• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Islam dalam Masa Kebangkitan Nas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Islam dalam Masa Kebangkitan Nas"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH SEJARAH DAKWAH II

“DAKWAH ISLAM PADA MASA KEBANGKITAN NASIONAL”

Dosen Pengampu: H. Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I.

Disusun oleh:

Septyan Nugroho 20130710030

Quartin Qonita Q. 20130710037

Andre Rafshanjanie 20130710124

KOMUNIKASI DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

(2)

ميحرلا نمحرلا ا مسب

Dengan surat pernyataan ini, kami menerangkan bahwa makalah ini adalah benar hasil dari kerja kami, kecuali pada bagian-bagian yang disertakan keterangan (catatan kaki). Dengan pembagian tugas sebagai berikut:

Septyan Nugroho : Asal-Usul Nama Bangsa Indonesia

Quartin Qonita Q : Teori-teori tentang Faktor Pemersatu Bangsa Indonesia

Analasis Historis Peran Islam dalam Kebangkitan Nasional

Andre Rafshanjanie : Gerakan-gerakan Islam Modern di Indonesia Organisasi-organisasi Berhaluan Sekuler

Yogyakarta, 22 November 2014

(3)

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا ل ما مسب

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dakwah pada Masa Kebangkitan Nasional”.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Sejarah Dakwah II di program studi Komunikasi dan Konseling Islam di Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak H. Fathurrrahman Kamal, Lc., M. Si. selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Dakwah II dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah.

Yogyakarta, 22 November 2014

(4)

DAFTAR ISI

Surat Pernyataan ... i

Kata Pengantar...ii

Daftar Isi ... iii

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang... 1

Bab II Pembahasan A. Dakwah Islam pada Masa Kebangkitan Nasional ... 2

1. Asal usul “Indonesia” sebagai Nama Kebangsaan ... 3

2. Teori-teori tentang Faktor Pemersatu Bangsa Indonesia...5

3. Analasis Historis Peran Islam dalam Kebangkitan Nasional ... 11

4. Gerakan-gerakan Islam Modern di Indonesia ...12

B. Organisasi-organisasi Berhaluan Sekuler ... 16

Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan ... 20

Daftar Pustaka...21

(5)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa pergerakan kebangsaan adalah periode berkembangnya gerakan rakyat yang memperlihatkan timbulnya gejala modern dalam dinamika sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya evolusi pemikiran individu dan masyarakat, seperti gerakan emansipasi yang muncul setelah Perang Dunia I pecah. Faktor lain ialah kebangkitan semangat hak-hak penentuan nasib sendiri. Semangat seperti ini telah mempengaruhi timbulnya kehidupan berbangsa sebagai dasar politik penduduk Asia dalam dunia yang lebih besar dan mampu berupaya secara mandiri dalam membangunkan rasa kesadaran kebangsaan.

Sebagai akibat dari semakin intensifnya keinginan penguasa kolonial untuk mengontrol daerah jajahannya, maka muncullah berbagai respons untuk mengimbangi kekuasaan kolonial itu yang terwujud dalam pergerakan nasional. Kemunculan pergerakan nasional seperti ini disebabkan oleh beberapa hal. Satu diantaranya ialah kesadaran bahwa tantangan asing tidak hanya dapat dihadapi dengan cara dan pandangan lama yang bersifat tradisional, melainkan harus pula dengan cara dan pemikiran baru yang modern.

Peranan umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kemerdekaan sudah barang tentu tak ada yang menyangkal lagi. Diawali dari para tokoh pejuang Muslim di beberapa daerah sampai menjelang detik-detik proklamasi. Sebut saja Teuku Umar, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin hingga era Bung Hatta dan Soekarno. Mereka merupakan pejuang dan sekaligus Muslim yang taat menjalankan ajaran agama.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dakwah Islam Pada Masa Kebangkitan Nasional

1. Asal-usul “Indonesia” sebagai Nama Kebangsaan

Nama Indonesia berasal dari beberapa rangkaian sejarah yang puncaknya terjadi di pertengahan abad ke-19. Catatan masa lalu menyebut kepulauan diantara Indocina dan Australia dengan aneka nama, sementra kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai “Nanhai” (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan bangsa India

menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskertadwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istriRama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", diperkirakanPulau Sumaterasekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (KepulauanJawa). Nama Latin untukkemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax Sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").

(7)

Archipel,Malay Archipelago, l'Archipel Malais). Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin"insula" berarti pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di awal abad ke-20.

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur"), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia

yang meraih sarjana hukumdari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849

seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):

"... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".

(8)

bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan yang sekarang dikenal sebagai Indonesia, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):

"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"

Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.

(9)

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau. Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh ProfCornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesier ("orang Indonesia")..1

2. Teori-teori tentang Faktor Pemersatu Bangsa Indonesia

M. Abdul Karim, dalam bukunya Islam dan Kemerdekaan Indonesia dijelaskan ada beberapa faktor yang Mendorong Umat Islam Mencapai Kemerdekaan

1. Faktor Ideologi.

Ajaran iman yang tertuang dalam hati kaum muslim Indonesia merupakan akidah yang kokoh, kuat dan berakar dalam jiwa mereka. Di dalamnya terkandung ajaran yang meletakkan kekuatan pada Maha Pencipta manusia serta alam dan isinya, terpancarlah keyakinan bulat akan kekuatan yang ada pada manusia merupakan amanah yang harus dilakukan sesuai dengan kehendak-Nya. Sikap serupa itu membuahkan gerak, tingkah laku, dan perbuatan yang rela berkorban untuk menjunjung tinggi kebenaran. Ini merupakan faktor bagi tercapainya perjuangan kemerdekaan.

2. Faktor Politik.

Ajaran Montesquieu, Voltaire dan Jean Jasques Rousseau membuahkan “Revolusi Perancis” dan menyebabkan rasa cinta tanah ar Les enfants de la Patri. Ajaran itu banyak dibaca oleh pemuda bangsa Indonesia yang sedang belajar, sehingga menimbulkan minat untuk mendobrak kekuasaan yang membelit bangsa Indonesia menimbulkan pergerakan-pergerakan di kalangan kaum muslim, hanya saja niat ini belum dapat dicetuskan menunggu saat-saat yang baik sebagai peluang ditambah dengan semangat patrioritis pahlawan-pahlawan kemerdekaan seperti Imam Bonjol, Diponegoro, dan sebagainya yang ikut mendobrakkekuasaan Belanda untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

3. Faktor Ekonomi.

(10)

Indonesia berada di antara dua benua, Asia-Australia dan dua samudera, Samudera India dan Samudera Pasifik, sehingga dalam strategi ekonomi merupakan lintas perdagangan yang sangat menguntungkan. Tanahnya yang subur dibelah oleh sungai-sungai dan gunung-gunung merupakan sumber yang tersebar di Nusantara, merupakan kekuatan yang mendukung bagi tercapainya kemerdekaan.

4. Faktor Sosial.

Indonesia terdiri dari aneka ragam suku yang didukung oleh beragam susunan kemsyarakatan yang beraneka ragam nilai yang ikut memberikan alternatif yang sangat banyak bagi pembentukan nilai-nilai kemasyarakatan. Dengan demikian nilai diambil dari berbagai macam nilai yang tumbuh dalam tata kemasyarakatan, menyebabkan kematangan dan memberikan pandangan yang luas bagi kematangan pikiran, sehingga dalam mewujudkan rumusan-rumusan yang didukung oleh kekuatan sosial. Dengan demikian saat menjelang kemerdekaan betapapun juga ada usaha-usaha untuk memecah belah rumusan-rumusan yang terpadu itu mengalami kegagalan-kegagalan. Aneka ragam hukum adat yang tumbuh di berbagai telatah tanah air, menggambarkan adanya asas-asas persamaan yang memancarkan jiwa persatuan yang meskipun mereka memeluk berbeda agama. Tetapi dalam kebiasaan hidup sehari-hari dalam upacara adat masih menampakkan asas-asas persamaan yang memudahkan mereka untuk merumuskan dalam konsep-konsep persatuan.

Ingat Volenhoven pada saat mengadakan penelitian hukum dia mendapatkan penelitian hukum, dia mendapatkan kesulitan: “hukum apa yang berlaku dan hidup di tengah-tengah masyarakat”. Ia mendapatkan istilah dari bahasa Arab. Lantas ia menanamkan hukum itu dengan “Hukum Adat” yang disebutnya sebagai Godsdienshje Wetten, Instellingen Gebruiken (aturan-aturan ketuhanan, aturan-aturan kelembagaan, dan kebiasaan-kebiasaan).

(11)

Vollenhoven itu dengan tidak disadari sebelumnya merupakan faktor sosial yang dapat mempertalikan seluruh suku menjadi satu bangsa, sehingga berlakunya hukum adat dapat memadamkan perbedaan-perbedaan dalam keagamaan.

5. Faktor Budaya.

Hampir seluruh hasil budaya yang berada di Indonesia dapat dipertahankan pada budaya yang terpancar dan kebudayaan yang pernah dipersatukan oleh Majapahit, dan inilah yang diyakini oleh bangsa Indonesia sebagai budaya asli yang dapat mempersatukan seluruh yang tersebar di tanah air.

Islam membawa kebudayaan yang konkrit dalam amalan-amalan sehari-sehari, seperti al-Akhlaq al-Karimah dikembangkan dan diamalkan untuk mewujudkan tata kehidupan yang harmonis, sehingga dapat menempatkan pihak-pihak yang patut dihormati dan meletakkan nilai-nilai yang sebenarnya dijunjung tinggi untuk dihormati. Akidahnya berpijak pada kesatuan bulat yang meletakkan pada prinsip unity. Ajaran-ajarannya menjunjung nilai dan martabat manusia, sehingga manysia mengerti akan fungsi dan tugasnya.

Dengan demikian terpancarlah kekuatan yang maha hebat untuk menumbuhkan pemikiran-pemikiran dan pola-pola kehidupan yang aman tenteram sesuai dengan nama agamanya yang meberikan denotasi kedamaian. Hal ini dapat terlihat saat ibadah dalam solat jamaah kesatuan gerak dan ungkapan lisan dilakukan secara bersama-sama di bawah komando sang imam yang menampakkan realisasi dan ajaran unity-nya.

Pengamalan zakat sungguh menampakkan ajaran kemanusiaan yang tinggi, dimana yang kuat membantu yang lemah, yang kuat ikut merasakan deritanya yang lemah. Hal ini melambangkan kesatuan rasa dan perasaan senasib. Apalagi pelaksanaan haji, di samping kesatuan gerak dan langkah dalam ibadah, mereka diwajibkan berpakaian ihram tanpa jahitan untuk melambangkan kesamaan totalitas di hadapan Tuhan.

(12)

dan dapat direalisasikan dalam kehidupan. Islam melarang membicarakan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan.

Islam melahirkan budaya yang ikut mengisi budaya nasional dan mengobarkan semangat untuk merealisasikan budaya itu di tengah-tengah masyarakat, maka ketika bangsa Indonesia dari bidang budaya merasa mempunyai wadah “tanah air, bangsa, dan bahasa” seolah-olah terdorong oleh semangat Islam yang memancarkan semangat untuk merealisasikannya di tengah-tengah masyarakat. Inilah peranan budaya Islam dalam rangkaian budaya nasional yang merupakan salah satu faktor dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan.2

Dalam buku API SEJARAH, Ahmad Mansur Suryanegara juga menjelaskan ada Faktor Eksternal dari Asia yang mempengaruhi kebangkitan nasional dan faktor lain yang membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia.

Faktor Eksternal di Asia

Berikut ini faktor eksternal dari Asia yang mempengaruhi kebangkitan nasional Indonesia.

Kemenangan Jepang atas Rusia dalam Perang Jepang-Rusia (1904-1905 M), menyadarkan bangsa-bangsa Asia bahwa bangsa kulit putih dapat pula dikalahkan oleh bangsa Asia. Sebelumnya, telah tertanam kepercayaan bahwa tidak mungkin bangsa-bangsa kulit berwarna akan mampu mengalahkan bangsa-bangsa kulit putih dengan persenjataannya.

Namun, Pemberontakan Boxer (1900-1901 M), gerakan tinju keadilan anti-penjajah Barat daapt menggoyahkan anti-penjajah Barat. Diikuti dengan keberhasilan Revoludi Cina (1911 M), yang dipimpin oleh Sun Yat Sen. Keberhasilan Revolusi ini karena mendapatkan dukungan dari Cina Islam.

L. Stoddard dalam Dunia Baru Islam, menuturkan bahwa Sun Yat Sen sangat berterimakasih kepada umat Islam Cina yang telah bekerja sama dalam memenangkan Revolusi Cina. Timbul pertanyaan, bagaimana jadinya bila Revolusi Cina tidak

(13)

mendapatkan bantuan dari Cina Islam? Di Indonesia, peristiwa gerakan perlawanan terhadap imperialis Barat di Cina tersebut telah menumbuhkan kerja sama atarwirausahawan Cina dengan pribumi dari Sjarikat Dagang Islam di Surakarta dalam ongsi niaga, Kong Sing.3

Faktor Utama Kebangkitan Kesadaran Nasional Indonesia

Sejarah Indonesia mencatat bahwa pelopor gerakan kebangkitan adalah Boedi Oetomo yang didirikan pada 20 Mei 1908. Padahal, dalam realitas sejarahnya, justru keputusan Kongres Boedi Oetomo di Surakarta, menolak pelaksanaan tjita-tjita persatoean Indonesia, 1928 M.

Walaupun kongres ini dilaksanakan pada 1928, saat Boedi Oetomo sudah berusia 20 tahun (1908-1928 M), sikapnya sangat kontradiksi dan sangat ekslusif dengan realitas gerakan nasional saat itu yang sedang membangun kesadaran nasional dan membangun kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Boedi Oetomo menolak pelaksanaan tjita-tjita persatoean Indonesia dan lebih mengutamakan sistem keanggotaannya yang terbatas bangsawan suku Djawa, serta gerakannya sebagai gerakan Djawanisme.

Dalam masalah penyebab terjadinya kebangkitan nasional, George McTurner Kahin, 1970, dalam Nationalism and Revolution in Indonesia, sangat berbeda dengan para penulis sejarah dari Barat. Kahin lebih menekankan faktor utama penyebabnya adalah Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia. Ditandaskan bahwa terbentuknya integritas nasional dan tumbuhnya kesadaran nasional di Indonesia, dipengaruhi oleh faktor utama berikut ini.

Pertama, terbentuknya kesatuan agama bangsa Indonesia. Agama Islam dianut oleh 90 persen penduduk dan tidak hanya dianut oleh penduduk Pulau Jawa, tetapi juga dianut oleh penduduk luar Jawa. Kesamaan keyakinan Islam ini, menjadi dasar terbentuknya solidaritas perlawanan terhadap Keradjaan Protestan Belanda dan pemerintah kolonial Belanda sebagai penjajah yang melancarkan Politik Kristenisasi.

3 Ahmad Mansur Suryanegara, API SEJARAH, vol. I (Bandung: Salamadani Pustaka, 2009),

(14)

Kedua, Islam tidak hanya sebagai agama yang mengajarkan perlunya membangun jamaah. Islam juga sebagai simbol perlawanan terhadap penjajah asing Barat. Seperti yang telah dikemukakan oleh W.F. Wertheim, ketika terjadi penetrasi imperialis Katolik Portoegis di Indonesia, mendorong raja-raja Hindoe dan Boeddha, masuk Islam. Hal ini akibat invasi imperialis Katolik Portoegis atas India, merusak kehidupan masyarakat Hindoe dan Boeddha. Selanjutnya, proses pengaruh Islam semakin kuat dan meluas ketika terjadi penindasan imperialis Protestan Belanda menggantikan imperialis Katolik Portoegis.

Ketiga, faktor lain yang mendorong terbentuknya integritas nasional adalah adanya perkembangan Bahasa Melayu Pasar berubah menjadi Bahasa Persatuan Indonesia. Perubahan ini terjadi sebagai akibat kebijaksanaan Keradjaan Protestan Belanda dalam upaya melestarikan penjajahannya dengan menciptakan rasa rendah diri (inferiority) umat Islam Indonesia.

George McTurnan Kahin mengutip pendapat Bousquet, The real truth is that Dutch desired and still desire to establish their superiority on a basis of native ignorance (Kehendak yang sebenarnya dari Belanda adalah masih tetap berkeinginan untuk mempertahankan superioritas atas dasar kebodohan pribumi).

Selanjutnya, Bousquet menambahkan bahwa guna menciptakan kondisi umat Islam tetap dalam kondisi inferiority (rendah diri), sebelum terjadinya kebangkitan nasional, pemerintah kolonial Belanda melarang umat Islam menggunakan bahasa Belanda. Akibatnya, umat Islam menjadikan bahasa Indonesia sebagai the terrible pshycological weapon (senjata kejiwaan yang sangat ampuh), untuk mengekspresikan aspirasi perjuangan nasionalnya.

(15)

jadinya, 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Mengapa? Benarkah keputusan Kabinet Hatta dengan fakta sejarah Boedi Oetomo?4

3. Analisis Historis Peran Islam dalam Kebangkitan Nasional

PERAN ULAMA DALAM GERAKAN KEBANGKITAN KESADARAN NASIONAL (1900-1942 M)

Ulama Indonesia dalam memasuki dekade ketiga abad ke-19 dihadapkan perubahan sistem imperialisme kuno menjadi imperialisme modern. Hal ini sebagai akibat kebangkitan Negara Kesatuan Italia yang berhasil meruntuhkan kekuasaan Negara Gereja Katolik Vatikan pada 1870 M. Peristiwa ini membuka kesempatan untuk Keradjaan Protestan Belanda, Keradjaan Protestan Anglikan Inggris dan Amerika Serikat untuk mendeklarasikan negaranya sebagai pembangun imperialisme modern dan kapitalisme.

Di Nusantara Indonesia, imperialisme modern ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Bumi 1870 oleh Keradjaan Protestan Belanda dan pemerinta kolonial Belanda. Inti isinya adalah mengubah fungsi Nusantara sebagai tanah jajahan. Indonesia dijadikan sebagai sumber bahan mentah (raw material resources) dan sebagai pasar (market) dari industrinya. Dengan demikian, melalui UU Bumi 1870 M, Keradjaan Protestan Belanda memperkenankan pemilik modal asing Barat atau investor untuk menanamkan modalnya Nusantara Indonesia.

Pemilik modal swasta diberi kesempatan oleh Keradjaan Protestan Belanda dan pemerintah kolonial Belanda untuk bersama-sama mengeksploiyasi kekayaan alam Nusantara ndonesia. Pada saat itu (1870 M), Tanam Paksa (1830-1919 M) sedang mendatangkan kentungan yang luar biasa bagi Keradjaan Protestan Belanda dan pemerintah kolonial Belanda.5

Islam simbol Nasionalisme

4Ibid, hlm. 335-336

(16)

Kondisi penjajahan dan penindasan tersebut telah melahirkan pemahaman bagi rakyat Indonesia bahwa Islam identik dengan kebangsaan atau nasionalisme. Islam menjadi anti-Politik Kristenisasi identik dengan imperialisasi atau penjajahan. Demikian pernyataan Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara dalam Het Javaansche nationalisme in de Indische Beweging.

Tulisan tersebut dibuat saat Soewardi Soerjaningrat masih menjabat pimpinan Sjarikat Islam dan Indische Partij di Bandung bersama Douwes Dekker Setiabudi dan Tjipto Mangoenkoesomo. Setelah Soewardi Soerjaningrat keluar dari Budi Oetomo dan sebelum Ki Hadjar Dewantara menjadi pimpinan Taman Siswo yang tumbuh sebagai kelanjutan dari perkumpulan Kebatinan Seloso Kliwon yang dipimpin oleh Ki Ageng Soerjomataram.

Soewardi Soerjaningrat sebagai pelaku sejarah dapat menyaksikan sendiri kondisi Nusantara Indonesia pada awal abad ke-20 M. Bagaimana pandangan rakyat terhadap Islam sebagai agama mayoritas rakyat yang tertindas? Demikian pula sikap rakyat yang tidak menerima Kristen dijadikan tameng penindasan penjajah Belanda dengan Politik Kristenisasinya.

4. Gerakan-Gerakan Islam Modern di Indonesia

Muhammadiyah

Pendiri Muhammadiyah adalah Kiai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923) seorang pegawai kantor agama Kesultanan Yogyakarta. Lahirnya organisasi pergerakan Islam modern di lingkungan keraton menimbulkan gejolak. Kehidupan keagamaan di keraton dikenal sangat ketat memelihara tradisi yang dalam pandangan kaum pembaru harus diberantas. Pada awalnya, berdirinya Muhammadiyah sempat ditentang, tetapi dalam perkembangan-perkembangan berikutnya masyarakat sekitar dapat menerima Muhammadiyah. Kauman yang merupakan pusat keagamaan keraton Yogyakarta segera tumbuh menjadi pusat Muhammadiyah sampai sekarang.

(17)

dalam bentuk yang masih formal, tetapi orang-orang kauman dapat mengembangkan tradisi modernis dan menyebarkan gagasannya ke berbagai daerah di Indonesia.

Kiai Haji Ahmad Dahlan memang seorang berjiwa besar, beliau memiliki cita-cita yang besar pula, memiliki semangat juang yang tinggi, dan kemauan untuk selalu berorban demi kemurnian Islam dan Kesejahteraan umat Islam. Muhammadiyah mengajak umat Islam untuk melakukan ijtihad dengan membuang taklid, mengajak kembali kepada kepercayaan yang benar dengan cara meninggalkan bid’ah.

Muhammadiyah pada masa awal perkembangannya memang lebih merupakan gejala urban. Selain itu, keprihatinan Muhammadiyah terhadap usaha misionaris barat tidak diekspresikan dengan cara menentanga usaha mereka, melainkan meniru caranya agar umat islam terhindar dan tidak tertarik kepada usaha-usaha yang dilakukan oleh misionaris itu. Strategi i ni dirancang dan dilaksanakan dengan mendirikan sekolah-sekolah, baik sekolah agama maupun umum.

Gerakan muhammadiyah yang terjadi di Jawa, menarik perhatian masyararakat Minangkabau. Pada tahun 1925, Haji Abdul Karim Amrullah membawa Muhamadiyah ke Sumatera Barat dan segera organisasi modernis ini memperoleh simpati yang luas dari masyarakat daerah tersebut.

Hingga akhir masa penjajahan Belanda, Muhammadiyah merupakan organisasi keagaman islam revormis terkemuka di Indonesia. Konsistensi sebagai gerakan revormasi tak tergoyahkan hingga sekarang. Prestasi Muhammadiyah yang tidak terbantahkan adalah dalam bidang pendidikan.6

Sarekat Islam (SI)

Sarekat Islam berdiri pada tahun 1912 dibawah kepemimpinan Tjokroaminoto. SI berkembang dengan pesat. SI mendapat sambutan luar biasa dikalangan masyarakat pribumi, dan tumbuh menjadi organisasi massa yang pertama di Indonesia. Tujuannya untuk membangkitkan dan mengejar kemajuan serta membangun kemampuan rakyat pribumi dalam memperoleh kebutuhan dasar.

Kata Islam dalam SI menunnjukan bahwa Islam sama dengan pribumi. Adapun persebarah SI yang cepat secara geografis disebabkan oleh dua faktor. Pertama, Islam telah menjadi simbol kebangsaan. Hal ini menimbulkan perasaan anti kolonial yang

(18)

hidup diberbagai lingkungan etnis danmemperoleh saluran ekspresi yang pas melalui SI. Yang kedua, SI tumbuh dengan suasana dimana wilayah nusantara telah dipersatukan secara administratif oleh kekuasaan dan jaringan kolonial.

SI memiliki massa yang berasal dari semua kelas sosial pribumi, mulai dari kelas priayi tinggi sampai petani desa. Keragaman kelas sosial seperti ini jelas membuktikan bahwa SI benar-benar sebuah organisasi massa. SI memiliki tiga golongan atau lapisan masyarakat (Azyumadi Azra). Pertama adalah kelas menengah jawa adalah yang terdiri dari kaum profesional. Mereka terdorong untuk bersatu karena keinginan untuk sukses. Kedua adalah kelompok sosial yang sering disebut sebagai kaum santri.

Kepentingan-kepentingan rakyat yang telah disuarakan melalui pidato-pidato para pemimpin SI dan wakil-wakil dari cabang-cabang yang datang dari berbagai daerah. Sekalipun mungkin tidak semua masalah dan kritik dapat diterima oleh pemerintah, SI telah mencoba menyuarakan suara hati rakyat yang sesungguhnya. Kehadiran SI menunjukan bahwa orang islam telah bersatu, saling berbagi tanggung jawab, dan mengekspresikan secara terbuka aspirasi mereka, dengan harapan pemerintah masih memiliki kepribadian untuk memerhatikan mereka. 7

Nahdatul Ulama (NU)

Kelahiran Nahdlatul Ulama merupakan respons terhadap munculnya gagasan pembaharuan Islam di Indonesia yang banyak di pengaruhi pemikiran atau faham Wahabi serta ide-ide pembaharuan Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh. Untuk memperjuangkan aspirasi ulama-ulama tradisional agar dapat bertemu dengan Raja Ibnu Su’ud, pada 31 Januari 1926 KH. Wahab Hasbullah mengundang ulama tradional terkemuka seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Asnawi, dan beberapa tokoh lainnya untuk membicarakan langkah-langkah atas utusan ulama tradisional untuk dapat mengirimkan utusan sendiri mengikuti kongres kekhalifahan di Arab Saudi, dalam pertemuan tersebut dihasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut: 1. Mereka secara resmi membentuk komite Hijaz, yang akan mengirimkan utusan sendiri untuk menghadapi Raja Ibnu Su’ud.

(19)

2. Membentuk organisasi yang berfungsi sebagai wahana para ulama dalam membimbing ulama mencapai kejayaan, dan organisasi tersebut diberi nama “Nahdlatul Ulama”.

Adapun peranan KH. Hasyim Asy’ari dalam pembentukan NU ini sangat penting, karena restu dan legitimasi yang dia berikan sangat berpengaruh terhadap pembentukan organisasi NU. Oleh karena itu dia ditunjuk sebagai rais akbar, sementara ketua tanfiziyah adalah H. Hasan Gipo. Dalam perkembangan selanjutnya, warna dan corak NU sangat dipengaruhi oleh KH. Hasyim Asy’ari. Hal ini terlihat dari pidato iftitah yang disampaikannya kepada warga NU tentang faham Ahlussunnah Wal Jama’ah yang menganut satu dari empat mazhab yang dijadikan sebagai azas NU. Bahkan muqaddimah NU Qonun Asasy karangan beliau dijadikan sebagai satu kesatuan yang utuh dari Anggaran Dasar NU.

Sampai saat ini, Kyai Hasyim diakui dan dikenang sebagai ulama besar karena investasi politiknya untuk bangsa, integritas, serta warisan keilmuan dan kelembagaan yang abadi. KH Hasyim adalah seorang ulama karismatik yang dihormati masyarakat dan disegani penguasa. Rasa hormat diberikan karena Kyai Hasyim adalah seorang kyai yang luas dan dalam pengetahuan agamanya. Ia seorang ulama dengan pendirian yang tegas dan mengabdikan hidupnya untuk suatu proses transformasi masyarakat secara menyeluruh. Ia juga diakui sebagai ulama besar karena keberhasilannya mendidik santri-santri menjadi tokoh besar di kemudian hari.

Dengan demikian, Kyai Hasyim telah memberi status kepada NKRI sebagai negara yang sah di mata hukum agama (fikih). Di samping seorang nasionalis, Kyai Hasyim juga bukan sosok yang haus jabatan. Ia tidak pernah tergoda untuk berpolitik praktis. Ketika diberi jabatan oleh Jepang sebagai Kepala Shumubu (Kantor Urusan Agama), misalnya, jabatan itu ia serahkan kepada putranya, KH. A Wahid Hasyim. Jadi Kyai Hasyim hanya menjadi kepala secara de jure.8

B. Organisasi-Organisasi Berhaluan Sekuler

Boedi Oetomo

(20)

Organisasi Boedi Oetomo (BU) lahir pada tanggal 20 Mei 1908 yang diprakarsai oleh seorang yang pernah menikmati pendidikan disekolah dokter Jawa di Weltevreden. Tokoh penting ini adalah tokoh pribumi, Mas Wahidin Soedirohoesodo yang berusaha meningkatkan taraf kehidupan penduduk jawa melalui pengetahuan barat dan warisan kebudayaan mereka sendiri. Munculnya oraganisasi ini sering dipandang sebagai fese awal dari berkembangnya pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Kehadiran mereka sering dianggap sebagai kelahiran kaum maju yang ingin memperluas sistem pendidikan dan pengajaran sehingga generasi muda selanjutnya akan mendapat peluang lebih banyak untuk memasuki sekolah-sekolah modern. Boedi Oetomo merupakan organisasi Jawa yang aktif dalam tindakan propaganda dan diorganisir oleh Mas Wahidin Soedirohoesodo. Dalam kongres pertama di Yogyakarta pada tanggal 5 Oktober 1908, Boedi Oetomo membicarakan kemungkinan mengajukan pendidikan pribumi. Tujuannya antara lain mewujudkan perkembangan yang harmonis pada penduduk Jawa dan Madura, dengan dukungan pendidikan, pertanian, peternakan, perdagangan dan industri, seni dan keilmuan.

Boedi Oetomo memperluas kegiatan sampai ke Bali dan Lombok, namun pemerintah kolonial Belanda membatasi perkembangannya. Oleh karena itu Boedi Oetomo kemudian dikenal dengan sebutan Moeder-Vereeniging der Javanen, dan memiliki beberapa aliran yang dikuasai oleh karakter intelektual Jawa pada umumnya. Selain di Jawa, Boedi Oetomo juag berkembang di Sumatra. Bersamaan dengan upaya memcari kesadaran akan identitas nasional yang baru, didirikan pula sebuah cabang organisasi Boedi Oetomo di Medan.

Sementara itu, pusat organisasi tetap di Yogyakarta. Pada tanggal 3-5 Juni 1933 dirayakanlah hari jadi yang ke 25 yakni hari jadi kebangkitan nasional di Indonesia. Sejak diterbitkannya partai Boedi Oetomo pada 1923, muncul suatu jubileum yang dirayakan sebagai hari jadi ke 25 organisasi pergerakan nasional itu. 9

9 ProP. Dr. A.B. lapian (alm.) Dr. Dewi Juliati Dr. Masyuri H Misbach Yusa Biran Mona Lohanda,

(21)

Indische Partij

Indische Partij merupakan salah satu organisasi yang lebih revolusioner, didirikan oleh E.F.E. Douwes Dekker pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung. Tujuan pendirian organisasi ini adalah kemerdekaan dan diberlakukannya hak-hak pemilihan bagi masyarakat pribumi.pemimpinnya adalah Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat. Mereka mencoba memanfaatkan perasaan tidak puas dikalangan keturunan belanda yang bersama-sama dengan masyarakat indonesia menentang kekuasaan kolonial Belanda. Organisasi ini memiliki keinginan untuk membangkitkan rasa patriotisme dikalangan penduduk pribumi.

Sementara itu, pemerintah kolonial Belanda jika keberadaan Indische Partij akan membahayakan sehingga mereka melarang kegiatannya sejak Agustus 1913. Kemudian, Douwes Dekker dibuang ke Timur, Tjipto Mangoenkoesoemo ke Banda, dan Soewardi Soerjaningrat ke Bangka. Atas permohonan mereka sendiri, ketiganya diberkenankan untuk diasingkan ke belanda.10

Partai Komunis Indonesia (PKI)

Dekker, P. Bergsma dan Semaun mendirikan ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging). ISDV awalnya mencoba bersekutu dengan Insulinde tetapi tujuannya tidak tercapai dan kerjasama berakhir. ISDV mulai melihat potensi yang dimiliki oleh Sarekat Islam (SI) yang memiliki ratusan ribu pendukung. “Kemudian, ISDV menyusup ke Sarekat Islam dan berkat dukungan komunisme internasional (Komintern), gerakan komunis ini menjadi Partai Komunis Indonesia.” Tepatnya “pada bulan Mei 1920 organisasi ini berganti nama menjadi Perserikatan Komunis di Hindia dan pada tahun 1924 berganti nama lagi menjadi Partai Komunis Indonesia.” Dengan demikian PKI sudah menarik garis pertentangan dengan sangat keras terhadap SI. Pihak SI membalas melalui surat kabar dan dalam konggresnya.

Untuk mengakhiri infiltrasi yang dilakukan oleh PKI maka dalam Konggres CSI ke 6 di Surabaya Agus Salim dan Abdul Muis mendesak agar disiplin partai ditegakkan dan melarang keanggotaan rangkap. Kemudian muncul nama SI Merah (terpengaruh

(22)

PKI) dan Si Putih (Islam). Pembersihan itu baru tercapai dalam Konggres CSI ke 7 di Madiun. Sebagai balasan PKI mengadakan konggres di Bandung dan memutuskan bahwa di mana ada SI-Putih di situ pula dididirikan SI-Merah. Pada bulan April 1924 SI-Merah berganti nama menjadi Sarekat Rakyat dan resmi menjadi onder bouw PKI. Kegiatan indoktrinasi diintensifkan. Desember 1924 Sarekat rakyat dilebur ke dalam PKI. “Dengan demikian, PKI untuk pertama kalinya mulai memimpin sendiri organisasi massa.”

Situasi politik semakin memanas, selain meningkatkan permusuhan, juga persaingan untuk memperebutkan massa pendukung terjadi di desa-desa. Tidak jarang teror ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Akibatnya timbul gerakan anti komunis dan pemerintah kolonial Belanda mulai mengambil tindakan tegas. Diawali dengan Sneevliet tahun 1919. Tan Malaka tahun 1922 dibuang dan diusir dari Indonesia. Sedangkan Semaun 1923, dengan demikian semua pemimpin PKI seperti Darsono, Ali Archam, Alimin, Musso merasa terancam. Pada Konggres PKI tanggal 11-27 di kota Gede Yogyakarta, dibahas mengenai rencana gerakan bersama di seluruh Indonesia.

PKI melakukan gerakan dengan “gaya lokal” dan aksi lokal (local action) yang di antaranya tidak banyak berkaitan dengan komunisme teoritis. Di Banten partai ini menjadi Islam yang berlebihlebihan. PKI berkembang pesat di Sumatra dan Jawa tanpa koordinasi yang kuat, ketika partai ini semakin bertambah menarik bagi unsur-unsur masyarakat pedesaan yang menyukai kekacauan.

Pemberontakan PKI meletus pada malam hari tanggal 12 November 1926 di Jawa Barat (Banten, Priangan) dan menyusul 1 Januari 1927 di Sumatra Barat. Pemberontakan di Batavia dapat ditumpas dalam waktu satu hari. Di Banten dan Priangan penumpasan selesai pada bulan Desember. Sedangkan di Sumatra dapat ditumpas selama tiga hari dan mendapat perlawanan yang relatif kuat. Menurut Ricklefs di Jawa seorang Eropa tewas begitu pula di Sumatra. “Sekitar 13.000 orang ditangkap, beberapa orang ditembak, kira-kira 4.500 orang dijebloskan ke dalam penjara dan 1.038 orang dikirim ke kamp penjara yang terkenal mengerikan di Boven Digul, Irian, yang khusus dibangun pada tahun 1927 untuk mengurung mereka.” PKI hancur dan dilarang oleh pemerintah Kolonial Belanda.11

11file:///::/ssers/ASsS/Downloads/AKSI220PARTAI220KMMsNIS220INDMNSSIA

(23)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

(24)

Salah satu faktor yang mendorong terbentuknya integritas nasional adalah adanya perkembangan Bahasa Melayu Pasar berubah menjadi Bahasa Persatuan Indonesia. Perubahan ini terjadi sebagai akibat kebijaksanaan Keradjaan Protestan Belanda dalam upaya melestarikan penjajahannya dengan menciptakan rasa rendah diri (inferiority) umat Islam Indonesia.

Ulama Indonesia dalam memasuki dekade ketiga abad ke-19 dihadapkan perubahan sistem imperialisme kuno menjadi imperialisme modern. Hal ini sebagai akibat kebangkitan Negara Kesatuan Italia yang berhasil meruntuhkan kekuasaan Negara Gereja Katolik Vatikan pada 1870 M. Peristiwa ini membuka kesempatan untuk Keradjaan Protestan Belanda, Keradjaan Protestan Anglikan Inggris dan Amerika Serikat untuk mendeklarasikan negaranya sebagai pembangun imperialisme modern dan kapitalisme.

Dan muncul beberapa organisasi maupun gerakan sebagai cara untuk menumbuhkan rasa kebangsaan pribumi saat itu. Meski pergerakan ataupun organisasi tersebut beberapa ada yang berhaluan sekuler akan tetapi gerakan atau organisasi Islam juga banyak berdiri seperti Muhammadiyah, Sarekat Islam dan Nahdatul Ulama.

DAFTAR PUSTAKA

Karim, M. Abdul. Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Membongkar Marjinalisasi

Peranan Islam dalam Perjuangan Kemerdekaan RI). Yogyakarta: Sumbangsih Press, 2005

Mansur Suryanegara, Ahmad. API SEJARAH. Bandung: Salamadani Pustaka, 2009

Muhammad Hisyam, Restu Gunawan, I Ketut Ardhana. INDONESIA dalam ARUS SEJARAH. Masa Pergerakan Kebangsaan. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2011

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

Ulos ini dipakai sebagai selendang, tali-tali, juga Ulos ini diberikan kepada anak cucu yang baru lahir terutama anak pertama yang memiliki maksud dan tujuan sekaligus sebagai Simbol

Sekedar membagi informasi aja karena sudah beberapa bulan ini penulis sedikit banyak tahu mengenai seluk beluk pengurusan suatu lembaga, baik itu berupa lembaga sosial atau

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Jawa wab b (elas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam (elas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi