• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Persepsi Ayah dan Ibu Tentang Pendidikan Seks Bagi Remaja Putra Dan Putri Di Kelurahan Sitataring Kecamatan Batang Ayumi Julu Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Persepsi Ayah dan Ibu Tentang Pendidikan Seks Bagi Remaja Putra Dan Putri Di Kelurahan Sitataring Kecamatan Batang Ayumi Julu Kota Padangsidimpuan Tahun 2015"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,

psikis, dan psikososial. masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun suatu periode

masa pematangan organ reproduksi manusia atau bisa disebut masa peralihan dari

anak ke masa dewasa (Widyastuti, 2010).

Perubahan seks primer merupakan perubahan-perubahan organ seksual

yang semakin matang sehingga dapat berfungsi untuk melakukan proses

reproduksi, dimana seorang individu dapat melakukan hubungan seksual dengan

lawan jenis dan dapat memperoleh keturunan anak. misalnya testis, kelenjar

prostat, penis (remaja laki-laki): vagina, ovarium, uterus (remaja wanita)

sedangkan perubahan seks sekunder ialah perubahan tanda-tanda identitas seks

seseorang yang diketahui melalui penampakan postur fisik akibat kematangan

seks primer. Untuk remaja laki-laki misalnya: jakun, bentuk tubuh (segitiga),

suara membesar, kumis, jenggot, sedangkan remaja wanita misalnya: kulit halus,

bentuk tubuh (guitar body), suara melengking tinggi dan rambut kemaluan pada

vagina (Widyastuti, 2010).

Para remaja mulai merasakan cinta, tetapi agama menjadi penghalang dan

pembatas, begitu juga akhlak serta aturan-aturan. Ketika dihadapkan pada masalah

ini, terkadang mereka pura-pura tidak tahu, tidak sadar, dan mengesampingkan

(2)

terhadap masalah kehidupan sosial dan balig menimbulkan

masalah-masalah yang beragam, seperti menjerumuskan diri pada kemaksiatan, kematian,

dan bunuh diri. Semakin besar perhatian dan pengawasan dalam permasalahan ini,

maka semakin tertutup jalan menuju penyimpangan (Samadi, 2004).

Pendidikan seks merupakan suatu istilah yang digunakan untuk

menjelaskan pendidikan mengenai anatomi seksual, perhubungan seks, dan

aspek-aspek lain kelakuan seks manusia. Itulah mengapa pendidikan seks (sex

education) sangat penting bagi remaja, karena pertama remaja belum paham

dengan informasi kesehatan reproduksinya, sebab orangtua masih menganggap

bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu.

Pendidikan seks lebih dari sekedar kajian dari seksualitas manusia dalam

pelajaran biologi atau ilmu sosial. tujuan mempelajari seksualitas manusia adalah

agar remaja mengetahui banyak tentang seks, mendorong semacam keterampilan

atau kecakapan, sikap, kecenderungan perilaku terhadap pengalaman pribadi

(Michail, 2006).

Pendidikan seks adalah mengajari remaja, mengarahkannya, dan

mengatakan secara terus terang kepadanya tentang hal – hal yang berkaitan

dengan seks serta yang berhubungan dengan tabiat dan pernikahan. oleh karena

itu remaja sudah mengetahui serta sudah mulai memahami liku-liku hidup dan

sudah bisa membedakan mana yang halal dan haram ( Abdullah, 2011).

Adanya kebutuhan orang untuk dapat memahami seks dengan baik dan

benar merupakan petunjuk bahwa pendidikan seks diperlukan. Seperti kita

(3)

perubahan nilai dan moralitas serta pandangan terhadap seks. barangkali lima atau

enam dasawarsa yang lalu orang tidak merasa perlu memberikan pendidikan seks

secara khusus separti yang diperlukan generasi sekarang (Wuryani, 2008).

Sehingga dari ketidakpahaman tersebut para remaja merasa tidak

bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya. kedua,

dari ketidakpahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi

mereka, di lingkungan sosial masyarakat, seperti: media-media yang menyajikan

hal-hal yang bersifat pornografi, antara lain: VCD, majalah, internet, bahkan

tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti itu. dampak

dari ketidakpahaman remaja tentang pendidikan seks ini, banyak hal-hal negatif

terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak

diinginkan, penularan virus HIV dan sebagainya.

Sasaran utama penanaman pendidikan seks ini diarahkan kepada

anak-anak maupun remaja sesuai dengan perkembangan usia. fenomena yang banyak

terjadi akhir-akhir ini adalah banyaknya kasus tindakan kejahatan seks yang

didominasi oleh kalangan dibawah umur. banyak hal yang menyebabkan

anak-anak di masa remaja melakukan penyimpangan seksualitas atau seks bebas

sebagai cara pelarian dari berbagai persoalan serta kurangnya kemampuan anak

untuk mengendalikan diri dari emosinya.

Meningkatnya rasa keingin tahuan dan rasa penasaran yang besar pada

remaja membuat minat remaja itu sendiri terhadap masalah seksual meningkat

sehingga remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari

(4)

tua selebihnya mereka peroleh sendiri dari film-film porno, buku tentang seks dan

internet (Dianawati, 2006).

Pengalaman remaja dalam pendidikan seks bermanfaat untuk menambah

pengetahuan remaja dalam mengalami perubahan-perubahan yang perilaku yang

menyimpang yang terjadi pada remaja saat sekarang ini dan hambatan remaja

dalam menerima pendidikan seks dikarenakan pendidikan seks tabu untuk

dibicarakan. Keterbukaan komunikasi antara anak dengan orang tua terutama

dalam membicarakan seksualitas, perlu dimaksimalkan untuk menghindari

aktivitas seksual terlalu dini sebelum mencapai masa dewasa.

Orangtua perlu memberikan pengertian dan pemahaman yang terarah

mengenai pendidikan seks tersebut. karena jika tidak demikian, anak akan merasa

kurang diperhatikan dan kurang informasi mengenai seks yang seharusnya ia

dapatkan. akibatnya, anak cenderung akan mencari informasi di luar lepas dari

kendali orangtua. Selain peranan orangtua, dalam hal ini lembaga atau instansi

yang berwenang dalam mendidik anak didiknya juga harus lebih menanamkan

pentingnya tujuan dalam penerapan pendidikan seks sesuai dengan tahapan

perkembangan usia.

Orangtua adalah pihak utama yang bertanggung jawab terhadap

keselamatan putra dan putrinya dalam menjalani tahapan-tahapan fisik emosional,

intelektual sosial, yang harus mereka lalui dari anak-anak hingga mereka dewasa.

tanggung jawab orangtua tidak hanya mencakup atau terbatasi dengan kebutuhan

materi saja tetapi sesungguhnya mencakup juga kepada seluruh aspek kehidupan

(5)

Dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (2012) yang menyebutkan

angka fertilitas remaja(ASFR) pada kelompok usia 15-19 tahun mencapai 48 dari

1000 kehamilan. Angka rata-rata itu jauh lebih tinggi dibanding temuan SDKI

2007 yaitu 35 dari 1000 kehamilan. Ini menunjukkan pernikahan dini dan

hubungan seks pranikah di kalangan remaja kita semakin tinggi. Hasil penelitian

yang dilakukan Australian National University (ANU) dan pusat penelitian

kesehatan Universitas Indonesia yang dilakukan pada tahun 2010. Penelitian yang

dilakukan di Jakarta, Tangerang dan Bekasi pada tahun tersebut terhadap 3006

responden remaja usia 17-24 tahun menunjukkan bahwa 20,9% diantara mereka

telah hamil dan melahirkan sebelum menikah.

Pendidikan seks bagi remaja adalah masalah yang sangat penting, karena

kejiwaan para remaja hari demi hari, disertai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan, ekonomi, dan keberhasilan-keberhasilan dunia saat ini –

menanggung beban yang lebih besar. Dalam buku-buku kedokteran, umumnya

dinyatakan bahwa pendidikan seks bermakna pengajaran seks. Pendidikan seks

memiliki makna yang lebih luas. Pendidikan tidak hanya meliputi hal-hal yang

bersifat seksual, tetapi memiliki kekhususan, seperti perkembangan kepribadian

secara sosial, akhlak, dan budaya (Samadi, 2004).

Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat

merugikan bagi remaja sendiri temasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja

mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan

seksual.perkembangn ini berlangsung mulai sekitar 12-20 tahun. kurangnya

(6)

agama dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. kurangnya pemahaman

ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amat merugikan kelompok

remaja dan keluarganya. dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan

melakukan hubungan seks selama masa pubertas dan 20% dari mereka

mempunyai empat atau lebih pasangan. ada sekitar 53% perempuan berumur 15–

19 tahun melakukan hubungan seks pada masa remaja, sedangkan jumlah laki-laki

yang melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali lipat dari pada perempuan

(Soetjiningsih, 2004).

Selama ini orang tua menganggap pendidikan seksual adalah hal yang

tabu, selain itu orangtua menganggap bahwa remaja yang mengetahui lebih

banyak informasi tentang seksual akan meningkatkan penasaran dan keberanian

untuk mempraktekkan. Orangtua enggan membicarakan pendidikan seksual

karena tidak tahu bagaimana cara menyampaikan pendidikan seks (Handayani,

2005).

Di Indonesia diperkirakan ada 1 juta remaja yang mengalami kehamilan

luar nikah sedangkan di seluruh dunia diperkirakan 15 juta remaja setiap

tahunnya hamil, 60% diantaranya hamil diluar nikah dan beberapa penelitian

menyebutkan salah satu penyebab hamil di luar nikah adalah ketidakmampuan

remaja mengendalikan dorongan biologis. (Hidayat dalam Tinceuli, 2010).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010-2011) mengungkapkan

bahwa 1189 remaja belum menikah (berusia 13 – 19 ) di Jawa Barat dan 922

remaja di Bali, ditemukan 7% perempuan di Jawa Barat dan 5% di Bali pernah

(7)

tengah mengatakan bahwa jumlah siswi yag hamil akan terus meningkat,

tercermin dari penelitiannya pada sekolah jenjang SMP dan SMA tahun 2010

yang menunjukkan dalam tiap sekolah rata – rata empat hingga tujuh siswi yang

hamil, bahkan pada tahun tersebut kenaikannya 10% hingga 15% (Widyastuti,

2011).

Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2003 sebanyak 66%

perempuan dan 60% laki-laki tidak mengetahui tentang penyakit menular seksual

(PMS) selain HIV/AIDS. Perempuan yang mengetahui PMS, 65% menyebut

sifilis dan 27% menyebut gonorrhea. laki-laki lebih banyak menyebut sifilis 86%

dan kencing nanah 27%.

Di Ponorogo didapatkan data HIV atau AIDS mulai tahun 2001-2011

sebanyak 312 orang, menurut kepala Desa Sukorejo masyarakat Sukorejo masih

mempunyai tradisi musik gambyong setiap ada hajat, dengan perilaku mengarah

seks bebas dengan tradisi gambyong mendidik anak remaja untuk berperilaku

seksual dengan akibat sekitar 10-15 persen remaja perempuan hamil diusia

sekolah pada setahun terakhir.

Menurut Masrukhi 2003 sekitar 28% anak perempuan jalanan mengalami

kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, penjerumusan ke porstitusi, pembutan

pornografi dan diperdagangkan untuk kepuasan seksual. Menurut Budi utomo

2000 menjelaskan bahwa perkiraan angka nasional kejadian aborsi 1.982.880

kasus atau sekitar 2 juta kasus pertahun perempuan usia 15-49 tahun. ini berarti 37

(8)

Penelitian Yesi dan Evi (2005) bahwa mayoritas responden memiliki

persepsi positif terhadap pendidikan seks (96,7%), bimbingan dalam pendidikan

seks (76,6%), isi pendidikan seks (90%) dan persepsi terhadap pendidikan seks

menurut nilai, pengalaman dan agama (60%) selanjutnya secara keseluruhan hasil

penelitian menunjukkan ( 86,7%) orangtua memiliki persepsi positif dan yang

memiliki persepsi negatif (13,3%) orangtua.

Banyak orangtua yang tidak memberikan pendidikan seks kepada anak

remajanya karena mereka berpendapat bahwa seksualitas merupakan sesuatu yang

alamiah yang akan diketahui setelah menikah dan menganggap masalah seks

sebagai masalah yang tabu untuk dibicarakan walaupun banyak media yang

memfasilitasi tentang pendidikan seks selain itu komunikasi yang tidak efektif

antara orangtua dengan anak, dan tidak terbuka terhadap pertanyaan yang

diajukan anak tentang seks mengakibatkan anak mudah terpengaruh melakukan

tindakan seksual.

Berdasarkan survei pendahuluan di Kelurahan Batang Ayumi Julu

Sitataring Kota Padangsidimpuan peneliti menemukan 10 dari 15 orangtua yang

mempunyai remaja tidak memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya

karena mereka berpendapat bahwa seksualitas merupakan sesuatu yang alamiah

dan hal yang tabu, dan juga kurangnya informasi tentang pendidikan seks.

Berdasarkan hasil survey tersebut bahwa masih banyak orangtua yang tidak

peduli terhadap pendidikan seks bagi remaja.

Menurut hasil wawancara peneliti bahwa 5 orangtua yang mengetahui

(9)

informasi dari media elektronik. karena orangtua mengetahui bahwa pendidikan

seks itu merupakan bentuk kepedulian terhadap masa depan remaja terutama bagi

remaja perempuan.

Disamping itu peneliti juga mewawancarai 3 dari 5 orang remaja mereka

mengatakan tidak mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan seks dari

orangtuanya. mereka mendapat pendidikan seks itu dari internet ataupun media

elektronik anggapan mereka bahawa seks itu boleh dilakukan kepada siapa saja

yang kita inginkan. Sehingga mereka mendapatkan informasi yang tidak tepat

bahkan cenderung menjerumuskannya untuk melakukan apa yang mereka

temukan dari informasi yang tidak bertanggung jawab. berdasarkan latar belakang

di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi

Ayah dan Ibu tentang pendidikan seks bagi Remaja Putra dan Putri di Kelurahan

Batang Ayumi Julu Sitataring Kota Padangsidimpuan Tahun 2015”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan maka perumusan masalah adalah

bahwa remaja tidak mendapatkan pendidikan seks dari orangtua di Kelurahan

Batang Ayumi Julu Sitataring Kota Padangsidimpuan Tahun 2015.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi ayah dan ibu

tentang pendidikan seks bagi remaja putra dan putri di Kelurahan Batang Ayumi

(10)

1.4 . Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi bahan masukan

bagi orangtua tentang pendidikan seks bagi remaja di Kelurahan Batang

Ayumi Julu Sitataring Kota Padangsidimpuan.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar aspek kognitif siswa pada mata pelajaran PPKn yang diajarkan dengan model

Fasilitas kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan penyesuaian sikap kerja seperti sikap kerja duduk membungkuk dan jongkok yang menyebabkan keluhan rasa sakit pada bagian

Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sudah t okoh-t okoh negara pada saat it u t elah merumuskan bent uk perekonomian yang t epat bagi bangsa

Hal ini juga dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan Zuraidah (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Pola Asuh Orang Tua dan Kesiapan Psikologis Anak Dengan

Pergeseran itu kian terkuatkan oleh pengarusutamaan argumen para praktisi dan akademisi tentang pembangunan berbasis komunitas dan pendekatan partisipatif—semisal

Karakter kualitatif warna daun pucuk, warna permukaan atas tangkai daun, dan warna permukaan bawah tangkai daun pada delapan populasi tersebut menunjukkan tingkat keragaman

Sistem informasi eksekutif berarti merupakan sebuah sistem informasi yang dikembangkan dan juga diimplementasikan untuk memberikan kemudahan arus informasi suatu organisasi

manta sendiri dipilih karena ikan ini jarang sekali dipakai untuk dijadikan sebuah motif dalam dunia tekstil. Ikan pari manta memiliki keunikan fisik yang berbeda dengan ikan