BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang masalah
Seiring dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan tax
ratio, sejak tahun 2001 pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan untuk ekstensifikasi dibidang perpajakan. Selain melalui kegiatan canvassing, upaya eksensifikasi
juga dilakukan DJP dengan cara "memaksa" Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memiliki NPWP secara system, misalnya kewajiban memiliki NPWP sebagai
salah satu syarat dalam permohonan kredit perbankan bagi wajib pajak orang pribadi.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada
penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif,proporsional,
atau regresif.
langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi
Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi.
Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799.
Di Amerika Serikat,
pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada tahun 1643,
dimana dasar pengenaan pajak
adalah " a person's faculty, personal faculties and abilitites", Pada
tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada "returns and gain". “Tersonal faculty and abilities" secara implisit adalah
pengenaan pajak pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun
1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an
berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan pada makalah ini adalah:
1. Apa
pengertian dari pajak penghasilan?
2. Siapa
subjek atau Wajib Pajak Penghasilan?
3. Siapa
pemotong pajak penghasilan?
4. Mengapa
ada Pajak Penghasilan?
5. Bagaimana
C. Tujuan penulisan
Makalah yang berjudul pajak penghasilan ini bertujuan membahas tentang beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
1. Apa itu pajak
2. Siapakah Subjek atau Wajib Pajak Penghasilan
3. Apa saja jenis-jenis pembayaran pajak Penghasilan.
4. Mengapa adanya pembayaran pajak Penghasilan
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang akan diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis,
diharapkan memberikan sumbangan pemikiran mengenai Pajak Penghasilan dalam sistem
hokum Indonesia
.
2. Secara praktis,
diharapkan penulisan makalah ini dapat memberikan sumbangan terhadap
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam berbagi bidang pajak penghasilan.
Makalah
ini terdiri dari 3 bab, yakni BAB I mengenai pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan, BAB II mengenai pembahasan, dan BAB III yang memuat mengenai kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pajak Penghasilan
Pengertian pajak
tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Lima unsur pokok dalam defenisi pajak :
1. Iuran / pungutan
2. Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang
3. Pajak
dapat dipaksakan
4. Tidak
5. Untuk
membiayai pengeluaran umun pemerintah
Jenis-jenis Pajak :
Secara umum
jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Contoh dari pajak pusat adalah:
1. Pajak
Penghasilan (PPh)
2. Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
3. Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
4. Pajak
Karakteristik pokok dari pajak adalah: pemunngutanya harus
berdasarkan undang-undang. diperlukan perumusan macam pajak dan berat ringannya tariff pajak itu, untuk itulah masyarakat ikut didalam
menetapkan rumusannya.
Ketentuan mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
untuk wajib pajak pertahun PTKP adalah Rp. 2.880.000;
untuk istri dan suami Rp. 1.440.000;
tambahan untu8k seorang istri Rp.
2.880.000; diberikan sapabila ada penghasilan istri yang digabungkan dengan penghasilan suami dalam hal istri.
Rp. 1.440.000;tambahan untuk setiap
sepenuhnya
paling banyak tiga orang untuk ssetiap keluarga.
B. Subyek Pajak Penghasilan
Menurut Undang
Undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Subyek pajak pribadi yaitu orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi
yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan
pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat
Undang Undang
No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk Subyek pajak sebagai berikut:
1. Badan
perwakilan negara asing.
2. Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara
asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi
internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak
melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
Pejabat
keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia
C. Obyek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Objek Pajak
adalah penghasilan yaitu setiap Tambahan
Kemampuan Ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Undang-undang
Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.
Pengertian
penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran
terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul
biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
Dilihat dari
penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.
Karena
Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak
suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (Kompensasi
Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri.
Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan
D. Perubahan
Undang-undang yang mengatur Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen oleh :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991,
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dan
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
2003
sampai Desember 2004,
pemerintah menerapkan sistem pajak
yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 dan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.
Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) telah disesuaikan juga beberapa kali dalam:
1. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun pajak 2005
(sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).
2. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun pajak 2006.
E. Pajak penghasilan atau PPh untuk Koperasi
penghasilan atau PPh sedang "in" saat ini. Sunset policy yang di
luncurkan direktorat pajak untuk mendorong orang atau badan memilik NPWP masih
terus diperpanjang. Menghitung Pajak penghasilan atau PPh dimulai dengan menghitung hitung dulu Penghasilan Kena Pajak. Rumus PPh: penghasilan dikurangi
biaya-biaya. Kemudian terapkan tarif Pajak penghasilan Kena Pajak tersebut.
Tarif Pajak
penghasilan atau PPh dibagi atas:
1. Untuk WP orang pribadi
Rp.
0 s.d. Rp 25 juta, tarifnya 5%
Rp.
25 juta s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Rp.
Rp.
100 juta s.d. Rp 200 juta, tarifnya 25%
Rp.
200 juta ke atas, tarifnya 35%
2. Untuk
WP berbentuk badan usaha
Rp.
0 s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Rp.
50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%
Rp.
100 juta ke atas, tarifnya 30%
terlebih dahulu, baru dikenakan tarif. Sebelum dikenakan tarif, Penghasilan Kena Pajak dibulatkan dulu sampai ribuan ke bawah.
contoh :
1. Penghasilan
Kena Pajak WP orang pribadi = Rp 300.000.950
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000
PPh nya adalah :
5% x Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000
10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000
25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000
35% x Rp 100.000.000 = Rp 35.000.000
Total = Rp 71.250.000.
2. Penghasilan
Kena Pajak WP badan = Rp 300.000.950.
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000
PPh nya adalah :
10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
30% x Rp 200.000.000 = Rp 60.000.000
Total = Rp 72.500.000.
Bagaimana
dengan pajak koperasi? Menurut sudut pandang pajak koperasi adalah objek pajak hal ini sesuai dengan pengertian koperasi secara spesifik kedudukan koperasi di mata hukum pajak adalah sebagai berikut.
Berdasarkan
Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, koperasi merupakan
badan usaha yang merupakan subjek pajak yang memiliki kewajiban dan hak perpajakan yang sama dengan badan usaha lainnya.
Atas
Modal
koperasi terdiri dari : modal sendiri dan modal pinjaman
Anggota
koperasi tidak dibedakan antara orang pribadi dan badan hukum dalam negeri.
Jika
koperasi adalah badan usaha yang terkena pajak lantas penghasilaha apa saja yang menjadi objek Pajak penghasilan atau PPh :
1. Bunga
Simpanan Koperasi
Bunga
simpanan koperasi merupakan imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota berdasarkan simpanan wajib dan sukarela yang disetorkan kepada koperasi. Bunga simpanan koperasi yang akan diterima oleh anggota sesuai dengan Ad/ART
1. Bunga
simpanan koperasi yang diterima atau diperoleh anggota dipotong Pajak penghasilan atau PPh :
Pasal 23 final oleh koperasi
sebesar 15% dari jumlah bunga yang diterima sepanjang jumlah bunga simpanan yang diterima atau diperoleh anggota lebih dari Rp 240.000,00 setiap bulannya.
2. Dalam
hal bunga simpanan yang diterima anggota tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam sebulan, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23
2. Sisa
Hasil Usaha (SHU) Koperasi
Sisa
SHU
merupakan bagian laba yang diberikan kepada anggota atas simpanan pokoknya.
Pemberian
SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang diperoleh koperasi.
Berdasarkan
pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, SHU termasuk ke dalam pengertian dividen yang merupakan objek PPh sehingga harus dilaporkan dalam SPT Tahunnan penerima.
Namun,
pembagian SHU tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23 oleh pihak lain (Lihat pasal 23 ayat (4) huruf f Undang-Undang nomor 17 Tahun 2000).
Kewajiban
Koperasi sebagai Pemotong Pajak
Memotong
pemotongan
kepada anggota yang menerima bunga simpanan koperasi.
Menyetorkan
secara kolektif PPh selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya (menggunakan
SSP dimana kolom nama dan NPWP SSP diisi dengan nama dan NPWP koperasi).
Melaporkan
ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya (menggunakan SPT
Masa PPh Pasal 23/26).
Penghasilan
koperasi yang bukan objek pajak
Bantuan
atau sumbangan yang diterima oleh koperasi sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan (Lihat Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000).
Harta
koperasi tersebut tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan syarat bahwa nilai aktiva (nilai kekayaan koperasi sebelum dikurangi dengan hutang) tidak termasuk tanah dan bangunan pada saat akan menerima hibah, tidak lebih dari Rp 600.000.000,00. Dividen atas bagian laba dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia (Lihat Pasal 4 ayat (3) huruf f)
Sisa
hasil usaha yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
Bunga
simpanan yang tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulannya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
1. Pajak merupakan iuran wajib yang
harus di bayar oleh setiap warga Negara Indonesia berdasarkan jenisnya masing-masing.
2. Apabila terjadinya pelanggaran
seperti tidak membayar iuran wajib pajak tersebut maka akan mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
3. Di dalam pembayaran iuran perpajakan tidak adanya toleransi.
B. Saran
Makalah yang berjudul perpajakan ini merupakan karya tulis
berdasarkan himpunan material yang di ambil dari berbagai sumber. Oleh karena itu, jika ada kesalahan dalam penulisan dan dalam penyajian bahan penulis sangat mengharpakan kritik dan saran dari para pembaca demi terwujudnya kebenaran yang kita kehendaki semua dan demi kesempurnaan penyelesaian makalah
pajak ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku :
Djuanda, gustian. 2003. Pajak penghasilan orang pribadi. Jakarta. PT. Salemba empat.
Gunadi. 2002. Ketentuan Dasar pajak penghasilan. Jakarta. PT. salemba empat.
2. Perundang-undangan :