• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Analisis Nilai Kerugian Petani Padi Akibat Variabilitas Cuaca Dan Proses Adaptasi Yang Dilakukan Oleh Petani (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Analisis Nilai Kerugian Petani Padi Akibat Variabilitas Cuaca Dan Proses Adaptasi Yang Dilakukan Oleh Petani (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI KERUGIAN PETANI PADI AKIBAT

VARIABILITAS CUACA DAN PROSES ADAPTASI YANG

DILAKUKAN OLEH PETANI

(Studi kasus: Kabupaten Indramayu)

VYATRA PRATIWI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nilai Kerugian Petani Padi Akibat Variabilitas Cuaca dan Proses Adaptasi yang dilakukan oleh Petani (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu) adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)
(5)

Cuaca dan Proses Adaptasi yang dilakukan oleh Petani (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu). Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR.

Indramayu merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang sangat rentan terhadap kejadian variabilitas cuaca seperti cuaca ekstrim. Variabilitas cuaca akan mempengaruhi kondisi lingkungan di Kabupaten Indramayu yang merupakan salah satu sentra produksi pertanian terutama padi di Provinsi Jawa Barat. Adanya variabilitas cuaca tersebut menyebabkan para petani melakukan adaptasi terhadap variabilitas cuaca dengan maksud untuk mengurangi kerugian yang diterima oleh petani. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji persepsi petani mengenai variabilitas cuaca, mengkaji dan mengidentifikasi dampak variabilitas cuaca terhadap kegiatan usahatani dan rumah tangga petani padi di Kabupaten Indramayu, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian petani padi terhadap variabilitas cuaca, serta mengkaji adaptasi petani dalam menghadapi perubahan variabilitas cuaca. Penelitian ini menggunakan 4 metode analisis, yaitu: (1) analisis deskriptif dengan metode likert, (2) analisis deskriptif dan analisis pendapatan rumah tangga usahatani padi, (3) analisis model regresi berganda, dan (4) analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya perubahan pola curah hujan dalam 10 tahun terakhir dan peningkatan jumlah dan jenis hama penyakit tanaman sangat dirasakan oleh petani. Total nilai kehilangan hasil padi akibat variabilitas cuaca di Kabupaten Indramayu tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp. 13.174.558 untuk setiap petani. Total nilai kerugian petani padi akibat variabilitas cuaca tahun 2014 di Kabupaten Indramayu terbesar berada pada kelompok luas lahan kurang dari 1 hektar yaitu sebesar 58,62%. Pendapatan rumah tangga petani padi pada kelompok penguasaan lahan yang semakin luas yaitu lebih dari 1,5 hektar terjadi kecenderungan bahwa kontribusi pendapatan rumah tangga disektor pertanian semakin rendah. Total rata-rata pendapatan rumah tangga petani padi di Kabupaten Indramayu untuk tahun 2014 yaitu sebesar Rp. 64.551.024. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada besarnya nilai kerugian petani padi terhadap upaya strategi dan adaptasi petani dalam menghadapi variabilitas cuaca adalah umur tanam, musim dan ketinggian lahan.

(6)

VYATRA PRATIWI. Economic Losses Analysis of Rice Farmer due to Weather Variability and Adaptation Process conducted by Farmer (Case Study: Indramayu Regency). Supervised by RIZAL BAHTIAR.

Indramayu is one of area in West Java which is very susceptible to weather variability such as extreme weather. Weather variability will affect environmental conditions in Indramayu, which is one of agricultural center producers, especially rice production. The variability of weather causes farmers to adapt towards it in order to reduce economic losses received by farmers. The objective of this study is to assess farmers' perceptions about weather variability, to assess and identify the impact of weather variability on farming and household activities of rice farmers in Indramayu, to identifying the factors was affect the losses value of the rice yield due to the weather variability, and to review the adaptation of farmers in facing weather variability that occurs in Indramayu. This study implies three analysis methods, namely: (1) descriptive analysis with Likert method, (2) descriptive analysis and household income analysis of rice farmers, and (3) the multiple regression model analysis and (4) descriptive analysis.

The results of this study shows that the precipitation pattern change in the last 5 years and the increasing number and type of plant pests and diseases are suffered by farmers. The total losses value of the rice yield due to the weather variability in Indramayu for 2014 is estimated at Rp. 13.174.558 for every farmers. The total economic losses value of farmers due to weather variability in 2014 in Indramayu was the largest in the group of the land area which is less than 1 hectare equals to 58.62%. Household income of rice farmers in that group which was more extensive was more than 1.5 hectares with a tendency that the contribution of household incomes in the agricultural sector became lower. The total average of household income of rice farmers in Indramayu for 2014 was Rp. 64.551.024. The real factors effected on the losses value of rice farmers toward the effort and the adaptation strategy in facing weather variability were planting age, seasons, and land altitude.

(7)

VARIABILITAS CUACA DAN PROSES ADAPTASI YANG

DILAKUKAN OLEH PETANI

(Studi kasus: Kabupaten Indramayu)

VYATRA PRATIWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Nilai Kerugian Petani Padi Akibat Variabilitas Cuaca dan Proses Adaptasi yang dilakukan oleh Petani (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu)”. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kerugian ekonomi yang dirasakan petani Kabupaten Indramayu akibat variabilitas cuaca serta proses adaptasi yang dilakukan oleh petani. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan agar dapat menyelesaikan Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, diharapkam kritik

dan saran untuk kesempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2015

(14)

DAFTAR TABEL ... xiii

2.2 Pengertian Variabilitas Cuaca ... 10

2.2.1 Dampak Perubahan Pola Curah Hujan dan Kejadian Cuaca Ekstrim ... 11

2.2.2 Dampak Sumberdaya Lahan dan Air ... 12

2.3 Persepsi Petani Terhadap Variabilitas Cuaca ... 14

2.4 Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Hasil Produksi, Input dan Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi ... 15

2.5 Adaptasi Petani dalam Menghadapi Variabilitas Cuaca ... 17

2.5.1 Perubahan Pola Tanam Sebagai Upaya Adaptasi terhadap Variabilitas Cuaca ... 18

4.4.1 Analisis Persepsi Petani terhadap Variabilitas Cuaca ... 27

4.4.2 Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Kegiatan Usahatani dan Rumah Tangga Petani Padi ... 28

4.4.2.1 Perubahan Produktivitas Padi Akibat Variabilitas Cuaca ... 28

4.4.2.2 Nilai Kerugian Petani Padi Akibat Variabilitas Cuaca ... 29

4.4.2.3 Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi terhadap Variabilitas Cuaca ... 30

4.4.3 Strategi dan Adaptasi Petani Dalam Menghadapi Variabilitas Cuaca ... 31

(15)

5.1 Keadaam Umum Lokasi Penelitian ... 39

5.2 Karakteristik Usaha Tani Responden ... 40

5.2.1 Tingkat Usia ... 41

5.2.2 Lama Pendidikan ... 42

5.2.3 Luas dan Status Kepemilikan Lahan ... 42

5.2.4 Lama Bertani ... 43

6. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

6.1 Persepsi terhadap Variabilitas Cuaca ... 45

6.1.1 Persepsi Petani Padi terhadap Variabilitas Cuaca ... 45

6.1.2 Persepsi Kerugian Petani Akibat Variabilitas Cuaca ... 47

6.2 Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Kegiatan Usahatani dan Rumah Tangga Petani Padi ... 49

6.2.1 Perubahan Produktivitas ... 50

6.2.2 Nilai Kerugian Petani Padi Akibat Variabilitas Cuaca ... 50

6.2.3 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi ... 51

6.3 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi dan Adaptasi Petani Padi dalam Menghadapi Variabilitas Cuaca ... 54

6.3.1 Analisis Regresi Berganda ... 54

6.4 Adaptasi Petani dalam Menghadapi Variabilitas Cuaca ... 58

6.4.1 Implikasi Kebijakan Adaptasi ... 60

7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

7.1 Kesimpulan ... 63

7.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 71

(16)

Nomor Halaman

1 Prediksi penurunan produksi tanaman pangan strategis di Indonesia pada

tahun 2050 ... 3

2 Prediksi penurunan produksi tanaman pangan strategis di Indonesia pada tahun 2050 ... 4

3 Luas panen, produktivitas dan produksi padi tahun 2011 ... 5

4 Klasifikasi penilaian kerusakan akibat dampak anomali iklim dan cuaca (kekeringan) ... 13

5 Klasifikasi penilaian kerusakan akibat dampak anomali iklim dan cuaca (banjir) ... 14

6 Jenis dan sumber data dalam penelitian ... 25

7 Metode pengolahan dan analisis data dalam penelitian ... 26

8 Range skala penilaian ... 27

9 Jumlah Penduduk Kabupaten Indramayu Tahun 2009-2014 ... 39

10 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Indramayu Tahun 2011-2013 . 40 11 Wilayah studi penelitian ... 41

12 Persepsi terhadap variabilitas cuaca ... 48

13 Hasil skala likert penilaian responden terhadap persepsi variabilitas cuaca ... 48

14 Kehilangan hasil akibat variabilitas cuaca (kekeringan dan kebanjiran) di Kabupaten Indramayu tahun 2014 ... 50

15 Total nilai kerugian petani padi akibat variabilitas cuaca di Kabupaten Indramayu tahun 2014 ... 51

16 Struktur pendapatan rumah tangga petani padi menurut kelompok penguasaan lahan di Kabupaten Indramayu tahun 2014 ... 52

17 Struktur pendapatan rumah tangga petani padi menurut kelompok penguasaan lahan di Kabupaten Indramayu saat kondisi normal ... 53

18 Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2014 ... 54

(17)

1 Perkembangan luas kekeringan dan kebanjiran di Kabupaten

Indramayu 5 tahun terakhir ... 6

2 Pembagian wilayah Indonesia berdasarkan pembagian pola hujan ... 11

3 Perubahan panjang musim kemarau di seluruh Indonesia ... 12

4 Kerangka pemikiran ... 23

5 Karakteristik responden berdasarkan tingkat usia ... 41

6 Karakteristik responden berdasarkan lama pendidikan ... 42

7 Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan ... 43

8 Karakteristik responden berdasarkan status kepemilikan lahan ... 43

9 Karakteristik responden berdasarkan lama bertani ... 44

10 Data curah hujan (mm) MH bulan Okober, November dan Desember tahun 2004-2013 di Kabupaten Indramayu ... 46

(18)

1 Kuesioner penelitian ... 73 2 Curah hujan (mm) di Kabupaten Indramayu Tahun 2004-2013 ... 80 3 Pendapatan rumah tangga petani padi Kabupaten Indramayu tahun

(19)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Variabilitas cuaca merupakan isu yang menarik perhatian sangat besar dan sangat luas. Hal ini terjadi karena variabilitas cuaca mempunyai dampak yang sangat signifikan terutama terhadap berbagai aspek kehidupan makhluk hidup, baik yang ada di daratan maupun yang hidup dalam air. Bahkan apabila kita tidak dapat melakukan adaptasi dan mitigasi secara baik, bukan tidak mungkin suatu saat akan dapat merubah berbagai sendi kehidupan (Riani 2012). Variabilitas cuaca dapat diidentifikasi melalui penyimpangan atau anomali unsur-unsur iklim

seperti curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara dan angin sebagai akibat pengaruh dari berbagai faktor pengendali iklim dalam skala global,

regional maupun lokal. Variabilitas cuaca dapat disebabkan karena faktor internal yang lebih dikenal sebagai proses alam dan faktor eksternal sebagai akibat adanya intervensi dari manusia. Faktor eksternal tersebut adanya perubahan perilaku manusia yang mempengaruhi komposisi penggunaan lahan dan kondisi ekosistem. Dampak dari adanya variabilitas cuaca yaitu naiknya permukaan air laut yang dapat menimbulkan krisis dari berbagai dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, kesehatan masyarakat, dan produksi pangan.

Dampak variabilitas cuaca sudah dirasakan oleh semua lapisan

masyarakat. Namun yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat yang berada di kalangan bawah. Pertama, sumber nafkah sebagian masyarakat miskin berada di sektor pertanian dan perikanan, sehingga sumber-sumber pendapatan mereka sangat dipengaruhi oleh iklim. Kedua, sanitasi yang buruk mengakibatkan banjir ketika curah hujan lebat, masyarakat akan terkena berbagai macam penyakit seperti malaria, diare, kolera, demam berdarah, dan lain-lain. Ketiga, cuaca yang berubah-ubah sering menyebabkan terjadinya gagal panen yang pada akhirnya menyebabkan kekurangan pangan. Keempat, kekurangan persediaan air akibat pola hujan yang berubah-ubah (Moediarta dan Stalker 2007).

Terdapat perbedaan antara variabilitas cuaca dengan perubahan iklim. Perubahan iklim disebabkan oleh pemanasan global. Adanya pemanasan global

(20)

CFC. Peningkatan emisi gas rumah kaca tersebut sangat tinggi terjadi pada negara-negara maju dan berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara

berkembang yang merasakan adanya peningkatan emisi gas rumah kaca tersebut. Perubahan iklim menyebabkan terjadinya variabilitas cuaca, yaitu keadaan atmosfer dalam waktu singkat dan meliputi wilayah yang sempit. Adanya variabilitas cuaca tersebut menunjukkan adanya peningkatan suhu udara, perubahan pola curah hujan, peningkatan permukaan air laut dan peningkatan frekwensi kejadian ekstrim, yaitu banjir dan kekeringan. Variabilitas cuaca tentunya dapat merugikan banyak pihak terutama bagi petani yang memiliki usaha tani di sektor pertanian.

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun

(21)

Tabel 1. Prediksi penurunan produksi tanaman pangan strategis di Indonesia pada tahun 2050

No. Komoditas Produksi (Ton)

Penurunan Produksi Tahun

Sumber: Handoko et al. (2008), BPS

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa Indonesia pada tahun 2050 diduga mengalami penurunan produksi pada komoditas padi sebesar 20,3%, jagung 13,1%, dan kedelai 12,4%. Hal ini menyebabkan timbulnya biaya dan risiko lingkungan, ekonomi, sosial, dan politik yang sangat besar jika

dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mitigasi, adaptasi maupun antisipasi.

Padi merupakan salah satu jenis sub sektor tanaman bahan pangan.

Produksi padi di Indonesia tahun 2010 mencapai 66,4 juta ton sedangkan pada tahun 2011 mencapai 65,7 juta ton dengan produktivitas sebesar 4,98 ton/ha. Hal ini menandakan penurunan produksi padi pada dua tahun tersebut (BPS 2014). Data juga menunjukkan bahwa peningkatan produksi padi nasional sejak tahun 1970 tidak selalu linier, tetapi ada kalanya fluktuatif. Fluktuasi produksi padi nasional salah satunya dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim. Iklim dan cuaca di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena interaksi lautan-atmosfer yang terjadi di Samudera Pasifik yang dikenal sebagai fenomena El-Nino Southern Oscillation (ENSO) (Naylor et al. 2001). Selain itu terdapat pula fenomena interaksi lautan atmosfer lainnya yang diduga menyebabkan peristiwa kekeringan di Indonesia, dikenal dengan Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudra Hindia (Saji dan Yamagata 1999). Kemarau panjang yang disebabkan oleh kedua fenomena iklim berdampak buruk bagi ketahanan pangan di Indonesia. Kejadian El- Nino yang terjadi pada tahun 1997/1998 menyebabkan menurunnya produktivitas padi nasional sebesar 2,9 ton Gabah Kering Giling (GKG). Hal ini menyebabkan meningkatnya impor beras dari 407.000 ton pada tahun 1996 menjadi 2,9 juta ton tahun 1997 dan 1998 (Tabor 2001).

Sejak tahun 1990-an, berbagai kawasan di Indonesia sering dilanda

(22)

sawah di Pulau Jawa mengalami gagal panen atau puso (Iskandar 2007). Diperkirakan pada masa mendatang gejala perubahan iklim global tersebut akan

semakin serius melanda berbagai kawasan dunia. Keadaan tersebut secara langsung maupun tidak langsung juga akan berdampak terhadap aktivitas pertanian di Indonesia, khusunya wilayah Kabupaten Indramayu.

Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan ideal untuk tanaman padi rata-rata yaitu 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun berkisar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230 sedangkan untuk tinggi tempat bercocok tanaman padi berkisar antara 0-1500 mdpl (Yulianto dan Sudibyakto 2012). Kondisi tersebut tentunya menjadi harapan bagi petani agar hasil panen yang dihasilkan memuaskan.

Indramayu merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang sangat rentan terhadap kejadian cuaca ekstrim. Pengamatan dari 1991-1997 menunjukkan kekeringan di Indramayu umumnya berkaitan dengan kejadian El-Nino. Dampak terhadap pendapatan masyarakat petani di Indramayu sangat besar. Jumlah keluarga petani yang berada dibawah garis kemiskinan meningkat secara nyata pada tahun El-Nino (Boer et al. 2004).

Tabel 2. Produktivitas padi di Kabupaten Indramayu tahun 2011-2014

No. Tahun Kw/Ha

1. 2011 71,20

2. 2012 71,07

3. 2013 70,10

4. 2014 69,43

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu (2014)

Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 produktivitas padi mencapai 69,43 kw/ha jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang meningkat dengan jumlah 71,20 kw/ha pada tahun 2011. Hal ini menyebabkan Indramayu kekurangan pasokan padi untuk memenuhi permintaan pasar domestik pada tahun 2014. Oleh karena itu, Indramayu dipilih menjadi

sampel penelitian ini yang mengangkat topik tentang “Analisis Nilai Kerugian

Petani Padi Akibat Variabilitas Cuaca dan Proses Adaptasi yang dilakukan oleh

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Indramayu selama ini dikenal dengan lumbung padi Jawa Barat.

Penggerak perekonomian Indramayu berasal dari sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan lahan panen, produktivitas dan produksi pertanian di Indramayu. Peningkatan tersebut tentunya dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam perekonomian Indonesia.

Tabel 3. Luas panen, produktivitas dan produksi padi tahun 2011

Kabupaten Luas Panen

(Ha)

Produktivitas (Kg/Ha) Produksi (Ton)

Indramayu 230.985 61,26 1.415.050

Subang 176.369 60,10 1.059.905

Purwakarta 38.022 57,28 217.805

Karawang 188.769 60,17 1.135.863

Bekasi 98.574 58,31 574.787

Sukabumi 130.312 55,56 724.025

Cianjur 139.932 56,51 790.824

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Tabel 3 menunjukkan bahwa Indramayu pada tahun 2011 berada di tingkat pertama dilihat dari luas panen, produktivitas dan produksinya. Hal ini tentunya

menjadikan petani di Indramayu sejahtera. Peningkatan tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan cuaca di Indramayu yang dinilai normal.

Sektor pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap variabilitas cuaca, terutama tanaman pangan padi. Hasil produksi padi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2012 mengalami penurunan akibat adanya kekeringan yang melanda lahan persawahan mereka. Kekeringan tersebut timbul dikarenakan variabilitas cuaca yang menyebabkan fluktuasi curah hujan yang tidak menentu. Hujan yang tidak turun berdampak pada pasokan air saat memasuki musim kemarau semakin sulit dan diperkirakan ratusan hektar sawah akan terancam gagal panen akibat kekeringan. Selain itu pada tahun 2014, Indramayu dilanda

(24)

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu (2014)

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu, terjadi peningkatan luas kekeringan pada tahun 2012 yaitu sebesar

13.173 hektar dan luas kebanjiran pada tahun 2014 yaitu sebesar 1.920 hektar. Adanya variabilitas cuaca tersebut menyebabkan para petani melakukan adaptasi terhadap variabilitas cuaca. Adaptasi yang dilakukan oleh petani di Indramayu adalah merubah pola tanam, yang sebelumnya berupa tanaman pangan padi menjadi holtikultura.

Variabilitas cuaca akan mempengaruhi kondisi lingkungan di Kabupaten Indramayu yang merupakan salah satu sentra produksi pertanian terutama padi di Provinsi Jawa Barat. Terbatasnya informasi yang diperoleh petani mengenai

variabilitas cuaca menyebabkan persepsi antar petani mengenai variabilitas cuaca berbeda. Oleh karena itu, kajian mengenai persepsi petani padi terhadap variabilitas cuaca tersebut perlu dilakukan. Analisis terhadap dampak variabilitas cuaca terhadap kegiatan usahatani dan rumah tangga petani padi perlu dilakukan. Estimasi perubahan pendapatan rumah tangga petani perlu dikaji untuk mengetahui seberapa besar dampak variabilitas cuaca terhadap pendapatan rumah tangga petani padi disertai dengan melakukan adaptasi.

(25)

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana persepsi petani mengenai variabilitas cuaca?

2. Bagaimana dampak variabilitas cuaca terhadap usahatani padi dan rumah tangga petani padi?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kerugian petani padi terhadap variabilitas cuaca?

4. Bagaimana adaptasi yang dilakukan petani dalam menghadapi perubahan variabilitas cuaca?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan umum dari penelitian adalah mengkaji nilai kerugian petani padi akibat variabilitas cuaca di Kabupaten

Indramayu. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengkaji persepsi petani mengenai variabilitas cuaca.

2. Mengkaji dampak variabilitas cuaca terhadap kegiatan usahatani padi dan rumah tangga petani padi di Kabupaten Indramayu.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian petani padi terhadap variabilitas cuaca.

4. Mengkaji adaptasi petani dalam menghadapi perubahan variabilitas cuaca.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi mahasiswa sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini menjadi referensi dalam mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian dalam lingkup yang lebih luas.

(26)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(27)

2.1. Ekonomi Variabilitas Cuaca

Asian Development Bank (ADB) (2010) menuliskan bahwa wilayah pasifik akan menghadapi kerugian ekonomi yang serius akibat variabilitas iklim dan cuaca. Negara-negara kecil di dunia yang berada di wilayah Pasifik bisa terancam karena meningginya permukaan air laut akibat variabilitas cuaca. Permukaan air laut di beberapa negara ini bisa mencapai 1 meter. Oleh sebab itu, negara-negara di wilayah ini termasuk Indonesia harus segera mengambil langkah yang serius1.

Food Agriculture Organisation (FAO) (2010), memprediksikan bahwa mulai 2030 mendatang, akan terjadi bencana kelaparan global yang yang dialami oleh beberapa negara berkembang di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika latin. Kondisi tersebut merupakan dampak dari produksi pangan yang lebih rendah dari permintaan yang diperparah oleh fenomena variabilitas cuaca global. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) (2007), juga menambahkan akan mengalami penurunan curah hujan di kawasan selatan, sebaliknya di kawasan utara akan mengalami peningkatan curah hujan, artinya kawasan yang menurun curah hujannya sangat berpotensi merusak sistem tanam pertanian, khususnya tanaman yang tidak memiliki potensi resistensi terhadap kekeringan. Kemudian krisis air untuk menopang kehidupan (air bersih) dan infrastruktur listrik turbin. Di sisi lain, peningkatan curah hujan akan menjadi potensial ancaman banjir yang merusak sarana dan prasarana pendukung pertanian2.

Variabilitas cuaca dipicu oleh adanya perubahan iklim. Terjadinya pergeseran musim, akan berpengaruh pada perencanaan aktivitas kegiatan pertanian, sehingga jadwal tanam akan terganggu yang mengakibatkan menurunnya angka produksi dan bahkan kegagalan panen. Kemudian munculnya sumber penyakit-penyakit baru pada tanaman, angin kencang dan badai yang merusak tanaman.

1

http://www.tempo.co/read/news/2013/11/26/095532549/Perubahan-Iklim-Ancam-Ekonomi-Pasifik [diakses pada 20 januari 2015]

2

(28)

2.2. Pengertian Variabilitas Cuaca

Perubahan iklim menyebabkan terjadinya variabilitas cuaca, yaitu fenomena terkait kondisi cuaca ekstrem yang terjadi dalam rentang waktu tertentu. Menurut Winarso dan Paulus (2003) cuaca merupakan bentuk awal yang dihubungkan dengan penafsiran dan pengertian mengenai kondisi fisik udara sesaat pada lokasi dan waktu tertentu, sedangkan iklim adalah kondisi lanjutan yang merupakan kumpulan kondisi cuaca dan disusun serta dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu. Variabilitas cuaca ditandai dengan adanya peningkatan suhu udara, perubahan pola curah hujan, peningkatan permukaan air laut dan peningkatan frekwensi kejadian ekstrim meliputi banjir dan kekeringan. Pengaruh variabilitas cuaca terhadap sektor pertanian yang dapat menimbulkan kerugian secara langsung adalah banjir, kekeringan dan peningkatan serangan hama dan penyakit.

Menurut Nurdin (2011), sejak revolusi industri dimulai hingga sekarang telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara global. Selain meningkatkan itu, variabilitas cuaca juga meningkatkan fluktuasi, frekuensi dan

intensitas anomali iklim dalam dasawarsa terakhir yang disebabkan oleh fenomena ENSO dan IOD yang berdampak pada perubahan pola musim hujan sehingga awal musim hujan maupun musim kering terlambat. ENSO merupakan

fenomena laut dan atmosfer yang terjadi bersama-sama di Pasifik Tropis. Dalam kondisi normal, Pasifik Barat Tropis lebih hangat daripada Pasifik Timur. Akibatnya angin equatorial berhembus ke arah barat membantu konveksi di Pasifik Barat dan subsidensi di Pasifik Timur.

Perubahan iklim akan memperbesar nilai variabilitas cuaca dan mempercepat periode terjadinya variabilitas cuaca tersebut. Dengan kata lain, cuaca ekstrim muncul sebagai wujud dari perubahan iklim. Cuaca ekstrim adalah suatu kondisi yang sangat jarang terjadi, mengandung resiko bencana dan

parameter yang diukur nilainya sangat besar atau sangat kecil (misalnya pada curah hujan atau temperatur). Cuaca ekstrim dan berbagai bencana sering kali

(29)

Variabilitas cuaca disebabkan oleh faktor pengendali berupa interaksi antara atmosfer, lautan dan daratan. Untuk menunjang atau menghambat kegiatan yang akan ditimbulkan, dapat dilakukan dengan memanfaatkan karakteristik dan spesifikasi variabilitas cuaca. Indonesia memiliki variabilitas cuaca yang tinggi. Berdasarkan pola hujan, wilayah Indonesia berdasarkan Gambar 2 dibagi dalam tiga klasifikasi pola hujan, yaitu monsual, ekuatorial, dan lokal (Syamsuddin 2014).

Sumber: www.bmkg.go.id

Variabilitas cuaca dapat dilihat dari keragaman curah hujan suatu wilayah. Variabel lain yang dapat menyebabkan variabilitas cuaca adalah suhu udara, suhu permukaan laut (SPL) dan unsur oseanografi lain seperti ketinggian gelombang. Suhu udara merupakan energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul udara (Handoko 1994). As-Syakur (2011) dalam penelitiannya mengatakan bahwa SPL di wilayah tropis memiliki variasi yang tinggi baik dalam skala ruang maupun waktu.

2.2.1. Dampak Perubahan Pola Curah Hujan dan Kejadian Cuaca Ekstrim

Badan Litbang Pertanian menuliskan, perubahan pola hujan sudah terjadi sejak beberapa dekade terakhir di beberapa wilayah di Indonesia, seperti pergeseran awal musim hujan dan perubahan pola curah hujan. Selain itu terjadi kecenderungan perubahan intensitas curah hujan bulanan dengan keragaman dan

(30)

deviasi yang semakin tinggi serta peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrim, terutama curah hujan, angin, dan banjir rob.

Beberapa ahli menemukan dan memprediksi arah perubahan pola hujan di Wilayah Selatan Jawa dan Bali dengan intensitas curah hujan cenderung meningkat tetapi dengan periode yang lebih singkat (Naylor et al. 2007). Secara nasional, tren perubahan secara spasial, di mana curah hujan pada musim hujan lebih bervariasi dibandingkan dengan musim kemarau (Boer et al. 2009).

Sumber: Boer et al. 2009

Pada Gambar 3, variabilitas cuaca juga berdampak terhadap peningkatan hujan musiman Desember, Januari, Februari (DJF) secara signifikan di sebagian besar wilayah di Jawa, Kawasan Timur Indonesia, dan Sulawesi. Sebaliknya, variabilitas cuaca berdampak terhadap penurunan hujan musiman Juni, Juli, Agustus (JJA) secara signifikan di sebagian besar wilayah Jawa, Papua, Bagian Barat Sumatera, dan Bagian Timur Selatan Kalimantan. Variabilitas cuaca mengakibatkan musim kemarau memanjang di sebagian besar wilayah Jawa, Bagian Selatan Sumatera, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.

2.2.2. Dampak Sumberdaya Lahan dan Air

Secara umum, variabilitas cuaca akan berdampak terhadap penciutan dan degradasi (penurunan fungsi) sumberdaya lahan, air dan infrastruktur terutama

Gambar 3. Perubahan panjang musim kemarau di seluruh Indonesia. Panjang MK

(31)

irigasi, yang menyebabkan terjadinya ancaman kekeringan atau banjir. Kekeringan merupakan gangguan keseimbangan hubungan antara tanaman dan air tanah, yang mengakibatkan persediaan air dalam tanah tidak mampu mencukupi kebutuhan air tanaman. Menurut Dinas Pertanian Pangan Provinsi Jawa Barat, penyebab dari kekeringan yaitu menurunnya kapasitas sumber air akibat rusaknya daerah tangkapan air, rendahnya efisiensi penggunaan air akibat buruknya sistem pengoperasian/alokasi air, menurunnya kapasitas saluran maupun wadah-wadah air akibat sedimentasi, tingginya tingkat kehilangan air akibat kerusakan jaringan irigasi dan lain sebagainya. Wilayah yang rentan terkena kekeringan di Jawa Barat salah satunya yaitu di Indramayu yang memiliki daerah irigasi namun tidak memiliki fasilitas waduknya. Untuk menilai kerusakan akibat dampak variabilitas cuaca pada kekeringan dapat dilihat pada Tabel 4 yang sangat berpengaruh terhadap hasil produksi tanaman sehingga diperlukan langkah pencegahan maupun adaptasi untuk menanganinya.

Tabel 4. Klasifikasi penilaian kerusakan akibat dampak anomali iklim dan cuaca (kekeringan)

No. Klasifikasi Gejala

1 Ringan Ujung daun tanaman kering

2 Sedang Bagian yang mengering berkembang sampai

mencapai 1/4 panjang daun

3 Berat > 1/4 - 2/3 daun mengering

4 Puso Seluruh tanaman mengering/mati

Sumber : Dinas Pertanian Pangan Provinsi Jawa Barat (2012)

Banjir merupakan bencana alam yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap kerusakan di sektor ekonomi dan sosial. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa di Indonesia semenjak tahun 1815 hingga 2012 bencana banjir terjadi paling banyak yaitu mencapai 38 % dari total bencana yang terjadi. Banjir yang berlangsung di Indonesia disebabkan oleh empat hal yaitu faktor hujan yang lebat, perubahan tata guna lahan, kesalahan pembangunan alur sungai dan pendangkalan sungai (Maryono 2005).

(32)

ketersediaan air bagi pertumbuhan padi sawah (Boer et al. 2009). Padi yang terkena dampak banjir sebagian besar adalah tanaman yang baru ditanam sehingga bisa segera ditanami kembali ketika pasca banjir. Pada tahun 2013, luas lahan tanaman padi yang terkena banjir seluas 333.663 ha (2,36% dari luas tanam 14.159.169 ha), di antaranya puso 78.821 ha atau sebesar 0,56% dari luas tanam 14.159.169 ha. Sedangkan luas banjir pada 2013/2014 (Oktober - Desember 2013) seluas 37.928 ha (3,86% dari luas tanam 983.352 ha), di antaranya puso 6.635 ha atau sebesar 0,67% dari luas tanam 983.352 ha3. Untuk menilai kerusakan akibat dampak anomali iklim dan cuaca pada kondisi banjir dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Klasifikasi penilaian kerusakan akibat dampak anomali iklim dan cuaca (banjir)

Sumber : Dinas Pertanian Pangan Provinsi Jawa Barat (2014)

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2010) menuliskan, dampak perubahan iklim terhadap sektor yang berkaitan dengan sumber daya air antara lain meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrim yang berpotensi menimbulkan banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Selain itu daya dukung lahan juga menurun yang diakibatkan oleh tekanan terjadap lahan.

2.3. Persepsi Petani Terhadap Variabilitas Cuaca

Persepsi menurut Harihanto (2001) merupakan pandangan individu terhadap waktu objek stimuls sehingga mengakibatkan reaksi terhadap individu berupa penerimaan ataupun penolakan terhadap stimulus tersebut. Persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus sehingga berakibat terhadap menurunnya kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut. Stimulus bisa berupa benda, isyarat, informasi, maupun situasi

(33)

dan kondisi tertentu. Persepsi berhubungan dengan pendapatan dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap motivasi, kemauan, dan perasaan terhadap stimulus tersebut.

Menurut Calhoun dan Acocella (1990), persepsi memiliki tiga dimensi yang menandai konsep diri, yaitu pengetahuan (apa yang individu ketahui tentang sesuatu hal), pengharapan dan penilaian (pengukuran individu tentang sesuatu hal dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi dalam rangka memenuhi harapan individu tentang hal tersebut). Persepsi seseorang menurut Kartono (1987) akan

terjadi melalui indera yang dimiliki, pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera. Terbangunnya persepsi dapat dirasakan melalui kesejahteraan hidup manusia dan berbagai macam proses dalam usaha manusia menjalin hubungan dengan lingkungan mereka. Hal tersebut akan mendorong manusia dalam usaha mendekati atau mencapai suatu kondisi kehidupan sesuai dengan gambaran hidup sejahtera yang dalam diri manusia (Twikromo 1995).

Salah satu pihak yang terkena dampak variabilitas cuaca adalah petani. Para petani yang tidak menyadari variabilitas cuaca dan dampak potensialnya

akan berakibat pada kerentanan di tingkat petani yang lainnya, karena kualitas dan kuantitas padi secara aktual dipengaruhi oleh variabilitas cuaca. Selain itu, dengan mengabaikan variabilitas cuaca ini memungkinkan dapat mempengaruhi produksi

padi secara signifikan dimasa mendatang bagi petani yang memiliki keterbatasan informasi.

2.4. Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Hasil Produksi, Input dan Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi

Variabilitas cuaca secara langsung mempengaruhi berbagai aspek dari ketahanan pangan, khususnya dalam hal ketersediaan pangan dan distribusi pangan. Dampak adanya variabilitas cuaca akan mempengaruhi hasil produksi (output) dan penggunaan input, sehingga akan mempengaruhi pendapatan rumah

tangga petani. Secara temporal akan terjadi peningkatan curah hujan pada musim

penghujan dan penurunan curah hujan pada musim kemarau di beberapa wilayah

di Indonesia (Handoko et al. 2008). Hal ini sudah banyak dirasakan oleh para

petani di Indonesia dan berpotensi mengganggu produksi pangan strategis

(34)

Indonesia diperkirakan akan mengalami angka penurunan jumlah produksi

pertanian terutama produksi padi dan jagung, yang tercacat angkanya

masing-masing sebesar 1,41 juta ton (1,98%) dan 875, 17 ribu ton (4,51%) dibandingkan

produksi yang dihasilkan pada tahun 2013. Angka pelandaian tingkat produksi

pertanian terutama sumber pangan pokok (staple food), selain secara inherent

disebabkan oleh faktor tingkat kesuburan tanah yang terus mengalami penurunan,

juga disebabkan oleh penyempitan lahan pertanian, serta secara langsung maupun

tidak langsung akibat faktor variabilitas iklim ekstrim (Data Badan Pusat statistik

(BPS) untuk Produksi Tanaman Pangan Angka Ramalan (ARAM) I tahun 2014)4.

Adaptasi petani diperlukan untuk merespon dampak negatif yang diakibatkan oleh

variabilitas cuaca sehingga biaya yang tinggi dapat distabilkan misalnya dengan

meningkatkan sarana irigasi dan pemberian input (bibit, pupuk,

insektisida/pestisida) tambahan.

Variabilitas cuaca juga menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan

yang berdampak pada pendapatan rumah tangga petani, merubah kalender

tradisional untuk beberapa aktivitas pertanian dan memperpendek waktu

penanaman. Pengukuran pendapatan rumah tangga petani dapat dilakukan dengan

menghitung dari pendapatan hasil pertanian dan non pertanian. Hasil pendapatan

rumah tangga petani didapatkan dari penjumlahan antara pendapatan di sektor

pertanian dan non pertanian.

Pendapatan usaha tani menurut Soeharjo (1972) dapat dilihat berdasarkan

keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.

Penerimaan usaha tani berwujud tiga hal yaitu (a) hasil penjualan tanaman, ternak,

ikan atau produk yang akan dijual, (b) produk yang dikonsumsi pengusaha dan

keluarganya selama melakukan kegiatan, (c) kenaikan nilai inventaris. Nilai

benda-benda inventaris yang dimiliki petani berubah-ubah setiap tahun, sehingga

ada perbedaan nilai pada awal tahun dengan akhir tahun perhitungan. Jika ada

kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani itu, maka selisih nilai

akhir tahun dengan nilai awal tahun perhitungan merupakan penerimaan

usahatani.

4

(35)

2.5. Adaptasi Petani dalam Menghadapi Variabilitas Cuaca

Adaptasi adalah suatu upaya pengembangan yang adaptif dengan situasi yang terjadi akibat dampak variabilitas cuaca terhadap sumberdaya infrastruktur dan lain-lain melalui (a) reinventarisasi dan redelineasi potensi dan karakteristik sumberdaya lahan dan air, (b) penyesuaian dan pengembangan infrastruktur pertanian, terutama irigasi sesuai dnegan perubahan sistem hidrologi dan potensi sumberdaya air, (c) penyesuaian sistem usahatani dan agribisnis, terutama pola tanam, jenis tanaman dan varietas, dan sistem pengolahan tanah (Las et al. 2007).

Mulyadi (2005) dalam studinya menyatakan bahwa proses adaptasi mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaikan diri maupun memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial secara temporal. Perubahan lingkungan berupa bencana merupakan perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sistem adaptasi manusia. Untuk menghadapi perubahan lingkungan akibat bencana tersebut maka manusia mengembangkan pola adaptasi tingkah laku seperti perubahan strategi mata pencaharian.

(36)

2.5.1. Perubahan Pola Tanam Sebagai Upaya Adaptasi terhadap Variabilitas Cuaca

Pola tanam pertanian merupakan salah satu dampak dari fenomena variabilitas cuaca akibat perubahan pola curah hujan. Perubahan pola curah hujan ini akan berdampak pada pergeseran waktu tanam serta perubahan pola tanam pertanian. Jawa Barat dan Jawa Timur secara umum memiliki pasokan air yang lebih banyak, memiliki intensitas tanam yang lebih tinggi dibandingkan empat provinsi lainnya di luar Jawa, namun di Jawa Barat dan Jawa Timur telah terjadi

perubahan pola tanam yang sebelumnya padi menjadi padi-padi-palawija. Namun perubahan pola tanam ini tidak dilakukan oleh empat provinsi lainnya, walaupun mereka merasakan adanya variabilitas cuaca, yakni curah hujan dan penurunan muka air tanah. Dengan begitu, mereka tetap mengusahakan lahannya hanya dua kali tanam per tahun berupa padi-padi atau padi-palawija (Kurniawati 2011). Menurut Las et al. (2007) sebagian besar areal tanam padi menggunakan pola tanam padi-padi dimana pada musim tanam kedua sangat tergantung pada ketersediaan air irigasi. Kekeringan yang terjadi pada musim kedua akan mengubah pola tanam petani sehingga mengganggu kesinambungan stok pangan nasional. Kesinambungan produksi beras dalam beberapa tahun terakhir sering terganggu akibat dampak ENSO dan IOD.

(37)

Penyusunan kalender tanam dibutuhkan bagi petani tanaman pangan untuk mengetahui waktu dan pola tanam di daerahnya selama setahun. Kalender tanam digunakan untuk memberikan informasi komoditas yang biasa ditanam pada suatu wilayah dari mulai persiapan lahan sampai dengan panen selama setahun. Melihat dampak variabilitas cuaca yang sangat mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia serta untuk mendukung daya tahan sektor pertanian terhadap ancaman variabilitas cuaca, maka dibutuhkan suatu upaya strategis yang dapat mengatasi dan mengantisipasi dampak variabilitas cuaca tersebut. Upaya yang sangat penting dilakukan yaitu dengan memahami karakteristik cuaca wilayah dengan baik. Dengan cara seperti itu maka dapat diketahui kalender tanam untuk mengetahui waktu dan pola tanam di sentra-sentra produksi padi di wilayah Indonesia, baik pada wilayah monsual maupun equatorial (Anwarie 2010).

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian dan membandingkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan hasil-hasil yang telah dilakukan oleh orang lain yang menunjang atau

memperkuat. Banyak penelitian yang menggunakan metode analisis deskriptif terhadap suatu dampak yang ditimbulkan terutama pada suatu sektor pertanian pangan. Akan tetapi penelitian tentang Analisis Nilai Kerugian Petani Padi

Akibat Variabilitas Cuaca dan Proses Adaptasi yang dilakukan oleh Petani memiliki perbedaan dari segi lokasi penelitian, studi kasus, dan metode.

Handoko et al. (2008) melakukan studi mengenai keterkaitan perubahan iklim dan produksi pangan strategis. Hasil penelitian ini mengungkapkan sepuluh skenario perubahan iklim dan program adaptasi pertanian yang dikembangkan bertujuan untuk menganalisis proyeksi surplus (defisit) pangan strategis yang akan terjadi hingga tahun 2050. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor perubahan suhu udara memiliki potensi dampak negatif lebih besar dibandingkan dengan faktor perubahan curah hujan dalam mempengaruhi surplus (defisit) pangan Indonesia.

(38)

dengan perubahan musim yang tidak menentu, musim barat dan timur yang sulit diprediksi oleh nelayan. Perubahan iklim global saat ini belum berpengaruh terhadap perubahan iklim lokal Labuan, tetapi model dugaan grafik suhu global dan suhu lokal hingga tahun 2010 mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan suhu rata-rata bumi selama 150 tahun yang mengindikasikan peningkatan suhu di Indonesia.

Asikin (2010) melakukan analisis dampak perubahan iklim terhadap pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur. Perubahan iklim mempengaruhi kondisi lingkungan di Kabupaten Cianjur yang merupakan salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat. Terbatasnya informasi yang diperoleh petani padi mengenai perubahan iklim menyebabkan persepsi antar petani mengenai perubahan iklim menjadi berbeda. Oleh karena itu, kajian mengenai sejauh mana persepsi petani padi terhadap perubahan iklim tersebut penting untuk dilakukan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana petani padi mampu bertahan dan merespon kondisi iklim yang tidak menentu. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai dampak perubahan iklim terhadap tingkat pendapatan petani padi di

Kabupaten Cianjur.

(39)

3. KERANGKA PEMIKIRAN

Variabilitas cuaca Indonesia sangat berkaitan erat dengan El Nino Southern Oscillation (ENSO) di Samudera Pasifik dan Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudera Hindia. Menurut penelitian dari Allan (2000), penurunan curah hujan mengakibatkan kekeringan dan pada saat yang lain mengakibatkan tingginya curah hujan sehingga dapat menimbulkan banjir yang tentunya merugikan para petani. Munculnya fenomena El Niño kuat sebanyak tujuh kali sepanjang dua puluh tahun terakhir disertai dengan terjadinya fenomena IOD positif yang hampir terjadi bersamaan mengakibatkan deraan kekeringan yang cukup serius.

Kabupaten Indramayu merupakan daerah yang terkena anomali cuaca

yang berdampak pada sektor pertanian. Variabilitas cuaca yang terjadi beberapa tahun terakhir telah memberikan dampak yang signifikan pada tanaman pangan terutama padi. Pada saat yang bersamaan, beberapa dekade terakhir menunjukkan dampak variabilitas cuaca yang besar pada tanaman pangan padi di Kabupaten Indramayu, seperti kekeringan dan banjir yang semakin meluas pada waktu-waktu tertentu. Salah satu dampak akibat terjadinya variabilitas cuaca adalah curah hujan yang tinggi. Kesalahan strategi dari petani menjadi tidak tepat karena kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi dan sulit diantisipasi.

(40)

terhadap fenomena gejala-gejala variabilitas cuaca, dampak ekonomi yang ditimbulkan terhadap padi akibat fenomena variabilitas cuaca, faktor-faktor yang

mempengaruhi nilai kerugian petani padi dan adaptasi yang dilakukan petani.

Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini akan melihat keterkaitan antara empat komponen yang terbagi menjadi tiga langkah. Langkah pertama adalah mengkaji persepsi para petani padi di Kabupaten Indramayu mengenai variabilitas cuaca. Langkah kedua yaitu mengkaji dan mengidentifikasi dampak variabilitas cuaca terhadap kegiatan usahatani dan rumah tangga petani padi di Kabupaten Indramayu. Langkah ketiga adalah mengkaji dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian petani padi. Langkah keempat

adalah mengkaji adaptasi yang dilakukan oleh petani.

Hipotesis pertama adalah variabilitas cuaca berpengaruh terhadap

(41)

Gambar 4 Kerangka pemikiran Hasil penelitian

Variabilitas cuaca akan mempengaruhi sektor pertanian

Kabupaten Indramayu sebagai salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat

Barat

(42)
(43)

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi di Kabupaten Indramayu yaitu di Kecamatan Losarang, Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Bongas. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan alasan di daerah tersebut sangat rentan dan terkena dampak yang terbilang cukup parah akibat variabilitas cuaca berupa kekeringan dan banjir. Daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra penghasil lumbung padi dan yang menjadi salah satu sumber pendapatan daerah dan sumber penghasilan bagi petani padi di Kabupaten Indramayu.

Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan Maret 2015 untuk pengambilan data primer dan sekunder.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani di Kabupaten Indramayu dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan oleh peneliti. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Dan Peternakan Indramayu,Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indramayu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan sumber-sumber yang relevan dengan topik yang diteliti.

Tabel 6 Jenis dan sumber data dalam penelitian

No. Tujuan Jenis Data Sumber Data Metode 2. Dampak variabilitas cuaca

terhadap kegiatan usahatani

(44)

4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan metode non probability sampling secara purposive. Secara umum, sampel merupakan bagian kecil dari suatu populasi. Responden berasal dari tiga kecamatan yang ada di Indramayu yaitu Kecamatan Losarang, Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Bongas dengan total keseluruhan sebanyak 100 responden. Alasan jumlah responden mengacu pada analisis data statistik yaitu sampel paling minimum adalah 30 responden (Walpole 1992). Petani yang akan menjadi responden adalah petani yang telah bekerja kurang lebih 10 tahun, sehingga dapat diketahui informasi yang lebih mendalam mengenai variabilitas cuaca terhadap tanaman pangan padi.

4.4 Metode Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu proses lanjutan setelah dilakukannya pengumpulan data. Menganalisis data ditujukan agar data yang telah dikumpulkan

dapat lebih berarti serta dapat memberikan informasi. Adanya hasil analisis terhadap data ini dapat memberikan jawaban atas perumusan masalah yang terdapat dalam perumusan ini. Langkah awal sebelum menganalisis data adalah dengan mengelompokkan data yang diperoleh dari sampling menjadi dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Pengolahan dan analisis data akan dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS-16 for Windows.

Tabel 7 Metode pengolahan dan analisis data dalam penelitian

No. Tujuan Metode Analisis Data

1. Mengkaji persepsi petani mengenai variabilitas cuaca.

Analisis deskriptif dengan metode skala likert

2. Dampak variabilitas cuaca terhadap kegiatan usahatani dan rumah tangga petani padi

Analisis deskriptif dan Analisis pendapatan rumah tangga usahatani padi

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian petani padi terhadap variabilitas cuaca

Analisis model regresi berganda

4. Mengkaji adaptasi petani dalam menghadapi variabilitas cuaca yang terjadi di Kabupaten Indramayu.

(45)

4.4.1 Analisis Persepsi Petani terhadap Variabilitas Cuaca.

Analisis deskriptif pada penelitian ini diperoleh dari presepsi petani di Kabupaten Indramayu. Pada analisis deskriptif ini menggunakan metode likert dan dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 dalam menyajikan data dengan tabel biasa maupun distribusi frekuensi. Pada metode likert sikap atau respons seseorang terhadap suatu objek dapat diukur melalui skala yang berwujud kumpulan pertanyaan-pertanyaan sikap yang ditulis, disusun dan dianalisis sehingga didapat suatu angka dari respons seseorang (Risnita 2012). Analisis deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan ataupun informasi mengenai variabilitas cuaca yang didapatkan oleh petani dan melihat

sejauh mana petani menyadari akan adanya variabilitas cuaca yang terjadi.

Skala Likert pada penelitian ini digunakan untuk mengukur persepsi petani terhadap variabilitas cuaca yang mengacu pada pendapat dan sikap petani. Variabilitas cuaca tersebut sebagai variabel yang akan diukur dengan indikator variabel. Indikator variabel pada Skala Likert ini mempunyai penilaian dari sangat positif sampai dengan negatif. Untuk pengukuran variabel diatas digunakan Skala Likert sebanyak lima tingkat yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Biasa (B), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).

Setiap jawaban memiliki skor, yaitu: untuk jawaban STS memiliki skor 1, jawaban TS memiliki skor 2, jawaban B memiliki skor 3, jawaban S memiliki skor 4, dan jawaban SS memiliki skor 5. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 100 orang, maka nilai skala maksimum 500 dan nilai skala minimum 100. Range skala penilaian Skala Likert pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8 Range skala penilaian

Kategori penilaian Range skala

Sangat Tidak Setuju 100-180

Tidak Setuju 181 – 260

Biasa 261 – 340

Setuju 341 – 420

Sangat Setuju 421 – 500

(46)

Range skala tersebut dapat menentukan nilai kesesuaian persepsi berdasarkan penilaian petani. Petani yang merasakan adanya tanda-tanda maupun

dampak yang ditimbulkan dari variabilitas cuaca akan berada pada range skala setuju sampai dengan sangat setuju. Adapun petani yang menilai bahwa variabilitas cuaca tersebut tidak sesuai dengan yang dirasakan oleh petani akan berada pada range skala tidak setuju hingga sangat tidak setuju. Range biasa dapat diartikan bahwa petani tidak merasakan tanda-tanda maupun dampak yang ditimbulkan dari variabilitas cuaca namun persepsi tersebut perlu dinilai jika melihat pada kondisi lingkungan sekitar.

4.4.2 Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Kegiatan Usahatani dan Rumah Tangga Petani Padi

Variabilitas cuaca merupakan salah satu ancaman yang sangat serius terhadap sektor pertanian terutama tanaman pangan padi. Kerentanan tanaman pangan padi terhadap variabilitas cuaca akan berimbas pada luas areal tanam dan panen, produktvitas, dan kualitas hasil. Keadaan ini disebabkan karena pola curah hujan yang tidak menentu sehingga menyebabkan kerugian bagi petani akibat gagal panen maupun puso. Kerugian tersebut dikarenakan lahan persawahan mereka yang tergenang akibat bencana banjir dan kekeringan. Akibatnya petani harus menanggung kerugian karena kehilangan pendapatan rumah tangga dari hasil panen tersebut.

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan mempunyai manfaat yang sangat besar bagi pemilik faktor produksi. Dalam analisis pendapatan terdapat dua tujuan utama, yaitu (a) menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha, (b) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Jenis-jenis pendapatan yang diperoleh oleh rumah tangga petani padi adalah pendapatan usahatani padi, pendapatan usahatani non-padi, dan pendapatan non usahatani.

4.4.2.1 Perubahan Produktivitas Padi Akibat Variabilitas Cuaca

(47)

udara yang ekstrim. Akibatnya, pada setiap perubahan stabilisasi produksi pada kondisi cuaca yang berubah akan memakan biaya yang sangat tinggi, misalnya

dengan meningkatkan sarana irigasi, pemberian input (bibit, pupuk, insektisida/pestisida) tambahan. Bencana alam seperti bencana banjir dan kekeringan yang terjadi di Indramayu, menyebabkan gagal panen sehingga berimbas pada produksi padi dan berdampak pada kehilangan hasil.

Kehilangan hasil yang menimpa petani padi di Kabupaten Indramayu akibat variabilitas cuaca terjadi setiap tahunnya. Jika dilihat selama 5 tahun terakhir, Indramayu berturut-turut mengalami puso akibat kekeringan dan bencana banjir pada tahun 2014. Dampak fenomena variabilitas cuaca telah dirasakan oleh

petani padi di Kabupaten Indramayu seperti penambahan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani mereka sebagai pengganti dari kegagalan panen. Kehilangan hasil

tersebut tentunya berpengaruh terhadap kesejahteraan petani padi di Kabupaten Indramayu karena sebagian besar dari mereka sangat bergantung terhadap mata pencaharian ini.

4.4.2.2 Nilai Kerugian Petani Padi Akibat Variabilitas Cuaca

Puso yang terjadi akibat kekeringan dan bencana alam banjir menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi petani padi di Kabupaten Indramayu. Pada tahun 2014, Indramayu mengalami dua kali puso yang terjadi pada musim rendeng dan musim sadon yang disebabkan oleh bencana alam banjir dan juga kekeringan. Kondisi curah hujan yang sangat tinggi pada musim tanam pertama menjadi alasan terjadinya puso yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Sedangkan pada musim tanam kedua, curah hujan cenderung menurun sangat drastis yang menyebabkan kemarau panjang sehingga mengakibatkan puso.

Kerugian tertinggi yaitu disebabkan oleh puso saat terjadinya kemarau panjang. Hal ini disebabkan pada saat terjadi bencana banjir, petani melakukan replanting sehingga kerugian yang diterima menjadi berkurang karena adanya pemasukan dari hasil panen setelah replanting tersebut. Saat terjadi puso akibat kekeringan, petani enggan untuk mengambil risiko yang besar dan lebih memilih untuk mencari sumber pendapatan lain di luar usahatani padi seperti berdagang,

(48)

4.4.2.3 Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi akibat Variabilitas Cuaca

Secara umum pendapatan rumah tangga petani padi diperoleh dari dua sumber pendapatan, yaitu sumber pendapatan dari sektor pertanian dan non pertanian. Sumber pendapatan pertanian dalam usaha pertanian dikelompokkan menjadi tiga yaitu sumber pendapatan usahatani sawah, usahatani kebun dan pekarangan dan usahatani ternak, dan diluar usaha pertanian seperti berburuh tani. Untuk sumber pendapatan non pertanian yaitu terdiri dari usaha non pertanian (berdagang, industri, angkutan maupun jasa), Pegawai Negeri/TNI, pendapatan dari sumbangan dan lainnya (Sugiarto, 2008).

Untuk menghitung pendapatan rumah tangga tani, Patty (2010) dalam penelitiannya menggunakan rumus :

Prt = Put + Plut ... (1) Keterangan:

Prt = Pendapatan rumah tangga tani Put = Pendapatan usahatani

Plut = Pendapatan luar usahatani

Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya. Menurut Soekartawi (1995) penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan didefinisikan sebagai nilai produksi total usahatani padi dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Biaya total didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap tidak bergantung pada besarnya produksi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Hernanto, 1989). Biaya variabel jumlahnya berubah sebanding dengan besarnya produksi.

(49)

Variabilitas cuaca memiliki dampak yang sangat besar bagi pendapatan rumah tangga petani padi. Dampak yang ditimbulkan menyebabkan perubahan

terhadap pendapatan yang diterima oleh petani. Kekeringan dan bencana banjir yang melanda lahan persawahan mereka mengakibatkan kerugian sehingga menurunkan pendapatan rumah tangga petani padi dan berdampak pada kesejahteraan petani.

4.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerugian Petani 4.4.3.1 Analisis Model Regresi Berganda

Model regresi berganda merupakan salah satu model dalam ekonometrika (Juanda, 2009). Model ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian petani akibat variabilitas cuaca. Model ini memodelkan nilai kerugian yang bertambah atau berkurang secara linier jika faktor nilai kerugian diubah.

(50)

………..(2)

Pada penelitian ini menggunakan regresi linear berganda yang menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian petani terhadap variabilitas cuaca. Bentuk persamaan model regresi berganda respon nilai kerugian petani padi pada tahun 2014 adalah sebagai berikut :

……….………..(3)

Dimana:

NKP = Nilai kerugian petani (Rp/tahun) PPT = Pengeluaran petani padi (Rp/tahun) PDK = Pendidikan formal petani (tahun) UMT = Umur tanam padi (hst)

MSM = Musim tanam (skala: 1=normal, 2=hujan dan banjir, 3=kemarau dan kekeringan, 4=banjir dan kekeringan)

KTL = Ketinggian Lahan (mdpl)

ε = galat

Hipotesis dari faktor yang mempengaruhi nilai kerugian petani padi adalah sebagai berikut :

1. Pengeluaran petani padi

Jika dilihat dari kondis lapang, pengeluaran petani diharapkan bernilai positif. Hal ini menandakan bahwa semakin meningkatnya pengeluaran petani padi akibat variabilitas cuaca maka akan meningkatkan nilai kerugian petani. 2. Pendidikan formal petani

Jika dilihat dari kondisi lapang, pendidikan formal diharapkan bernilai negatif.

Hal ini menandakan bahwa semakin meningkatnya pendidikan formal petani maka akan menurunkan nilai kerugian petani. Peningkatan pendidikan tentunya menyebabkan petani memiliki informasi dan pengetahuan yang lebih terkait dampak akibat variabilitas cuaca.

3. Umur tanam padi

(51)

menurunkan tingkat kerentanan terhadap variabilitas cuaca seperti adanya bencana alam banjir yang melanda lahan persawahan.

4. Musim tanam

Jika dilihat dari kondisi lapang, musim tanam padi diharapkan bernilai positif. Hal ini menandakan bahwa setiap peningkatan tingkat skala musim maka akan meningkatkan nilai kerugian bagi petani. Skala satu yaitu normal, artinya bahwa saat kondisi normal tidak menutup kemungkinan adanya kerugian yang ditimbulkan meskipun dengan nilai yang tidak terlalu besar. Begitu pula dengan skala 2 sampai dengan skala 5. Semakin mendekati skala 5, nilai kerugian petani akan semakin besar.

5. Ketinggian lahan

Jika dilihat dari kondisi lapang, ketinggian lahan diharapkan bernilai negatif. Hal ini menandakan bahwa setiap peningkatan ketinggian lahan maka akan meningkatkan nilai kerugian bagi petani. Peningkatan ketinggian lahan tentunya menurunkan tingkat kerentanan terhadap ancaman variabilitas cuaca seperti terhindarnya dari bencana alam banjir.

Model yang baik hendaknya memenuhi asumsi klasik yaitu tidak ada multikolinearitas, tidak ada heteroskedastisitas, tidak ada autokolerasi, dan error term (galat) menyebar normal. Model analisis regresi linear berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Menurut Gujarati (2002), OLS dapat menduga koefisien regresi dengan baik, karena : (1) memiliki sifat tidak bias dengan varian yang minimum, (2) variabelnya konsisten dimana dengan meingkatnya ukuran sample maka koefisien regresi mengarah pada nilai populasi yang sebenarnya,dan (3) koefisien regresinya terdistribusi secara normal.

(52)

1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Nilai R2 mencerminkan seberapa besar keragaan dari variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variabel bebasnya. Nilai R2 memiliki besaran yang positif dan kurang dari satu (0 R2 1). Jika nilai R2 bernilai nol maka keragaman dari

variabel terikat tidak dapat dijelaskan olehvariabel bebasnya. Sebaliknya, jika nilai R2 bernilai satu maka keragaman dari variabel terikat secara keseluruhan dapat dijelaskan oleh variabel bebas secara sempurna. R2 dapat dirumuskan sebagai berikut :

………(4)

Dimana:

ESS = Explained of Sum Square

TSS = Total of Sum Square

2. Uji Koefisien Determinasi yang Disesuaikan (Adj- R2)

Penambahan variabel bebas akan menyebabkan bertambahnya nilai R2. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan menghitung Adj- R2. Adj- R2

adalah koefisien determinasi yang telah disesuaikan, sehigga penambahan nilainya terbebas dari pengaruh penambahan jumlah variabel bebas. Arti dari nilai Adj- R2 secara harfiah sama dengan nilai R2, hanya saja Adj- R2 lebih tepat karena

telah menghilangkan pengaruh dari jumlah variabel. Adj- R2 dapat dirumuskan sebagai berikut :

………...……(5)

Dimana :

RSS = Residual of Sum Square

TSS = Total of Sum Square

n = jumlah observasi

k = jumlah koefisien

3. Uji Koefisien Regresi Menyeluruh (F)

(53)

H0 : = = 0

H1 : minimal ada satu 0

………..………..(6)

Dimana:

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKG = Jumlah Kuadrat Galat/Residual k = Jumlah variabel terhadap intersep n = Jumlah pengamatan (sample)

Apabila Fhit < Ftab maka H0 diterima yang berarti bahwa variabel bebas

secara keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Sedangkan apabila Fhit > Ftab maka H0 ditolak yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh

nyata terhadap variabel terikat.

4. Uji Koefisien Regresi Parsial (t)

Uji t dilakukan untuk menghitung koefisien regresi masing-masing variabel bebas sehingga dapat diketahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun prosedur pengujiannya menurut Gujarati (2002) sebagai berikut :

H0 : = 0

H1 : 0

……….(7)

Dimana:

b = parameter pendugaan

βt = parameter hipotesis

Seβ = standar error parameter β

Jika thit < ttabel α/2, maka H0 diterima, artinya variabel bebas yang diuji tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Namun, jika thit > ttabel α/2, maka H0

ditolak, artinya variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

(54)

dicapai bila memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik merupakan pengujian pada model yang telah berbentuk linear untuk mendapatkan model yang baik.

Setelah model diregresikan dilakukan uji penyimpangan asumsi, yaitu:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah pada model tersebut residual terdistribusi normal atau tidak. Model yang baik harus mempunyai residual yang terdistribusi normal atau hampir normal. Uji yang dapat digunakan adalah dengan membuat histrogram normalitas. Nilai probality yang lebih besar

dari taraf nyata α menandakan residual terdistribusi secara normal.

2. Uji Heterokedastisitas

Suatu model dapat dikatakan mempunyai sifat heterokedastisitas jika ragam residual dalam model tidak sama untuk tiap pengamatan ke-i dari variabel-variabel bebas dalam model regresi. Akibat dari sifat ini adalah penduga OLS-nya tidak efisien lagi karena standar residualnya bias ke bawah. Salah satu cara memprediksi adanya heterokedasitisitas adalah dengan melihat Grafik Scatterplot. Model dapat dikatakan tidak mengalami heteroskedastisitas apabila titik-titik menyebar secara acak.

3. Uji Autokolerasi

Autokorelasi terjadi jika ada korelasi serial antara residual. Korelasi tersebut terjadi karena residual saling mempengaruhi satu sama lain sehingga

residual tersebut tidak bebas. Korelasi tersebut menyebabkan penduga OLS menjadi tidak efisien lagi. Cara mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Menurut Firdaus (2011) nilai DW yang berada diantara selang 1,55-2,46 menunjukkan tidak adanya autokorelasi.

4. Uji Multikolinearitas

(55)

Inflation Factor) dari masing-masing variabel. Jika nilai VIF > 10 maka terjadi masalah multikolinearitas yang serius.

4.4.4. Adaptasi Petani dalam Menghadapi Variabilitas Cuaca

(56)

Gambar

GAMBARAN UMUM PENELITIAN .......................................................   39
Tabel 1. Prediksi penurunan produksi tanaman pangan strategis di Indonesia pada tahun 2050
Tabel 2. Produktivitas padi di Kabupaten Indramayu tahun 2011-2014
Tabel 3. Luas panen, produktivitas dan produksi padi tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Menu Bar (baris menu), adalah baris di jendela aplikasi yang berisi menu-menu dan fungsi utama dari sebuah aplikasi tertentu, seperti File, Edit, View , I nsert, Format, Tools, Window s dan

struktur beton bertulang tahan gempa dengan sistem rangka pemikul momen. khusus berdasarkan “Tata cara perencanaan ketahanan

Distribusi pembagian hasil usaha Bank Syariah Mandiri Cabang Semarang dengan nasabah ( shahibul maal ) menghimpun dana hanya didasarkan pada akad mudharabah ,

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 20, Tambahan

Tidak hanya aksi solidaritas saja, Serangan terhadap Kantor Majalah Charlie Hebdo yang dilakukan oleh Kelompok Islam Radikal mendapat Kecaman Internasional dari Presiden AS - Barrack

Untuk proyek pembangunan Medical Centeral Pal 2 yang menjadi pemilik dari proyek ini adalah Hengky Wijaya dan yang menjadi pelaksana adalah CV Cahaya Timur,

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untk mendeskripsikan pelaksanaan dan untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar peserta didik setelah dilaksanakan

Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Dalam.. P