• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Pohon gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan yang telah dikembangkan dengan teknik kultur jaringan. Jenis A. malaccensis Lamk merupakan jenis pohon gaharu yang paling banyak

ditemukan di Sumatera Utara (Yusnita, 2003).

Taksonomi tumbuhan gaharu (A. malaccensis Lamk.) menurut Tarigan (2004) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dikotil

Sub Kelas : Dialypetale Ordo : Myrtales Famili : Thymeleaceae Genus : Aquilaria

Species : A. malaccensis Lamk.

(2)

Bunga terdapat diujung ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah ketiak daun. Berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm. Buahnya berbentuk bulat telur, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah. Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm. Buah gaharu (A. malaccensis Lamk.) berbentuk kapsul, dengan panjang 3.5 cm hingga 5 cm, ovoid dan berwarna coklat. Kulitnya agak keras dan berbaldu. Mengandung 3 hingga 4 biji benih bagi setiap buah.

Syarat Tumbuh dan Penyebaran Gaharu di Indonesia

Syarat untuk tumbuh dengan baik, gaharu tidak memilih lokasi khusus. Umumnya gaharu masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah dengan struktur dan tekstur yang subur, sedang, maupun ekstrem. Gaharu pun dapat dijumpai pada kawasan hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah, ataupun hutan pegunungan dengan tekstur tanah berpasir. Gaharu (A. malaccensis Lamk.) sesuai ditanam di antara kawasan dataran rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 0 – 750 meter dari permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/thn. Suhu yang sesuai adalah antara 27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Kesesuaian tanah adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0 (Sumarna, 2009).

(3)

kondisi lahan yang struktur tanahnya lempung, dan liat berpasir, serta solum yang dalam (Sumarna, 2007).

Marga Aquilaria terdiri dari 15 spesies, tersebar di daerah tropis Asia mulai dari India, Pakistan, Myanmar, Lao PDR, Thailand, Kamboja, China Selatan, Malaysia, Philipina dan Indonesia. Enam diantaranya ditemukan di Indonesia (A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. cumingiana dan A. filarial). Keenam jenis tersebut terdapat hampir di seluruh kepulauan

Indonesia, kecuali Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Pohon gaharu di Indonesia dikenal dengan nama yang berbeda-beda seperti calabac, karas, kekaras, mengkaras (Dayak), galoop (Melayu), kareh (Minang), age (Sorong), bokuin (Morotai), lason (Seram), Ketimunan (Lombok), ruhuwama (Sumba), seke (Flores), halim (Lampung) dan alim (Batak) (Sumarna, 2002).

Semakin tingginya tingkat permintaan akan gaharu menyebabkan terjadinya eksploitasi A. malaccensis Lamk secara besar-besaran di hutan alam. Saat ini tanaman gaharu berada diambang kepunahan hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari CITES (Convention On International Trade Endangered Species Of Wuild Flora And Fauna) yang memasukkan tanaman A. malaccensis ke dalam

jenis tanaman terancam punah (Apendix II) (Sumarna, 2009). Pohon gaharu dapat dimanfaatkan bukan hanya gubalnya saja akan tetapi bagian batang, kulit batang, akar dan daun juga sudah dimanfaatkan sebagai bahan untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit (Tarigan, 2004).

(4)

obat. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan manfaat daun gaharu menyebabkan pemanfaatan bagian-bagian gaharu seperti daun belum populer di kalangan masyarakat khususnya petani gaharu itu sendiri.

Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Ditjen POM, 2000).

Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen POM) (2000) antara lain yaitu:

A. Cara dingin 1. Maserasi

(5)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) yang terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. Hasil akhir perkolasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir.

B. Cara panas 1. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus (menggunakan alat Sokhlet) sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

(6)

4. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

5. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama waktu 15 menit.

Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia tumbuhan. Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa organik. Oleh karena itu skrining terutama ditujukan terhadap golongan senyawa organik seperti alkaloid, glikosida, flavanoid, terpenoid, tanin dan lain-lain. Pada penelitian tumbuhan, untuk aktivitas biologi atau senyawa yang bermanfaat dalam pengobatan perlu diisolasi. Oleh Karena itu pemeriksaan fitokimia, teknik skrining dapat membantu langkah-langkah fitofarmakologi yaitu seleksi awal dari pemeriksaan tumbuhan tersebut untuk membuktikan adanya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut dan dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya (Farnsworth, 1996).

Golongan senyawa-senyawa organik yang perlu diskrining pada penelitian ini adalah:

1. Alkaloida

(7)

luas dalam bidang pengobatan (Harbone, 1987). Pada umumnya alkaloid merupakan senyawa padat berbentuk kristal atau amorf, tidak berwarna dan mempunyai rasa pahit. Dalam bentuk bebas alkaloid merupakan basa lemah yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut organik (Rusdi, 1998).

2. Glikosida

Glikosida adalah komponen yang menghasilkan satu atau lebih gula jika dihidrolisis. Komponen gula disebut glikon dan bukan gula disebut aglikon. Berdasarkan atom penghubung bagian gula (glikon) dan bukan gula (aglikon), maka glikosida dapat dibedakan menjadi:

a. C-glikosida, jika atom C menghubungkan bagian glikon dan aglikon. b. N-glikosida, jika atom N menghubungkan bagian glikon dan aglikon. c. O-glikosida, jika atom O menghubungkan bagian glikon dan aglikon. d. S-glikosida, jika atom S menghubungkan bagian glikon dan aglikon.

Gula yang paling sering dijumpai dalam glikosida adalah glukosa (Tyler et al., 1976; Robinson, 1995)

3. Flavanoid

(8)

4. Steroida/triterpenoida

Inti steroida sama dengan inti triterpenoida tetrasiklik. Steroida alkohol biasanya dinamakan dengan “sterol”, tetapi karena praktis semua steroida tumbuhan berupa alkohol seringkali disebut “sterol”. Sterol adalah triterpen yang kerangka dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol dianggap sebagai senyawa hormone kelamin, tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut ditemukan dalam jaringan tumbuhan (Harbone, 1987; Robinson, 1995).

5. Saponin

Saponin berasal dari bahasa Latin yaitu “Sapo” yang berarti sabun dan sifatnya menyerupai sabun. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa, jika dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal dua jenis saponin, yaitu glikosida triterpenoida dan glikosida struktur tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robinson, 1995).

6. Tanin

(9)

Pelarut Etanol

Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa. Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama. Etanol merupakan pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Ia juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena. Pada ekstraksi bahan pangan tidak boleh ada residu etanol pada bahan pangan yang diekstraksi (Federal Food, Drug and Cosmetic Regulation). Dalam pemilihan jenis pelarut faktor yang perlu

diperhatikan antara lain adalah daya melarutkan bahan (berdasarkan kepolaritasan), titik didih, sifat racun, mudah tidaknya terbakar dan pengaruh terhadap peralatan ekstraksi (Gamse, 2002).

(10)

dalam air, dan juga melarutkan komponen lain seperti karbohidrat, resin dan gum. Larutnya komponen ini mengakibatkan berkurangnya tingkat kemurniannya. Keuntungan menggunakan pelarut etanol dibandingkan dengan aseton yaitu etanol mempunyai kepolaran lebih tinggi sehingga mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak, karbohidrat, dan senyawa organik lainnya. penggolongan mutu etanol dibagi menjadi 4 golonganyaitu: (1) etanol industri, (2) spiritus, (3) etanol murni, dan (4) etanol absolute (Paturau, 1982).

Radikal Bebas

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang dengan DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, jantung koroner, katarak dan penyakit degeneratif lainnya (Silalahi, 2006). Radikal bebas dapat terbentuk dalam tubuh atau masuk melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat dan makanan berlemak (Kumalaningsih, 2006).

(11)

hidup akan menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel (Muhilal, 1991; Auroma, 1994).

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksida (O-2), nitrogen monooksida (NO), peroksidal (RO-2), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).

Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dalam kadar rendah mampu menghambat laju oksidasi molekul target atau senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan juga dapat didefenisikan sebagai senyawa yang dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi makromolekul, seperti lipid, protein, karbohidrat atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006). Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas dengan cara mendonorkan satu atom protonnya sehingga membuat radikal bebas stabil dan tidak reaktif (Lusiana, 2010).

Berdasarkan sumbernya, secara umum antioksidan digolongkan dalam dua jenis, yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Contoh antioksidan sintetik yang sering digunakan masyarakat antara lain butylated hydroxyanisole (BHA),

(12)

adalah aktivitas anti radikalnya yang sangat kuat, namun antioksidan sintetik BHA dan BHT berpotensi karsinogenik. Untuk itu pencarian sumber antioksidan alami sangat dibutuhkan untuk menggantikan peran antioksidan sintetik. Antioksidan alami adalah antioksidan yang merupakan hasil ekstraksi dari bahan alami. Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia (Silalahi, 2006).

Irianti (2008) juga menyatakan bahwa antioksidan alami sebenarnya sudah sejak dahulu digunakan secara turun temurun, namun belum banyak diteliti aktivitas dan kandungan bioaktifnya. Misalnya saja daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) yang sudah dimanfaatkan tetapi belum begitu populer karena kurangnya informasi tentang kandungan senyawa-senyawa kimia dan kandungan biokaktifnya.

Berdasarkan penelitian Mega dan Swastini (2010), ekstrak daun gaharu dari jenis Gyrinops versteegii mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, terpenoid dan senyawa fenol. Hasil uji fitokimia daun gaharu (Gyrinops versteegii) dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia daun Gaharu (Gyrinops versteegii)

No Pereaksi Hasil Pengamatan Keterangan

Perubahan warna larutan setelah + pereaksi

1 Willstater Coklat muda menjadi kuning muda (+) Mengandung

Flavonoid

2 NaOH 10% Coklat muda menjadi kuning (+) Mengandung

Flavonoid

3 Meyer Tak terjadi perubahan/tak timbul endapan (-) Mengandung Alkaloid

4

Leiberman-Burchard Coklat muda menjadi merah muda

(+) Mengandung Terpenoid

5 + Air lalu

dikocok Tidak Timbul Buih yang stabil selama 5 menit (+) Mengandung Saponin

6 +FeCl3 Coklat muda menjadi coklat keunguan

(13)

Hasil uji fitokimia yang dilakukan Mega dan Swastini (2010), diketahui bahwa senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut yang diperkirakan mempunyai aktivitas sebagai antiradikal bebas.

Antioksidan Alami

Antioksidan alami adalah antioksidan yang merupakan hasil ekstraksi dari bahan alami. Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat bioaktif ini bekerja secara sinergistik, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi, peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan, antibakteri serta efek antivirus (Prabantini, 2010; Silalahi, 2006).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin dan tokoferol. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Senyawa antioksidan alami polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksigen (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006).

(14)

1. Kelompok tanaman sayuran

Brokoli, kubis, lobak, wortel, tomat, bayam, cabai, buncis, pare dan mentimun. 2. Kelompok tanaman buah

Anggur, alpukat, jeruk, semangka, markisa, apel, belimbing, pepaya dan kelapa.

3. Kelompok tanaman rempah

Jahe, temulawak, kunyit, lengkuas, temu putih, kencur, kapulaga, temu ireng, lada, cengkeh, pala dan asam jawa.

4. Kelompok tanaman lain

Teh, ubi jalar, kedelai, kentang, labu kuning dan petai cina.

Dari segi kimia, komponen yang dikandung oleh sumber-sumber antibiotik tersebut di atas adalah:

a. Sejenis polifenol

Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan, kosmetik, farmasi, dan plastik. Fungsi polifenol sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari rusaknya ion-ion logam. Senyawa polifenol banyak ditemukan pada buah, sayuran, kacang-kacangan, teh dan anggur (Hernani dan Rahardjo, 2002).

(15)

terlepas dari gugus gulanya. Di samping itu senyawa ini mempunyai sifat antibakteri dan antiviral (Hernani dan Rahardjo, 2002).

c. Vitamin C

Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya. Vitamin C ini dapat berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan, pengikat logam, pereduksi dan penangkap oksigen. Vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi tinggi. Tubuh sangat memerlukan vitamin C, karena kekurangan vitamin C dalam darah dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti: asma, kanker, diabetes, dan penyakit hati. Selain daripada itu vitamin C dapat

memperkecil terbentuknya penyakit katarak dan penyakit mata (Hernani dan Rahardjo, 2002).

d. Vitamin E

Vitamin E merupakan antioksidan yang cukup kuat dan memproteksi sel-sel membran serta LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dari kerusakan radikal bebas. Vitamin E dapat juga membantu memperlambat proses penuaan pada arteri dan melindungi tubuh dari kerusakan sel-sel yang akan menyebabkan penyakit kanker, penyakit hati dan katarak. Vitamin E dapat bekerja sama dengan antioksidan lain seperti vitamin C untuk mencegah penyakit-penyakit kronik lainnya, namun dalam mengkonsumsi vitamin ini dianjurkan jangan terlalu berlebihan karena akan menekan vitamin A yang masuk ke dalam tubuh (Hernani dan Rahardjo, 2002).

e. Karotenoid

(16)

Kekurangan beta-karotein dapat menyebabkan tubuh terserang kanker servik. Kanker ini banyak menyerang kaum wanita yang mempunyai kadar beta-karotein, vitamin E dan vitamin C rendah dalam darah. Untuk kaum laki-laki vitamin E sangat efektif mencegah penyakit kanker prostat. Golongan senyawa karotenoid antara lain: alfa-karotein, lutin dan likopen (Hernani dan Rahardjo, 2002).

f. Katekin

Katekin termasuk dalam senyawa golongan polifenol dari gugusan flavanoid yang banyak terdapat pada teh hijau. Dalam ekstrak teh terkandung 30-40% katekin. Epigallokatekin merupakan katekin yang sangat penting dari teh hijau karena mempunyai daya antioksidan yang cukup tinggi, serta berperan dalam pencegahan penyakit jantung dan kanker. Dalam daun kering, teh hijau terdapat sekitar 30-50 mg flavanoid (Hernani dan Rahardjo, 2002).

Menurut keterangan di atas maka dapat dinyatakan bahwa kelompok antioksidan dari bioflavanoid (flavon, flavonol, flavanon, katekin, antosianidan, isoflavon) merupakan senyawa dengan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Senyawa flavanoid diduga dimiliki daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat karena diduga memiliki antioksidan yang berperan dalam menekan radikal bebas dalam tubuh manusia.

Pengujian Aktivitas Antioksidan

(17)

Goldschmidt dan Renn pada tahun 1922 menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri untuk proses redoks. Metode DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga dalam bentuk larutan dan berlaku untuk keseluruhan kapasitas antioksidan sampel (Ionita, 2005).

DPPH merupakan singkatan untuk senyawa kimia 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH berupa serbuk berwarna ungu gelap yang terdiri dari molekul radikal bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat molekul 394.32 dengan rumus bangun C18H12N5O6. Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik pada suhu -20°C (Molyneux, 2004). Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu, berwarna ungu. Warna akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

(18)

atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor (Molyneux, 2004).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga Inhibition Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan sebesar 50%. Zat yang mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC50 yang diperoleh berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan. Dikatakan mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga IC50 yang rendah (Molyneux, 2004).

Pengukuran Absorbansi – Panjang Gelombang

Gambar

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia daun Gaharu (Gyrinops versteegii)

Referensi

Dokumen terkait

- Guru menjelaskan strategi belajar yang akan digunakan (strategi belajar Kerja Kelompok) dan memberikan garis besar materi mata diklat yang akan dipelajari dalam penelitian ini

Angelika Riyandari, SS., M.A., as the dean of Faculty of Language and Arts, who has given me a chance to finish my thesis and given me her excellent support and advice which are

Dari hasil analisis dapat disimpulkan sebagai berikut = (1) tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sikap mahasiswa terhadap metode mengajar dosen dengan

Sebanyak 22 provinsi mempunyai prevalensi Kurang Makan Buah dan Sayur Pada Penduduk Umur > 10 Tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Sebanyak 21 provinsi mempunyai

Berdasarkan tabel 1.1 menunjukan masih banyaknya cacat produksi atau defect yang dihasilkan dalam proses pengecatan Excavator (HEX 320D) sehingga menyebabkan

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran …, hal.. 3) Domain psikomotor yang meliputi persepsi, kesiapan melakukan suatu pekerjaan, respons terbimbing, kemahiran, adaptasi, dan

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif (deskriptif) yang akan difokuskan pada kajian potensi batik di Kecamatan Gedangsari, kemudian distrukturkan menjadi materi

Selanjutnya jika dilihat dari pengaruh kontrol diri terhadap kecanduan internet reponden, maka hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kontrol diri