• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELUANG SANKSI PIDANA TERHADAP KETIDAKPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELUANG SANKSI PIDANA TERHADAP KETIDAKPA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PELUANG SANKSI PIDANA TERHADAP

KETIDAKPATUHAN PADA SISTEM

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

DAN DAERAH

Yusrianto Kadir

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi dan segala euforianya telah mengubah banyak tatanan kehidupan

berbangsa dan bernegara, termasuk perubahan proses perencanaan pembangunan.

Bukan saja hilangnya TAP MPR yang merupakan dasar hukum tertinggi kebijakan

pembangunan nasional dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, namun juga

lahirnya 2 (dua) peraturan yang memisahkan proses perencanaan dan

penganggaran, yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional. Kedua Undang-Undang tersebut mencoba untuk saling

berkaitan dan bersinergi satu sama lainnya. Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 mengatakan bahwa penyusunan Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara berpedoman pada rencana kerja Pemerintah

dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara, dan Pasal 4

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mengatur tentang substansi Rencana Kerja

Pemerintah dan dokumen perencanaan lainnya yakni Rencana Pembangunan

Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang.

Namun demikian, pelaksanaan sinergitas tersebut tidaklah mudah, masih

diperlukan berbagai upaya perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaannya.

Baik penyempurnaan berbagai peraturan perundang-undangan terkait,

(2)

penganggarannya, serta efektifitas penegakan dan pelaksanaan peraturan

perundang-undangan yang sudah ada.

Disamping itu, ketidakpatuhan terhadap system perencanaan pembangunan

nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tidak

terdapat muatan sanksi (pidana/administratif) bagi pihak-pihak yang tidak mengikuti

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional maupun Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Banyaknya dimensi substansi hukum yang tidak bersinergi ini menyebabkan

banyaknya inkonsistensi terhadap proses implementasinya.

Walaupun secara subtansial ketidakpatuhan terhadap system perencanaan

pembangunan nasional belum mengatur aspek sanksi baik itu sanksi pidana

maupun sanksi administrasi, bukan berarti pelanggaran terhadap system

perencanaan nasional tidak dapat membuka ruang delik terhadap para pelakunya,

hal ini dikarenakan system perencanaan selalu bersinergi dengan proses

penganggaran yang pada pelaksanaannya berpotensi terjadinya praktek-praktek

koruptif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 1999

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pelanggaran dan/atau ketidakpatuhan terhadap system perencanaan

pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang nomor

25 tahun 2004, yang dalam hal ini pelanggaran terhadap dokumen-dokumen

perencanaan seperti RPJP, RPJPD, RPJMD, RKPD, dan seterusnya dapat dijadikan

sebagai dokumen hukum yang mampu membuktikan alur mens rea atau niat jahat terhadap para pelanggarnya. Aspek konsistensi antara perencanaan dan

penganggaran mampu membuka ruang delik perbuatan melawan hukum sebagai

salah satu unsur pidana dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 20

tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

B. Permasalahan

Sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu melakukan kajian hukum

terkait dengan “Peluang Sanksi Ketidakpatuhan Terhadap Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional” yang memotret bentuk-bentuk pelanggaran terhadap

pelaksanaan system perencanaan dan penganggaran yang mampu membuka ruang

(3)

C. Kondisi Existing

Tidak ada muatan sanksi (pidana/administratif) bagi pihak-pihak yang tidak

mengikuti Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional maupun Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional, menjadikan pemberlakuan aturan system perencanaan

pembangunan tidak dapat memberikan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan formil

yang berujung pada tidak tercapainya tujuan Negara sebagaimana diamanahkan

dalam pembukaan konstitusi Republik Indonesia tahun 1945. Pengaturan sanksi

dalam peraturan perundangan dianggap penting, agar mereka yang menjadi objek

dalam undang-undang tersebut secara efektif patuh terhadap pemberlakuan aturan

tersebut.

Dalam praktek penegakan hukum, para penegak hukum selalu mengalami

kesulitan dalam hal pembuktian apabila aturan terkait dengan objek pelanggaran

tidak mengatur tentang ketentuan sanksi bagi para pelanggarnya, sehingga hal ini

pada akhirnya berimplikasi pada tumbuh kembangnya praktek-praktek pelanggaran

(potential crime) yang disebabkan oleh adanya kekosongan hukum.

Salah satu faktor penghambat pada proses penegakkan hukum yang

dimaksudkan pada kajian ini terkait dengan tidak selarasnya pengaturan tentang

system sanksi pada aturan system perencanaan dan aturan system keuangan

Negara, dimana pada system perencanaan tidak memuat ketentuan sanksi,

sedangkan pada system keuangan Negara terdapat sanksi yang banyak terafliasi

pada ketentuan-ketentuan pidana khusus. Padahal dalam mekanismen pembuktian

pidana pada system penganggaran yang diatur dalam peraturan keuangan Negara

harusnya berintegrasi dengan system perencanaan yang diatur secara tersendiri,

sehingga hal ini menimbulkan tafsir hukum yang beragam, apakah akibat kerugian

Negara disebabkan oleh kesalahan dalam system perencanaan atau pada

penganggarannya.

Tidak ada peraturan yang lebih tinggi di atas Undang-Undang yang dapat

menjadi perekat perencanaan pembangunan dan penganggaran dan yang dapat

menyelesaikan pertentangan dan perbedaan penafsiran antar Undang-Undang.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional, memiliki landasan hukum yang sangat lemah hanya

(4)

Presiden dan DPR. Demikian pula halnya dengan Rencana Kerja Pemerintah hanya

diatur dengan Peraturan Presiden, padahal APBN diatur dengan Undang-Undang.

Dalam konteks pemidanaan banyaknya ketidakteraturan pada regulasi pada

akhirnya membingungkan penegak hukum dalam proses pembuktian. Katakan saja

pada pembuktian tindak pidana korupsi, prinsip pembuktian melekat pada aspek

materil (akibat) dari perbuatan yang menyebabkan kerugian Negara, perekonomian

Negara, atau menghambat pembangunan nasional. Padahal apabila dilihat dari

modus operandinya akar masalah kerugian Negara berawal dari adanya

ketidakpatuhan para pelanggarnya pada system perencanaan yang telah dibuat

dalam dokumen-dokumen perencanaan, selanjutnya untuk membuktikan perbuatan

melawan hukum para pelanggarnya, para penegak hukum juga hanya bersandar

pada aspek materil (akibat) dari perbuatan saja, padahal pada konteks ini alur mens rea atau niat jahat pelanggarnya terjadi pada saat kepentingan pribadi, orang lain, atau korporasi yang menjadi dominan pada proses implementasi dari perencanaan

dan penganggaran yang berakibat pada pergesaran-pergesaran anggaran yang

(5)

BAB II

TINJAUAN KEBIJAKAN STRATEGIS PEMERINTAH

A. Isu Strategis

Salah satu isu strategis nasional sebagaimana tercantum dalam Buku I RPJMN

2014-2019, menjadi perhatian dalam penyusunan RPJMD Kabupaten Gorontalo

terutama yang terkait dengan kajian ini adalah sebagai berikut:

a. Stabilitas Politik dan Keamanan

Tantangan utama stabilitas sosial dan politik adalah memelihara kebhinnekaan

Indonesia agartetap menjadi faktor yang ginspirasi, memperkaya dan menguatkan

Indonesia dalam mencapai visi pembangunan nasional. Tantangan lainnya, adalah

meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat akan bahaya terorisme bagi kehidupan

berangsa dan bernegara, dan meningkatkan kesiapsiagaan lembaga-lembaga

pemerintah maupun masyarakat dalam menghadapi terorisme.

b. Tata Kelola: Birokrasi Efektif dan Efisien

Kualitas tata kelola pemerintahan diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang optimal untuk mendukung keberhasilan pembangunan dan peningkatan daya

saing nasional. Dalam kaitan ini tantangan utamanya adalah meningkatkan

integritas, akuntabilitasefektifitas, dan efisiensi birokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik.

c. Pemberantasan Korupsi

Korupsi sangat menghambat efektivitas mobilisasi dan alokasi sumber daya

pembangunan bagi pengentasankemiskinan dan pembangunan infrastruktur.

Tantangan utama untuk melaksanakan pemberantasan korupsi adalah bagaimana

mengefektifkan penegakan hukum dan bagaimana mengoptimalupaya pencegahan

tindak pidana korupsi dengan meningkat kefektifitas reformasi birokrasi serta lebih

meningkatkan kepeduliandan keikutsertaan masyarakat luas melalui pendidikan

antikorupsi bagibagi masyarakat luas.

d. Pertumbuhan Ekonomi

Pada tahun 2013, pendapatan perkapita Indonesia telah mencapai USD 3.500

yang menempatkan Indonesia berada pada lapis bawah negara-negara

berpenghasilan menengah. Tujuan pembangunan nasional adalah mencapai

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sedengan negara maju (high income). Pada

(6)

berpengasilan tinggi juga bergerak karena perekonomian global juga tumbuh. Agar

Indonesia mampu menjadi negara berpendapatan tinggi, tentu

memerlukanpertumbuhan yang lebih tinggi dari pertumbuhan global.

e. Percepatan Pemerataan dan Keadilan

Ketimpangan pembangunan dan hasil-hasil pembangunanmenggambarkan

masih besarnya kemiskinan dan kerentanan. Hal ini dicerminkan oleh angka

kemiskinan yang turun melambat dan angka penyerapan tenaga kerja yang belum

dapat mengurangi pekerja rentan secara berarti.

Tiga kelompok rumah tangga yang diperkira-kan berada pada 40 persen

penduduk berpendapatan terbawah adalah: (1)angkatan kerja yang bekerja tidak

penuh (underutilized) terdiri dari penduduk yang bekerja paruh waktu (part time

worker), termasuk di dalamnya adalah rumah tangga nelayan, rumah tangga petani

berlahan sempit, rumah tangga sektor informal perkotaan, dan rumah tangga buruh

perkotaan; (2) usaha mikro kecil termasuk rumah tangga yang bekerja sebagai

pekerja keluarga (unpaid worker); dan (3) penduduk miskin yang tidak memiliki aset

maupun pekerjaan.

B. Program Prioritas

Program prioritas dalam RPJMD Kabupaten Gorontalo Tahun 2016-2021 pada

Bab VII yang terkait dengan kajian ini sebagai berikut:

(7)

Sebagaimana table diatas program prioritas kabupaten Gorontalo tahun

2016-2021 terkait upaya penguatan legal standing dari system perencanaan pembangunan daerah belum menjadi prioritas lembaga legislative. Prioritas terkait

administrasi hukum baru dikembangkan pada aspek-aspek pembuatan dan review

rencana Peraturan Daerah hak inisiatif DPRD. Padahal dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan penyusunan Peraturan Daerah memungkinkan adanya

ketentuan pidana selama tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih

tinggi.

RPJPD dan RPJMD disahkan melalui Peraturan Daerah, sehingga menurut

saya perlu dilakukan pengkajian mendalam terkait adanya system sanksi dalam

penyusunan Peraturan Daerah RPJPD dan RPJMD yang mendukung keefektifan

ketentuan pidana pada peraturan perundangan terkait keuangan Negara yang

(8)

BAB III

HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

Memang diakui dari tahun ketahun APBN (Anggaran Pendapatan Belanja

Negara) mengalami peningkatan yang signifikan dengan orientasi agar

pembangunan dapat langsung menyentuh semua lapisan masyarakat, namun pada

aspek lain besarnya anggaran yang digulirkan oleh Pemerintah juga membuka

peluang untuk dikorupsi (disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu), maka untuk

menghantarkan pembangunan tepat sasaran dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat,

diperlukan pengawasan yang ketat dan tegas baik secara internal maupun eksternal

disertai dukungan positif masyarakat untuk mengawasi jalannya roda pembangunan

baik di pusat maupun di daerah.

Selama ini banyak kasus-kasus korupsi mencuat ke permukaan baik dalam

jumlah yang besar maupun kecil adalah bersumber dari hasil audit BPK, BPKP,

laporan langsung dari masyarakat, pihak korban yang merasa dirugikan, LSM,

sehingga atas laporan tersebut tentu telah banyak ditindaklanjuti oleh aparat

penegak hukum dan dibawa ke Persidangan, namun ada juga kasus-kasus tertentu

yang belum disentuh penyidikannya apalagi dibawa ke Persidangan, hal inilah yang

membuat sebagian masyarakat belum puas atas hasil kerja aparat penegak hukum

khususnya dalam penanganan kasus korupsi.

Dampak Korupsi Pada Pembangunan:

1. Sasaran program pembangunan sulit tercapai, baik dipusat maupun di daerah-

daerah.

2. Terjadi kesenjangan sosial sehingga dapat memicu tingkat kriminalitas yang

mengganggu Kamtibmas.

3. Rendahnya pelayanan publik yang seharusnya dinikmati oleh seluruh lapisan

masyarakat.

4. Sulit menekan angka pengangguran yang semakin meningkat dari tahun ke

tahun.

5. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap pimpinan (penguasa) baik di pusat

maupun di daerah semakin menurun.

6. Lahirnya kecemburuan sosial terhadap mereka yang menyandang OKB (Orang

(9)

7. Dapat mengancam Kesatuan Nasionalisme apabila tidak segera dilakukan upaya

pemberantasan korupsi secara terpadu dan optimal.

Tinjauan tentang perbuatan melawan hukum dapat dibagi menjadi perbuatan

melawan hukum formil dan perbuatan melawan hukum materil. Melawan hukum

formil diartikan sebagai segala bentuk perbuatan yang melawan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, sedangkan perbuatan melawan

hukum materil adalah segala perbuatan yang melanggar nilai-nilai etis, norma, dan

kebiasaan serta melukai rasa keadilan masyarakat.

Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2004 tidak secara eksplisit mengatur ketentuan sanksi baik pidana

maupun administrasi bagi setiap pelanggar system perencanaan pembangunan

nasional, namun hal ini tidak serta merta dapat melepaskan pelanggarnya dari

jeratan hukum, karena peluang korupsi dalam system perencanaan dan

penganggaran cukup tinggi apabila dilihat dari fakta-fakta dan modus operandi yang

diungkap oleh penegak hukum selama ini.

Ketentuan dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengurai unsur delik pidana yaitu: unsur

setiap orang, perbuatan melawan hukum (PMH), menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan Negara atau perekonomian

Negara dan/atau menghambat pembangunan nasional. Apabila dilihat dari uraian

unsur delik pidana tersebut, pelanggar system perencanaan dan penganggaran

dapat membuktikan unsur delik pidana perbuatan melawan hukum, terutama pada

aspek perbuatan melawan hukum formil yang sebagaimana dijelaskan diatas bahwa

ketentuan perbuatan melawan hukum formil adalah perbuatan yang melanggar

ketentuan peraturan perundangan di Indonesia. Dalam hal pelanggaran RPJPD dan

RPJMD yang disahkan melalui Peraturan Daerah dapat dikatakan perbuatan

melawan hukum karena RPJPD dan RPJMD merupakan dokumen yang lahir dari

peraturan perundangan sehingga bagi pelanggarnya memenuhi unsur perbuatan

melawan hukum formil yang menjadi ruang delik dari tindak pidana korupsi. Disisi

lain pelanggar system perencanaan dan penganggaran dapat memenuhi pula unsur

perbuatan melawan hukum materil, karena dengan perbuatan pelanggaran tersebut

(10)

progress perencanaan dan penganggaran tersebut dibuat untuk mencapai tujuan

Negara sebagaimana amanah pembukaan UUD 1945.

Selain ketentuan unsur perbuatan melawan hukum formil dan materil

sebagaimana dijelaskan diatas, bagi pelanggar system perencanaan dan

penganggaran dapat membuka ruang delik pada unsur tindak pidana korupsi

khususnya unsur kerugian Negara atau perekonomian Negara dan/atau

menghambat pembangunan nasional. Walaupun berdasarkan putusan Mahkamah

Konstitusi perspektif kekuatan pembuktian terkait kerugian Negara mengikuti

konstruksi delik materil (akibat dari perbuatan) yang berarti bahwa kerugian Negara

benar-benar telah terjadi (actual loss) namun beberapa pendapat pakar hukum

menjelaskan bahwa menghambat pembangunan nasional termasuk pada upaya

kerugian Negara dalam hal ini adanya dugaan potensi kerugian Negara (potential

loss).

Dalam praktek hukum yang selama ini berlangsung, argument terkait dokumen

perencanaan dapat dijadikan sebagai dokumen hukum yang dapat membuktikan

perbuatan melawan hukum dan potensi kerugian Negara dan/atau menghambat

pembangunan nasional semakin banyak diperjuangkan oleh para pakar hukum dan

(11)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Aturan yang mengatur perencanaan pembangunan dan penganggaran begitu

banyak dan diantaranya terdapat pertentangan antar peraturan. Di samping itu,

banyak terdapat berbagai rumusan peraturan yang tidak jelas dan multi

penafsiran. Dampak dari hal tersebut adalah peraturan menjadi tidak efektif

sehingga perencanaan pembangunan dan penganggaran tidak sinergis.

2. Tata aturan yang terdiri atas Undang Nomor 17 Tahun 2003,

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

beserta dengan aturan pelaksanaannya tetap ada. Hanya saja perlu dilakukan

harmonisasi aturan yang terkait dengan perencanaan pembangunan dan

penganggaran dengan melakukan penyempurnaan atas substansi peraturan

yang bertentangan serta melakukan penyempurnaan rumusan substansi yang

tidak jelas dan menimbulkan multi penafsiran.

B. Rekomendasi

1. Penguatan peran lembaga perencanaan baik pusat maupun daerah;

2. Memuat aturan sanksi (administratif) bagi pihak yang tidak mematuhi aturan

Undang- Undang tersebut;

3. Menghilangkan aturan-aturan tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah yang menyatakan bahwa Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala

Daerah harus menyampaikan Visi dalam kampanye, serta aturan-aturan yang

menyatakan bahwa RPJPD dan RPJMD menjabarkan visi Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daerah terpilih. Hal ini untuk menjaga kesinambungan pembangunan,

Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah tidak perlu membuat Visi setiap lima

tahunan. Visi mengikuti tujuan Negara dan tujuan Daerah sebagaimana yang

tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala

Daerah cukup menyusun misi dan program berdasarkan visi Negara yang

tedapat di dalam Pembukaan UUD 1945; dan

4. Mengatur model perencanaan yang tidak kaku dan lebih responsif terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Kepercayaan dan solidaritas yang dibangun didalam penanggulang bencana merapi yaitu masyarakat mempercayai bahwa setiap warga antar desa terdampak harus dilindungi

Dilihat dari hasil tersebut, sebagian besar siswa SMA Wachid Hasyim 2 Taman telah bersertifikat membaca Al-Qur’an dari Yayasan artinya sebagian besar siswa sudah mampu

“Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu

dalam alkali asam dan dapat dioksidasi. *leh karena itu" dan dapat dioksidasi. Bar Barbit bital d al deng engan an bas basa me a menja njadi g di garam aram.. Barbital adalah

Dengan adanya edukasi serta penyampaian dari berbagai media diharapkan masyarakat, turis asing serta domestik mengerti tentang pentingnya menjaga kelestarian serta

v merupakan variable baru yang tidak mempunyai satuan dan digunakan untuk melukis spiral Cornu. Sumbu x dan sumbu Y adalah sepasang salib sumbu pada spiral Cornu. Sepasang

Tradisi-tradisi upacara dalam menjaga hubungan manusia Sunda dengan alam tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Kenekes tetapi masyarakat Adat Sunda lainnya yang masih merasa

• Arahan lokasi berada pada wilayah puncak kubah (peat dome), dimana lokasi tersebut merupakan area gambut yang paling tebal/dalam dan lebih dari 3 meter.