• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMISAHAN DAN PEROLEHAN KEMBALI ION LOGA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMISAHAN DAN PEROLEHAN KEMBALI ION LOGA (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PEMISAHAN DAN PEROLEHAN KEMBALI ION LOGAM Zn(II) MENGGUNAKAN ASAM LEMAK HIDROKSAMIK YANG DIIMMOBILISASI KE DALAM ZEOLIT

FIRMAN OZAKI

Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram

Jl. Majapahit No. 62 Mataram 83125 Tlp. 0370 634708 Email : firman.ozaki@yahoo.com

Abstrak. Penambangan liar di Indonesia banyak menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan akibat limbah logam berat berbahaya yang dihasilkan. Ion logam Zn(II) merupakan satu dari banyak limbah logam berat berbahaya yang dapat memberikan efek toksik bagi kesehatan manusia. Untuk mengata si permasalahan tersebut dilakukan penghilangan (removal) ion logam Zn(II) dari limbah dengan metode immobilisasi agen pengkela t asam lemak hidroksamik ke dalam zeolit. Metode ekstraksi padat-cair digunakan untuk memisahkan dan memperoleh kembali ion logam Zn(II). Hasilnya diperoleh kondisi optimum immobilisasi FHA dalam zeolit dengan daya jerap sebesar 11,3504 mg/g. Kondisi optimum untuk pemisahan dan perolehan kembali ion logam Zn2+, adalah waktu kontak 5 jam, pH ion logam Zn2+ = 5 dan daya jerap ion logam Zn2+ sebesar 5,29 mg/g. Berdasarkan hasil ekstraksi padat-cair yang telah dilakukan diperoleh serapan F HA-zeolit terhadap ion logam Zn2+ sebesar 90,18% dengan nilai recovery sebesar 99,63% dan pemisahan ion logam Zn2+ dengan logam lainnya sebesar 11,88%.

Kata kunci: Ion logam Zn2+, immobilisasi chelating agent, asam lemak hidroksamik, zeolit, ekstraksi padat-cair

PENDAHULUAN

Penambangan liar tanpa izin (PETI)

banyak dilakukan pada daerah dengan kadar

emas yang rendah oleh masyarakat. Proses

penambangan dilakukan secara tradisional,

seperti metode amalgamasi dan sianidasi

dimana hanya mineral emas yang diambil,

sedangkan limbah berupa mineral logam

lainnya dibuang ke saluran perairan sekitar

sehingga sangat berbahaya bagi kehidupan

dan lingkungan. Salah satu mineral logam

tersebut adalah ion logam Zn(II). Ion logam

(2)

tetapi dalam dosis tinggi Zn dapat berbahaya

dan bersifat toksik, seperti sakit lambung

akut, diare dan muntah. Zn memiliki sifat

toksik terutama dalam bentuk ion. Hampir

70% keberadaan Zn di dunia dihasilkan dari

penambangan dan 30% dari daur ulang Zn

(Widowati et al, 2008).

Oleh karena itu, dibutuhkan solusi

untuk mangatasi permasalahan yang

ditimbulkan limbah tersebut, khususnya ion

logam Zn(II) tanpa menimbulkan adanya

permasalahan yang baru dengan mengubah

limbah tersebut menjadi sesuatu yang

bermanfaat atau memiliki nilai pakai.

Langkah pertama yang perlu dilakukan

adalah memisahkan ion logam Zn(II) dari

pengotornya atau logam lain yang

berasosiasi dengannya. Telah banyak

dilakukan teknik pemisahan dan pemurnian

ion logam dengan agen pengkhelat, seperti

ekstraksi pelarut (Irwansyah, 2012) dan

metode immobilisasi chelating agent dalam resin untuk memisahkan ion-ion logam dari

air limbah (Nasrudin, 2015). Namun,

perolehan kembali logam-logam

menggunakan metode ekstraksi pelarut

menimbulkan masalah baru, seperti sebagian

besar pelarut organik yang digunakan untuk

mengekstraksi ion logam tersebut masih

bersifat toksik (racun) jika dibuang

langsung ke lingkungan, sehingga dalam

penelitian ini digunakan metode

immobilisasi chelating agent dalam resin. Metode immobilisasi ini memudahkan

pemisahan dan perolehan kembali

logam-logam dari limbahnya, karena chelating agent yang terikat pada fase padat resin akan mengikat logam-logam yang terkandung

dalam limbah secara spesifik. Sedangkan

jika tanpa agen pengkelat, maka resin akan

menyerap logam dengan menyeluruh, karena

yang memiliki selektivitas terhadap daya

jerap logam adalah agen penkelat yang

terikat pada fase padat resin. Metode ini

disebut juga dengan ektraksi padat-cair,

dengan resin yang mengikat chelating agent sebagai fase padat dan air limbah sebagai

fase cairnya (Muhsinun, 2011).

Pada peneltitian sebelumnya telah

digunakan resin Amberlite XAD-4 untuk

logam Cd2+(Wahyuni, 2013), namun resin

tersebut merupakan resin yang komersial

dan mahal. Oleh karena itu, pada penelitian

ini akan digunakan resin zeolit seperti yang

telah dilakukan oleh Nasrudin (2015) dalam

penelitiannya sebagai adsorben dari FHA

untuk logam Pb (timbal). Penggunaan zeolit

didasarkan atas kemampuannya melakukan

(3)

sebagai adsorben (Sutarti dan Rachmawati,

1994).

Pada penelitian sebelumnya

digunakan reagen-reagen sebagai agen

pengkelat seperti Amberlite

Xad-16-1,5-Difenil Karbazida (Wulandari, 2010) dan

EDTA (C10H16N2O8) (Saputri, 2014).

Namun, reagen-reagen tersebut masih

merupakan reagen komersial yang mahal

dan sulit diperoleh. Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu reagen yang murah dan

mudah diperoleh dalam penanggulangannya

terhadap pencemaran lingkungan sehingga

dalam penelitian ini digunakan reagen yang

mempunyai gugus asam hidroksamik

(Hydroxamic Acid) dengan bahan dasar asam lemak. Reagen dengan gugus asam

hidroksamik merupakan reagen yang

mempunyai sifat pengkhelat logam yang

tinggi dan superior untuk ekstraksi dan

pemisahan spektrometer dari ion logam

(Agrawal et al., 1980). Menurut Suhendra

dan Gunawan (2012), asam-asam

hidroksamik merupakan agen pengkhelat

(chelating agent) turunan hidroksilamina dan asam karboksilat, oleh karena itu asam

hidroksamik juga disebut N-hidroksi amida karboksilat dengan rumus R-CO-NHOH.

Pembuatan poli (asam lemak hidroksamik)

dengan bahan dasar pati sagu ternyata dapat

digunakan untuk mengekstraksi logam

golongan unsur Lantanida baik dari

lingkungan maupun dari sumber lainnya

(Zaki et al., 2001), sehingga dapat

disimpulkan bahwa reagen asam lemak

hidroksamik ini mempunyai kemampuan

tinggi dalam mengekstraksi logam.

Asam lemak hidroksamik (FHA)

dapat disentesis dengan dua cara yakni

secara kimiawi dan secara enzimatis. Pada

penelitian ini FHA yang digunakan adalah

yang disintesis secara enzimatis dari minyak

inti buah ketapang. Sintesis secara enzimatis

dilakukan dengan mereaksikan asam lemak

pada minyak nabati (trigliserida) dengan

hidroksilamin dan dikatalis dengan enzim

lipase. Beberapa penelitian tentang sintesis

asam hidroksamik secara enzimatis yaitu,

sintesis tiohidroksamik dari minyak kelapa

sawit dengan katalis lipase (Mulla dkk. 2010) dan sintesis asam lemak hidroksamik dari

minyak kelapa secara enzimatis (Arsiwan,

2010). Dari beberapa penelitian sebagian

besar menggunakan bahan baku minyak

makanan (edible oil) untuk sintesis asam hidroksamik. Oleh karena itu, dibutuhkan

bahan lain sebagai pengganti dalam sintesis

asam hidroksamik berbahan non edible oil, seperti minyak inti buah ketapang.

Penggunaan minyak inti buah

ketapang sebagai bahan dasar sintesis FHA

(4)

mempunyai rantai karbon C 14 – C 20, yang

memungkinkan terbentuknya gugus

hidrofobik dan hidrofilik sekaligus

(Suhendra et al., 2014). Selain itu,

penggunaan minyak inti buah ketapang

disebabkan karena metode yang digunakan

adalah immobilisasi chelating agent ke dalam polimer pendukung yang tidak polar,

maka diperlukan chelating agent yang mempunyai sifat hidrofobik dan hidrofilik

sekaligus. Jika dilihat dari gugus fungsinya,

asam hidroksamik bersifat polar (hidrofilik).

Oleh karena itu, diperlukan gugus alkil rantai

menengah sampai panjang agar dapat juga

bersifat hidrofobik (Suhendra dan Gunawan,

2012). Minyak inti biji ketapang (Terminalia catappa Linn) memiliki kandungan trigliserida yang cukup tinggi yaitu sekitar

54% (Andriyani, 2010). Selain itu, biji

ketapang juga merupakan non edible oil dan tak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

sehingga menjadi salah satu pertimbangan

untuk menggunakan biji ketapang sebagai

bahan baku chelating agent dalam penelitian ini.

METODE PENELITIAN ALAT

Alat laboratorium yang digunakan pada

penelitian ini adalah semua peralatan dasar

dari gelas di laboratorium kimia, magnetic

stirrer, pemanas (hot plate), waterbathshaker, pompa vakum, neraca Analitik (Denver), statif, pH meter digital

(Orion 3 Star), kromatografi kolom, FTIR,

UV- Vis (Shimadzu UV-1800) dan AAS

(Shimadzu AA-7000).

BAHAN

Adapun bahan yang digunakan semuanya

berderajat P.A (Pro Analyze) kecuali yang

disebut khusus. Bahan tersebut adalah

sebagai berikut: Zeolit alam, methanol,

n-heksana, inti biji ketapang (kawasan

Universitas Mataram), hidroksilamin, enzim

Lipase TL, NaOH, HCl, H2SO4, ion logam

(Cu, Zn dan Pb), HNO3, Aquades (Lab.

Kimia dasar), pH universal (Merck) dan

kertas saring Whatman (Merck).

PROSEDUR PENELITIAN

Tahap Ekstrasi Minyak Inti Biji Ketapang

Ekstraksi inti biji ketapang dilakukan

dengan menggunakan metode sokhletasi.

Inti biji ketapang kering yang sudah

diblender ditimbang sebanyak 60 gram,

kemudian dibungkus dengan kertas saring

dan dimasukkan ke dalam alat sokhlet

selama 6 jam dengan 250 mL pelarut

n-heksan. Untuk memisahkan minyak dari

pelarutnya, hasil ekstraksi kemudian

(5)

n-heksan dengan rotary evaporator pada suhu

40 oC dengan kecepatan 110 rpm. Minyak

yang diperoleh kemudian ditimbang untuk

ditentukan kadarnya dan selanjutnya

ditambahkan natrium sulfat anhidrat untuk

menghilangkan kadar airnya. Kadar minyak

dapat dihitung dengan rumus:

� � � = � � � � × %

Minyak ketapang yang dihasilkan

kemudian di uji KLT untuk melihat apakah

minyak yang dihasilkan sama dengan

standar trigliserida. Eluen yang digunakan

yaitu dietileter : n-heksana (13:87 v/v) yang

didiamkan selama kurang lebih 15 menit

supaya jenuh.

Tahap Sintesis FHA

Dilakukan sintesis FHA dengan

menggunakan kondisi waktu reaksi (25 jam)

dan perbandingan hidroksilamin : minyak

(2,86 mmol : 1 gram) pada hasil optimasi

yang telah diperoleh Nazili (2012). Untuk

perbandingan enzim lipase dengan minyak

yang digunakan, dilakukan optimasi dengan

variasi massa enzim 0,02; 0,03; 0,04; 0,05;

dan 0,06 dalam satuan gram.

FHA disintesis dengan menggunakan

perbandingan komposisi pada kondisi

optimum yang telah diperoleh yaitu

mereaksikan minyak ketapang,

hidroksilamin dan katalis enzim lipase.

Sebelum mereaksikan reaktan tersebut

terlebih dahulu hidroksilamin hidroklorida

dilarutkan dengan air (aquades) sedangkan

minyak dilarutkan dengan n-heksan.

Hidroksilamin hidroklorida yang telah

dilarutkan kemudian dinetralkan sampai pH

= 7 dengan menambahkan NaOH 0,1M.

FHA yang terbentuk kemudian

dipisahkan dari lapisan air. Lapisan air

dipisahkan dengan menggunakan corong

pisah. Untuk mendapatkan FHA padat,

fraksi n-heksan didinginkan dalam freezer (<-5 oC) selama 4 jam dan difiltrasi. FHA

yang didapat pada kertas saring dicuci

dengan n-heksan sebanyak 3 kali dan

dikeringkan dalam desikator yang telah diisi

dengan fosfor pentaoksida selama 24 jam.

FHA padat yang diperoleh kemudian

diidentifikasi dengan menggunakan reaksi

pembentukan kompleks antara FHA dengan

ion besi(III) dan ion tembaga(II) dalam

larutan metanol. Adanya gugus HA akan

merubah warna besi(III) menjadi merah dan

tembaga(II) menjadi hijau (Suhendra et al., 2014).

Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan dengan

menentukan jumlah gugus asam

hidroksamik yang terbentuk berdasarkan

jumlah nitrogen yang terkandung dalam

(6)

Semi Makro Kjeldhal. Adapun prosedur

kerja yang telah dikerjakan adalah sebagai

berikut (Sudarmadji et al., 2003): Ditimbang 0,5 gram asam lemak hidroksamik dan

dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. FHA

tersebut kemudian ditambahkan 2 gram

Na2SO4/CuSO4 (20:1) dan 5 mL H2SO4 pekat

dan dipanaskan pada pemanas listrik sampai

terbentuk larutan berwarna biru jernih

(destruksi). Hasil destruksi yang sudah

dingin kemudian ditambahkan 150 mL

aquades, 25 mL NaOH 40% dan 3 biji batu

didih dan dilakukan destilasi. Destilat

ditampung sampai volume 150 mL pada

erlenmeyer yang berisi 10 mL asam borat 2%

yang sudah diberi indikator campuran.

Destilat kemudian dititrasi dengan H2SO4

0,1N sampai titik ekivalen yang ditandakan

dengan berubahnya warna indikator. Dibuat

juga blangko dengan perlakuan yang sama

seperti sampel. Persentase N total kemudian

ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

%N= V H2SO4 sampel−V H2SO4 blangko×[H2SO4]× 4,

Massa sampel× × %

Tahap Aktivasi Zeolit

Zeolit yang sudah ada dipanaskan di

dalam tanur selama 2 jam dalam suhu 450

0C. Pemanasan ini bertujuan untuk

memperbesar permukaan dari zeolit atau

mengkatifkan zeolit tersebut.

Tahap Immobilisasi FHA ke dalam Zeolit

Nasrudin (2014) menyatakan bahwa

konsentrasi FHA dan massa zeolit yang

optimum yang digunakan pada immobilisasi

FHA ke dalam zeolit adalah dengan jumlah

konsentrasi FHA sebesar 200 ppm dan massa

zeolit sebesar 0,25 gram. Dimana tahap

immobilisasi FHA ke dalam zeolit dilakukan

dengan pembuatan larutan FHA dalam

metanol dengan konsentrasi 200 ppm

sebanyak 20 mL kemudian ditambahkan 0,25

gram zeolit dan dishake selama 12 jam

menggunakan waterbath shaker. FHA-Zeolit

yang didapatkan kemudian disaring dan

disimpan pada suhu ±5 0C.

Studi Daya Jerap FHA-zeolit terhadap Ion Logam Zn(II)

1. Pengaruh Waktu Kontak

Sebanyak 0.1 gram FHA-Zeolit

dimasukkan ke dalam larutan ion logam

Zn(II) 200 ppm sebanyak 20 mL dan dikocok

dalam shaker pada 100 rpm dengan variasi

waktu 2, 3, 5, dan 9 jam. Selain itu dibuat

pembanding (inisial) tanpa penambahan

FHA-zeolit untuk melihat perbedaan serapan

antara final dengan inisial. Serapan logam

Zn(II) pada masing-masing varian waktu

kemudian diukur dengan AAS.

2. Pengaruh pH

Pengaruh pH ini ditentukan oleh

(7)

mL ion logam standar Zn(II) 200 ppm

dikocok dengan 100 mg FHA-Zeolit selama

5 jam untuk memastikan kesetimbangan

tercapai pada semua kondisi. Untuk pH dari

larutan ion logam diatur antara 3-6 dengan

larutan HCl 0,1 M dan larutan NaOH (0,1 M

dan 2,05 M) sebelum dikocok. Untuk

melihat perbedaan serapan antara final

dengan inisial maka dibuat dua larutan yang

berbeda dengan volume yang sama, yaitu

inisial (tanpa penambahan FHA-zeolit) dan

final (dengan penambahan FHA-zeolit).

Setelah setimbang, konsentrasi ion dalam

larutan ditentukan menggunakan AAS untuk

kalkulasi besarnya kapasitas serapan.

3. Pengaruh Konsentrasi

Sebanyak 0,1 gram FHA-Zeolit

dimasukkan ke dalam 20 mL larutan logam

Zn(II) dengan variasi konsentrasi dari 75

ppm, 100 ppm, 125 ppm, dan 150 ppm dan

dikocok dalam waterbath shaker selama 5 jam dengan pH larutan = 5. Serapan ion

logam Zn(II) pada masing-masing varian

konsentrasi diukur dengan AAS. Untuk

melihat perbedaan serapan antara yang tidak

ditambahkan FHA-zeolit (inisial) dengan

yang ditambahkan FHA-zeolit (finish) maka

dibuat dua larutan yang berbeda dengan

volume yang sama. Setelah setimbang,

konsentrasi ion dalam larutan ditentukan

menggunakan AAS untuk kalkulasi besarnya

daya jerap FHA-zeolit terhadap ion logam

Zn(II).

Tahap Ekstraksi Padat-Cair Ion Logam Zn(II) dalam FHA-Zeolit

Sebanyak 4 gram FHA-Zeolit

dimasukkan ke dalam sebuah kolom.

Kemudian sebanyak 60 mL larutan

campuran yang mengandung ion logam

Zn(II), Pb(II), dan Cu(II) dengan konsentrasi

masing-masing 125 ppm, dikondisikan pada

pH 5 dan didiamkan selama 5 jam di dalam

kolom. Kemudian dilewatkan melewati

kolom dengan kecepatan alir 0,25 mL/menit.

Konsentrasi ion logam Zn(II) sebelum dan

setelah melewati kolom ditentukan

menggunakan AAS untuk kalkulasi

persentase serapan ion logam Zn(II).

Tahap Pemisahan dan Perolehan Kembali Ion Logam Zn(II) Menggunakan Kromatografi Kolom

Pemisahan dan perolehan kembali ion

logam Zn(II) pada kolom dilakukan dengan

menggunakan larutan HNO3 10 % sebagai

eluen. Sebanyak 150 mL asam nitrat

dilewatkan melalui kolom yang mengandung

FHA-Zeolit-ion logam (Zn, Pb, Cu) dengan

kecepatan alir 0,25 mL/menit. Setiap urutan

fraksi (10 mL) yang diperoleh, ditampung

secara otomatis menggunakan pengumpul

fraksi. Konsentrasi masing-masing ion

(8)

ditentukan menggunakan AAS dengan

lampu katoda dari masing-masing logam

(Pb, Cu, Zn) untuk kalkulasi persentase

pemisahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Minyak Inti Biji Ketapang

Tabel 1. Perolehan kadar minyak inti biji

biji ketapang diperoleh hasil sebesar

58,43%. Kadar minyak yang diperoleh lebih

besar dari kadar minyak yang diperoleh

Rahayu dkk. (2012) yaitu sebesar 57,7%. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis

tempat tumbuhnya tanaman yang

mengakibatkan terjadinya perbedaan

rendemen minyak (Manzoor dkk., 2007). Dalam uji KLT sampel minyak yang

didapatkan memiliki nilai Rf yang sama

dengan standar trigliserida, dimana nilai Rf

sampel yang mendekati atau sama dengan

nilai Rf standar menunjukkan kemiripan atau

kesesuaian minyak yang didapatkan dengan

standar trigliserida. Untuk melihat nilai Rf

sampel minyak dengan standar trigliserida

dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Nilai Rf sampel minyak dengan standar trigliserida

Minyak Jarak tempuh substansi (cm)

Dalam sintesis FHA didapatkan

jumlah FHA yang disintesis berdasarkan

optimasi enzim yang digunakan adalah dapat

dilihat pada Gambar 1 di bawah.

Gambar 1. Pengaruh massa enzim terhadap sintesis FHA

Gambar 1 menunjukkan sintesis FHA

tertinggi pada penggunaan katalis lipozym

TL sebanyak 0,03 gram, yaitu sebesar 0,92

gram.

Identifikasi FHA dilakukan dengan

reaksi komplekasi antara FHA dengan ion

besi(III) menghasilkan warna merah dan

dengan ion tembaga (II) menghasilkan

warna hijau (Suhendra et al., 2014), hal ini menujukkan bahwa FHA terbentuk dengan

(9)

spektrum FTIR dari FHA ditunjukkan oleh

Gambar 2.

Gambar 2. Spektrum FTIR minyak ketapang dan FHA

Dari spektrum FTIR di atas

menunjukkan adanya serapan khas pada

bilangan gelombang 3434,48 cm-1 yang

merupakan regangan O-H dan pada bilangan

gelombang 3261,09 terdapat serapan

regangan N-H. Serapan tersebut didukung

dengan adanya serapan lentur N-H pada

bilangan gelombang 1568,64 cm-1. Selain

itu, pada bilangan gelombang 939,91 cm-1

terdapat serapan regang N-O. Serapan

regang C-H rantail alkil alifatik panjang

terlihat pada bilangan gelombang 2921-2850

cm-1, dan pada bilangan gelombang 1704,39

cm-1 terdapat serapan regangan C=O.

Jumlah N total yang terkandung

dalam sampel FHA kering sebesar 1,47%.

Artinya dalam 1 gram sampel FHA kering

yang disintesis dari minyak biji ketapang

terdapat gugus hidroksamik.

Immobilisasi FHA ke dalam Zeolit

Jumlah FHA yang terimmobilisasi ke

dalam zeolit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi optimum immobilisasi FHA ke dalam zeolit

No. Parameter Kondisi Daya jerap (mg/g)

1 Konsentrasi

FHA 200 ppm

11,3504 mg/g

2 Masssa

zeolit 0,25 gram

Tabel 3 menunjukkan kondisi optimum

untuk immobilisasi FHA ke dalam zeolit.

Dimana interaksi antara FHA dengan zeolit

dapat dilihat dari model isoterm adsorbsi.

Isoterm adsorpsi merupakan parameter yang

sangat penting dalam adsorpsi karena ikut

berperan dalam menentukan kondisi

maksimum untuk menghasilkan adsorpsi

yang optimal. Isoterm adsorpsi dapat dikaji

dengan beberapa model yang ada untuk

mengetahui model adsorpsi isoterm yang

sesuai, dimana model adsorpsi isoterm FHA

ini akan dikaji menggunakan dua model

yaitu isoterm Langmuir dan Freundlich.

Penggunaan dua model adsorbsi ini karena

interaksi antara adsorbat dengan adsorben

(10)

Gambar 3. Model isoterm Langmuir Gambar 4. Model isoterm Freundlich

Dari Gambar 3 dan Gambar 4

menunjukkan bahwa nilai R2 dari model

isoterm adsorbsi Freundlich adalah 0,999

lebih besar dari model isoterm adsorbsi

Langmuir, yaitu 0,9425. Nilai R2 yang

mendekati 1 dan kapasitas adsorbsi yang

bernilai positif merupakan isoterm yang

sesuai untuk adsorbsi dengan menggunakan

zeolit alam teraktivasi (Emelda dkk, 2013), sehingga dapat dikatakan bahwa isoterm

adsorbsi dari proses penyerapan FHA oleh

zeolit pada penelitian ini lebih cenderung

mengikuti model Isoterm Freundlich.

Kesesuaian dengan persamaan Model

Isoterm Freundlich mengasumsikan bahwa

proses adsorpsi terjadi secara fisika (Estiaty,

2013). Hal ini didasarkan atas terbentuknya

lapisan monolayer dari molekul-molekul

adsorbat pada permukaan adsorben. Dimana

pengikatan adsorbat terjadi pada berbagai

macam tempat adsorbsi pada permukaan

padatan, karena pada adsorpsi Freundlich

situs-situs aktif pada permukaan adsorben

bersifat heterogen.

Studi Daya Jerap FHA-zeolit terhadap Adsorbsi Ion Logam Zn(II)

Ada tiga parameter yang digunakan

dalam menentukan jumlah ion logam

maksimum yang dapat diadsorbsi oleh

FHA-zeolit, yaitu waktu kontak, pH, dan

konsentrasi ionlogam Zn(II). Gambar 5

menujukkan waktu kontak optimum adsorbsi

ion logam Zn(II).

Gambar 5. Pengaruh waktu kontak logam

Zn2+ terhadap FHA-zeolit

(11)

Gambar 6. Pengaruh pH ion logam Zn2+

terhadap FHA-zeolit

Gambar 7 menunjukkan konsentrasi

optimum ion logam Zn(II) yang dapat

diadsorbsi maksimum oleh FHA-zeolit.

Gambar 7. Pengaruh konsentrasi logam Zn2+

terhadap FHA-zeolit

Dari tiga parameter di atas didapatkan

kondisi optimum untuk ekstraksi ion logam

Zn(II) menggunakan FHA-zeolit, yaitu

waktu kontak 5 jam, pH 5, dan konsentrasi

100 ppm dengan daya jerapyang didapatkan

sebesar 5,29 mg/g.

Ekstraksi Padat-Cair Ion Logam Zn(II) dalam FHA-Zeolit

Tabel 4. Serapan ion logam dalam kolom FHA-zeolit

Ion logam Konsentrasi (ppm)

Berdasarkan Tabel 4 menujukkan bahwa ion

logam Zn(II) yan berhasil terekstrak dalam 4

gram FHA-zeolit sebesar 90,18%. Nilai ini

menunjukkan bahwa dalam setiap 1 gram

FHA-zeolit terdapat 22,095 ppm ion logam

Zn(II) yang terserap.

Recovery Ion Logam Zn(II)

Pemisahan ion logam dalam kolom

FHA-zeolit ini menggunakan larutan asam

nitrat 10% sebagai eluen disebabkan

penggunaan sampel awal yang berasal dari

ion-ion logam nitratnya dan digunakan asam

yang tidak terlalu pekat untuk menghindari

terjadinya kerusakan pada resin. Hal ini juga

untuk mengurangi kesalahan pembacaan

pada AAS.

Pada saat perolehan kembali ion-ion

logam, larutan asam nitrat 10% dilewatkan

ke dalam kolom sebagai fase geraknya

dimana setiap fraksi 10 ml ditampung dan

diukur dengan AAS konsentrasi ion logam

yang ter-recovery. Dari hasil AAS yang didapat, diperoleh kurva perolehan kembali

(12)

Gambar 8 Perolehan kembali ion logam

Zn(II) ter-recovery paling tinggi dibadingkan dengan logam-logam yang lain

yaitu sebesar 88,05 ppm atau sebesar 99,63%

dari jumlah yang terserap. Untuk pemisahan

ion logam Zn2+ dengan logam lainnya (Cu2+

dan Pb2+) dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pemisahan ion logam Zn2+

dengan ion logam lainnya

Berdasarkan Gambar 9, pemisahan hanya

terjadi antara ion logam Zn(II) dengan ion

logam Pb(II), sedangkan dengan ion logam

tembaga(II) tidak terjadi pemisahan. Hal ini

disebabkan karena pH ion logam Zn(II) sama

dengan yang didapatkan oleh Adawiyah

(2016) pada recovery logam tembaga(II) dengan logam lainnya.

Pemisahan dan perolehan kembali

ion logam Zn(II) dengan metode

immobilasisi chelating agent dengan resin FHA-zeolit menghasilkan perolehan

kembali ion logam yang lebih besar, yairtu

99,63% jika dibandingakan dengan

pemisahan ion logam dengan menggunakan

metode ekstraksi cair-cair yang dilakukan

oleh Pahmi (2013), yaitu sebesar 95%. Dan

hasil dari pemisahan ion logam Zn(II) ini

hampir sama dengan yang didapatkan oleh

Haryunianti (2015) yaitu sebesar 99,806%,

namun dengan pemisahan yang lebih baik

antara ion logam Zn(II) dengan ion logam

lainnya menggunakan resin FHA-bentonit.

Proses desorpsi ion logam Zn2+ diperlihatkan

pada gambar 10.

Gambar 10. Proses recovery ion logam Zn2+

KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan dapat diambil dari penelitian ini, diantaranya:

1. Jumlah FHA optimum yang

terimmobilisasi sebesar 11,3504 mg/g, yaitu dengan kondisi 0,25 gram zeolit dan FHA 200 ppm.

Ion logam pada pH optimum Zn

(13)

dan konsentrasi 100 dengan daya jerap

Perlu dilakukan studi lanjut tentang pengaplikasikan secara langsung pada pencemaran limbah di lingkungan dengan metode ekstraksi padat-cair dari ion logam Zn2+ akibat penambangan emas tradisional maupun penambangan zat mineral yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Agrawal, Y.K.; Patel, S.A. 1999. Hydroxamic acid; Reagents for the

solvent extraction and

spectrophotometric determination of metals, Rev. Anal. Chem.

2. Andriyani, R.S. 2010. Pembuatan Biodiesel dari Inti Buah Ketapang (Terminalia Catappa ) Dengan Proses Transesterifikasi Kimiawi. Skripsi. Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram.

3. Arsiwan, R. 2010. Sintesis Asam Lemak Hidroksamik dari Minyak Kelapa secara Enzimatis. Universitas Mataram. Mataram.

4. Emelda, L., Suhardini M. P., dan Simparmin Br. G. 2013. Pemanfaatan Zeolit Alam untuk Adsorbsi Logam Crom (Cr3+). Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan vol. 9, No.4, hlm. 166-172.

5. Estiaty, L. M. 2013. Kesetimbangan dan Kinetika Adsorbsi Ion Cu2+ pada Zeolit-H. Ris.Geo.Tam Vol. 22, No.2, Juni 2013 (127-141)

6. Haryunianti, N. 2015. Pemisahan dan Perolehan Kembali Ion Logam Zn(II)

Menggunakan Asam Lemak

Hidroksamik dari Sintesisi Minyak Inti Biji Ketapang (Terminalia catappa) yang Diimmobilisasi dalam Bentonit. Skripsi. Universitas Mataram.

7. Irwansyah. 2012. Penarikan Kembali Ion Tembaga (cu2+) Menggunakan Asam Hidroksamik Dari Minyak Nyamplung Dengan Metode Ekstraksi Pelarut. Skripsi. Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram.

8. Manzoor, M., Anwar, F., dan Iqbal, T., 2007, P hysico-chemical Characterization of Moringa concanensis Seeds and Seeds Oil. JAOCS, 84:413-419.

9. Muhsinun. 2011. Pemiahan dan Perolehan Kembali Ion Tembaga pada Limbah Pengolahan Emas Tradisional menggunakan Asam Hidroksamik dari Kelapa. Mataram: Universitas Mataram. 10.Mulla, Emad A. J. Al., Wan Md. Zin

Wan Y., dan Nor azowa Bt Ibrahim, dan Mohd Zaki Ab. Rahman, 2010, Enzimatic Synthesis of Palm Olein-based Fatty Thiohydroxamic Acids, Journal of Oleo Science, 59, (11) 569-573.

11.Nasrudin. 2014. Pemisahan dan Perolehan Kembali Ion Logam Timbal(II) menggunakan Asam Lemak Hidroksamik dari Sintesis Minyak inti Biji Ketapang (Terminalia cattapa L.) yang Diimmobilisasi dalam Zeolit. Mataram: Universitas Mataram.

12.Nazili, M. 2012. Sintesis Asam Lemak Hidroksamik Dari Minyak Inti Biji Ketapang (Terminalia catappa L.) Secara Enzimatis. Skripsi. Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram.

(14)

14.Saputri, F., A. R. Razak dan Musafira. 2014. Kajian Penggunaan Pengkelat untuk Menurunkan Kandungan Besi dalam Minyak Daun Cengkeh. Jurusan Kimia FMIPA UNTAD Palu

15.Suhendra, D., Wan Yunus, W.M.Z., Haron, M.J., Basri M., and Silong S.. 2005. Enzimatic Synthesis of Fatty Hydroxamic Acid from P alm Oil. Journal Oleo Science, Vol. 54, No. 1, 33-38. 16.Suhendra, D., E. R. Gunawan, Murniati,

dan Amal. 2014. Immobilisasi Chelating Agent Fatty Hidroksamik Acids ke dalam Bentonite. Mataram: Universitas Mataram.

17.Suhendra, D., Copper Ion Extraction by a Mixture of fatty Hidroxamic Acids Synthesized from Commercial Palm Oil, Solvent Extraction and Ion Exchange, 2005, 23, 713-723.

18.Suhendra, D. dan E. R. Gunawan. 2012. Sintesis Asam-asam Lemak Hidroksamik dari Minyak Kelapa menggunakan Lipase sebagai Katalis. Mataram: Universitas Mataram.

19.Wahyuni, R. 2013. P emisahan dan Pemekatan Ion Logam Kadmium(II)

Mengguanakan Asam Lemak

Hidroksamik dari Minyak Inti Biji Ketapang yang Diimmobilisasi ke dalam Resin Amberlite XAD-4. Mataram: Universitas Mataram.

20.Widowati, W. 2008. Efek Toksik

Logam:Pencegahan dan

Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta:Abdi Press.

21.Wulandari, M. 2010. Resin Pengkhelat Amberlite Xad-16-1,5-Difenil Karbazida Untuk Prakonsentrasi Dan Analisis Selektif Kromium(VI). Tesis. Institut Teknologi Bandung.

22.Zaki, M.A.R., Rahman M.L., Haron M.J., Silong S., Wan Yunus, W.M.Z., and Ahmad M.B., Preliminary Study on Application of Sago Starch Based Poly(HydroxamicAcid) Resin for

Gambar

Gambar 2. terdapat gugus hidroksamik.
Gambar 3. Model isoterm Langmuir
Gambar 6. Pengaruh pH ion logam Zn2+
Gambar 8 Perolehan kembali ion logam zink(II) menggunakan HNO3 10% dengan volume 100 ml , massa FHA-zeolit 4 gam, suhu 300C dan debit alir 0,25ml/menit

Referensi

Dokumen terkait

Mengumpulkan data berupa laporan keuangan (neraca dan laba rugi) PT PLN (Persero) mulai dari tahun 2009 sampai dengan 2013. Mengklasifikasikan elemen-elemen yang akan dibahas

Program Ekstensi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.. “ Penggunaan Meltodekstroin Hasil Hidrolisis Pati Pisang pada Formulasi Sediaan Orally

Observasi merupakan penelitian dan melakukan pencatatan yang terstruktur dan terorganisir terhadap fakta dan permasalahan yang diteliti. Observasi dapat dilakukan secara

menunjukkan: (a) guru-guru berada dalam peringkat bersedia untuk menggunakan teknologi multimedia dan bahan-bahan kandungan berasaskan multimedia, (b) masalah untuk

karena dengan menggunakan Flexible Budget anggaran yang dibuat sesuai dengan data-data penjualan masa lalu sehingga perusahaan dapat menentukan berapa anggaran

bahwa dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 Nopember Tahun 2017 di Kota Surabaya, Perlu menetapkan Keputusan Walikota tentang Panitia Pelaksana Peringatan Hari

Upaya pengelola dan para guru Pondok Pesantren Darul Ishlah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia telah tersusun dengan baik dikarenakan pengelola dan guru Pondok

Praktikum susulan hanya diperbolehkan bagi mahasiswa yang ketinggalan 1 topik praktikum dengan alasan yang dimaklumi oleh tim dosen pembimbing praktikum5. Tes