• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN POLIOMYELITIS ( 1 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN POLIOMYELITIS ( 1 )"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN POLIOMYELITIS(POLIO) A.Definisi

Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis). B. Etiologi

Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu: 1. Brunhilde

2. Lansing

3. Leon; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari

Klasifikasi virus

Golongan : Golongan IV ((+)ssRNA) Familia : Picornaviridae

Genus : Enterovirus Spesies : Poliovirus

C. Tanda dan gejala

Poliomelitis dapat dibagi menjadi empat yaitu:

1. Poliomielitis Asimtomatis: Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap virus tersebut.

(2)

beberapa hari. Gejela berupa malaise, anoreksia, nause, muntah nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dddan nyeri obdemen.

3. Poliomielitis Non Paralitik: Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase 2 dengan nyeri otot. . Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.

4. Poliomielitis Paralitik: Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain : a. Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh,

diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.

b. Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.

c. Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar. d. Bentuk ensefalitik: Dapat disertai dengan gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan

(3)
(4)

E. Komplikasi 1. Hiperkalsuria 2. Melena

3. Pelebaran lambung akut 4. Hipertensi ringan 5. Pneumonia

6. Ulkus dekubitus dan emboli paru 7. Psikosis

F. Penatalaksanaan Askep

Untuk mencegah penularan pasien perlu dirawat diruang isolasi dengan perangkap lengkap kamar isolasi dan memerlukan pengawasan yang teliti, mengingat bahwa virus polio juga terdapat pada feses pasien, maka jika membuang feses harus betul- betul kedalam lubang WC dan disiram air sebanyak mungkin.

Masalah pasien yang perlu diperhatikan bahaya terjadi kelumpuhan, gangguan psikososial, dan kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

1. Bahaya terjadi kelumpuhan

Penyakit poliomielitis aka selalu menimbulkan kelumpuhan yang sarafnya terkena virus polio tersebut (kecuali yang ringan tidak). Misal jenis paralitik, kelumpuhan mengenai anggota gerak terutama kaki. Kelumpuhan tersebut akibat atrofi otot sehingga kaki terlihat kecil sebelah. Jika polio mengenai bayi dapat terjsdi kelumpuhan otot obdemen, sehingga dapat terjadi gangguan eliminasi. Untuk mengetahui bagian tubuh mana yang mengalami kelumpuhan, maka pasien perlu perawatan secara kontinu:

a. Pasien perlu istirahat ditempat tidur selama 2 minggu atau lebih, tergantung pad jenis penyakit bentuk polio.

b. Pernafasan pasien perlu diawasi secara cermat dan sering serta disediakan catatan khusus, jika pasien dirawat dengan dugaan poliomeilitis bentuk bulbar, pengamatan pernafasan dilakukan setiap ½- ¼ jam(melihat keadaan pasien.

2. Gangguan psikososial

(5)

Orang tua akan merasa sedih mempunyai anak yang cacat, perlu dijalaskan kepada orang tua maupun anaknya bahwa aak yang cacat tubuhnya belum tentu kalah pandai dari pada anak yang lain,orang tua harus memberikan dorongan kepada anaknya agar bersikap wajar saja dan jika anak sudah sekolah tidak akan terganggu kecerdasannya asal tetapmau belajar semestinya.

Orang awam menganggap bahwa anak cacat karena disuntik, hal itu harus diterangkan bahwa kecacatan bukan karena kesalaha pengobatan tetapi memang penyakit tersebut akan demikian akibatnya, hanya kecacatan berkurang asalkan fisiotrapi dilakukan dengan semestinya.

A. Pengertian

Polio, kependekan dari poliomyelitis, adalah penyakit yang dapat merusak sistem saraf dan menyebabkan paralysis.

Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 2 tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai panas, muntah dan sakit otot.

Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda tersebut, namun sering kali sebagian tubuh menjadi lemah dan lumpuh (paralisis). Kelumpuhan ini paling sering terjadi pada salah satu atau kedua kaki. Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh ini menjadi kecil dan tidak tumbuh secepat anggota gerak yang lain

Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).

Jenis Polio:

• Polio non-paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung. Otot

(6)

Kurang dari 1 persen orang yang terinfeksi virus polio berkembang menjadi polio paralisis atau menderita kelumpuhan. Polio paralisis dimulai dengan demam. Lima sampai tujuh hari berikutnya akan muncul gejala dan tanda-tanda lain, seperti:

-Sakit kepala

-Kram otot leher dan punggung -Sembelit/konstipasi

-Sensitif terhadap rasa raba

Polio paralisis dikelompokkan sesuai dengan lokasi terinfeksinya, yaitu:

1. Polio Spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,

menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut ke seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan motorneuron yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti lu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembangbiaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan motorneuron. Motorneuron tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas. Kondisi ini disebut acute laccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada dada dan perut, disebut quadriplegia. Anak-anak dibawah umur 5 tahun biasanya akan menderita kelumpuhan 1 tungkai, sedangkan jika terkena orang dewasa, lebih sering

kelumpuhan terjadi pada kedua lengan dan tungkai. 2. Bulbar polio

(7)

mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf otak yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru besi’ (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.

Tingkat kematian karena polio bulbar

B. Gambaran Klinis

Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :

1. Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.

2. Poliomielitis abortif : Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.

3. Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hamper sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti

penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.

(8)

fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :

• Bentuk spinal. Gejala kelemahan / paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak

ekstremitas.

• Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.

• Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.

• Kadang ensepalitik. Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.

Berikut fase-fase infeksi virus tersebut: • * stadium akut

• Yaitu fase sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu. Ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat. Kadang disertai sakit kepala dan muntah-muntah. Kelumpuhan terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di bagian tulang belakang (medula spinalis) lantaran invasi virus. Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan gangguan bentuk tubuh (deformitas) yang menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada tungkai kaki (78,6%), sedangkan 41,4% pada lengan. Kelumpuhan ini berlangsung bertahap sampai sekitar 2 bulan sejak awal sakit.

• * stadium subakut

• Yaitu fase 2 minggu sampai 2 bulan. Ditandai dengan

menghilangnya demam dalam waktu 24 jam. Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Terjadi kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi saja.

• * stadium konvalescent

• Yaitu fase pada 2 bulan sampai dengan 2 tahun. Ditandai dengan pulihnya kekuatan otot yang sebelumnya lemah. Sekitar 50-70 persen fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya setelah 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi

pemulihan kekuatan otot. • * stadium kronik

• Yaitu lebih dari 2 tahun. Kelumpuhan otot yang terjadi sudah bersifat permanen.

C. Etiologi

Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu :

(9)

3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari

Klasifikasi virus

Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA)

Familia: Picornaviridae

Genus: Enterovirus

Spesies: Poliovirus

D. Penularan

Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus. Selanjutnya, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan

pembuluh getah bening.

Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara, yaitu:

* fekal-oral (dari tinja ke mulut)

Maksudnya, melalui minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita lalu masuk ke mulut orang yang sehat.

* oral-oral (dari mulut ke mulut)

Yaitu melalui percikan ludah atau air liur penderita yang masuk ke mulut orang sehat lainnya.

Sebenarnya, kondisi suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus. Sebaliknya, pada keadaan beku atau suhu yang rendah justru virus dapat bertahan hidup bertahun-tahun. Ketahanan virus ini di dalam tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan

adanya mikroba lain. Virus ini dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularan.

Meskipun cara penularan utama adalah akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang terinfeksi, namun virus ini sebenarnya hidup di lingkungan yang terbatas. Nah, salah satu inang atau mahluk hidup perantaranya adalah manusia

secara ringkas, Cara penularannya dapat melalui : a. Inhalasi

b. Makanan dan minuman

(10)

Penularan melalui oral berkembambang biak diusus→verimia virus+DC faecese beberapa minggu.

E. Pencegahan

Cara pencegahan dapat dilalui melalui : 1. Imunisasi

2. jangan masuk daerah endemis

3. jangan melakukan tindakan endemis

Tempatkan anak yang sakit di kamar terpisah, jauh dari anak-anak lainnya. Ibu harus mencuci tangan setiap kali menyentuhnya. Perlindungan terbaik terhadap polio ialah dengan memberikan vaksin polio/pemberian kekebalan.

Seorang anak yang cacat akibat polio harrus makan makanan bergizi dan melakukan gerak badan untuk memperkuat otot-ototnya. Selama tahun pertama, sebagian kekuatan dapat pulih kembali.

Bantulah anak agar belajar berjalan sebaik-baiknya, pasanglah 2 buah tiang, sebagai penyangga dan kemudian buatkan tongkat penopang.

Cegah Virus Polio dengan Vaksinasi

Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan penyakit polio. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi. Kasus penyakit polio di Sukabumi, Jawa Barat,sangat mengejutkan pemerintah dan masyarakat. Penyakit yang diakibatkan infeksi virus ini jelas mencemaskan para orang tua yang punya anak balita

karena begitu mengerikan dampak buruk yang bisa ditimbulkan. Sayangnya lagi, hingga saat ini belum ditemukan cara

pengobatannya. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi.

Virus polio (poliomyelitis) sangat menular dan tak bisa

disembuhkan. Virus ini menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan sistem saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen dan kelumpuhan total dalam hitungan jam saja. Bahkan sekitar 10-15 persen mereka yang terkena polio akhirnya meninggal karena yang diserang adalah otot pernapasannya.

Virus polio terdiri atas 3 tipe (strain), yaitu tipe 1 (brunhilde), tipe 2 (lanzig) dan tipe 3 (Leon). Tipe 1 seperti yang ditemukan di

Sukabumi adalah yang paling ganas (paralitogenik) dan sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Sedangkan tipe 2 paling jinak

(11)

Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :

1. Medula spinalis terutama kornu anterior,

2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,

3. Sereblum terutama inti-inti virmis,

4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra,

5. Talamus dan hipotalamus, 6. Palidum dan

7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.

G. Komplikasi

6. Ulkus dekubitus dan emboli paru 7. Psikosis

Begitu penyakit mulai timbul, kelumpuhan sering kali tidak tertangani lagi karena ketidakadaan obat yang dapat

menyembuhkannya.

Antibiotika yang biasanya digunakan untuk membunuh virus juga tidak mampu berbuat banyak. Rasa sakit dapat diatasi dengan memberikan aspirin atau acetaminophen, dan mengompres dengan air hangat pada otot-otot yang sakit

1. Poliomielitis aboratif

(12)

• Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti.

2. Poliomielitis non paralitik • Sama seperti aborif

• Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15 – 30 menit,setiap 2 – 4 jam.

3. Poliomielitis paralitik • Perawatan dirumah sakit • Istirahat total

• Selama fase akut kebersihan mulut dijaga • Fisioterafi

• Akupuntur • Interferon

Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi.Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan. Fase akut :

Analgetik untuk rasa nyeri otot.Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai..Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang relek menelan tergaggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi.

Sesudah fase akut :

Kontraktur.atropi,dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.

J. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan

(13)

MENDETEKSI LUMPUH LAYUH * Bayi

- Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan

menunjukkan tungkai lemas dan lutut menyentuh tempat tidur. - Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.

- Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan

menunjukkan gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.

* Anak besar

- Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak. - Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami kelumpuhan tidak bisa melakukannya.

- Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa melakukannya.

- Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun kembali. Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan berpegangan merambat pada tungkainya.

- Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.

K. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah

2. Hipertermi b/d proses infeksi

3. resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot

4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf 5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis

6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.

L. Intervensi

Dx 1 :

1.1. Kaji pola makan anak

Mengetahui intake dan output anak 1.2. Berikan makanan secara adekuat

Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang 1.3. Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.

(14)

Mengetahui perkembangan anak 1.5. Berikan makanan kesukaan anak

Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak

1.6. Berikan makanan tapi sering Mempermudah proses pencernaan

Dx 2 :

2.1. Pantau suhu tubuh

Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih 2.2. jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres

Dapat menyebabkan efek neurotoksi 2.3. hindari mengigil

2.4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit Dapat membantu mengurangi demam

Dx 3 :

3.1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman

Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi.

3.2. Auskultasi bunyi nafas

Mengetahui adanya bunyi tambahan

3.3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler

Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru 3.4. Berikan tambahan oksigen

Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru

Dx 4 :

4.1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri

Theknik-theknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi 4.2. Libatka orang tua dalam memilih strategi

Karena orang tua adalah yang lebih mengetahui anak

4.3. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus sebelum nyeri.

Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan

4.4. Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi selama nyeri

Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan

(15)

Dx 5 :

5.1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak

Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi program rehabilitasi.

5.2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada) Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak 5.3. Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif seperti

pemasukan makanan yang tidak adekuat.

Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas

5.4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk berjalan.

Dx 6 :

6.1 Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas(mis.renda,sedang,

parah).

Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari.

6.2 Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa

yang dipercaya.

Pasien mugkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya. 6.3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga.

Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat

dibatasi setelah periode yang diperpanjang.

6.4. Hidari harapan –harapan kosong mis ; pertanyaan seperti “ semua akan berjalan

lancar”.

Harapan –harapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya pemahaman atau

kejujuran.

I Tumbuh kembang anak usia 0 -5 tahun

(16)

menyebabkan penanganan terlambat sehingga penyimpangan akan sulit untuk diperbaiki

Terdapat beberapa tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan antara lain masa dalam kandungan (prenatal), masa Neonatal (0 – 28 hari), masa Bayi (<>6 bulan terjadi stanger anxiety (cemas) - Menangis keras

- Pergerakan tubuh yang banyak

- Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan

2) Masa todler (2-3 tahun)

Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.

- Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain - Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang

menunjukkan minat bermain, sedih, apatis

Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi agresif.

- Menolak makan - Sering bertanya - Menangis perlahan

- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

4) Masa sekolah (6-12 tahun)

Perawatan di rumah sakit memaksakan ; - Meninggalkan lingkungan yang dicintai - Meninggalkan keluarga

- Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan

5) Masa remaja (12-18 tahun)

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul ;

- Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan - Tidak kooperatif dengan petugas

- Bertanya-tanya - Menarik diri

(17)

Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi ; - Takut

- Cemas

- Perasaan sedih - Frustasi

Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi - Marah

- Cemburu - Benci

- Rasa bersalah

Reaksi lingkungan sosial terhadap hospitalisasi - Acuh tak acuh

- Terkesan menghindar

Intevensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi Fokus intervensi keperawatan adalah ;

- Menimalkan stressor

- Memaksimalkan manfaat hospitalisasi

- Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga - Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit

Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stress Dapat dilakukan dengan cara ;

- Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan - Mencegah perasaan kehilangan kontrol

- Mengurangi / menimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri

Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan

- Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak - Modifikasi ruang perawatan

- Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat menyurat, bertemu teman sekolah

Mencegah perasaan kehilangan kontrol

- Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif - Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan

- Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain

(18)

- Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri

- Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak - Menghadirkan orang tua bila mungkin

- Tunjukkan sikap empati

- Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan melalui cerita dan gambar

- Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka

Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak

- Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar

- Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak

- Meningkatkan kemampuan kontrol diri - Memberi kesempatan untuk sosialisasi - Memberi support kepada anggota

Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit - Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya

- Kenalkan pada pasien yang lain - Berikan identitas pada anak - Jelaskan aturan rumah sakit - Laksanakan pengkajian - Lakukan pemeriksaan fisik

Dampak hospitalisasi

Dampak hospitalisasi yang dialami bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan

Fakta-fakta tentang polio

1. Polio kebanyakan menyerang anak di bawah lima tahun

2. Di antara 200 infeksi yang menyerang tubuh, hanya satu infeksi yang bisa menembus sistem imunitas tubuh.

3. Sejak 1988, kasus polio turun drastis sebanyak 99%. Dari penelitian pada 1997 sampai dengan 2006 hanya ditemukan sebanyak 350.000 kasus polio di seluruh dunia. Penurunan ini dikarenakan seluruh lapisan masyarakat dunia bersatu untuk memberantas penyakit polio

(19)

berpotensi mengalami epidemik penyakit polio, turun dari 125 negara pada 1988. Keempat negara tersebut adalah Afghanistan, India, Nigeria, dan Pakistan

5. Kantung-kantung epidemik polio adalah India Bagian Utara, Nigera Bagian Utara, Perbatasan Afghanistan dan Pakistan

6. Jika ada satu anak yang terinfeksi virus polio, seluruh anak di dunia berisiko untuk tertular penyakit tersebut. Antara 2003 – 2005 terdapat 25 kasus polio awal yang menyebabkan WHO segera bertindak untuk menyelamatkan jutaan anak lain.

7. Pendidikan tentang bagaimana melumpuhkan virus polio

memegang peranan penting dalam kesuksesan pemberantasan poli

LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI IMUNISASI

Imunisasi adalah pemberian kekebalan pada tubuh dengan cara memasukkan antigen tertentu dalam tubuh.

DEFINISI IMUNISASI POLIO

Imunisasi polio adalah imunisasi untuk mencegah poliomielitis.

2. MACAM KEKEBALAN 1. Kekebalan Aktif

- Dibuat tubuh sendiri akibat antigen.

- Berlangsung lama – adanya memori imunologik.

- Misal : Imunisasi penyakit secara alami.

2. Kekebalan Pasif

- Dari luar tubuh

- Tidak lama

- Misal : Kekebalan janin yang didapat dari ibunya.

RESPON IMUN ADA 2 :

(20)

a. Proses imun pada paparan pertama kali dengan antigen.

b. Waktu antigen masuk sampai timbul anti bodi lebih lama daripada respon imun sekunder.

c. Antibodi berupa 1 gm.

d. Titer lebih rendah daripada respon imun sekunder.

4. Sekunder

a. Untuk memberi respon adekuat.

b. Waktu antigen masuk sampai timbul antibody lebih cepat daripada respon imun primer.

c. Antibodi berupa 1 gs.

d. Titer lebih tinggi daripada respon imun primer.

e. Perlu imunisasi berulang untuk protektif dan mendapatkan antibody yang tinggi.

B. ETIOLOGI IMUNISASI

a. Punya keinginan mendapat kekebalan tubuh yang maximal.

b. Keinginan untuk mencegah penyakit tertentu.

c. Keinginan untuk menghilangkan penyakit tertentu.

5. JENIS VAKSIN POLIO 2. Vaksin Salk

a. Virus dimatikan

b. Diberikan secara suntikan

3. Vaksin Sabin

a. Virus dilemahkan

b. Diberikan dalam bentuk pil/ cairan

c. Interval pemberian 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan.

d. Dibagi menjadi 3:

1) Vaksin yang dapat tidak aktif dengan pemanasan

(21)

- Respon imun protektif

2) Vaksin yang digunakan segera

- Dipakai dalam 6 bulan

- Disimpan dalam suhu 2-8 0C

3) Vaksin dalam jangka lama

- + 2 tahun

- Disimpan dalam suhu 20 0C

6. EFEK SAMPING IMUNISASI POLIO 4. Diare

Penanganan : Beri oralit

5. Kejang

Jarang terjadi

6. Kelumpuhan

Jarang terjadi

7. KONTRA INDIKASI a. Diare berat

b. Defiensi umum

Karena imunosupresan Kortikosteroid selama kehamilan

Kemoteraphy

C. INTERNAL IMUNISASI POLIO

a. Imunisasi Polio I : Segera setelah bayi lahir

b. Imunisasi Polio II : Usia 2 bulan

c. Imunisasi Polio III : Usia 4 bulan

d. Imunisasi Polio IV : Usia 18 bulan – 2 tahun

(22)

8. FAKTOR KEBERHASILAN IMUNISASI f. Status imunitas tubuh

g. Faktor vaksin, meliputi:

1. Kualitas : - Kadaluarsa atau belum

- Cara penyimpanan – suhu antara 2-8 0C

2. Kuantitas : - Dosis – 2 tetes per oral

- Jumlah atau jarak pemberian – polio : 4 x pemberian

c. Faktor genetik

Daftar Pustaka

Fakultas kedokteran universitas indonesia, kapita selecta kedokteran jilid 2, jakarta, media acucaliptus, 2000.

Dirjen PPM dan PIO, modul latihan petugas imunisasi. Depkes RI. Jakarta: 1992.

(23)

ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAK

Tanggal masuk : 14-5-2008

Jam : 08.00 WIB

Tanggal pengkajian 14-5-2008

Jam : 08.00 WIB

Diagnosa masuk : Bayi sehat usia 4 bulan dengan imunisasi polio

I. PENGKAJIAN A. Data Subyektif

1. IDENTITAS (BIODATA)

a. Anak

Nama anak : An. Randika

Umur : 4 bulan

Jenis kelamin : ♂

Anak ke : 1

Pendidikan :

-b. Ibu

Nama : Ny Yuningsih

Umur : 24 tahun

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Agama : Islam

(24)

Pekerjaan : IRT

Penghasilan :

-Alamat : Ds.Jambu

cAyah

Nama : Tn. Rudi

Umur : 26 tahun

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : swasta

Penghasilan : Rp 1.000.000,00/ bulan

2. RIWAYAT KESEHATAN

a. Riwayat Penyakit Dahulu

- Penyakit waktu kecil : sakit batuk pilek biasa

- Pernah MRS : tidak pernah

- Alergi : tidak pernah

- Imunisasi : BCG, DPT1, DPT2, Polio1,

b. Riwayat Penyakit Sekarang

- Keluhan utama : tidak ada keluhan,waktunya imunisasi

- Tindakan pertama : dibawa ke tempat pelayanan kesehatan

c. Riwayat Penyakit Keluarga

- Penyakit keturunan : tidak ada baik dari ayah atau ibu

- Penyakit menular : tidak ada

(25)

- Keluhan selama hamil : mual muntah pada awal kehamilan

- ANC : di BPS, teratur

- TT : 8x

e. Riwayat Natal

- Umur kehamilan : 9 bln

- Jenis persalinan : spontan

- Ditolong oleh : bidan

- Keadaan bayi : bayi lahir sehat

- Penyakit saar persalinan : tidak ada

f. Riwayat Neonatal

- Kondisi bayi : baik

- BB waktu lahir : 2800 gram

- TB waktu lahir : 48 cm

g. Riwayat Gizi

- Pemberian ASI : sewaktu-waktu bila bayi haus/ tanpa dijadwal

- Pemberian MPASI : belum

- Makan sehari-hari : belum

h. Riwayat Psikososial

- Yang mengasuh : orangtua

- Hub dengan keluarga : baik

- Hub dengan lingkungan sekitar : baik

i. Riwayat Tumbuh Kembang

- Mengangkat kepala : 2 bulan

- Tengkurap : 2 bulan

- Duduk : 4 bulan

- Gigi tumbuh pertama : belum dapat

(26)

- Berdiri : belum dapat

- Berjalan dituntun : belum dapat

- Berjalan berpegangan : belum dapat

- Berjalan sendiri : belum dapat

- Berbicara : belum dapat

- Tidak ngompol : belum dapat

B. Data Obyektif 1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmetis

Tanda vital : Nadi : 140 x/mnt

Suhu : 36 0C

RR : 30 x/mnt

BB sekarang : 6800 grm

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala : warna rambut hitam, kulit kepala bersih

Muka : tidak pucat dan tidak oedema

Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, kelopak mata tidak oedema, sklera tidak ikterus

Hidung : tidak ada sekret dan polip

Mulut : tidak ada stomatitis, lidah bersih, gusi tidak epulis

Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar thyroid

Dada : simetris, tidak ada wheezing, tidak ada ronchi

Perut : tidak ada kembung dan nyeri tekan

Genetalia : tidak ada kelainan

(27)

Kulit : turgor baik

3. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

Motorik kasar : duduk berpegangan

Motorik halus : mengambil mainan dengan tangan kanan

Bahasa : bersuara ma...ma...

4. Pemeriksaan Laboratorium : tidak dilakukan

5. Pemeriksaan Penunjang Lain : tidak dilakukan

II. INTERPRETASI DATA

Tgl/Jam Dx/Mslh/Kbthn Data Dasar

14-5- 2009

08.00 WIB

Dx: Bayi sehat usia 4 bulan dengan

Ds :- Ibu mengatakan sekarang jadwalnya imunisasi polio

imunisasi polio - Ibu mengatakan anaknya sehat dan tidak sakit apapun

Do :- KU : baik

- Kesadaran : composmentis

- TTV: N : 140 x/mnt

S : 36 0C

RR : 30 x/mnt

- BB : 6,8kg

-

III. INTERVENSI

Tgl/Jam Dx/Mslh/Kbthn Intervensi Rasional

14-5-2009

08.05

Dx:Bayi sehat usia 4 bulan

Dengan imunisasi

Tujuan :

Untuk mencegah penya- kit polio

(28)
(29)

WIB Imunisasi polio penyakit polio

2. Menjelaskan pada ibutentang prosedur pemberian imunisasi polioyaitu diberikan secara oral menggendong bayinya dan petugas kesehatan membuka mulut bayi

4. memberikan vaksin polio sesuai prosedur

- pipet plastik jangan menempel pada lidah/ bibir

- pastikan 2 tetes vaksin polio masuk ke dalam mulut

- bila diludahkan beri 2 tetes lagi

(30)

diberikan

- Dalam KMS tertulis, imunisasi polio IV tanggal 4-45-2009

A : : Bayi sehat usia 8 bulan dengan

Imunisasi polio

P :- Anjurkan ibu untuk tidak memberi susu selama 30menit setelah pemberian imunisasi polio

A. Defenisi

Imunisasi berasal dari kata imunne yang artinya kebal, sehingga imunisasi dapat di definisikan sebagai suatu pencegahan dengan cara sengaja memberikan perlindungan (kekebalan) kepada seseorang dengan cara memasukkan vaksin kedalam tubuh. Dengan pemberian vaksin ini diharapkan bila orang tersebut terpapar dengan kuman atau agen penyakit akan membrikan reaksi sehingga orang tersebut tidak menjadi sakit atau sakitnya ringan sehingga tidak sampai menimbulkan kecacatan atau tidak sampai meninggal.

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terkena antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit (Ranuh,2008).

(31)

Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. (Proverawati, 2010)

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhada penyakit tertentu. (Alimul, 2009).

Daftar Imunisasi Yang Diharuskan di Indonesia

No Vaksin Pemberian Vaksin Selang WaktuPemberian Umur 1.

1. Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (Proverawati, 2010)

2. Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. (Alimul, 2009).

C. Manfaat Imunisasi 1. Untuk Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.

2. Untuk Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

3. Untuk Negara

(32)

D. Jenis-jenis imunisasi

Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

1. Imunisasi aktif

Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan merespon.

2. Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Atikah,2010).

E. Macam-macam imunisasi

1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCGmenimbulkan sensitivitas terhadap tuberkulin, tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier (Ranuh,2008).

2. Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)

Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi (Departemen Kesehatan RI,2006)

3. Vaksin hepatitis B

Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorph) menggunakan teknologi DNA rekombinan

(33)

Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus poliomyelitis tipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dibiakkan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

5. Vaksin Campak

Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit virus strain dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Imunisasi 1. Status imun penjamu

a. Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, misalnya: (1.Campak pada bayi; 2.Kolostrum ASI – Imunoglobulin A polio)

b. Maturasi imunologik : neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi optonin.

c. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun.

d. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi.

e. Frekuensi penyakit : dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat diberikan pada neonatus.

f. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang. 2. Genetik

Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik, cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.

3. Kualitas vaksin

a. Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.

b. Dosis vaksin (1.Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping; 2.Jika rendah, maka tidak merangsang sel imunokompeten)

(34)

d. Ajuvan (1.Zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen; 2.Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang; 3.Mengaktifkan sel imunokompeten)

e. Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.

f. Kandungan vaksin (1.Antigen virus; 2.Bakteri; 3.Vaksin yang dilemahkan seperti polio, campak, BCG.; 4.Vaksin mati : pertusis.; 5.Eksotoksin : toksoid, difteri, tetanus.; 6.Ajuvan : persenyawaan aluminium.; 7.Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.).

G. Faktor Yang Dapat Merusak Vaksin Dan Komposisi Vaksin 1. Panas dapat merusak semua vaksin.

2. Sinar matahari dapat merusak BCG. 3. Pembekuan toxoid.

4. Desinfeksi / antiseptik : sabun. (Marimbi, 2010)

H. Tatacara Pemberian Imunisasi

Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut:

a. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.

b. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.

c. Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.

d. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang akan diberikan. e. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.

f. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik. g. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.

Periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.

(35)

i. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin.

j. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut:

a) Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh, apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.

b) Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.

c) Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang P2M.

d) Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

e) Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pelaksanaannya dapat bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas yang berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid, dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan.

1. Penyimpanan

Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8oC dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT dan hepatitis B) menjadi tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi guna mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena beberapa vaksin (polio) dapat disimpan dalam keadaan beku.

2. Pengenceran

Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalami perubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin.

(36)

Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan namun apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.

4. Pemberian Suntikan

Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu polio diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal.

5. Teknik dan Ukuran Jarum

a. Para petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis, karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada laternatif vaksin dalam sediaan lain) maka jarum suntik yang telah digunakan menyuntikkan tidak boleh dipakai lagi mengambil vaksin.

b. Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup yang diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor, untuk menghindari luka tusukan atau pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.

c. Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot. Penggunaan jarum yang pendek meningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang kurang dalam.

d. Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain dalam beberapa hal seperti berikut :

a) Pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.

b) Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dapakai jarum ukuran 25 dengan panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm.

c) Untuk suntikan intradermal pada vaksin BCG dipakai jarum ukuran 25-27 dengan panjang 10 mm.

6. Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular

(37)

Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90o. pada suntikan dengan sudut jarum 45o sampai 60o akan mengalami hambatan ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot.

7. Tempat Suntikan yang Dianjurkan

a. Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa.

b. Daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica (nervus ischiadicus). Risiko kerusakan saraf ischiadica akibat suntikan didaerah gluteus lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan tidak sengaja menghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat.

c. Sedangkan untuk vaksinasi BCG, harus disuntik pada kulit di atas insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak pundak memberi risiko terjadinya keloid.

8. Posisi Anak dan Lokasi Suntikan

a. Vaksin yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko kerusakan saraf, pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang berlebihan akan menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot. Perlu diyakinkan kepada orang tua atau pengasuh untuk membantu memegang anak atau bayi, dan harus diberitahu agar mereka memahami apa yang sedang dikerjakan.

b. Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah :

a) Menghindari risiko kerusakan saraf ischiadica pada suntikan daerah gluteal.

b) Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat.

(38)

d) Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuk pembengkakan di tempat suntikan yang menahun.

e) Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior. 9. Vastus Lateralis, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan

a. Vastus lateralis adalah otot bayi yang tebal dan besar, yang mengisi bagian anterolateral paha. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian atas dan tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Jarum harus membuat sudut 45o-60o terhadap permukaan kulit, dengan jarum kearah lutut, maka jarum tersebut harus menembus kulit selebar ujung jari di atas (ke arah proksimal) batas hubungan bagian atas dan sepertiga tengah otot.

b. Anak atau bayi diletakkan di atas meja periksa, dapat dipegang oleh orang tua/pengasuh atau posisi setengah tidur pada pangkuan orang tua atau pengasuhnya. Celana (popok) bayi harus dibuka bila menutupi otot vastus lateralis sebagai lokasi suntikan, bila tidak demikian vaksin akan disuntikkan terlalu bawah di daerah paha. Kedua tangan dipegang menyilang pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara jempol dan jari-jari. Posisi ini akan mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar.

c. Lokasi suntikan pada vastus lateralis :

a) Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan terlentang. b) Tungkai bawah sedikit ditekuk dengan fleksi pada lutut.

c) Cari trochanter mayor femur dan condylus lateralis dengan cara palpasi, tarik garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis menyebabkan garis bagian distal lebih jelas).

d) Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batas tersebut.

10. Deltoid, Posisi Anak dan Lokasi Suntikan

(39)

b. Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah duduk di atas pangkuan ibu atau pengasuhnya.

c. Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh.

d. Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman dan berhasil.

e. Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan meningkatkan risiko penetrasi saraf.

11. Pengambilan Vaksin dari Botol (Vial)

Untuk vaksin yang diambil menembus tutup karet atau yang telah dilarutkan, harus memakai jarum baru. Apabila vaksin telah diambil dari vial yang terbuka, dapat dipakai jarum yang sama.

Jarum atau semprit yang telah digunakan menyuntik seseorang tidak boleh digunakan untuk mengambil vaksin dari botol vaksin karena risiko kontaminasi silang, vaksin dalam botol yang berisi dosis ganda (multidosis) jangan digunakan kecuali tidak ada alternatif lain.

12. Penyuntikan Subkutan

Perhatian untuk suntikan subkutan : a. Arah jarum 45o terhadap kulit.

b. Cubit tebal untuk suntikan subkutan.

c. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan.

d. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda. 13. Penyuntikan Intramuscular

Perhatian untuk penyuntikan intramuskular :

a. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot. b. Suntik dengan arah jarum 45o-60o, lakukan dengan cepat.

c. Tekan kulit sekitar tempat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukkan.

d. Aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikkan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena. Apabila terdapat darah, buang dan ulangi dengan suntikan baru.

e. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda. 14. Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama

(40)

yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan polio.

b. vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yang diberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda. (IDAI, 2008).

I. Jadwal Imunisasi 1. BCG

a. Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. namun dianjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.

b. Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun). c. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.

d. Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah komplikasinya.

e. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. 2. Hepatitis B

a. Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir.

b. Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepatitis B-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapatkan respon imun optimal, interval imunisasi hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

c. Departemen kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/hepatitis B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis B-3 yang masih rendah.

(41)

3. DPT

a. Imunisasi DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DPT-1 diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan.

b. Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.

c. Vaksin DPT dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain yaitu DPT/Hepatitis B dan DPT/IPV.

4. Polio

a. Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio -1, 2, dan 3. (1.OPV, hidup dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV, in-aktif, suntikan.)

b. Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.

c. Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.

d. OPV diberikan 2 tetes per-oral.

e. IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DPT/IPV).

5. Campak

Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara subkutan dalam, pada umur 9 bulan. (IDAI, 2008)

J. Kontraindikasi Imunisasi

1. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 38oC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak. 2. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala AIDS,

sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.

3. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat. (Proverawati, 2010).

(42)

1. Usia dan pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pemberian imunisasi akibat kurangnya pemahaman terhadap imunisasi. Dan di masyarakat sering terdengar pendapat yang salah mengenai imunisasi. Tidak jarang dijumpai orang tua yang ragu atau bahkan menolak imunisasi dengan berbagai alasan. Ketakutan atau penolakan imunisasi mungkin berdasarkan pandangan religi, filosofis tertentu, anggapan imunisasi sebagai intervensi pemerintah.

2. Keraguan tentang manfaat dan keamanan imunisasi perlu ditanggapi secara aktif. Apabila orang tua mendapat jawaban akurat dan informasi yang benar, maka orang tua dapat membuat keputusan yang benar tentang imunisasi. (IDAI, 2008)

Mitos-mitos imunisasi yang sering dijumpai :

a. Vaksin MMR (meales, mumps dan rubella) bisa menyebabkan anak autis.

Tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan perkembangan autis, ini sudah dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Biasanya gejala autis pertama kali terlihat saat bayi berusia 12 sampai 18 bulan, dimana hamper bersamaaan dengan diberikannya vaksin MMR. Kebanyakan autis disebabkan oleh faktor genetik, jadi jangan takut untuk memberikan vaksin MMR pada anak.

b. Terlalu banyak vaksin akan membebani system imun.

Mitos ini tidak benar, karena meskipun jumlah suntikan vaksin meningkat tapi jumlah antigen telah menurun. Selain itu sistem imun manusia memberikan respon terhadap ratusan antigen dalam kehidupan setia hari. Berbagai penelitian tidak memperlihatkan meningkatnya penyakit infeksi setelah adanya imunisasi.

c. Lebih baik memberi natural infeksi dibandingkan dengan vaksinasi.

Mitos ini tidak benar. Suatu penyakit bisa mengakibatkan kematian serta kecacatan yang permanen, dan dengan melakukan vaksinasi dapat memberikan perlindungan tanpa efek samping yang berat.

d. Sesudah imunisasi tidak akan tertular penyakit tersebut.

Tidak ada vaksinasi yang memberikan perlindungan terhadap suatu penyakit secara 100%. Bayi atau anak yang telah melakukan imunisasi masih ada kemungkinan yang sangat kecil untuk bisa tertular penyakit tersebut, namun akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan anak yang tidak diimunisasi. Sehingga kemungkinan untuk bisa sembuh jauh lebih besar.

(43)

Hal ini tidak benar, mustahil anak memperoleh penyakit dari imunisasi yang dibuat dari kuman mati atau dilemahkan. Imunisasi yang dibuat dari kuman hidup dan dilemahkan termasuk imunisasi campak, Gabak (rubella), gondong, cacar air, BCG dan polio.

f. Imunisasi sepertinya tidak efektif 100%, sia-sia saja anak diberlakukan imunisasi. Fakta : jarang ada keberhasilan 100% di dunia kesehatan. Namun, kini imunisasi yang diberikan 85-99% berhasil merangsang tubuh membuat antibodi. Lebih baik bayi menangis 1 menit karena disuntik imunisasi daripada anak meninggal karena difteri, tetanus, campak atau penyakit lain dalam kategori imunisasi.

g. Mungkin anak akan menderita reaksi terhadap imunisasi yang menyakiti.

Reaksi umum terhadap imunisasi ringan saja seperti demam, kemerahan dan rasa sakit pada tempat suntikan, ruam ringan. Jarang sekali terjadi kejang-kejang atau reaksi alergi berat.

h. Anak tidak perlu imunisasi asalkan dia sehat, aktif, dan makan cukup banyak yang bergizi.

Imunisasi diberikan untuk menjaga anak tetap sehat, bukan memberi sehat. Tujuan imunisasi adalah melindungi tubuh sebelum diserang penyakit. Saat yang paling tepat memberikan vaksin adalah saat anak sehat.

i. Pada seri vaksinasi, apabila seri satu kali terlambat, seri harus dimulai lagi dari semula.

Hal ini tidak benar. Kalau anak tidak diberi vaksinasi pada saat dijadwalkan, memang dia kurang dilindungi terhadap penyakit. Akan tetapi seri vaksinasi tidak perlu diulang dari semula. Vaksinasi yang terlambat diberi saja dan jadwal dimulai lagi dari tahap itu, bukan dari semula.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2006.Prosedur Penelitian.Jakarta:Rineka Cipta.

Dinkes Jombang.2007. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Dasar.Jombang:Dinkes Jombang.

Dinkes Jombang, SE.2010.Laporan UCI Kumulatif Tahun 2010 Kabupaten Jombang.Jombang:Dinkes Jombang.

Djiwandono, Sri Esti Wuryani.2005.Konseling dan Terapi Dengan Anak dan Orang Tua.Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).

Hidayat, A. Aziz Alimul.2009.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul.2010.Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.Jakarta:Salemba Medika.

IDAI.2008.Pedoman Imunisasi Di Indonesia.Jakarta:Satgas Imunisasi. Kumala, Poppy.1998.Kamus Saku Kedokteran Dorland.Jakarta:EGC

Mansur, Herawati.2009.Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.

(45)

Imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus-menerus, meyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan. Salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah poliomielitis. Poliomielitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari 3 virus yang berhubungan yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3. secara klinis penyakit polio adalah anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis = AFP).

Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.

Pekan Imunisasi Nasional (PIN) adalah Pekan di mana setiap balita termasuk bayi baru lahir yang bertempat tinggal di Indonesia diimunisasi dengan vaksin polio, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.

Pemberian imunisasi polio secara serentak terhadap semua sasaran akan mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus polio liar.

Dengan pemberian serentak kepada seluruh balita di Indonesia terjadi penekanan serentak terhadap berkembang biaknya virus polio liar apabila masuk ke dalam usus. Di alam bebas, virus akan bertahan hanya selama 48 jam. Oleh karena itu pemberian serentak pada seluruh balita merupakan kunci keberhasilan memutuskan rantai penularan.

2. Pengertian

Imunisasi polio adalah suatu imunisasi yang memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.

Polio adalah suatu penyakit radang yang menyerang syaraf yang menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Penularan penyakit polio ini melalui tinja orang yang terinfeksi, percikan ludah penderita, ataupun makanan dan minuman yang dicemari. Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang.

(46)

virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak.

a. Polio Dasar

Imunisasi polio adalah pemberian vaksin untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali dengan jarak tidak kurang dari 4 minggu (polio I, II, III dan IV). Umur pemberian 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, sebanyak 4 kali, untuk mencegah penularan polio yang menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai dan atau lengan.

Bila pada suntikan DPI pertama, ASI dapat diberikan seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.

b. Polio Ulang

imunisasi ulangan, diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio ke IV, kemudian saat masuk sekolah (5-6 tahun), dan saat akan meninggalkan sekolah dasar (12 tahun).

Pemberian imunisasi ulang perlu tetap diberikan seandainya seorang anak pernah terjangkit polio. Karena mungkin saja anak yang menderita polio itu terjangkit virus polio tipe I. artinya, apabila penyakitnya telah sembuh ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe I, tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis virus polio tipe II dan III. Karena itu untuk mendapat kekebalan terhadap ketiga virus tersebut perlu diberikan imunisasi ulang polio.

3. Macam Vaksin Polio

a. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan

IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari. Hasil penelitian Gendro Wahyuhono (2001) pada 604 anak di Metro Kabupaten Lampung menunjukkan bahwa imunisasi polio efektif setelah anak mendapatkan imunisasi 3 kali dosis, di mana persentase anak yang mempunyai antibodi tripel positif meningkat setelah anak mendapat imunisasi 3 kali dosis yaitu, 96,6 %.

(47)

Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV.

Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.

b. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.

Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.

Di Indonesia yang digunakan adalah OPV, karena lebih aman. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes(0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula, bila dalam 10 menit dimuntahkan, maka pemberian sesuai dosisnya harus diulang. Imunisasi ini jangan diberikan pada anak yang lagi diare berat.

• Dosis ke-1 : saat lahir / saat pulang dari rumah sakit (bulan pertama) • Dosis ke-2 : usia 2 bulan

• Dosis ke-3 : usia 4 bulan • Dosis ke-4 : usia 6 bulan • Dosis ke-5 : usia 18 bulan • Dosis ke-6 : usia 5 tahun

Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertingi.

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan.

4. Cara Kerja Imunisasi Polio

Referensi

Dokumen terkait

Semua makhluk mengeluarkan zat-zat sisa yang berasal dari proses metabolisme yang berlangsung dalam tubuh. Zat sisa dari tubuh dikeluarkan melalui proses pernapasan

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi oleh virus yang ditandai dengan suhu tubuh pasien &gt;37 o C, akral hangat/ panas, takikardia, dan nafas cepat.. Hipertermi berhubungan

Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi akibat terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada kelenjar getah

Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi

Sistem peredaran darah pada manusia merupakan suatu proses yang dilakukan tubuh sebagai usaha mempertahankan hidup, fungsinya adalah memenuhi zat-zat dan nutrisi

Sistem kekebalan tubuh berfungsi untuk mempertahankan orang-orang terhadap mikroorganisme dan kuman yang menyerang tubuh dan berpotensi menyebabkan penyakit atau infeksi..

Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau

Definisi Demam Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi, yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh atau panas yan