• Tidak ada hasil yang ditemukan

K.6 Hukum Bisnis Larangan Monopoli Dan P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "K.6 Hukum Bisnis Larangan Monopoli Dan P"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Hukum Bisnis

Larangan Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

Makalah disusun untuk memenuhi tugas

Yang dibina oleh Farid Hidayat, S.H., M.S.I.

DI SUSUN OLEH :

Kelompok

6

1. MUHAMMAD RIVALDI (16820016)

2. ANGGUN MAIDAH (16820090)

3. ASHIF (16820117)

4. DEWI MEILIANA PUTRI (16820134)

PRODI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makalah ini kami tujukan khususnya untuk kalangan remaja, pelajar, dan generasi penerus bangsa agar kita semua mengenal akan larangan monopoli dan laranga persaingan tidak sehat. Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Persaingan yang dilakukan secara terus-menerus untuk saling mengungguli membawa manusia berhasil menciptakan hal-hal baru dalam kehidupan yang berangsur-angsur menuju arah yang semakin maju dari sebelumnya. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun dan tidak luput dari sebuah persaingan, mengingat kegiatan ini dilakukan banyak pihak untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur persaingan usaha dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua pihak supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

(3)

Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis

2. Untuk informasi tentang larangan monopoli dan larangan persaingan usaha tidak sehat

1.2 Ruang Ligkup

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. KILAS BALIK PRAKTIK MONOPOLI DI INDONESIA

Dalam sejarah kontemporer indonesia, praktik monopoli pertama kali secara resmi dimulai pada tanggal 20 Maret 1602, yaitu pada saat Pemerintah Belanda atas persetujuan Staten General memberikan hak (octrooi) untuk berdagang sendiri (monopoli) pada VOC di wilayah Indonesia (Hindia Timur). Selain di Nusantara Indonesia kongsi dagang yang dipimpin oleh “de XVII Heeren” atau “ke-17 Tuan-Tuan” juga mengawasi perdagangan di wilayah yang terbentang di tanjung harapan di ujung Afrika hingga Srilanka dan Jepang. Sejarah telah mencatat bahwa meskipun memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat dari praktik monopoli perdagangan tersebut, namun ternyata VOC mengalami kebangkrutan serta menemui ajalnya pada tanggal 1 Januari 1800, yaitu sejak pemerintah belanda pada waktu itu (Bataafsche Republiek) membentuk suatu badan resmi yang dinamakan “Aziatische Read” untuk mengambil alih pemerintahan atas daerah-daerah bekas jajahan VOC.

(5)

B. PENGERTIAN LARANGAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

1. Pengertian Monopoli

Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna. Perusahaan itu sekaligus merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan industri yang memiliki kemiringan negatif untuk komoditi itu.

Menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Yang dimaksud dengan “kegiatan” di dalam monopoli adalah tindakan atau perbuatan hukum “sepihak” yang dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa ada keterkaitan hubungan (hukum) secara langsung dengan pelaku usaha lainnya. Jadi dengan demikian “kegiatan” merupakan suatu usaha, aktivitas, tindakan, atau perubatan hukum secara sepihak yang dilakukan oleh pelaku tanpa usaha melibatkan pelaku usaha lainnya.

(6)

Pelaku usaha adalah setiap orang atau pun badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau tidak, yang didirikan atau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Republik Indonesia yang menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam bidang ekonomi. Ciri-ciri atau jenis pasar yang bersifat monopoli adalah :

1. Sedikit penjual yang menguasai pasar dengan jumlah pembeli sangat banyak, sehingga penjual tersebut bisa menentukan sendiri berapa jumlah barang atau jasa yang akan dijual. Sehingga penjual akan menerpakan harga yang akan memberikan keuntungan tertinggi baginya.

2. Tidak terdapat barang pengganti yang memiliki persamaan dengan produk monopolis.

3. Adanya hambatan yang besar untuk dapat masuk kedalam pasar. Perusahaan monopolis akan menyulitkan pendatang baru yang ingin masuk ke pasar tersebut. Salah satu caranya yaitu perusahaan monopoli akan menetapkan harga serendah mungkin. Dengan begitu, perusahaan mopoli menekan kehadiran perusahaan baru yang memiliki modal kecil. Perusahaan baru tersebut tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan monopilis yang memiliki kekuatan pasar, image produk, dan harga murah sehingga lama kelamaan perusahaan tersebut akan mati dengan sendirinya. 4. Dengan menetapkan hak paten atau hak cipta dan hak eklusif pada suatu

barang. Yang biasanya diperoleh melalui pemerintah.

5. Penguasaan lebih dari 50% pangsa pasar atau suatu jenis komoditas tertentu oleh suatu atau gabungan perusahaan.

2. Pengertian Persaingan Usaha Tidak Sehat

(7)

Menurut Arie Siswanto, dalam bukunya yang berjudul “Hukum Persaingan Usaha” yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha (competition law) adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana perrsaingan itu harus dilakukan. Meskipun secara khusus menekankan pada aspek “persaingan”, hukum persaingan juga menjadi perhatian dari hukum persaingan adalah mengatur persaingan sedemikian rupa, sehingga ia tiidak menjadi sarana untuk mendapatkan monopoli.

Maka, persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran yang tidak jujur atau dengan cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Kekhawatiran akan dampak negatif yang ditimbulkan dari monopoli, membuat monopoli menjadi suatu kegiatan yang perlu diatur oleh undang-undang. Dalam literartur disebutkan, bahwa banyak/dampak negatif sehubungan dengan dilakukannya monopoli oleh pelaku usaha yang dapat merugikan konsumen maupun pelaku usaha lainnya, antara lain :

1. Adanya peningkatan harga barang produk barang maupun jasa tertentu akibat persaingan tidak sehat. Sehingga bisa memicu inflasi. Sehingga dapat merugikan masyarakat luas.

2. Pelaku usaha mendapatkan keuntungan secara tidak wajar, dan sangat berpotensi untuk menetapkan harga seenaknya guna mendapatkan keuntungan harga yang berlipat, tanpa memperhatikan tidak adanya pilihan lain bagi konsumen.

3. Terjadi ekploitasi terhadap daya beli konsumen dan tidak memberikan hak pilih pada konsumen untuk mengonsumsi produk lain, sehingga konsumen tidak peduli lagi pada masalah kualitas serta harga produk.

(8)

C. ASAS DAN TUJUAN

Asas dan tujuan larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah:

1. Asas

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

2. Tujuan

Pada hakikatnya keberadaan hukum persaingan usaha adalah mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang sehat (fair competition) dan efektif pada suatu pasar tertentu, yang mendorong agar pelaku usaha melakukan efisiensi agar mampu bersaing dengan para pesaingnya.

Berkaitan dengan hal itu, maka keberadaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat atau Undang-Undang Praktik Antimonopoli yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan memerhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat di Indonesia.

Selengkapnya iklim dan kesempatan berusaha yang ingin diwujudkan tersebut adalah tercantum dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Antimonopoli yang memuat :

a) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

(9)

c) Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh ppelaku usaha.

d) Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

D. JENIS-JENIS MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

1. Jenis-jenis Monopoli

a. Monopoli yang terjadi karena dikehendaki oleh Undang Undang (Monopoli By Law)

Pasal 33 UUD 1945 menghendaki adanya monopoli negara untuk menguasai bumi dan air berikut kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta cabang-cabang produksi yang mengusai hidup orang banyak. Selain itu, undang undang juga memberikan hak istimewa dan perlindungan hukum dalam jangka waktu tertentu terhadap pelaku usaha yang memenuhi sayarat tertentu dan hasil riset dan inovasi yang dilakukan sebagai hasil pengembangan teknologi yang bermanfaat bagi manusia.

b. Monopoli yang lahir dan tumbuh secara alamiah karena didukung oleh iklim dan lingkungan uasaha yang sehat (Monopoli By Nature)

(10)

oleh perusahaan perusahaan lainnya. Perusahaan seperti itu mampu mengelola 5 faktor persaingan yang menentukan kemampuan industri sebagaimana diungkapkan oleh Porter, yaitu daya tawar menawar, pembeli, ancaman produk atau jasa subtitusi, dan persaingan diantara perusahaan yang ada.

c. Perusahaan yang diperoleh melaui lisensi dengan menggunakan mekanisme kekuasaan (Monopoli By License)

Umumnya monopoli byb license berlkaitan erat dengan para pemburu renten (rent seekers) yang mengganggu bekerjanya keseimbangan pasar untuk kepentingan mereka. Berbagai kelompok usaha yang dekat dengan kekuasaan dalam pemerintahan pada umumnya memeiliki kecenderungan melakukan perbuatan tercela seperti itu, tapi tidak semuanya. Dengan jaminann lisensi yang diperoleh dari pemerintahan, mereka tinggal menunggu laba masuk saja.

d. Monopoli karena terbentuknya struktur pasar akibat perilaku yang tidak jujur

Praktik bisnis yang bersifat anti persaingan dan dan tidak jujur tersebut dapat dilakukan secara sendiri atau bekerja sama dengan pelaku usaha lainnya. Jelasnya, monopoli yang menghambat persaingan adalah monopoli yang melakukan penyimpangan struktur pasar karena menyebabkan terjadinya pembentukan pasar, pembagian pasar, dan menyalahgunakan kekuatan pasar (market power) guna menyingkirkan para pesaing tersingkir dari arena, maka dengan bebas pelaku usaha tersebut melakukan kontrol harga.

Ruang Lingkup Pengecualian Terhadap Perjanjian/Perbuatan Yang Bersifat Monopoli :

1. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(11)

cipta, desain produk industri, rangkain elektronik terpadu, rahasia dagang serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba (franchise).

3. Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba (franchise) sebagai yang dikecualikan

- Bisnis franchise telah dilindungi dan diakui secara internasional - Perjanjian waralaba (franchise) dalam penerapan hukum di indonesia. 4. Perjanjian dalam rangka keagenan, keagenan dalam arti luas mencakup

semua hungan hukum antara yang diwakili (principal) dengan yang mewakili (agent), termasuk segala akibat hukumnya. Miasalnya hubungan antara PT dengan direksinya, hubungan antara majikan dan buruh, hubungan antara client dengan pengacaranya, hubungan antara produsen dengan distributor, dan sebagainya. Dalam arti sempit biasanya hubungan keagenan hanya mencakup hubungan antara produsen dengan agen, dimana agen disini merupakan seorang wakil yang bertindak atas nama (on behalf) produsen dalam hubungannya dengan pemasaran atau penjualan produk yang bersangkutan.

5. Perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan (joint venture) yang dikecualikan dari berlakunya pasal 5 ayat 1 UU no.5 tahun 1999

6. Perjanjian atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan pasokan pasar dalam negeri.

7. Perlindungan terhadap pelaku usaha kecil dan koperasi 8. Monopoli oleh BUMN sebagai yang dikecualikan

2.Kegiatan yang dilarang dalam Monopoli

(12)

perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilarang tersebut yaitu : 1) Monopoli

Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. 2) Monopsoni

Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.

3) Penguasaan pasar

Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :

a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;

b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;

c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;

d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

(13)

Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).

5) Posisi Dominan

Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.

6) Jabatan Rangkap

Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

7) Pemilikan Saham

Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.

8) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan

(14)

3. Perjanjian yang dilarang

Perjanjian yang dilarang dalam antimoopoli dan persainga usaha adalah : 1. Oligopoli

Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.

2. Penetapan harga

Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :

a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;

b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;

c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;

d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.

(15)

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

4. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

5. Kartel

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

6. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

7. Oligopsoni

Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

8. Integrasi vertikal

(16)

produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

9. Perjanjian tertutup

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

E. SANKSI-SANKSI TERHADAP PELAKU USAHA ATAS PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999

Mengenai sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Antimonopoli diuraikan secara sistematis sebagai berikut:

1. Sanksi Administratif

Mengenai sanksi administratif ini diatur ketentuan Pasal 47 Ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 5 Tahun 1999, yang selengkapnya menyatakan.

Pasal 47 Ayat (1):

“Komisi berwewenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.”

(17)

Sanksi pidana pokok ini ditentukan dalam pasal 48 ayat (1), (2), dan (3), yang berbunyi

Pasal 48 Ayat (1):

1) “Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000, 00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.100.000.000.000 (Seratus Miliar Rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 bulan.”

2) “Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.”

3) “Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.”

3. Sanksi pidana tambahan

Sanksi tambahan ini diatur dalam ketentuan Pasal 49 Undang-undang Antimonopoli, yang selengkapnya berbunyi:

“Dengan menunjuk Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a. Pencabutan Izin Usaha

(18)

tahun, atau Menghentikan kegiatan usaha atau tundakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain”.

F. LARANGAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM ISLAM

1. Pengertian Monopoli dalam islam

Monopoli di dalam bahasa Arabnya dikenal dengan istilah ikhtikar (راكتحلا ) artinya zalim (aniaya) dan merusak pergaulan (ةرشاعملا ءاسا ). Adapun secara istilah adalah : “ Seseorang membeli makanan ketika harganya tinggi untuk diperjualbelikan, tetapi dia tidak menjualnya pada waktu itu, justru malah ditimbunnya agar menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. ( Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim : 10/ 219 ) . Jadi, monopoli menurut islam yaitu upaya penimbunan barang dagangan untuk menunggu melonjaknya harga barang penimbunan barang adalah salah satu perkara dalam perdagangan yang diharamkan oleh agama karena bisa membawa madhorot.

2. Hukum Monopoli Dalam Islam

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum ihtikar, dengan perincian sebagai berikut:

a. Haram secara mutlak (tidak dikhususkan bahan makanan saja) Hal ini didasari oleh sabda Nabi SAW:

ئئططاخخ وخههفخ رخكختخححا نطمخ

“Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa.” (HR. Muslim 1605)

Menimbun yang diharamkan menurut kebanyakan ulama fikih bila memenuhi tiga kriteria:

(19)

keperluan kurang dari satu tahun sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW.

 Menimbun untuk dijual, kemudian pada waktu harganya membumbung tinggi dan kebutuhan rakyat sudah mendesak baru dijual sehingga terpaksa rakyat membelinya dengan harga mahal.

 Yang ditimbun (dimonopoli) ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang dan lain-lain. Apabila bahan-bahan lainnya ada di tangan banyak pedagang, tetatpi tidak termasuk bahan pokok kebutuhan rakyat dan tidak merugikan rakyat. maka itu tidak termasuk menimbun.

b. Makruh secara mutlak

Dengan alasan bahwa larangan Nabi SAW berkaitan dengan ihtikar adalah terbatas kepada hukum makruh saja, lantaran hanya sebagai peringatan bagi umatnya.

c. Haram apabila berupa bahan makanan saja

Adapun selain bahan makanan, maka dibolehkan, dengan alasan hadits riwayat Muslim di atas, dengan melanjutkan riwayat tersebut yang dhohirnya membolehkan ihtikar selain bahan makanan, sebagaimana riwayat lengkapnya, ketika Nabi SAW bersabda:

نخاكخ ثخيدطحخلحا اذخهخ ثهددطحخيه نخاكخ يذطلدخا اررمخعحمخ ندخإط دئيعطسخ لخاقخ رهكطتخححتخ كخندخإطفخ دديعطسخلط لخيقطفخ ئئططاخخ وخههفخ رخكختخححا نطمخ رهكطتخححيخ

Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa. Lalu Sa'id ditanya, "Kenapa engkau lakukan ihtikar?" Sa'id menjawab, "Sesungguhnya Ma'mar yang meriwayatkan hadits ini telah melakukan ihtikar!” (HR. Muslim 1605)

(20)

mereka meriwayatkan hadits larangan ihtikar lalu mereka menyelisihinya (ini menunjukkan bahwa yang dilarang hanyalah bahan makanan saja).

d. Haram ihtikar disebagian tempat saja

Seperti halnya di kota Makkah dan Madinah, sedangkan tempat-tempat lainnya, maka dibolehkan ihtikar di dalamnya, hal ini lantaran Makkah dan Madinah adalah dua kota yang terbatas lingkupnya, sehingga apabila ada yang melakukan ihtikar salah satu barang kebutuhan manusia, maka perekonomian mereka akan terganggu dan mereka akan kesulitan mendapatkan barang yang dibutuhkan, sedangkan tempat-tempat lain yang luas, apabila ada yang menimbun barang dagangannya, maka biasanya tidak mempengaruhi perekonomian manusia, sehingga tidak dilarang ihtikar di dalamnya.

e. Boleh ihtikar secara mutlak

Mereka menjadikan hadits-hadits Nabi SAW yang memerintahkan orang yang membeli bahan makanan untuk membawanya ke tempat tinggalnya terlebih dahulu sebelum menjualnya kembali sebagai dalil dibolehkahnya ihtikar, seperti dalam hadits:

Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata: "Aku melihat orang-orang yang membeli bahan makanan dengan tanpa ditimbang pada zaman Rosulullah SAW mereka dilarang menjualnya kecuali harus mengangkutnya ke tempat tinggal mereka terlebih dahulu." (HR. Bukhori 2131, dan Muslim 5/8)

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani berkata:

"Imam Bukhori sepertinya berdalil atas bolehnya menimbun/ihtikar dengan (hadits ini), karena Nabi SAW memerintahkan pembeli bahan makanan supaya mengangkutnya terlebih dahulu ke rumah-rumah mereka sebelum menjualnya kembali, dan seandainya ihtikar itu dilarang, maka Rosulullah SAW tidak akan memerintahkan hal itu." (Fathul Bari 4/439-440).

(21)

3. Kriteria Monopoli yang Dilarang

Menimbun barang yang diharamkan menurut mayoritas ulama bila memenuhi beberapa kriteria di bawah ini :

a. Pertama : Monopoli yang dilarang adalah jika penimbun membelinya dari pasar umum. Adapun jika menimbun dari sawahnya sendiri atau dari hasil kerjanya sendiri maka hal itu dibolehkan.

Berkata Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni ( 4/ 154 ) : “ Jika dia mengambil barang dari tempat lain atau dari sawahnya sendiri dan menyimpannya, maka tidak termasuk menimbun yang dilarang. Di dalam Mushannaf Abdu Rozaq ( 14885 ) dengan sanad shahih bahwa Thowus menyimpan bahan makanan hasil panen sawahnya selama dua sampai tiga tahun, untuk dijualnya ketika harga barang naik.

b. Kedua : Monopoli yang dilarang adalah jika dia membeli barang tersebut ketika harganya mahal, untuk kemudian dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi. Seperti orang membeli bensin banyak-banyak menjelang harga naik, untuk disimpannya dan menjualnya dengan harga tinggi.

Kalau membeli ketika harga murah dan barangnya berlimpah di masyarakat dan menyimpannya untuk dijual dengan harga lebih mahal karena kebutuhan hidupnya, maka ini tidak termasuk monopoli yang dilarang.

(22)

tersebut kemudian dijualnya lagi, maka perbuatan-perbuatan tersebut tidak termasuk dalam monopoli, dan tidak diharamkan. “

c. Ketiga : Monopoli yang dilarang adalah jika dia menimbun untuk dijual kembali. Adapun jika ia menimbun makanan atau barang untuk kebutuhan pribadi atau keluarga, tanpa ada niat menjualnya bukan termasuk monopoli yang dilarang.

Berkata al-Baji di dalam al-Muntaqa ( 5/15 ) : “ Monopoli itu adalah menimbun barang dagangan dan mengambil untung darinya. Adapun menyimpan bahan makanan ( untuk keperluan sendiri ), maka tidak termasuk monopoli.

Di dalam hadist Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu bahwa beliau berkata :

لطامخ لخعخجحمخ هطرطمحتخ نحمط يخقطبخ امخ لهعخجحيخ مدخثه ، ةرنخسخ هطلطهحأخ ةخقخفخنخ سهبطححيخ مخلدخسخوخ هطيحلخعخ ههلدخلا ىلدخصخ هطلدخلا لهوسهرخ نخ هطلدخلا

“ Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyimpan makanan untuk keluarganya selama setahun, adapun sisa dari kurmanya dijadikan sebagai harta Allah ( untuk dinfakkan).” ( HR. Abdur Rozaq di dalam al Mushannaf (14451). Hadist yang serupa juga diriwayatkan Bukhari (2904 ) dan Muslim (1757 ))

d. Keempat : Monopoli yang dilarang adalah menimbun barang pada waktu masyarakat membutuhkan barang tersebut. Adapun menimbun barang yang banyak beredar di masyarakat untuk persiapan musim paceklik maka itu dibolehkan.

(23)

“Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur." ( Qs Yusuf : 47-49 ).

e. Kelima : Monopoli yang dilarang adalah menimbun barang-barang yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat seperti pangan, sandang, minyak dan lain-lain. Adapun menimbun barang-barang yang bukan kebutuhan pokok masyarakat dan barang tersebut banyak di tangan para pedagang, serta tidak merugikan masyarakat, maka hal ini dibolehkan.

4. Hikmah di Balik Larangan monopolik (Ihtikar)

Imam Nawawi menjelaskan hikmah dari larangan monopoli (ihtikar) adalah mencegah hal-hal yang menyulitkan manusia secara umum. Oleh karenanya para ulama sepakat apabila ada orang memiliki makanan lebih, sedangkan mausia sedang kelaparan dan tidak ada makanan kecuali yang ada pada orang tadi, maka wajib bagi orang tersebut menjual atau memberikan dengan cuma-cuma makanannya kepada manusia supaya manusia tidak kesulitan. Demikian juga apabila ada yang menimbun selain bahan makanan (seperti pakaian musim dingin dan sebagainya) sehingga manusia kesulitan mendapatkannya, dan membahayakan mereka, maka hal ini dilarang dalam Islam.

(24)

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari paparan atau penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan makalah “Larangan Monopoli dan Larangan Persaingan Usaha Tidak Sehat” bahwa hal tersebut dapat merugikan berbagai pihak. Hal tersebut melanggar etika bisnis. Dalam Islam pun menganjurkan agar melakukan persaingan usaha secara sehat agar tidak merugikan dan memicu terjadinya kesenjangan dan pertikaian karena Islam adalah agama yang mencintai kedamain. Sebaiknya monopoli dan persaigan usaha tidak sehat dihindari agar tidak menimbulkan konflik.

3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih baik lagi dalam menyusun makalah. Penulispun akan menulis makalah dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat diperanggung jawabkan.

3.3 Penutup

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Barthos, B. 2004. Aspek hukum : Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Bumi Aksara.

Ros, Ginting Elyta. 2001. Hukum Anti Monopoli. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Referensi

Dokumen terkait

Said Ibn Ali Ibn Wahf Al-Qahthani, Memahami Makna dan Kandungan Asma’ul Husna Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Semarang: Pustaka Nuun, 2009), h.2.. Jika dikaitkan

Pada makalah ini akan dibahas bagaiman implementasi dari penerapan Sistem Informasi Manajemen serta pengaruhnya sebagai penunjang keberhasilan perusahaan dalam pencapaian tujuannya

Pengaruh Pemberian Grit Kerang dan Cahaya terhadap Kualitas Kerabang Telur Ayam Arab (Siiver Brakel krie[). Meisji Liana Sari

Selain itu, Asia Tenggara juga merupakan kawasan tujuan bagi investasi tidak juga untuk ketidakstabilan kawasan ini akan menciptakan konsekuensi yang sangat besar terhadap

1.1 Menerima simbol sila- sila Pancasila dalam lambang negara “Garuda Pancasila” sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa di rumah 2.1Menerima sikap sesuai.. dengan sila-sila

[r]

Setiap kali rapat sama para guru saya selalu memperingatkan bahwa yang kita ajari itu adalah anak kita sendiri, kalau kita mengajar tentu kita mau anak kita mendapatkan ilmu,

Lewat pro- gram ini antar dosen bisa mengambil nilai-nilai dari dosen lain yang bisa ditiru, sebagai contoh yaitu dalam hal penguasaan materi, ketelatenan, kesabaran, dan