan Hukum. Dalam hal ini pemerintah menyediakan dana bagi
advokat untuk mendampingi masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi yang
berperkara di pengadilan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pada tataran kinerjanya sebagai pendamping, peran strategis Advokat
berbeda dengan institusi penegak hukum yang lainnya (kepolisian, kejaksaan
kehakiman). Kepolisian dan Kejaksaan adalah institusi yang mewakili
pemerintah, Kehakiman mewakili negara, sedangkan Advokat mewakili
kepentingan masyarakat yang membutuhkan jasanya yang diwakilinya pada sisi
lain (dalam hal ini disebut klien).
Hal di atas memperoleh penegasan di dalam penjelasan undang-undang
Advokat, yang dinyatakan bahwa “...melalui jasa bantuan hukum yang
diberikannya, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan
berdasarkan hukum untuk kepentingan pencari keadilan, termasuk usaha
memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di
depan hukum (due process of law)...”42
Dengan argumentasi peran hukum yang demikian, profesi Advokat dalam
mendampingi kliennya disebut profesi yang mulia dan terhormat (officium
nobile). Bukan karena kepentingan yang dibela yaitu kepentingan masyarakat tadi.
42
Kemuliaan dan kehormatan profesi Advokat dalam mendampingi kliennya
melekat karena predikat hukum dan sifat profesi itu. Oleh karenanya kemuliaan
dan kehormatan itu harus dijunjung tinggi tanpa mengenal tempat dan waktu.
Menjadi kewajiban luhur seorang Advokat untuk untuk sadar akan kewajibannya
untuk menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, setia menjunjung tinggi
kode etik dan sumpah profesi. Kode etik menjadi landasan moralitas ketika
Advokat menjalankan profesi pendampingannya memberi layanan hukum kepada
Kliennya.
Dalam upaya menjunjung tinggi citra profesi Advokat yang terhormat
tersebut, profesi Advokat bukan hanya sekedar mencari nafkah semata, tetapi juga
harus memperjuangkan nilai kebenaran dan keadilan karena didalamnya terdapat
adanya idealisme dan moralitas. Ini berarti seorang Advokat dalam tugas
pendampingan kepada kliennya tidak dapat terpaku begitu saja kepada hukum
positif dengan kebenaran serta keadilan maka yang harus diutamakan adalah
kebenargan dan keadilan. Sebab tujuan dari hukum sebenarnya adalah demi
terciptanya keadilan dan kebenaran.43
Sehubungan dengan hal diatas, dalam pandangan hukum, kinerja Advokat
harus diatur tentang bagaimana jasa hukum yang menjadi mindset itu
dimanifestasikan. Sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1 ayat (2) undang-undang
Advokat bahwa jasa hukum adalah jasa yang diberikan oleh Advokat berupa
memberikan konsultan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi,
membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Klien.
43
Sedangkan klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima
jasa hukum dari Advokat.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat disebutkan
bahwa advokat merupakan salah satu unsur penegak hukum. Hal ini mengandung
arti bahwa advokat mempunyai peranan dan fungsi yang sangat untuk
menegakkan hukum dan keadilan dalam membela hak-hak kliennya.
Peran dan fungsi ini hendaknya disadari sebagai suatu tanggung jawab
dalam mendampingi kliennya sampai permasalahannya selesai dalam arti putusan
pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrach). Oleh karena
kedudukan, peran dan fungsi advokat sangat strategis dalam penegakan hukum
dan keadilan, maka untuk dapat diangkat menjadi Advokat yang bebas dan
mandiri dan dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia.
b. bertempat tinggal di Indonesia.
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.
d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun.
e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang no. 18
tahun 2003 tentang Advokat.
f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat.
g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai
integritas yang tinggi.
Sebelum menjalankan profesi dalam mendampingi kliennya, Advokat
wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya. Sumpah atau
janji yang dilakukan seorang Advokat dilakukan dengan pelafalan yang telah
diataur dalam undang-undang tentang Advokat pasal 4 ayat (2).
Dalam melaksanakan tugasnya untuk mendampingi kliennya, seorang
Advokat terikat dengan kliennya. Dengan kata lain, Advokat profesional tidak
boleh mengabaikan kepentingan kliennya sampai masalah hukumnya selesai
dan/atau perkaranya mempunyai kekuatan hukum tetap. Seorang klien juga
berhak mendapatkan jasa bantuan hukum yang diberikan Advokat sesuai dengan
standar dan kode etik seorang Advokat. Apabila seorang Advokat tidak
melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai pendamping kliennya tersebut,
maka dapat dikenakan tindakan.
Tindakan yang dimaksud yang dilakuakn terhadap Advokat yang
melanggar kewajibannya adalah sebagaimana yang termuat dalam Pasal 7
undang-undang tentang Advokat, yaitu:
a. teguran lisan;
c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12
(dua belas) bulan;