• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN LEMBAGA KEPOLISIAN DALAM MENDORONG (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN LEMBAGA KEPOLISIAN DALAM MENDORONG (1)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN LEMBAGA KEPOLISIAN DALAM MENDORONG

PENEGAKAN DAN PEMENUHAN HAK ASASI MANUSIA DI

INDONESIA

Mata Kuliah : Hukum dan HAM

Dosen Pengampu : Ridwan Arifin, S.H, LL.M.

Di susun oleh:

AYU PURWATI 8111416094

ADITYA BAGUS PRADANA 8111416101

FAKULTAS HUKUM

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan baik. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Ridwan Arifin, S.H, LI.m. selaku dosen mata kuliah Hukum dan HAM yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum dan HAM. Dalam makalah ini mengulas tentang Peran Lembaga Kepolisian dalam Mendorong Penegakan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca guna meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Semarang, 2 Oktober 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .... ... i

DAFTAR ISI ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .... 2

C. Metode Penelitian ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 3

BAB II PEMBAHASAN A. Pembahasan I ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 4

B. Pembahasan II ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .... 6

C. Pembahasan III ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 9

D. Pembahasan IV . .... ... ... ... ... ... ... ... .... ... ... ... .... 10

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 14

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan hak kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Sejak bulan Januari tahun 1999, perhatian terhadap hak asasi manusia dan penegakan hukumnya di Indonesia menunjukkan arah peningkatan yang menggembirakan. HAM telah dinyatakan sebagai salah satu kebutuhan yang mendasar dalam konsep pembangunan kemanusian terhadap seluruh masyarakat. Saat ini HAM merupakan permasalahan yang hangat dalam tingkatan nasional suatu negara maupun internasional. HAM bukan lagi dianggap sebagai masalah domestik atau dalam negeri tetapi HAM sudah menjadi permasalahan yang bersifat universal dan masyarakat internasional.

Hak Asasi Manusia pada hakikatnya adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap manusia yang dibawanya sejak lahir. Hak ini tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun dengan sewenang-wenang, sebab dengan adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak dasar ini, setiap orang dapat menjalani kehidupannya secara bermartabat.1 Sebaliknya, pelanggaran terhadap hak-hak dasar ini menyebabkan manusia tidak akan bisa hidup secara bermartabat. Konsep tentang Hak Asasi Manusia diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar tujuan negara mewujudkan kehidupan masyarakat yang bermartabat dapat tercapai. Adanya konsepsi tentang HAM diharapkan dapat membatasi kesewenang-wenangan penguasa, sehingga sebagian besar negara di dunia menempatkan konsepsi tentang HAM dalam konstitusi negaranya.2

Secara mendasar HAM sebagai suatu konsep telah diakui secara internasional namun terkadang konsepsi tersebut menjadi bias dan dipersepsikan secara sepihak sehingga kita sering melihat bahwa setiap pihak yang berhadapan masing-masing mengklaim dirinya sedang menegakkan

1 Marbun, BN. 2000. Penegakan Hukum dan Hak Asasi di Indonesia. Bina Cipta. Jakarta. Hlm 67

(5)

HAM-nya. Akan tetapi memang perlu diperhatikan bahwa konsepsi HAM mempunyai jangkauan yang luas dan komplek, tetapi kenyataannya hanya menyentuh para aparat pemerintahan saja khususnya para penegak hukum. Batas antara kewenangan tugas alat negara/penegak hukum yang merupakan representasi negara sebagai otoritas kekuasaan dan penyelenggara negara dengan pelanggaran HAM sangat tipis, untuk itu perlu pemahaman yang mendalam dari penegak hukum dan alat negara terhadap konsep HAM. Hukum HAM memusatkan fokus kepada kepentingan pribadi dan kelompok pribadi dengan pemerintah dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan pribadi atas penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.3

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah kekuatan yang selalu dibutuhkan masyarakat untuk mengawasi masyarakat yang melanggar aturan masyarakat yang telah disepakati oleh masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu dengan kehadiran Polri, diharapkan ketertiban dan rasa aman dapat terjamin sebagaimana mestinya. Fungsi utama dari Polri adalah penegakan hukum dan pengayom seta pelindung masyarakat. Dengan diberikannya kewenangan yang besar harus diimbangi oleh kontrol sosial yang memadai sebagai pertanggungjawaban yang dilaksanakan Polri. Polri memiliki kewenangan dalam melakukan penegakan hukum yang didasarkan pada hukum positif yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (UU No. 2 Tahun 2002). Dalam penegakan hukum ini acapkali mengandung dua dimensi yaitu memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat namun dimensi lain memiliki potensi untuk disalahgunakan dan cenderung merugikan masyarakat. Banyak kasus-kasus hukum yang ditangani oleh polisi yang mendapat apresiasi dari masyarakat namun tidak sedikit pula mendapat kritik dari masyakarat. KUHAP memberikan kewenangan yang cukup besar kepada kepolisian untuk melakukan langkah-langkah hukum terhadap tersangka. Jika kewenangan tersebut tidak amanah dan tidak diawasi maka berpotensi untuk digunakan secara berlebihan.

B. Rumusan Masalah

(6)

a. Apa saja tugas Lembaga Kepolisian dalam upaya Pemenuhan Hak Asasi Manusia di Indonesia?

b. Bagaimana peran Lembaga Kepolisian dalam upaya Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukumnya?

c. Bagaimana implementasi penegakan dan pemenuhan HAM oleh Lembaga Kepolisian dalam menangani kasus pelanggaran HAM yang ada dalam masyarakat?

d. Bagaimana upaya pencegahan pelanggaran HAM di Indonesia?

C. Metode Penulisan

Metode yang di pakai dalam karya tulis ini adalah Metode Pustaka.

Metode Pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di berbagai media. Data yang di peroleh dari hasil penelitian dianalisis berdasarkan lima tugas

yang dimiliki oleh ilmu dogmatig sebagai ilmu hukum normatif, lima tugas

tersebut yakni :

a. Deskripsi hukum positif. Yang meliputi isi maupun struktur hukum positif mengenai uraian tentang penghakiman massa dari bahan hukum primer. b. Melakukan sistematisasi hukum positif secara horizontal meliputi 55, 56, 338, 339, 340, 351, 353, 354,355, KUHP, UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Melakukan analisis hukum secara horizontal dengan penalaran non kontradiksi yaitu antara suatu peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan mengatur hal yang sama melainkan dilihat sesuai azas hukum lex specialis derogat legi generalis yaitu pabila terdapat antara suatu peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum dengan peraturan perundang-undangan yang sifatnya khusus yang mengatur mengenai materi yang sama, maka yang dipakai adalah peraturan yang lebih khusus mengaturnya. Melakukan interprestasi hukum, dengan menggunakan metode:

(7)

ii. Interprestasi sistematis, secara horizontal yaitu dengan titik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum.

c. Menilai hukum positif, bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penghakiman massa mengandung beberapa penilaian yang mana hal tersebut menyangkut nilai keadilan, nilai kemanusiaan dan nilai kepastian hukum.

Bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku, hasil penelitian pendapat hukum para ahli kemudian dideskripsikan sehingga didapat suatu pengertian yang dijadikan dasar melaksanakan analisis terhadap dasar pertimbangan hakim dalam memutus penghakiman massa. Bahan hukum primer yang berkaitan dengan penghakiman massa, yang berupa peraturan perundang-undangan dibandingkan dengan bahan hukum sekunder yang berupa buku, hasil penelitian, pendapat hukum, artikel, majalah sehingga dapat diketahui bahwa das sein dengan das sollen atau sebalik.

BAB II PEMBAHASAN

A. Tugas Polri dalam upaya Pemenuhan Hak Asasi Manusia di Indonesia

(8)

orang lain pada pekerjaan yang berbeda. Polisi dituntut untuk memberikan respon terhadap emosi-emosi tersebut secara memadai, seperti menunjukkan keberanian, keuletan dan kehati-hatian.4

Upaya yang bersifat memaksa tersebut tidak jarang melahirkan tindakan-tindakan kekerasan,yang didialam masyarakat modern sering diteropong tajam. Disinilah dilema pelaksanaan tugas Polri itu sering menajam; karena disatu pihak tindakan kekerasan itu harus dilakukan, sedang dipihak lain masyarakat memandang tindak kekerasan itu seharusnya tidak dilakukan.

Pada hakekatnya polisi memang harus berwajah ganda. Dalam pengertian penulis berwajah ganda hampir sama dengan pengertian dua sisi dalam satu mata uang logam, dimana satu sisi sebagai penegak hukum yang harus senantias loyal terhadap hukum dan menegakkannya dan disatu sisi sebagai pengayom masyarakat yang dengan budaya bangsa kita yang ramah dan penuh gotong royong. Sehingga melahirkan konsep pelayanan yang dikenal dengan senyum, sapa dan salam. Disinilah diperlukan kemampuan anggota Polri untuk melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya dengan memenuhi atau mematuhi peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan, agar didalam pelaksanaan tugasnya bertentangan dengan harapan dan keinginan masyarakat, yang selanjutnya dikatakan sebagai kesalahan prosedur. Benarkah hal itu dikatakan sebagai kesalahan prosedur ataukah ada alasan lain yang lebih mendasar yang sebenarnya memang terjadi pelanggaran tersebut.

Masyarakat mengklaim bahwa polri merupakan lembaga yang tidak memiliki sumberdaya manusia yang profesional untuk melaksanakan tuntutan tugasnya. Klaim masyarakay dapat dimengerti karena bagaimana tidak hal itu terjadi. Sebagi bahan pemikiran bahwa pelaksana-pelaksana Polri dilapangan adalah tamtama dan Bintara, smentara mereka tidak pernah mengetahui bahkan mempelajari mengenai hak Asasi manusia it sendiri, sperti disampaikan tadi barangkali hal itu bisa dijadikan bahan pemikiran bagi Polri. Dewasa ini meskipun HAM telah menjadi isu yang kontroversial namun sampai saat ini Ham massih merupakan pengetahuan yang berada dalam tataran kaum intelektual.5 Dikatakan demikaian karena masyarakat Polri secara umum belum

4 Ibid.,

(9)

mengetahui secara jelas esensi yang terkandung didalam HAM yang berkaitan dengan tugas-tugas Kepolisian Umum. Secara khusus HAM tidak terdapat dalam kurikulum pengajaran yang diberikan kepada para Siswa calon tamtama atau bintara yang nantinya sebagai petugas pelaksana dilapangan.

Menurut Kunarto, bahwa pandangan masyarakat perlu dikajisecara jujur, hampir keseluruhan mengandung kebenaran. Polri dalam menjalankan tugasnya selalu menghadapi kerancuan dan hambatan serta seiring melalaikan ketentuan-ketentuan mendasar dari aturan yang mengikat dirinya, hal ini memang sering terjadi

Polisi sebagai hukum yang hidup berusaha untuk menerapkan peraturan perundang-undangan teoritik ditengah-tengah masyarakat yang majemuk. Hal ini sangatlah berbeda dengan aparat penegak hukum lainnya seperti jaksa, hakim, pejabat lembaga pemasyarakatan dan advokat. Polisi terjun langsung untuk mencari dan mengungkap kasus yang terjadi dengan taruhan pangkat dan nyawa di dalam kehidupan masyarakat.6 Polisi biasanya menghadapi berbagai pilihan untuk mencapai tujuan dalam menyelesaikan pekerjaannya, maka penilaian terhadap polisi didasarkan pada bagaimana ia mampu membuat pilihan tindakan yang benar untuk tujuan yang benar. Secara singkat, polisi yang baik mampu menjadikan moralitas sebagai bagian yang integral dari pekerjaannya. Pekerjaan polisi yang boleh menggunakan kekerasan ditujukan untuk mencapai satu dari sekian banyak tujuan moral, yaitu kelangsungan hidup manusia. Dihadapkan kepada tuntutan yang demikian itu banyak pekerjaan polisi yang secara moral menjadi problematik. Berikut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 14 yang mengatur tentang tugas Kepolisian:7 a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

6 Atmasasmitha, Romli. 2001. Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum. Mandar Maju. Bandung, hlm 78.

(10)

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B. Implementasi Peranan Polri dalam upaya Penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia dimasa depan

(11)

untuk mempertahankan kekuasaannya. Polri sebagai salah satu komponen fungsi terdepan dalam penegakan hukum berhadapan langsung dengan berbagai macam kompleksitas kemasyarakatan didalam Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System), namun dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dalam pelaksanaan tugasnya banyak menemui hambatan-hambatan.8

Penegakan hukum mempunyai perbedaan dengan Penegakan HAM, penegakan hukum bertujuan mewujudkan cita-cita hukum berupa ketertiban, kepastian hukum dan keadilan sedangkan penegakan HAM bertujuan mewujudkan nilai-nilai etika dan moral didalam kehidupan manusia secara universal, didalam nilai etika dan moral tersebut secara implisit terkandung nilai penegakan hukum. HAM sebagai suatu bentuk kejahatan yang melibatkan otoritas kekuasaan sebagai pribadi maupun kelompok, dengan implikasinya kejahatan ini sulit dideteksi karena pada prinsipnya pelanggaran HAM ini adalah bentuk kooptasi politik terhadap hukum, dalam prakteknya kejahatan ini terjadi secara terencana dan sistematis dimana kejahatan atau pelanggaran ini didukung oleh sistem sosial lainnya sebagai bagian dari sistem politik negara. Pelanggaran akan terungkap manakala rezim suatu pemerintahan berakhir atau tumbang sehingga sistem pendukung lainnya juga tidak berfungsi.

Institusi pemerintah yang sering terlibat langsung dengan permasalahan HAM adalah Polri. Tujuan strategi Polri dalam menghadapi kejahatan atau pelanggaran HAM adalah untuk menciptakan anggota Polri yang professional dengan menguasai pelaksanaan tugas khususnya dibidang penegakan hukum yang mencakup pelaksanaan tugas dibidang penyelidikan dan penyidikan yang mempunyai aspek yang berhubungan dengan HAM yang diakui secara internasional sebagai kejahatan internasional. Sebagai penyidik dan penyelidik yang melaksanakan tugas penyidikan yang merupakan penyidik utama dalam KUHAP, Polri mempunyai peran yang besar dalam penegakan hukum yang berhubungan dengan HAM. Dalam menghadapi pelanggaran HAM Polri sebagai aparat penegak hukum perlu melaksanakannya secara terencana serta didukung oleh kebijaksanaan strategi yang jelas. Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia telah diintrodusir suatu mekanisme peradilan dimana

(12)

penyidikan dan penuntutan merupakan suatu sub sistem yang berdiri sendiri. Penyidikan sebagai gerbang proses dalam sistem peradilan pidana dilaksanakan oleh lembaga Polri dan dalam proses penyidikan secara umum dilakukan oleh Polri dan Pegawai Negeri Sipil tertentu sesuai dengan lingkup kewenangannya, dalam KUHAP pula dinyatakan bahwa Polri merupakan penyidik utama dan sekaligus sebagai coordinator penyidikan lainnya, walaupun hal tersebut diingkari oleh beberapa undang-undang lainnya seperti UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, UU No. 9 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, namun secara menyeluruh penyidikan terhadap tindak pidana yang berhubungan dengan penegakan HAM dilakukan oleh Polri.

Secara substansial dan formal kelembagaan Polri pada prinsipnya telah melaksanakan penegakan hukum sebagai rangkaian penegakan terhadap HAM, namun dalam praktek masih ditemukan kendala-kendala yang bersifat eksternal dan internal, untuk menyikapi hal tersebut selain upaya untuk meniadakan kendala eksternal maka Polri secara kelembagaan perlu membenahi diri secara internal.9

Peran Polisi dalam Membina Keamanan Masyarakat

Pembinaan yang dimaksud adalah pembinaan segala usaha dan kegiatan membimbing, mendorong mengarahkan dan menggerakan agar sesuatu dapat terlaksana dengan baik, rapi menurut rencana atau program pelaksanaan untuk mencapai hasil yang diharapkan secara maksimal. Sementara yang dimaksud masyarakat adalah segenap manusia Indonesia, baik individu maupun kelompok di wilayah hukum Indonesia. Pembinaan keamanan masyarakat melaksanakan tugas pokok diatas dengan cara mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hukum, mengadakan pendidikan dan pelatihan agar masyarakat memiliki kemampuan dan ketereampilan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Pembinaan masyarakat juga melakukan pelayanan kepada masyarakat, seperti pelayanan laporan, dan pelayanan bantuan Polisi. Para Pembina masyarakat dari polri berperan membina dan mengembangkan daya tangkal, daya cegah, daya penanggulangan, dan daya penyesuaian masyarakat.

(13)

Seorang anggota polisi dituntut untuk menentukan sikap yang tegas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Apabila salah satu tidak tepat dalam menentukan atau mengambil sikap, maka tidak mustahil aka mendapat cercaan, hujatan, dan celaan dari masyarakat. oleh karena itu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada etika moral dan hukum, bahkan menjadi komitmen dalam batin dan nurani bagi setiap insan polisi, sehingga penyelenggaraan fungsi, tugas dan wewenang kepolisian bisa bersih dan baik. Dengan demikian akan terwujud konsep good police sebagai prasyarat menuju good-governance.

Dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam melakukan pemeriksaan, polisi kadangkala mempunyai hambatan-hambatan dalam menjaga supremasi HAM, tetapi polisi tetap harus menghormati hak-hak tersangka, yaitu antara lain:

1. Hak untuk dilakukan pemeriksaan dengan segera, penuntutan di pengadilan.

2. Hak untuk menjelaskan kepada penyelidik dan hakim dengan bebas. 3. Hak untuk mempunyai penerjemah.

4. Hak untuk didampingi pengacara/penasehathukum dalam setiap pemeriksaan.

5. Hak WNA untuk menghubungi Kedutaan negaranya ketika mereka menjadi tersangka dalam suatu kasus kejahatan.

6. Hak untuk menghubungi dokter.

7. Hak untuk didampingi pengacaraketika tersangka ditahan dan untuk mendampinginya selama proses di pengadilan.

Hal yang patut disayangkan saat ini ialah banyaknya polisi yang masih belum bisa menjalankan fungsi dan perannya secara baik dan benar. Polisi yang seharusnya berfungsi sebagai pihak penegak hukum justeru memanfaatkan setatusnya tersebut untuk melanggar hukum, membela pihak yang salah asalkan ada kompensasi dan menelantarkan pihak yang benar yang mestinya mendapatkan pembelaan.

(14)

Pada Kasus Proses Peradilan Komando Jihad, bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh aparat Kepolisian ialah tidak menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan sebagaimana mestinya dalam perkara ini.10 Tugas kepolisian diambil alih oleh Kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) dan Laksusda (Pelaksana Khusus Daerah). Tidak terdapat dokumen yang menunjukkan sikap independensi dan profesional dari Polri terhadap langkah-langkah pelanggaran undang-undang tentang kepolisian yang dilakukan oleh komkamtib/laksusda.

Peran Lembaga Kepolisan dalam Kasus Pesta Miras yang kerap terjadi di masyarakat.

Dalam menangani sebuah masalah sosial dibutuhkan kerjasama dari seluruh pihak terkait baik pemerintah maupun masyarakat. Sukses tidaknya upaya mengatasi masalah sosial bergantung pada komitmen masing-masing pihak untutk menjalankan perannya dengan maksimal sehingga masalah tersebut dapat teratasi. Begitu juga Polri sebagai salah satu pengemban fungsi pemerintahan yang mempunyai tugas menegakkan hukum harus benar-benar melaksanakan perannya dengan maksimal. Meningkatkan peran serta Polri dalam memecahkan masalah sosial pesta miras ini dapat dilakukan denan cara mengevaluasi pelaksanaan tugas yang telah dilaksanakan selama ini dan melakukan peningkatan kinerja. Upaya-upaya yang dapat mendorong penanganan pesta miras antara lain:

1. Melakukan razia terhadap peredaran miras ilegal.

2. Melakukan penertiban terhadap penjual miras yang tidak sesuai dengan aturan.

3. Memberi masukan kepada pemerintah untuk membuat peraturan yang lebih ketat. Contohmya tentang penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Peraturan Menteri ini terbit menyempurnakan Peraturan Menteri sebelumnya mengenai peredaran minuman beralkohol dimana sejak diberlakukannya Permendag No 6 Tahun 2015 ini maka minimarket dan toko kecil dilarang

(15)

menjual minuman beralkohol. Dapat kita lihat bahwa berdasarkan feedback dari bawah maka pemerintah menyempurnakan kebijakan publik yang dikeluarkannya. Untuk itu sangat perlu kiranya bagi Polri untuk memberikan masukan kepada pemerintah untuk membuat peraturan perundang-undangan yang lebih ketat sehingga dapat menekan kejadian pesta miras di masyarakat.

4. Menggalakkan sambang kepada masyarakat untuk menyampaikan himbauan agar menghindari pesta miras.

Yang berikutunya mengenai kasus kecelakaan lalu lintas jika sang korban tidak melapor, bagaimanakah polisi dalam menangani hal tersebut?

Untuk mengetahui apakah kasus kecelakaan lalu lintas tetap diproses hukum meski korban tidak melaporkannya ke polisi, maka kita perlu mengetahui jenis delik (tindak pidana) dalam kecelakaan lalu lintas itu termasuk delik biasa (laporan) atau delik aduan.

Pada dasarnya, dalam suatu perkara pidana, pemrosesan perkara digantungkan pada jenis deliknya. Ada dua jenis delik sehubungan dengan pemrosesan perkara, yaitu delik biasa (laporan) dan delik aduan. Dalam delik biasa, perkara dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari pihak yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.

Berbeda dengan delik biasa. Dalam artikel Adakah Delik Aduan yang Tetap Diproses Meski Pengaduannya Sudah Dicabut? dikatakan bahwa delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan (korban). Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang apabila di antara mereka telah terjadi suatu perdamaian.

Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan delik biasa (laporan). Hal ini dapat kita ketahui dari Pasal 232 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan(“UU LLAJ”):

(16)

a. memberikan pertolongan kepada korban Kecelakaan Lalu Lintas;

b. melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau

c. memberikan keterangan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Karena merupakan delik biasa (laporan), maka menjawab pertanyaan Anda, kasus kecelakaan lalu lintas dapat diproses hukum oleh pihak kepolisian meskipun si korban tidak melapor. Hal ini juga dikarenakan diprosesnya kasus kecelakaan lalu lintas tidak bergantung pada pengaduan dari korban.

Adapun jika korban memaafkan pelaku dengan sepakat untuk berdamai, maka pada dasarnya perdamaian juga tidak menghapuskan tuntutan pidana. Hal ini dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal 235 UU LLAJ yang berbunyi:

(1) Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat(1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

(2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

Penjelasan lebih lanjut mengenai pasal ini dapat Anda simak dalam artikel Apakah Perdamaian dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Menggugurkan Tuntutan?

Jadi pada dasarnya, tanpa adanya pengaduan dari korban kecelakaan lalu lintas, proses hukum tetap dapat dilakukan karena kecelakaan lalu lintas adalah delik biasa.

Dasar hukumnya adalah Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

D. BAGAIMANA UPAYA PENCEGAHAN PELANGGARAN HAM DI INDONESIA?

(17)

berpeluang besar menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh terulang kembali, untuk itu

Dimuat pada Dignitas” Jurnal Hak Asasi Manusia, Volume VII No. 1 Tahun 2011, ISSN 1693-3559

supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini terbukti tidak memuaskan masyarakat, bahkan berdampak terhadap timbulnya berbagai pelanggaran hak asasi manusia, untuk itu desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan, otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindak lanjuti dan dilakukan pembenahan atas segala kekurangan yang terjadi.

3. Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara mengadakan reformasi di bidang struktural, invromental, dan kultural mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah.

4. Perlu penyelesaian terhadap berbagai konflik horizontal dan konflik vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai tindak kekerasan yang melanggara hak asasi manusia baik oleh sesame kelompok masyarakat dengan cara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana, adil dan menyeluruh.

(18)

perlindungan hak asasi perempuan dengan mencantumkan sanksi yang memadai terhadap semua jenis pelanggarannya.

Dimuat pada Dignitas” Jurnal Hak Asasi Manusia, Volume VII No. 1 Tahun 2011, ISSN 1693-3559

6. Anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan hak asasi manusia yang tersedia bagi orang dewasa. Anak harus diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka berinteraksi didalam masyarakat, anak tidak boleh dikenai siksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, pemenjaraan atau penahanan terhadap anak merupakan tindakan ekstrim terakhir, perlakuan hukum terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak harus mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana phisik dan psikologis yangmemungkinkan anak berkembang secara normal dengan baik, untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak, setiap pelanggaran terhadap aturan harus ditegakkan secara professional tanpa padang bulu.

7. Supremasi hukum harus ditegakkan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan memberikan layanan yang baik dan adil kepada masyarakat penari keadilan, memberikan perlindungan kepada semua orang dari perbuatan melawan hukum, menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.

8. Perlu adanya control dari masyarakat (social control) dan pengawasan dari lembaga politik terhadap upaya-upaya penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah

BAB III KESIMPULAN

(19)

Polri memiliki kewenangan dalam melakukan penegakan hukum yang didasarkan pada hukum positif yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (UU No. 2 Tahun 2002). Dalam penegakan hukum ini acapkali mengandung dua dimensi yaitu memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat namun dimensi lain memiliki potensi untuk disalahgunakan dan cenderung merugikan masyarakat. Banyak kasus-kasus hukum yang ditangani oleh polisi yang mendapat apresiasi dari masyarakat namun tidak sedikit pula mendapat kritik dari masyakarat. KUHAP memberikan kewenangan yang cukup besar kepada kepolisian untuk melakukan langkah-langkah hukum terhadap tersangka. Jika kewenangan tersebut tidak amanah dan tidak diawasi maka berpotensi untuk digunakan secara berlebihan.

Strategi polri dalam menghadapi pelanggaran HAM dapat dinyatakan sebagai upaya profesionalitas dibidang penegakan hukum, penegakkan HAM secara latent merupakan penegakkan hukum yang baik secara sistematis merupakan strategi penegakan HAM, selain itu pula anggota Polri perlu diberikan pengetahuan tentang hak dan kewajibannya dalam menegakkan hukum sesuai dengan hukum nasional maupun standar internasional, sehingga terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas kepolisian

(20)

Daftar Pustaka

Marbun, BN. 2000. Penegakan Hukum dan Hak Asasi di Indonesia. Bina Cipta. Jakarta.

Hutauruk, M. 1982. Hak Asasi Manusia dan Warga Negara. Erlangga. Jakarta.

Senoadji, Indriyanto. 1998. Penyidikan dan HAM dalam Prospektif KUHAP Bidang Penyidikan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Alamsyah, Nur. 2000. Peradilan Terhadap Pelaku Kejahatan HAM Yang Berat. LBH Medan

Atmasasmitha, Romli. 2001. Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum. Mandar Maju. Bandung

Nggeboe, Ferdricka. 2012. Tinjuan Tentang Peran Penegak Hukum dan Perlindungan HAM. JILS.

Benedict, Mercury A. 2012. Polish and Human Rights. International Jurnal and Educations and The Arts

Malarangeng, Andi Bau. 2012. Solusi Praperadilan Oleh Hakim Komisaris. Jurnal Pandecta.

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran yang seringkali digunakan untuk mengevaluasi suatu model ekonomi politik adalah kesejahteraan, yang tentu perlu diuraikan lebih teknis pengertiannya.. Bila tidak

Pendekatan pembelajaran berbasis otak ( Brain Based Learning) adalah sebuah cara berpikir mengenai proses pembelajaran yang diselaraskan. dengan cara otak

Menurut Yuliani, dkk (2005) yang meneliti efektifitas lilin penolak lalat dengan bahan aktif limbah penyulingan minyak nilam, diperoleh hasil bahwa kombinasi bahan aktif

Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian sosial tersebut adalah ...A. meningkatkan rating stasiun

berhak mengadili sengketa hasil pemilu yaitu Mahkamah Konstitusi. Obyek gugatan adalah berkaitan dengan perolehan suara yang tercantum dalam Sertifikat perhitungan hasil

Kelompok Kerja Jasa Konsultansi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Lamandau mengumumkan pemenang seleksi sederhana untuk Pekerjaan Perencanaan Gereja

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja keuangan perusahaan di sektor pertanian yang tercatat di BEI dengan menggunakan metode EVA, MVA,

Maka judul penelitian ini adalah : Membangun Jiwa Kewirausahaan Melalui Pelatihan Magang Kewirausahaan Di Kalangan Mahasiswa (Sebuah Model Pelatihan Kewirausahaan