• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor faktor yang berhubungan dengan ke (9)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor faktor yang berhubungan dengan ke (9)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMAMPUAN

KELUARGA MERAWAT KLIEN HALUSINASI DI RUANG RAWAT

INAP RUMAH SAKIT JIWA DR.SOEHARTO HEERDJAN

Dwi Ayu11, Duma.L.Tobing22, Evin Novianti33

S1 Keperawatan,Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Univeristas Pembangunan Nasional

Ayu.fajar82@gmail.com

Abstrak

Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi,merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan,perabaan atau penghiduan pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi. penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional dengan jumlah sampel 47 responden purposive sampling. Di analisa dengan menggunakan uji Korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari empat faktor , sikap yang menunjukkan ada hubungan bermakna (p-value 0,05). Diharapkan penelitian ini berguna untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien halusinasi.

(2)

2

I. Pendahuluan

Kesehatan dunia (WHO) Organisasi mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental dan sosial bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Sedangkan kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Jhonson dalam Videbeck 2008). Maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah kesehatan individu yang diukur tidak hanya keadaan secara fisik namun dilihat dari perilaku dan sikap individu terhadap hubungan sosial atau hubungan interpersonal individu.

Riskesdas 2013 menyatakan bahwa gangguan jiwa di Indonesia 1.7% dan paling besar terjadi diwilayah Daerah istimewa Yogyakarta 2,7%. Gangguan jiwa adalah respon maladaptif dari lingkungan internal dan eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma lokal atau budaya setempat dan menganggu fungsi sosial, pekerjaan dan fisik (Towsend, 2009). Gangguan jiwa merupakan sindrom perilaku dan sikap seseorang dalam melakukan hubungan sosial. Gangguan jiwa yang tidak diatasi dapat menjadi gangguan jiwa berat atau skizofrenia.

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart,2012). Skizofrenia memiliki gejala positif dan negatif, gejala positif yaitu halusinasi, waham, perilaku aneh, gangguan pikiran formal positif, sedangkan gejala negatifnya adalah afek tumpul atau datar, menarik diri, sukar diajak biacara, apatis, sulit dalam berfikir (Ibrahim, 2011). Skizofrenia akan semakin parah apabila tidak segera diobati. Salah satu gejala utama psikosis skizofrenia adalah halusinasi.

Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas (Videback 2008). Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon maladaptif. Klien benar-benar mengalami distorsi sensorik sebagai nyata. Halusinasi ini dapat timbul dari pancaindera (Stuart,2012). Klien halusinasi menimbulkan tanda dan gejala berbicara sendiri, melamun, dan tertawa sendiri tanpa stimulus.

Hasil wawancara penulis yang dilakukan diruang instalasi rawat inap pada 5 keluarga klien yang mengalami halusinasi didapatkan usia keluarga yang menjemput klien halusinasi berusia 43 tahun sampai 62 tahun.Rata-rata pendidikan 5 anggota keluarga yang menjemput klien halusinasi adalah SMA sebanyak 3 orang, SMP 1 orang dan tidak sekolah satu orang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi tingkat pengetahuan terhadap kemampuan keluarga merawat klien halusinasi. Tiga

dari lima keluarga mengatakan bahwa tidak ada yang merawat klien halusinasi dirumah. Keluarga juga mengatakan bahwa klien sering mengamuk dirumah. Dapat disimpulkan bahwa sikap keluarga kurang kooperatif pada klien. Sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami halusinasi masih kurang. Studi pendahuluan Riza (2012) didapatkan data bahwa 88% keluarga menyatakan tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi masalah anggota keluarganya yang menderita halusinasi. Tindakan yang dilakukan keluarga antara lain hanya membiarkan pasien, mengurung dalam rumah atau kamar, dipasung dan jika pasien membahayakan orang lain atau lingkungan baru kemudian dibawa berobat atau ke rumah sakit Berdasarkan uraian diatas maka dapat penulis menyimpulkan perlu diadakan penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kemampuan keluarga merawat klien

halusinas

i di Ruang Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Pusat Soeharto Herdjan.

II. Metode

(3)

3

III. Hasil dan Pembahasan 1. Analisa Univariat

Tabel 5.1

Distribusi Tabel Responden Berdasarkan Usia di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta Tahun

2014 (n=47)

Berdasarakan table 5.1 diatas terdapat 47 responden dan dapat diketahui rata-rata usia responden 50 tahun keatas, dengan standar devisiasi 12.167 dan nilai tengah 52.00. usia paling rendah adalah 27 tahun dan paling tinggi 70 tahun.

Tabel 5.2

Distribusi Tabel Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan Penghasilan di RS Jiwa

Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta Tahun 2014 (n=47)

Variabel Frekuensi Persen

%

Hasil penelitian peneliti didapatkan jenis kelamin responden terbanyak adalah Perempuan 26 responden (55.3%) sedangkan laki-laki 21 responden (44.7%). Hasil penelitian peneliti terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 25 responden (53.2%) sedangkan berpendidikan tinggi 22 responden (46.8%). Hasil analisis pekerjaan responden yang terbanyak adalah tidak bekerja 28 responden (59.6%) sedangkan bekerja 19 responden (40.4%). Hasil penelitian peneliti penghasilan responden yang terbanyak adalah ≤ 2.400.000 26 responden (55.3%) sedangkan penghasilan

≥ 2.400.000 21 responden (44.7%).

Tabel 5.3

Distribusi Tabel Berdasarkan Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan,

Jakarta Tahun 2014 (n=47)

Berdasarkan table 5.3 diketahui tingkat Pengetahuan nilai rata-rata responden adalah 14.47 dengan median 14.00, standar deviasi 2.348. Nilai skor terendah adalah 0 dan tertinggi 18. Distribusi sikap nilai rata-rata responden adalah 36.70 dengan standar deviasi 5.390 dan nilai tengah 37.00 Nilai skor paling rendah 21 dan skor maksimal 46. Distribusi dukungan keluarga nilai rata-rata responden adalah 36.70 dengan standar deviasi 5.229 dan nilai tengah 37.00 Nilai skor paling rendah 21 dan skor maksimal 48. Diketahui beban keluarga nilai rata-rata responden adalah 36.32 dengan standar deviasi 6.679 dan nilai tengah 35.00 Nilai skor paling rendah 22 dan 54 skor maksimal.

2.Analisa Bivariat Table 5.4

Analisis Hubungan Usia dengan Kemampuan Keluarga Merawat klien Halusinasi di RS Jiwa

Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta Tahun 2014 (n=47)

Dari hasil diatas,diperoleh nilai p-value 0,527 yang menunjukkan bahwa korelasi antara usia dengan kemampuan merawat adalah tidak bermakna. usia maksimal responden 70 tahun dimana pada usia 70 tahun kondisi fisik akan menurun sehingga kemampuan keluarga dalam merawat klien akan menurun, keluarga akan memilih membawa klien halusinasi ke rumah sakit dibanding merawat klien halusinasi dirumah. Namun keluaraga akan mengupayakan segala hal apabila ada anggota keluarga yang sakit.

Table 5.5

Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Kemampuan Keluarga Merawat klien Halusinasi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta Tahun

(4)

4

Jenis

Kelamin*kemampuan merawat

47 0.081 0.588

Dapat ditarik kesimpulan secara statistik hubungan jenis kelamin dengan kemampuan keluarga tidak bermakna Peranan perempuan sebagai health provider atau penyedia kesehatan yaitu sebagai orang yang menjaga sekaligus merawat dan mencari pengobatan untuk anggota keluarga.

Table 5.6

Analisis Hubungan Pendidikan dengn Kemampuan Keluarga Merawat klien Halusinasidi RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan,

Jakarta Tahun 2014 (n=47)

Dari hasil diatas diperoleh nilai p-value 0,713, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada hubungan yang signifikan rata-rata kemampuan merawat dengan pendidikan responden. Nilai Spearman rho hasil 0.055 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah dimana semakin tinggi pendidika keluarga akan semakin besar kemampuan merawat. Pramujiwati (2013) mengatakan bahwa pendidikan responden terbanyak adalah pendidikan rendah.

Table 5.7

Analisis Hubungan Pekerjaan dengan Kemampuan Keluarga Merawat klien Halusinasi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta Tahun

2014 (n=47)

Dari hasil diatas, diperoleh nilai p-value 0,592, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada hubungan yang signifikan rata-rata kemampuan merawat dengan pekerjaan responden. Nilai Spearman rho hasil 0.080 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah. 592 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi. Yusnipah (2012) juga mengatakan bahwa pekerjaan anggota keluarga terbanyak adalah tidak bekerja

Table 5.8

Analisis Hubungan Penghasilan dengan Kemampuan Keluarga Merawat klien Halusinasi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta Tahun

2014 (n=47)

Variabel N r P-value

Penghasilan*ke 47 0.00 0.971

mampuan merawat

6

Dari hasil diperoleh nilai significancy 0,971, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada hubungan yang signifikan rata-rata kemampuan merawat dengan penghasilan responden. Nilai Spearman rho hasil 0.006 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sangat lemah dimana semakin tinggi penghasilan keluarga akan semakin tinggi kemampuan keluarga dalam merawat. 770 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penghasilan dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi. penelitian

yang dilakukan Ulpa (2012) “bahwa dengan adanya

jaminan kesehatan atau program pemerintah ini menjadi beban keluarga terasa berkurang. Peneliti sependapat dengan Ulpa bahwa untuk biaya pengobatan dibebaskan karena adanya program pemerintah seperti kartu Jakarta sehat BPJS dimana beban keluarga teratasi.

Table 5.9

Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Kemampuan Keluarga Merawat klien Halusinasi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan

Jakarta Tahun 2014 (n=47)

Variabel N r P-value

Pengetahuan*kema mpuan merawat

47 0.031 0.835

Dari hasil diatas diperoleh nilai significancy 0,835 yang menunjukkan bahwa korelasi antara pengetahuan dengan dengan kemampuan merawat adalah tidak bermakna. Nilai Pearson Product moment sebesar 0.031 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sangat lemah dimana semakin tinggi pengetahuan keluarga akan semakin tinggi kemampuan keluarga dalam merawat. sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi

yang pernah mengalami halusinasi dan pernah dirawat sebelumnya, sehingga sebagaian besar responden sudah mengetahui pengertian halusinasi, tanda dan gejala jika anggota keluarganya mengalami halusinasi karena seringnya keluar masuk dirawat dirumah sakit. Disini dibutuhkan peran perawat sebagai sumber motivasi keluarga.

Table 5.10

Analisis Hubungan Sikap dengan Kemampuan Keluarga Merawat klien Halusinasi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta Tahun 2014

(n=47)

Variabel N r P-value

Sikap*kemampuan merawat

47 0.412** 0.004

Dari hasil data diatas, diperoleh nilai significancy 0.004 menunjukkan bahwa korelasi antara skor sikap dengan skor kemampuan merawat adalah bermakna. Nilai korelasi Pearson Product moment sebesar 0.412

(5)

5

menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang dimana dimana semakin bertambah baik sikap keluarga akan semakin baik kemampuan keluarga dalam merawat. sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara sikap keluarga dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi

Wulansih (2008) mengatakan bahwa sikap keluarga memang menjadi faktor resiko terjadi kekambuhan pasien skizofrenia. Sikap baik keluarga akan meningkatkan kemampuan Keluarga dalam merawat Klien halusinasi meski pengetahuan mereka rendah ataupun tinggi akan kalah dengan sikap

Table 5.11

Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemampuan Keluarga Merawat klien Halusinasi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan,

Jakarta Tahun 2014 (n=47)

Variabel N r P-value

Dukungan

Keluarga*kemampuan merawat

47 0.068 0.651

Dari hasil diatas, diperoleh nilai significancy 0,651 yang menunjukkan bahwa korelasi antara dukungan keluarga dengan dengan kemampuan merawat adalah tidak bermakna. Nilai Pearson product moment sebesar 0.068 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah dimana semakin besar dukungan keluarga akan semakin besar kemampuan keluarga dalam merawat. sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi. Responden dalam penelitian ini klien halusinasi yang sering dirawat di rumah sakit, sehingga menimbulkan kelelahan dan keputus asa keluarga. Dibutuhkan peran perawat dalam memberikan role model kepada keluarga, seperti mencontohkan kepada keluarga bagaiman cara meningkatkan kemampuan keluarga dengan cara memberikan motivasi. Perawat harus memberikan energy positif kepada keluarga dengan memberikan pelayanan yang terbaik pada klien halusinasi sehingga klien halusinasi tidak kembali dirawat.

Table 5.12

Analisis Hubungan Beban Keluarga dengan Kemampuan Keluarga Merawat klien

Halusinasi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Jakarta Tahun 2014 (n=47)

Variabel N r

P-Dari hasil diatas,diperoleh nilai significancy 0,080 yang menunjukkan bahwa korelasi antara beban keluarga dengan kemampuan merawat adalah tidak bermakna.

Nilai korelasi Pearson Product Moment sebesar 0.592 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sangat lemah dimana semakin bertambah beban keluarga akan semakin besar kemampuan keluarga dalam merawat. sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara beban keluarga dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi. beban seperti malu, takut dengan stigma masyarakat seringnya klien halusinasi dirawat membuat keluarga pasrah akan keadaan pada klien sehingga tidak terdapat makna antara beban keluarga dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi.

IV. Kesimpulan

a. Tidak Ada Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi

b. Ada Hubungan Sikap dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi

c. Tidak Ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi

d. Tidak Ada Hubungan Beban Keluarga dengan kemampuan keluarga merawat klien halusinasi

V. Saran

a. Bagi Rumah Sakit Dr.Soeharto Herdjan

Dengan adanya penelitian ini rumah sakit memberikan metode baru dalam memberikan pendidikan kesehatan sehingga keluarga tidak bosan dan memiliki gambaran apa yang harus dilakukan apabila tanda dan gejala halusinasi kembali muncul. Di dalam teori selain memberikan pendidikan perawat memberikan roleplay dimana perawat menggambarkan kondisi klien dengan gerakan dan bagaimana cara penanganan klien sehingga keluarga dapat mengerti dan dapat menimplematasikan langsung ke klien saat klien kembali ke rumah.

b. Bagi Profesi Keperawatan

Para perawat diharapkan dapat bekerja berdasarkan peran dan fungsi perawat tidak hanya sekedar pekerjaan saja. Dimana para perawat diharapkan dapat merawat pasien dengan tulus ikhlas tanpa minta balas jasa. c. Bagi Keluarga

Keluarga dapat meningkatkan kemampuan dalam merawat dan tidak putus asa dalam merawat klien halusinasi.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

(6)

6

I. Daftar Pustaka

Dharma, Kelana Kusuma.2011. Meteodologi Penelitian Keperawatan: Pedomana Melaksanakan Dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: CV

Engkeng, Sulaemana. 2009. Faktor-Faktor Presipitas Yang Berhubungan Dengan Timbulnya Halusinasi Pada Klien Gangguann Jiwa Di BPRS Makassar. Makassar. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Isla

Yusnipah, Yuyun.2012. Tingkat Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pa sien Halusinasi Di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Depok, fakultas ilmu keperawatan. Universitas Indonesia.

Simatupang,Marsono .2008. Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Perilaku Kekerasan Dengan Kesepian Keluarga Dalam Merawat Pasien Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Medan.Sumatera Utara.

Fakultas Keperawatan.Universitas Sumatera Utara.

www.who.int/about/definition/print.html diakses pada tanggal 9 April 2014, 22.30wib

Towsend, Mary C. 2009. Psychiatric Mental Health Nursing: Concepts Of Care In Evidence-Based Practice. Philadelphia.:F A Davis Company

Ibrahim, Prof. Dr. H. Ayub Sani.2011. Skizofrenia Spiliting Personality. Tangerang :Jelajah Nusa

Stuart, W. Gail 2012. Principle And Practice Of Psychiatric Nursing Tenth

Edition, Elsevier Mosby

Videbeck, Sheila L.2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

Gambar

Table 5.4 Analisis Hubungan Usia dengan Kemampuan Keluarga Merawat klien Halusinasi di RS Jiwa
Table 5.9 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan
Table 5.11 Analisis Hubungan Dukungan Keluarga

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga nilai bobot akhir tersebut akan menjadi bobot referensi untuk tahap identifikasi pengenalan ucapan huruf vokal.. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap

[r]

Tujuan dari studi ini, yaitu untuk mengevaluasi korelasi antara tingkat pengetahuan masyarakat dan kondisi sosial ekonomi terhadap tingkat perubahan bangunan kuno

Hitung peluang terjadinya munculnya angka 5 pada dadu atau kejadian munculnya head pada pelemparan koin. • Ekperimen pelemparan dua

Cara interupsi secara langsung: penghentian prosesor untuk suatu proses dapat berasal dari berbagai sumber daya di dalam sistem komputer, karena sumber daya tertentu pada

Cc Mengganti 1 baris kalimat yang telah ditulis di sebelah kanan posisi kursor dengan kalimat lain. ^ Pergi ke

Desa wisata merupakan suatu wilayah perdesaan yang dapat dimanfaatkan berdasarkan kemampuan unsur-unsur yang memiliki atribut produk wisata secara terpadu, dimana desa

It is an important political or 'philosophical' point to make to remind us that human labour was involved, but is it strictly a necessary one, essential to grasp- ing the