• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biokonsentrasi Logam Fe Oleh Cacing Akua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Biokonsentrasi Logam Fe Oleh Cacing Akua"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BIOKONSENTRASI LOGAM Fe OLEH CACING AKUATIK dan

KONSENTRASI Nitrogen dan Fosfor DALAM PROSES REDUKSI

LUMPUR LIMBAH

1.

Atiek Moesriati, Alfan Purnomo, Ro’du Dhuha Afrianisa, Rifda Rahman, Wenny

Vebriane

2. Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS

Sukolilo, Surabaya, 60111

e-mail: atiekmoes@yahoo.com

ABSTRAK

Predator alamiah cacing akuatik golongan Oligochaeta dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penanganan lumpur hasil proses pengolahan limbah cair dengan proses aerobic dan anoksis. Predator ini dapat mengakumulasi logam berat dalam lumpur, dan meminimisasi jumlah lumpur biologis tersebut. Tetapi, pelepasan nutrien pada effluen merupakan salah satu kerugian dalam reduksi lumpur menggunakan cacing akuatik. Penelitian ini selain bertujuan untuk mengetahui akumulasi logam Fe pada cacing akuatik juga mengkaji perubahan konsentrasi nitrogen dan fosfor dalam proses reduksi lumpur. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium, digunakan sistem batch. Jenis lumpur yang digunakan adalah lumpur efluen bak pengendap kedua dari suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah . Jenis cacing akuatik golongan Oligochaeta tersebut adalah Tubifex sp. dan Lumbriculus sp. Rasio worm/sludge (w/s) yang digunakan adalah 0,4; 0,6; dan 0,8. Parameter yang dianalisis adalah Fe, total nitrogen (TN), Total Fosfor (TP), DO, pH, dan suhu. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, jumlah logam Fe yang terkandung dalam tubuh cacing Tubifex sp. dan Lumbriculus sp. akibat proses reduksi lumpur masing-masing sebesar 6.198 mg/kg dan 2.036 mg/kg. Worm/sludge dan jenis cacing berpengaruh terhadap akumulasi logam Fe pada cacing akuatik. Sedangkan penambahan cacing akuatik dapat menurunkan TN dan TP dalam lumpur. Rata-rata penyisihan TN dan TP tertinggi dalam lumpur untuk Tubifex sp. sebesar 26% dan 11% lebih tinggi daripada reaktor tanpa cacing pada w/s 0,6 sedangkan Lumbriculus sp. sebesar 13% dan 9% pada w/s 0,4. Penambahan cacing akuatik juga meningkatkan konsentrasi TN dan TP pada air dengan laju pelepasan 0,011 TN/Tubifex hari; 0,005 mg-TP/mg-Tubifex hari; 0,007 mg-TN/mg-Lumbriculus hari; 0,0014 mg-TP/mg-Lumbriculus hari.

Kata kunci: Cacing akuatik, Biokonsentrasi, logam Fe, total fosfor, total nitrogen

ABSTRACT

Oligochaetaclass of aquaticwormscan be usedas an alternativetreatmentof sludgewastewater from treatment process.This studyaims to determinethe accumulation ofFemetal inaquaticwormsand to examinesthe concentrations changes of nitrogenand phosphorus insludgereduction process. The study was conducted in a

laboratory scale with batch system is used. The types ofOligochaeta class

aquaticwormsisTubifexsp.andLumbriculussp with ratio ofthe worm/sludge(w/s) used is0.4; 0.6; and0.8.The results show thatthe amount ofFecontainedin the body ofthe wormTubifexsp. andLumbriculussp. due tosludgereduction processis 6,198mg/kgand2,036mg/kg. The Averageallowance forTotal Nitrogen(TN) and

Total PhosphorusTP) highest inmudforTubifexsp. is 26% and11% higher than

thereactorwithoutwormsonw/s0.6whileLumbriculussp. is 13% and 9% in the w/s0.4. The addition of aquatic worms also increases the concentration of TN and TP.

Keywords: aquaticworms, Bioconcentration, Fe, totalphosphorus, totalnitrogen

1.

PENDAHULUAN

Proses pengolahan limbah di suatu instalasi pengolahan air limbah umumnya menghasilkan buangan yang berupa lumpur. Pada proses pengolahan secara aerobik mengakibatkan jumlah

(3)

karena berpotensi menimbulkan acaman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Menurut Sanin

et al. (2011), air limbah industri mengandung logam berat diantaranya adalah Fe. Fe (besi) merupakan logam jika terdapat dalam jumlah besar di lingkungan dapat menyebabkan toksik. Lumpur yang terkena atau mengandung logam berat perlu pengolahan tambahan untuk mereduksinya (Elissen

et al., 2006). Disisi lain pengolahan lumpur dapat meningkatkan biaya operasional. Sebagai contoh, biaya pengolahan lumpur dan pembuangan dapat meningkat hingga 60% dari total biaya operasional instalasi pengolahan air limbah (Wei et al., 2008).Bahkan cacing akuatik tersebut juga dapat mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya hingga kadar maksimum yang dapat diterima (Elissen et al., 2010).Menurut Zhang (2012), beberapa cacing akuatik ditemukan dalam pengolahan air limbah yang bertujuan untuk mengurangi lumpur, seperti

Tubificidae, Lumbriculidae dan Aeolosomatidae.

Tubificidae (misal Tubifex tubifex) memiliki tingkat konsumsi tinggi, rentang hidup yang panjang dan kapasitas yang unggul untuk mentolerir polutan dan senyawa beracun dalam ekosistem akuatik.

Cacing akuatik golongan Oligochaeta merupakan predator alamiah yang diidentifikasi memiliki kemampuan dalam mereduksi lumpur (Buys et al.,2008). Selain Tubifex sp., Lumbriculus sp. merupakan cacing akuatik dengan golongan oligochaeta yang mampu merduksi lumpur dan mengakumulasi logam. Lumbriculus sp. merupakan organisme yang toleran terhadap pencemar. Pada umumnya digunakan untuk mengukur biokonsentrasi kontaminan pada sedimen (Karlsson, 2013).

Pada proses reduksi lumpur dengan menggunakan cacing akuatik, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pelepasan senyawa nitrogen (N) dan fosfor (P) ke efluen (Wei et al., 2009). Hasil penelitian Hen drickx et al.

(2010a), menunjukkan bahwa dalam reduksi lumpur dengan cacing akuatik terjadi proses

pelepasan ammonia dan fosfat sebesar 12,2 g NH4-N/kg TSS yang dikonsumsi cacing dan 5,4 g PO4-P/kg TSS yang dikonsumsi. Pembentukan feses sebagai hasil metabolism cacing, cacing yang mati dan proses degradasi lumpur diperkirakan menjadi penyebab pelepasan nutrien tersebut (Lou etal., 2011). Pelepasan senyawa N dan P dalam proses reduksi lumpur tersebut akan meningkatkan beban Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan menurunkan efisiensi penyisihan nutrien (Hendrickx

et al., 2009).

Berdasarkan uraian tersebut, kemampuan cacing akuatik dalam mereduksi lumpur telah diketahui meskipun perlu diperhatikan pula mengenai pelepasan N dan P selama proses berlangsung. Pada penelitian ini selain ingin diketahui bioakumulasi logam Fe pada cacing, akan dianalisis lebih lanjut

mengenai perubahan konsentrasi N dan P akibat aktifitas cacing akuatik dalam mereduksi lumpur limbah. Dengan demikian dapat dibandingkan besarnya N dan P yang dikonsumsi dan dilepaskan akibat aktifitas cacing akuatik selama proses reduksi lumpur limbah.

2.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada skala laboratorium di Jurusan Teknik Lingkungan ITS, menggunakan reaktor cacing akuatik yang ditambahkan lumpur. Pengujian dilakukan terhadap pengaruh penambahan cacing akuatik terhadap lumpur secara batch proses.

Variasi rasio yang digunakan adalah 0,4; 0,6; dan 0,8. Cacing akan mereduksi lumpur biologis yaitu lumpur dari pengolahan biologisdari suatu IPAL di kota Surabaya, sehingga cacing akan memanfaatkan lumpur tersebut sebagai substrat.

Berdasarkan hasil analisa laboratorium dan rencana penggunaan berat cacing maka dapat dilakukan perhitungan jumlah lumpur yang harus diberikan sesuai dengan masing-masing variabel.

Perhitungan volume lumpur yang dibutuhkan sesuai rasio w/s. Densitas lumpur sekunder sebesar 1 gr/cm3. Direncanakan berat cacing sesuai dengan rasio w/s. berat cacing akuatik pada tiap variabel dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Hasil perhitungan berat Tubifex sp. dan Lumbriculus sp dalam tiap variable

Jenis cacing rasio w/s berat cacing (gr)

Tubifex sp. 0,4 + 10

0,6 + 15 0,8 + 20

Lumbriculus sp. 0,4 + 5

0,6 + 7,5 0,8 + 10 Sumber: Hasil perhitungan, 2014.

Perhitungan volume lumpur dengan w/s 0,4 dan berat basah cacing 10 gr, didapatkan sebagai berikut.

Berat kering cacing

= Berat basah cacing – (Berat basah cacing x kadar air cacing)

= 10gr – (10 gr x 75%) = 2,5 gr berat kering

Berat kering lumpur dengan rasio w/s 0,4 = 2,5 gr / 0,4

= 6,25 gr Berat basah lumpur

= Berat kering lumpur⁄ (1-kadar air) = 6,25 gr / (1-92,4%) = 82,2 gr Volume lumpur

= 82,2 gr / 1 gr/cm3 = 82,2 mL

Langkah perhitungan pada cacing

(4)

Tubifex sp. Berikut hasil perhitungan volume lumpur yang dibutuhkan tiap variable dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi hasil perhitungan volume lumpur tiap variable Sumber: Hasil perhitungan, 2014.

Hasil penelitian pendahuluan menunjukan bahwa secara fisik lumpur yang diberikan tiap hari masih sisa baik untuk cacing Tubifex maupun

Lumbriculus. Hal ini menunjukan penggunaan rasio 0,4; 0,6; dan 0,8 dapat mencukupi kebutuhan cacing selama waktu penelitian.

Alat dan Bahan 1. Reaktor Uji

Direncanakan volume lumpur yang digunakan sesuai dengan hasil perhitungan, dimensi yang didapat yaitu 15 cm x 15 cm x 10 cm untuk kompartemen lumpur dan 8000 ml dengan dimensi 20 cm x 20 cm x 20 cm untuk kompartemen air. Total reaktor yang diperlukan dalam penelitian ini sesuai dimensi rencana adalah 21 reaktor (tertera pada Tabel 3). Rangkaian reaktor untuk penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Jenis cacing yang berbeda akan di running secara bergantian. Sedangkan untuk TN dan TP digunakan reaktor control.

Tabel 3. Rincian jumlah penggunaan reaktor

Variabel Waktu Pengamatan (hari) Jenis Sumber: Hasil perhitungan, 2014

Gambar 1. Reaktor 2. Aerator

Aerator berfungsi untuk memberikan suplai oksigen terlarut di dalam kompartemen air. Besarnya oksigen terlarut diatur agar berada pada kondisi yang sesuai untuk mendukung kehidupan cacing yaitu pada rentang 2,75-5 mg/L.

Pengambilan Sampel untuk Analisis Laboratorium

Pelakasanaan penelitian dilakukan 2 tahap, yang petama pada tanggal 22 April 2014 hingga 29 April 2014. Sedangkan untuk running kedua dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2014 hingga 16 Mei 2014. Sampel diambil setiap hari satu kali selama 7 hari berturut-turut di komparten lumpur, dankompartemen air. Analisis logam Fe dilakukan karena adanya logam Fe yang terkandung dalam lumpur. Menurut APHA (2005), dalam menganalisis kadar Fe metode yang digunakan adalah metode fenantrolin. Menurut Alaert dan Santika (1987), mekanisme analisis besi adalah terlarutnya semua besi menjadi Fe2+ dari proses didihan dalam asam dan hidroksilamin serta pembuangannya dengan fenantrolin. Molekul fenantrolin bergabung satu dengan Fe2+ membentuk ion kompleks berwarna orange-merah. Warna kompleks yang terbentuk akan diukur nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer.

Analisis parameter utama TN dan TP dilakukan padasampel dari kompartemen lumpur dan air. Parametertambahan yaitu pH, DO dan suhu diukur pada kompartemen air saja.

Metode Analisis Laboratorium

Metode-metode yang digunakan untuk analisislaboratorium setiap parameter antara lain: 1.

pH meter untuk analisis parameter pH.

Analisis pH dilakukan pada sampel menggunakan metode 4500 H+ Electrometric Method dengan menggunakan alat basic pH-meter (APHA, 2005).

2.

Termometer untuk analisis temperatur.

3. Analisis Dissolved Oxygen (DO).

Analisis DO menggunakan alat Oxygen MeterLutron DO-5510.

4. Analisis Fe

5.

Peralatan laboratorium untuk analisis TN

dan TP.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(5)

mendukung aktivitas cacing akuatik dalam pengaplikasiannya (Lou et al., 2013). Tingginya efisensi reduksi lumpur dapat dicapai dengan pertumbuhan,reproduksi dan kemampuan bertahan hidup yang baik bagi cacing dalam reaktor. Menurut Hendrickx et al. (2009), kondisi lingkungan seperti temperatur, pH, oksigen terlarut, toksisitas ammonia berpengaruh pada konsumsi lumpur oleh cacing.

Kondisi lingkungan yang diukur pada reaktor cacing dalam penelitian ini meliputi parameter pH, temperatur dan oksigen terlarut. Hal tersebut penting dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi lingkungan yang ada sudah cukup stabil untuk menunjang kehidupan cacing akuatik.

Hasil Analisis Parameter pH

Nilai pH pada hari ke 0 menunjukan nilai rata-rata 8,12 saat hari terakhir nilai pH turun menjadi 7,75 yaitu pada hari ke tujuh. Kondisi tersebut sama pada reactor cacing Tubifex sp.

maupun pada Lumbriculus sp.pada saat penelitian berlangsung, pembentukan CO2 dari proses hasil metabolisme cacing mempengaruhi nilai pH. Sedangkan untuk pertumbuhan cacing yakni antara 6-8. Pada pH netral atau nilai pH mendekati alkali merupakan kondisi yang paling menguntungkan untuk Tubificidae dan Lumbriculidae (Lou et al.,2013).

Hasil Analisis Parameter Suhu

Peningkatan laju metabolisme akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan terhadap oksigen, sementara suhu yang meningkat akan mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air berkurang. Hal ini mengakibatkan organisme akuatik kesulitan untuk melakukan respirasi (Effendi, 2003).

Hasil pemeriksaannya menunjukkan bahwa suhu pada reaktor cacing cenderung stabil selama penelitian berlangsung. Perubahan suhu yang terjadi pada reaktor dipengaruhi oleh suhu ruangan/lingkungan. Pada variasi cacing Tubifex sp.

suhu berkisar antara 28-31oC. Suhu tersebut masih berada pada rentang yang mendukung kehidupan cacing karena suhu optimum untuk pertumbuhan cacing Tubifex sp. adalah pada 25-30oC (Shafrudin

et al., 2005). Pada variasi Lumbriculus sp. suhu pada reaktor uji berkisar antara 28,5-30,5oC. Suhu tersebut lebih tinggi daripada suhu optimum untuk pertumbuhan cacing Lumbriculussp. yaitu 20-25oC, namun pada kondisi tersebut cacing masih mampu bertahan hidup.

Hasil Analisis Parameter DO

Parameter lain yang menentukan kondisi lingkungan adalah oksigen terlarut (DO). DO adalah salah satu parameter penting untuk mengetahui kualitas perairan. Menurut Salmin (2005), DO berperan dalam proses oksidasi bahan organik dan anorganik serta dibutuhkan oleh semua organisme

untuk proses respirasi dan metabolisme. Kondisi lingkungan pada reaktor cacing ditinjau dari parameter DO menunjukkan bahwa oksigen terlarut dalam reaktor cenderung stabil. Kondisi DO masih dalam rentang optimum yang dibutuhkan oleh cacing serta sesuai habitatnya yaitu antara 2,5-7 mg/L (Efendi, 2013).

Analisis Fe

Menurut Clark (1986) dan Diniah (1995) dalam Yudhanegara (2005), besi merupakan logam transisional, dimana logam trasnsisional dapat dikonsumsi dalam kadar rendah, namun berbahaya dalam kadar tinggi. Analisis kandungan Fe dilakukan terhadap lumpur, cacing dan air dalam reaktor.

Berdasarkan analisis kandungan Fe (running

pertama) pada lumpur hasil pengolahan limbah yaitu sebesar 1,71% atau 17.100 mg/kg, sedangkan untuk

running ke dua kandungan Fe pada lumpur sebesar 1,89% atau 18.902,8 mg/kg. Data kandungan Fe pada lumpur dengan reaktor cacing Tubifex sp.dan

Lumbriculus sp. dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Konsentrasi Fe pada lumpur reaktor

Sumber: Hasil analisis, 2014

Pengaruh penambahan cacing akuatik sebagai reaktor biologis dalam mengolah lumpur limbah, dapat dilihat dari nilai Fe pada lumpur Cacing

Tubifex sp. maupun Lumbriculus sp.Pada tabel tersebut dapat dilihat pada rasio 0,4 kecenderungan hingga hari ke tujuh konsentrasi Fe pada lumpur turun menjadi 11.400 mg/kg. Rata-rata penurunan Fe yang terjadi yaitu sebesar 16,96%. Pada rasio 0,6 penurunan kandungan Fe menjadi 11.000 mg/L dengan rata-rata penurunan tiap hari yaitu sebesar 14,94%. Rasio 0,8 pada hari ke tujuh konsentrasi Fe menjadi 11.000 mg/kg dengan rata-rata persentase penurunan perhari sebesar 22,47%. Sedangkan pada Dapat dilihat pula besarnya kandungan Fe pada lumpur pada reaktor cacing Lumbriculus sp. Kadar awal besi pada lumpur sebesar 18.902,8 mg/kg. Pengaruh penambahan cacing akuatik sebagai reaktor biologis dalam mengolah lumpur dengan mereduksi logam Fe pada lumpur limbah.

(6)

disebabkan feses dari cacing tidak jatuh di kompartemen air sehingga terjadi peningkatan Fe pada lumpur. Rata-rata penurunan konsentrasi Fe sebesar 13,89%. Pada rasio 0,6 dan 0,8 lumpur turun di konsentrasi 12.832,1 mg/kg dan 11.769,4 mg/kg, dimana masing-masing penurunan konsentrasi perhari adalah 15,44% dan 21,87%. Fluktuasi dalam penyerapan logam disebabkan oleh kemampuan cacing dalam mengkonsumsi logam tiap harinya. Kelarutan Fe pada lumpur dipengaruhi oleh pH dimana dengan pH < 7 akan melarutkan Fe sedangkan nilai pH pada lumpur hasil pengolahan limbah sebesar 7. Sehingga terjadi pengendapan terhadap logam Fe.

Fe merupakan unsur mikronutrien pada cacing. Fe dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah, selain itu Fe akan berikatan dengan sel darah dan dimanfaatkan dalam metabolisme energi (Campbell et al., 2004). Peningkatan jumlah Fe terlalu banyak akan merusak sel jaringan tubuh. Tabel 5. menunjukkan kemampuan cacing Tubifex sp. dan Lumbriculus sp. dalam mengakumulasi logam Fe.

Tabel 5. Konsentrasi Fe dalam cacing

Sumber: Hasil analisis, 2014

Pada rasio 0,4 Cacing Tubifex dapat mengakumulasi Fe sebesar 5.465 mg/kg. Rata-rata peningkatan logam Fe dalam tubuh sebesar 369,28% atau sebesar 295.427,87 mg/kg. Pada rasio 0,6

Tubifex sp. dapat mengakumulasi hingga 5.220 mg/kg. Peningkatan akumulasi rata-rata sebesar 365,75% atau sebesar 292.602 mg/kg. Pada rasio 0,8 logam yang dapat diakumulasi oleh cacing sebesar 6.198 mg/kg. Rata-rata peningkatan Fe dalam tubuh cacing adalah 337,58% atau sebesar 270.066 mg/kg. Peningkatan logam Fe pada cacing cukup besar.. Pada rasio 0,4cacing dapat mengakumulasi logam fe dalam tubuhnya hingga 1570,8 mg/kg hal tersebut bisa dilihat pada hari ke lima peningkatan konsentrasi rata-rata sebesar 74,31% atau sebesar 55.032,64 mg/kg. Pada hari keenam dan ke tujuh logam yang dapat diakumulasi oleh Lumbriculus sp.

tidak sebanyak pada hari ke 5 dan mulai ada fase stasioner, dimana cacing tidak dapat mengakumulasi lebih banyak lagi. Fase yang sama terjadi pada rasio 0,6 pada hari ke lima cacing telah mengakumulasi logam Fe sebesar 1.869,7 mg/kg.

Menurut Ellisen (2007), lumpur dalam bentuk flok akan di konsumsi oleh cacing. Selanjutnya terakumulasi dalam tubuh atau di keluarkan melalui feses. Pada tubuh cacing logam Fe yanag tidak dibutuhkan akan keluar sebagai feses. Tidak hanya lewat sistem makanan, logam Fe dapat masuk dan terakumulasi pada cacing akibat penyerapan di seluruh permukaan tubuh cacing. Selain penyerapan, terdapat pula ekskresi pada cacing yang juga terjadi di seluruh permukaan kulit. Baik flok maupun feses lumpur dapat menjadi larutan pada fase lumpur dalam air.

Pada reaktor cacing Tubifex sp. kandungan Fe rasio 0,4 mengalami peningkatan dari 0,08 mg/L hingga pada hari ke tujuh kandungan air menjadi 4,69 mg/L. Pada rasio 0,6 juga terjadi peningkatan Kandungan Fe dari 0,08 mg/L menjadi 6,79. Rasio 0,8 memiliki kandungan Fe hari ke-nol sebesar 0,09 mg/L dan meningkat hingga hari ketujuh menjadi 8,96 mg/L. Peningkatan konsentrasi Fe pada air terjadi karena proses ekskresi yang dilakukan oleh cacing untuk melepaskan produk metabolisme. Terlihat air pada reactor makin keruh dan terlihat makin meningkat kotoran dari cacing

Peningkatan konsentrasi yang terjadi tiap kompartemen lumpur akibat proses metabolisme dalam tubuh cacing yang berupa feses. Peningkatan konsentrasi Fe tertinggi terjadi pada rasio w/s 0,8 karena pada rasio tersebut lebih banyak cacing yang dimasukkan sehingga konsentrasi hasil metabolisme yang jatuh ke kompartemen air lebih besar. Pelepasan hasil metabolisme yang jatuh kekompartemen air oleh kedua cacing adalah 0,0019 mg Fe/mg Tubifex sp. hari dan 0,0014 mg Fe/mg

Lumbriculus sp. hari.

Jika dihitung berdasarkan mass balance, maka dapat ditunjukkan besar logam Fe yang tereduksi dari lumpur dan yang terakumulasi dalam tubuh cacing serta logam yang terlepas dari tubuh cacing. Selisih Fe pada air didapat dari peningkatan kosentrasi perhari dikurangi dengan konsentrasi awal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hasil pengurangan selisih lumpur dengan selisih akumulasi logam Fe serta pelepasannya secara keseluruhan terdapat sisa logam Fe. Hal tersebut di duga pengambilan sampel pada air tidak homogen, sehingga terjadi sisa konsentrasi Fe tersebut..

Hasil Analisis Parameter Total Nitrogen

(7)

Analisis TN dilakukan dengan mendestruksi seluruh N yaitu N-organik, nitrit, nitrat dan amonia dalam sampel dan dirubah menjadi bentuk Namonium. Setelah itu N-amonium yang terdapat dalam sampel dapat dianalisis dengan menggunakan metode Nessler.

Tabel 6. Hasil Analisis TN di Kompartemen Lumpur

Sumber: Hasil Analisis, 2014

Pada kompartemen lumpur terjadi kecenderungan penurunan konsentrasi TN baik pada variasi cacing Tubifex sp. maupun Lumbriculus sp.

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. Penurunan terjadi baik di reaktor kontrol maupun di reaktor uji. Penurunan di reaktor kontrol diperkirakan karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam lumpur. Adanya stratifikasi lapisan lumpur, pemberian aerasi dan aktivitas mikroorganisme menyebabkan terjadinya nitrifikasi dan denitrifikasi.

Penurunan konsentrasi TN pada lumpur di reaktor uji merupakan hasil simbiosis antara cacing akuatik dengan mikroorganisme yang mengakibatkan adanya reduksi lumpur dan penyisihan nutrien (Lou et al., 2011). Mekanisme penyisihan nitrogen dalam lumpur oleh cacing terjadi karena dicernanya padatan lumpur yang mengandung nitrogen organik melalui mulut cacing, yang kemudian digunakan oleh cacing sebagai nutrisi untuk pembentukan biomassa baru (Hendrickx et al., 2010a) dan sisanya akan dibuang melalui feses.

Dari hasil analisis pada variasi Tubifex sp. nampak penurunan konsentrasi N total secara signifikan terjadi pada hari ke 1-2, yang menunjukkan cacing langsung mengkonsumsi N dalam lumpur sejak awal penelitian. Pada hari ke 3 konsentrasi lumpur meningkat diperkirakan karena feses yang merupakan hasil metabolisme cacing tidak jatuh di kompartemen air, sehingga tertinggal di kompartemen lumpur.Pada hari ke 4 terjadi penurunan kembali karena cacing akuatik dapat memakan lumpur aktif maupun fesesnya sendiri (Elissen, 2007).Pada hari berikutnya penurunan lumpur relatif stabil dimungkinkan karena nutrien

yang mampu dmanfaatkan oleh cacing sudah mulai habis.

Pada variasi Lumbriculus sp., cacing mulai mengambil N. Dalam lumpur sejak hari ke 1 sehingga nampak penurunan konsentrasi N dalam lumpur yang signifikan. Pada hari selanjutnya terjadi peningkatan konsentrasi N dalam lumpur akibat pembuangan hasil metabolisme cacing yang terjadi di kompartemen lumpur.Hal ini disebabkan pada running ke-2, hampir seluruh tubuh cacing

Lumbriculus sp. berada di kompartemen lumpur sehingga hasil metabolisme cacing tidak seluruhnya jatuh di kompartemen air.Berbeda dengan running ke-1, dimana ekor cacing Tubifex sp. berada di kompartemen air sehingga feses yang dihasilkan jatuh ke kompartemen air.

Efisensi cacing Tubifex sp. dalam menyisihkan nitrogen dalam lumpur lebih baik daripada Lumbriculus sp..Prosentase penyisihan untuk masing-masing reaktor dapat dilihat pada Tabel 7. Penurunan konsentrasi TN yang paling besar untuk variasi Tubifex sp. terjadi pada rasio w/s 0,6 dengan prosentase penyisihan 26% lebih tinggi dibandingkan reaktor kontrol tanpa cacing. Sedangkan untuk variasi Lumbriculus sp. penurunan yang paling besar terjadi pada rasio w/s 0,4 dengan prosentase penyisihan TN 13% lebih tinggi dibandingkan dengan reactor kontrol tanpa cacing.

Sedangkan pada kompartemen air terjadi peningkatan konsentrasi TN peningkatan nitrogen di kompartemen air disebabkan oleh ekskresi yang dilakukan oleh cacing untuk melepaskan produk metabolisme melalui feses maupun permukaan kulit. Amonium merupakan salah satu produk hasil metabolisme cacing akuatik dan hasil mineralisasi nitrogen pada lumpur (Hendrickx et al,2009).

Tabel 7. Efisiensi Penyisihan TN dalam Lumpur

Sumber: Hasil analisis, 2014

Hasil Analisis Parameter Total Fosfor

(8)

makanan utama yang digunakan oleh organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi.Selain itu, fosfor merupakan bagian dari sel DNA dan berperan penting dalam metabolisme seperti fostosintesis dan respirasi (Sanin et al., 2011).

Tabel 8. Hasil Analisis TP di Kompartemen Lumpur

Sumber: Hasil Analisis, 2014

Pada kompartemen lumpur terjadi kecenderungan penurunan konsentrasi TP baik pada variasi cacing Tubifex sp. maupun Lumbriculus sp.

yang dapat dilihat pada Tabel 8. Penurunan TP pada reaktor kontrol terjadi karena fosfor merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lumpur untuk pembentukan energi, protein dan metabolisme bagi organisme.(Effendi, 2003).Sedangkan penurunan pada reactor uji terjadi karena konsumsi bahan organik yang berikatan dengan unsur P dalam lumpur oleh cacing.Menurut Hendrickx et al. (2010a), fosfor dalam lumpur dimanfaatkan oleh cacing sebagai sumber nutrisi untuk pembentukkan biomassa baru.

Pada reaktor uji penurunan konsentrasi TP yang paling besar untuk variasi Tubifex sp. terjadi pada rasio w/s 0,6 dengan prosentase penyisihan 11% lebih tinggi dibandingkan reaktor kontrol tanpa cacing. Sedangkan untuk variasi Lumbriculus sp.

penurunan TP yang paling besar terjadi pada rasio w/s 0,4 dengan prosentase penyisihan TP 9% lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor kontrol tanpa cacing. Prosentase penyisihan untuk masing-masing reaktor dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Efisiensi Penyisihan TP dalam Lumpur

Sumber: Hasil Analisis, 2014

Kesetimbangan Massa dalam Reaktor

Kesetimbangan massa dalam reaktor cacing perlu dihitung agar diketahui perpindahan atau jalannya pencemar dalam proses reduksi lumpur oleh cacing. Dengan adanya perhitungan kesetimbangan massa dapat diketahui besarnya pencemar yang dimasukkan dalam reaktor, yang terakumulasi atau tersimpan dalam cacing dan yang keluar dari sistem tersebut.

Kesetimbangan massa dalam reactor dapat diketahui dengan menghitung massa TN pada lumpur dan pada air. Berikut contoh perhitungan massa N pada reactor kontrol variasi Tubifex sp.: M (mg) = C (mg/L) x V (L)

M TN di lumpur hari ke 0 = 20132 mg/L x 0,082 L = 1651 mg

M TN di lumpur hari ke 1 = 18158 mg/L x 0,082 L = 1489 mg

M TN yang berkurang = 1651 mg - 1489 mg = 162 mg

M TN di air hari ke 0 = 5,8 mg/L x 3,9 L = 23 mg M TN di air hari ke 1 = 18,2 mg/L x 3,9 L = 71 mg M TN yang bertambah = 71 mg – 23 mg = 48 mg

Setelah diketahui massa TN yang bertambah dalam air dan yang berkurang dalam lumpur dapat dicari selisih antara pengurangan TN di lumpur dengan penambahan TN di air seperti pada Tabel 10 dan 11. Selisih yang diperoleh merupakan besarnya nitrogen yang hilang pada sistem selama proses reduksi lumpur.

Tabel 10. Perbandingan TN yang berkurang di Lumpur dan yang Bertambah di Air Variasi Tubifex sp

Sumber: Hasil Analisis, 2014

(9)

Sumber: Hasil analisis, 2014

Kesetimbangan Massa TP dalam Reaktor

Perlu dilakukan perhitungan kesetimbangan massa TP pada lumpur dan pada air dalam reaktor. Perhitungan massa TP dilakukan dengan cara yang sama seperti pada perhitungan massa TN sebelumnya. Setelah dihitung massa TP yang bertambah dan yang berkurang, data dicari selisih antara pengurangan TP di lumpur dengan penambahan TP di air seperti yang dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Tabel 12. Perbandingan TP yang berkurang di Lumpur dan yang Bertambah di Air Variasi Tubifex sp.

Sumber: Hasil Analisis, 2014

Tabel 13. Perbandingan TP yang berkurang di Lumpur dan yang Bertambah di Air Variasi Lumbriculus sp

.

Sumber: Hasil Analisis,2014

Tabel 12 dan 13 menunjukkan adanya selisih antara penambahan TP dengan pengurangan TP baik di reaktor uji maupun reaktor kontrol.Adanya selisih tersebut menunjukkan bahwa TN yang dikonsumsi oleh cacing lebih besar dibandingkan dengan TN yang dilepaskan cacing sebagai hasil metabolisme.Selisih pada reaktor kontrol paling

kecil bila dibandingkan dengan uji.Hal ini dikarenakan pada reaktor kontrol hanya terjadi akibat aktivitas mikroorganisme dalam lumpur sehingga adanya selisih atau penurunan P terjadi karena pemanfaatan P sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme.Sedangkan pada reaktor uji selisih antara pengurangan dan penambahan P lebih besar karena adanya penambahan cacing akuatik yang mengkonsumsi komponen P dalam lumpur.

4.

KESIMPULAN

Konsentrasiterbesar logam Fe yang terkandung dalam tubuh cacing Tubifex sp. dan

Lumbriculus sp. akibat proses reduksi lumpur masing-masing sebesar 6.198 mg/kg dan 2.036 mg/kg. Rata-rata akumulasi terbesar masing-masing berturut-turut pada rasio w/s 0,4 dan rasio 0,8

Penambahan cacing akuatik Tubifex sp.

dalam reduksi lumpur dapat menurunkan konsentrasi total N dan total P dalam lumpur dengan prosentase penyisihan lebih tinggi yaitu 26% dan 11% serta melepaskan N dan P yang lebih besar pula dibandingkan dengan cacing Lumbriculus sp. yaitu 0,011 mg-TN/mg-Tubifex hari dan 0,005

mg-TP/mg-Tubifex hari.

Rasio w/s cukup memberikan pengaruh terhadap perubahan konsentrasi N dan P dalam reduksi lumpur. Pada penelitian ini rasio w/s sebesar 0,6 adalah yang paling baik untuk penyisihan N dan P oleh cacing Tubifex sp. dan 0,4 oleh cacing Lumbriculus sp. Semakin besar rasio w/s , menunjukkan hasil efisiensi penyisihan N dan P dalam lumpur lebih rendah yang mengakibatkan tingginya pelepasan N dan P di air.

DAFTAR PUSTAKA

Ellisen, H.J.H., Hendrickx, T. L. G., Temmink, H.,

and Buisman, C. J. N. 2006.A new reactor concept for sludge reduction using aquatic worms. Vol. 40, pp. 3713-3718.

Elissen, H.J.H., Mulder, W.J., Hendrickx, T.L.G., Elbersen, H.W., Beelen, B., Temmink, H., Buisman, C.J.N., 2010. Aquatic worms grown on biosolids: biomass composition and potential applications. Bioresour. Technol. Vol. 101 (2), pp. 804–811.

Wei, Y., Zhu, H., Wang, Y., Li, J., Zhang, P., Hu, J., Liu, J. 2009. Nutrients release and phosphorus distribution during oligochaetes predation on activated sludge. Biochemical Engineering Journal. Vol. 43, pp. 239-245.

Sanin, F.D., William, W., Clarkson, P., Vesilind, A. 2011. Sludgeengineering: the treatment and disposal of wastewater sludges. Pennsylvania : DEStech Publication, Inc.

(10)

and phosphorus distribution during

oligochaetes predation on activated

sludge. Biochemical enginering journal.

Vol. 43, pp. 239-245.

Zhang, X., Tian, Y., Wang, Q., Chen, L., Wang, X. 2012.Heavy metal distribution and speciation during sludge reduction using aquatic worms. Bioresource Technology 126, 41-47.

Buys, B., Klapwijk, A., Elissen, H., Rulkens, W.H. 2008. Development of a test method to assess the sludge reduction potential of aquatic organisms in activated sludge. Bioresource Technology. Vol. 99, pp. 8360-8366.

Karlsson, M.V. 2013.Upatake of pharmaceuyicals and personal care products from sediments into aquatic organism [tesis].Doctor of Philosophi, University of York.

Hendrickx, T.L.G., Temmink, H., Elissen, H.J.H., Buisman, C.J.N. 2010a. Mass balances and processing of worm faeces. Journal of Hazardous Materials. Vol. 177, pp 633-638. Lou, J., Sun, P., Guo, M., Wu, G., Song, Y. 2011.

Simultaneous sludge reduction and nutrient removal (SSRNR) with interaction between Tubificidae and microorganisms: A fullscale study. Bioresource Technology. Vol 102, pp. 11132-11136.

Hendrickx, T.L.G., Temmink, H., Elissen,

H.J.H., Buisman, C.J.N. 2009. The effect

of operating conditions on aquatic

APHA, AWWA, dan WEF. 2005. Standard methods for the the examination of water and wastewater 21st ed. Washington D.C.: American Public Health Assosiation

Alaerts, G. dan Santika, S.S. 1987.Metode

Penelitian Air.Usaha Nasional. Surabaya,

Indonesia.

Lou, J., Cao, Y., Sun, P. Zheng, P. 2013. The effects of operational conditions on the respiration rate of Tubificidae. Plos One.Vol 8, No. 12. Salmin. 2005. Oksigen terlarut dan kebutuhan

oksigen biologi sebagai indikator untuk menentukan kualitas perairan. oseana. Vol. XXX, No. 3, pp. 21-26.

Wetzel, R.G. 2001.Limnology Lake and River Ecosystem Third Edition.Sydney : Academic Press.

Effendi. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Yogyakarta : Kanisius.

Shafrudin, D., Efiyanti, W., Widanarni. 2005. Pemanfaatan ulang limbah organik dari substrak Tubifex sp. di alam. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol 4, No. 2, pp. 97-102.

Yudhanegara, R. A. 2005. Penyerapan unsure logam berat Pb dan Hg oleh eceng gondok [Eichhornia crassipes (Mart.) Solms] dan Kiapu (Pistia stratiotes Linn).Skripsi

(11)

Gambar

Tabel 1.  Hasil perhitungan berat Tubifex sp. dan Lumbriculus sp dalam tiap variable
Tabel 2. Rekapitulasi hasil perhitungan volume                lumpur tiap variable
Tabel 4.  Konsentrasi Fe pada lumpur reaktor
Tabel  5. Konsentrasi Fe dalam cacing
+3

Referensi

Dokumen terkait

Status sosial ekonomi orang tua tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap prestasi belajar siswa Kelas II SMK di Kota Malang; (4) Motivasi belajar memiliki pengaruh

Betsu Kare : Pacar laki-laki dari dunia visual seperti karakter dalam manga, anime atau otome game. Bishoujo Game (Galge) : Permainan simulasi kencan, pemain bertindak

Dengan demikian dilakukan penelitian mengenai kontribusi MP-ASI biskuit substitusi pati garut, tepung kedelai, dan tepung ubi jalar kuning terhadap kecukupan protein, vitamin

Arteriol ini memiliki diameter yang umumnya kurang dari 0,1 mm, tunika intima terdiri atas dari 0,1 mm, tunika intima terdiri atas endotel dengan subendotel didominasi oleh kolagen

Munjung sebagai tradisi dan budaya bagi warga Panjalin Lor menjadi spirit dari sikap keagamaan dengan tidak memandang bahwa munjung adalah sebagai bentuk

'Allah Ma Maha habe besa sar, r, Al Alla la Ma Maha habe besa sar, r, se sega gala la pu puji ji hanya hanya bagi bagi Allah Allah ya yang ng te tela la mengembalikan.

maksimal dan mengatasi masalah yang ada, penelitian dilakukan dengan mengikuti langkah- langkah ini : Data survey Wawancara Observasi Identifikasi Masalah Analisa

Setiap pembangunan di bawah permukaan bumi, seharusnya mempunyai suatu kewenangan yang diberikan oleh Negara untuk melakukan kegiatan tersebut baik dalam tahap