• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Problem Based Learning Dibanding dengan Model Discovery dalam Pembelajaran IPA Materi Peristiwa Alam Kelas 5 SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Problem Based Learning Dibanding dengan Model Discovery dalam Pembelajaran IPA Materi Peristiwa Alam Kelas 5 SD"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pendekatan Saintifik

Pendekatan Saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, menalar, mencoba/mencipta, menyajikan/mengkomunikasikan. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Pendekatan Saintifik

(2)

7

dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan.Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) berpusat pada siswa.

2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.

3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 4) dapat mengembangkan karakter siswa.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:

a. untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

b. untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.

c. terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.

d. diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

(3)

8 f. untuk mengembangkan karakter siswa.

2.1.1.3 Prinsip – Prinsip Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. pembelajaran berpusat pada siswa

b. pembelajaran membentuk students’ self concept c. pembelajaran terhindar dari verbalisme

d. pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.

e. pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa f. pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi

mengajarguru

g. memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.

h. adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

2.1.1.4 Langkah – Langkah Umum Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.

1. Mengamati (observing)

(4)

9

kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

2. Menanya (Questioning)

Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri.Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan.Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang diharapkan dalam menanya adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

3. Mengumpulkan Informasi

(5)

10

lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen.Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

4. Menalar (Associating)

Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

(6)

11 5. Menarik kesimpulan

Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi.Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan.

6. Mencoba (Experimenting)

Mencoba (experimenting) dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagikertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

7. Mengkomunikasikan (Networking)

(7)

12

didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

2.1.1.5 Karakteristik Pendekatan Saintifik

Kemendikbud 2013 dalam Hosnan (2014:36) mengemukakan karakteristik pendekatan saintifik sebagai berikut:

a) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira‐kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

b) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru‐siswa terbebas dari prasangka yang serta‐merta, pemikiran siswa terbebas dari prasangka yang serta‐merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis

c) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

d) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. e) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan

mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.

f) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

(8)

13

Sedangkan Daryanto (2014:53) mengungkapkan karakteristik pembelajaran dengan metode saintifik sebagai berikut:

a) Berpusat pada siswa.

b) Melibatkan ketrampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip intelek, khususnya ketrampilan berfikir tingkat tinggi siswa. c) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang

perkembangan intelek, khususnya keterampilan berfikir tingkat tinggi siswa. d) Dapat mengembangkan karakter siswa.

2.1.2 Model Discovery Learning

Discovery Learning adalah suatu model / strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok – kelompok siswa di hadapkan pada suatu persoalan untuk mencari jawaban atas pertanyaan – pertanyaan dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.

Metode Discovery Learning diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sehingga model penemuan (Discovery) merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi model mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif.

Menurut Hanafiah model Discovery Learning) merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku.

(9)

14

dipanaskan akan mengembang. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learningpada siswa (belajar sendiri), sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominate learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belajar sendiri.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model Discovery Learning adalah suatu model di mana dalam proses belajar menbgajar guru memperkenankan siswanya untuk menemukan sendiri, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, menyelidiki sendiri konsep dan prisip dari pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku siswa.

2.1.2.1 Tujuan Model Discovery Learning

Model Discovery Learning dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa tujuan antara lain :

a. Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar.

b. Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.

c. Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu – satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa.

d. Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai informasi yang tidak akan pernah tuntas di gali.

Adapun tujuan lain dari model Discovery Learning dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut :

a. Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif.

b. Mengembangkan kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar ( kritis, analis dan logis ).

(10)

15

d. Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam belajar.

2.1.2.2 Kelebihan Model Discovery Learning

Model Discovery Learning ini mempunyai kelebihan yaitu sebagai berikut:

1) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.

2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

3) Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.

4) Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengankemampuannya masing-masing.

5) Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

6) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

2.1.2.3 Kelemahan Model Discovery Learning

Model Discovery Learning ini mempunyai kelemahan yaitu sebagai berikut:

1) Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental,

2) Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.

3) Modelini kurang berhasil digunakan di kelas besar,

4) Bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan model Discovery Learning,

(11)

16

2.1.2.4 Langkah – Langkah Model Discovery Learning

Menurut depdikbud (dalam Trisnawati: 2009) langkah – langkah pembelajaran pada model Discovery Learning adalah:

1. Motivasi, yaitu membangkitkan rasa ingin tau, antusiasme dan kesediaan belajar siswa.

2. Perumusan masalah, yaitu mengenalkan siswa terhadap masalah yang akan dibahas.

3. Penyusunan opini, yaitu pendapat siswa berdasarkan pengalaman sebelumnya untuk menemukan hipotesis permasalahan

4. Perencanaan dan kontruksi alat, yaitu melakukan persiapan peralatan.

5. Pelaksanaan percobaan, yaitu melakukan percobaan dan penyelidikan untuk menguji hipotesis.

6. Simpulan, yaitu hasil dari produser pemecahan masalah. 7. Abtraksi, yaitu generalisasi dari sejumlah pernyataan.

8. Konsolidasi pengetahuan, yaitu siswa semakin menguasai pengetahuan baru dengan proses integrasi dan internalisasi pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah ada.

Menurut Ricard Scuhman langkah – langkah pembelajaran pada model Discovery Learning adalah sebagai berikut :

a. Identifikasi kebutuhan siswa.

b. Seleksi terhadap prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.

c. Seleksi bahan dan problem maupun tugas – tugas.

d. Mempersiapkan setting kelas dan alat – alat yang diperlukan. e. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan. f. Membantu siswa dengan informasi / data, jika diperlukan oleh siswa. g. Merangsang terjadinya interaksi antar siswa.

h. Membantu siswa merumuskan prinsip – prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

(12)

17

masalah untuk di pecahkan oleh siswa,b) Menetapkan jawaban sementara atau yang lebih dikenal dengan istilah hipotesis, c) Siswa mencari informasi, data, dan faktor yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis.d) Siswa menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi, e) Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi yang baru.

2.1.2.5 Karakteristik Model Discovery learning

Hosnan (2014:184) mengemukaan ciri utama belajar menemukan, yaitu (1)mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan ini menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Hosnan (2014:184) mengungkapkan ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruksivisme, yaitu sebagai berikut:

a) Menekankan pada proses belajar bukan proses mengajar.

b) Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa

c) Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai d) Berpandangan bahwa belajar merupakan proses, bukan menekankan pada

hasil.

e) Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan f) Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.

g) Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa h) Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa. i) Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif

j) Banyak menggunakan terminology kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran; seperti preseksi, inferensi, kreasi dan analisis

k) Menekankan pentingnya bagaimana siswa belajar.

l) Mendorong siswa untuk berpartismatematikasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru.

m) Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif n) Menekanan pentingnya konteks dalam belajar.

(13)

18

p) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasar matematika ada pengalaman nyata.

2.1.3 Model Problem Based Learning

Menurut Jodion Siburian, dkk dalam Panduan Materi Pembelajaran Model Pembelajaran Sains (2010:174), pembelajaran berbasis masalah( problem based learning ) merupakan salahsatu model pembelajaran yang berasosiasidengan pembelajaran kontekstual.Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.

Menurut Muslimin I dalam Bouddan Felleti (2000:7), pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untukmengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah,belajar peranan orang dewasa yang otentikserta menjadi pelajar mandiri.Pembelajaran berdasarkan masalah tidakdirancang untuk membantu gurumemberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapipembelajaran berbasis masalahdikembangkan untuk membantu siswamengembangkan kemampuan berpikir,pemecahan masalah dan keterampilanintelektual, belajar berbagai peran orangdewasa melalui pelibatan mereka dalampengalaman nyata dan menjadipembelajaran yang mandiri.

Menurut Duch, 1995, pembelajaran berbasis masalah ( problem based learning )adalahmodel pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untukpara peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan.

(14)

19

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasismasalah adalah sebuah modelpembelajaran yang dilakukan denganadanya pemberian rangsangan berupamasalah-masalah yangkemudian dilakukanpemecahan masalah oleh siswa yangdiharapkan dapat menambah keterampilansiswa dalam pencapaian materipembelajaran.

2.1.3.1 Tujuan Model Problem Based Learning

Tujuan pembelajaran adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan mengubah tingkah laku siswa, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa. Dalam rangka mencapai tujuan kurikuler, lembaga menyelenggarakan serangkaian kegiatan pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Setiap kegiatan mengandung tujuan tertentu, yaitu suatu tuntutan agar subjek belajar setelah mengikuti proses pembelajaran menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan isi proses pembelajaran tersebut.

Tujuan utama PBL, bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada peserta didik, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. PBL juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta didik. Kemandirian belajar dan keterampilan sosial itu dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah.

(15)

20

meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat, dan sumber evaluasi.

a. Tujuan; dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah cita – cita yang ingin disampaikan dalam kegiatannya, di mana terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada siswa.

b. Bahan Pelajaran; bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Bahan sebagai sumber belajar membawa pesan untuk tujuan pengajaran.

c. KegiatanBelajar Mengajar; kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.

d. Metode; metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.

e. Alat; alat adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan.

f. Sumber Pelajaran; sumber belajar merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal – hal baru bagi si pelajar. Segala sesuatu dapat dipergunakan sebagai sumber belajar sesuai dengan kepentingan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. g. Evaluasi; evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk

menentukan nilai dari sesuatu.

2.1.3.2 Kelebihan Model Problem Based Learning

(16)

21

1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

2. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.

3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia nyata.

4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

6. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan prngrtahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

7. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep – konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata.

2.1.3.3 Kelemahan Model Problem Based Learning

Menurut Sanjaya, 2007 model Problem Based Learning memiliki kelemahan, sebagai berikut :

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.

2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

2.1.3.4 Langkah – Langkah Model Problem Based Learning

(17)

22

1. Mengorientasikan siswa kepada masalah. Guru menjelaskan tujuanpembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasisiswa agar terlibat padaaktivitas pemecahanmasalah yang dipilih.

2. Mengorganisasi siswauntuk belajar. Guru membantu siswamendefinisikan danmengorganisasikan tugasyang berhubungan denganmasalah tersebut.

3. Membimbingpenyelidikan individualdan kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,melaksanakan eksperimenuntuk mendapatkanpenjelasan danpemecahan masalah.

4. Mengembangkan danmenyajikan hasil karya. Guru membantu siswadalam merencanakan danmenyiapkan karya yangsesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untukberbagai tugas dengantemannya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswauntuk melakukan refleksi atau evaluasiterhadap penyelidikandan proses-prosesyang mereka gunakan.

Secara ringkas, kegiatan pembelajarn melalui PBL diawal dengan aktivitas peserta didik untuk menyelesaikan masalah nyata yang ditentukan atau disepakati. Proses penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru.

2.1.3.5 Karakteristik Model Problem based learning

Karakteristik model pembelajaran PBL menurut Hosnan (2014:290) adalah sebagai berikut:

a. Pengajuan masalah atau pertanyaan

Pengaturan pembelajaran berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat.

b. Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu

Masalah yang disajikan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.

c. Penyelidikan yang autentik

(18)

23 d. Menghasilkan dan memamerkan hasil / karya

Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya dan memamehkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporan.

e. Kolaboratif

Pada pemecahan masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah yang harus diselesaikan bersama-sama atar siswa dengan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun besar, bersama-sama antar siswa dengan guru.

2.1.4 Pembelajaran IPA di SD

Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang penting untuk dipelajari.Hal ini dikarenakan IPA merupakan ilmu yang membahas tentang fakta serta gejala alam. Sejalan dengan pentingnya IPA sebagai ilmu yang mempelajari fakta dan gejala alam, IPA juga berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya berupa penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (KTSP Standar Isi 2006).

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar diharapkan dapat memberi berbagai pengalaman pada siswa dengan cara melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, (Agus. S. Khalimah, 2010). Sehingga pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (KTSP Standar Isi 2006).

(19)

24

padapemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah (KTSP Standar Isi 2006). 2.1.4.1 Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD

Pembelajaran IPA di sekolah selalu mengacu pada kurikulum IPA yang berlaku di Indonesia sejak tahun 2006 yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).

Kurikulum ini diberlakukan agar tujuan pembelajaran IPA dapat tercapai. Di dalam kurikulum IPA yang telah berlaku di Indonesia, tujuan pembelajaran IPA telah diatur dalam Permendiknas RI nomor 22 Tahun 2006 yang meliputi :

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha

2) Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 3) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat, dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

4) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

5) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

6) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

7) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

8) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

2.1.4.2 Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD

(20)

25

perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda – benda langit lainnya. 5) Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.

2.1.4.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA

Ruang lingkup yang dipelajari dalam IPA dalam rangka untuk mencapai Standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan melalui SK dan KD. BNSP telah melakukan penyusunan Standar Isi yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 yang mencakup komponen :

1) Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukabn oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.

2) Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.

Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendidri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditunjukan bagi siswa kelas 5 SD disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 2.2

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas 5 Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan

hubungannya dengan

penggunaan sumber daya alam.

(21)

26 2.1.4 Hasil Belajar

2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar

Agus Suprijono (2009:5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.

Menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009:6) hasil belajar mencangkup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalahknowledge (pengetahuan, ingatan), comprehention (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakteristik).Domain

psikomotor meliputi initiatory, pre routine, reutinized.Psikomotor juga mencangkup ketrampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusian saja.Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasikan oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.

Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti (Hamalik, 2006:30).

(22)

27

psikomotor.Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar adalah saat terselesainya bahan pelajaran.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark pada tahun 1981 bahwa hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran menurut Sudjana (2006:39).

Perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja.Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu.Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran.Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru.Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik) menurut Ali (2011:1).

(23)

28

aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif menurut Djamarah (2011:1).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Dalam hasil studi eksperimental tentang pengarung metode discovery pada peningkatan hasil belajar siswa yang dilakukan Sari(2011) menunjukkan bahwa metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Subjek penelitian eksperimen tersebut adalah siswa 3 yang terdiri dari 32 siswa dengan 16 siswa sebagai kelas kontrol dan 16 siswa sebagai kelas eksperimen.kelas kontrol dan kelas eksperimen dikelompokkan secara seimbang, sehingga kedua kelas tersebut setara. Kemudian pada kelas kontrol dikenai metode konvensional dengan ceramah dan pada kelas eksperimen dikenai metode discovery. Hasilnya menunjuk bahwa rata – rata nilai yang didapatkan kelas kontrol adalah 69,6, sedangkan pada kelas eksperimen rata – rata nilainya adalah 79,3. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan metode discovery meningkatkan hasil yang menjadi tolok ukur hasil belajar siswa, dengan demikian metode discovery berpengaruh pada hasil belajar siswa.

(24)

29

Agama Islam di SMA Negeri 1 Jetis Bantul”. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan saintifik model Discovery Learning dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Jetis Bantul dapat membuat peserta didik antusias dalam mengikuti pembelajaran, rasa ingin tahunya berkembang, aktif, berpusat pada peserta didik, dan dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi.

Fitri Apriyani (2013) dengan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Pada Materi Sifat-sifat Cahaya”. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran (Discovery Learning) dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir

kreatif siswa pada materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V secara signifikan. Terbukti dari hasil perhitungan uji dua rata-rata pretest dan posttest didapatkan nilai P-value Sig (2-tailed) sebesar 0,000. Dimana 0,000 lebih kecil dari =0,05 sehingg H0 ditolak.

(25)

30 2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian ini dilakukan pada pembelajaran IPA kelas 5 SD. Kondisi awal kelompok eksperimen discovery dan kelompok eksperimen problem based learning dalam kondisi setara hasil belajarnya. Sebelum dilakukan perlakuan

diadakan uji homogenitas guna mengetahui sama atau tidaknya varian kedua kelompok. Kemudian kelompok eksperimen discovery diberi perlakuan menggunakan model discovery sedangkan kelompok eksperimen problem based learning diberi perlakuan menggunakan model problem based learning untuk

kemudian dilakukan post-test pada kedua kelompok. Dari hasil post-test dapat dibandingkan rata-rata hasil belajar mana yang lebih baik. Dari hasil rata-rata post-test dapat diketahui model pembelajaran mana yang efektif digunakan pada

pembelajaran IPA.

Dari latar belakang dan kajian teori maka dapat dirumuskan kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berfikir Pembelajaran

IPA

Model Problem Based

Learning Model

Discovery

Efektif Efektif

Dibandingkan

(26)

31 2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan efektivitas penggunaan model problem based learning dibanding dengan model discovery dalam pembelajaran IPA materi peristiwa alam kelas 5 SD.

Gambar

Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Gambar 2.1 Alur Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

NaCl dalam larutannya memang merupakan elektrolit kuat, karena dalam larutan, partikel-partikel NaCl akan terionisasi seluruhnya sehingga menghasilkan banyak

dimiliki oleh ekuitas merek, pengukuran tersebut yaitu: kesadaran konsumen akan keberadaan sebuah merek, selalu menjadi pilihan pertama konsumen dalam membeli suatu

 Set the Channel mode as AUTO, adjust the (Horizontal) time calibration and (Vertical) voltage calibration, make sure the signal displays clearly.  Adjust

Pada pohon penghasil gaharu menggunakan inokulasi padat dan cair, teknik penyulingan dengan menggunakan gaharu mutu rendah untuk menghasilkan minyak gaharu, habitat tempat tumbuh

Perilaku pencegahan diare merupakan tidakan preventif sehingga dapat mengurangi kejadian diare, hasil penelitian menujukan penyuluhan mempunyai peranan yang cukup penting

Berdasarkan nilai signifikan yang kurang dari 0,05 maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang bersifat negatif atau berlawanan, dismenorea diikuti secara negative

Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu

[r]