GEMA DESIMAL :
MEMBANGUN KEMANDIRIAN MASYARAKAT KABUPATEN
BOJONEGORO DI BIDANG KESEHATAN.
Latar Belakang.
Visi Pembangunan Kesehatan Indonesia Sehat adalah bahwa bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perlu upaya serius mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut, dan salah satu upaya yang sangat penting adalah mewujudkan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan.
Identifikasi masalah kesehatan.
Negara Indonesia saat ini, dalam beban ganda masalah kesehatan (triple burden desease) yaitu belum teratasinya penyakit menular yang ada disusul peningkatan pesat penyakit tidak menular serta munculnya kembali penyakit yang telah dinyatakan hilang
seperti penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus Neonatorum.
Rata-rata tiap tahun lebih dari 50% penduduk Bojonegoro melakukan kunjungan rawat jalan di Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas dan jaringannya).
Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut :
Sumber Data : Dinas Kesehatan Kab. Bojonegoro
Lima kasus besar penyakit menular di Bojonegoro adalah ISPA, diare & gastro enteritis, infeksi kulit, commond cold, dan TB Paru.
penyakit di Kabupaten Bojonegoro sebagai berikut::
Lima penyakit tidak menular paling mematikan di Bojonegoro seperti grafik berikut:
Gagal Ginjal, 24.03%
Sirosis Hati, 22.37% Stroke,
20.57% Gagal Jantung,
15.21%
Diabetes Militus, 11.95%
Penyakit gagal ginjal adalah penyakit tidak menular paling mematikan bagi masyarakat Bojonegoro, disusul serosis
hati, stroke, gagal jantung dan diabetes melitus (DM).
Kemiskinan dan masalah kesehatan. Jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Bojonegoro tahun 2012 adalah 592.761 orang, dimana sejumlah 572.535 orang tercatat memiliki kartu Jamkesmas dan 20.226 orang memiliki kartu Jamkesda. Sejumlah 165.508 orang (27,92%) melakukan kunjungan rawat jalan di palayanan kesehatan dasar dan rujukan, dan sejumlah 3.448 orang (0,58%) membutuhkan perawatan kesehatan lebih lanjut (rawat inap).
Pemohon surat pernyataan miskin (SPM) dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan sebagaimana dalam grafik berikut ini :
Stroke 26%
Diare & GE
23% Gagal Jantung
17% Dispepsia
17%
Grafik tersebut menunjukkan bahwa masalah kemiskinan berpotensi mendapatkan masalah kesehatan atau terkena penyakit. Tahun 2012 sebanyak 5.591 orang mengajukan SPM untuk memperoleh bantuan biaya berobat.
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro menyebutkan bahwa 1.597 orang (28,57%) dari 5.591 orang pemohon SPM, menderita penyakit menular. Dan sejumlah 3.994 orang (71,43%) menderita penyakit tidak menular, seperti grafik berikut:
Sumber Data : Jamkesda Dinkes Kab. Bojonegoro
Kondisi ini menunjukan terjadi pergeseran pola penyakit pada masyarakat miskin, dimana semula lebih banyak menderita penyakit
menular bergeser pada penyakit tidak menular.
Berikut adalah data pemohon SPM untuk tanggal 5 September sampai dengan 11 September 2012 (selama 1 minggu), yaitu sejumlah 115 orang pemohon dengan kasus 10 penyakit terbesar sebagai berikut :
Sumber Data : Dinas Kesehatan Kab. Bojonegoro
Kejadian penyakit tidak menular pada masyarakat miskin akan semakin memperpuruk kondisi keluarga, karena sebagian besar waktu dan tenaga anggota keluarga tersita untuk merawat penderita dalam jangka waktu lama. Kerugian lain adalah hilang atau berkurangnya penghasilan keluarga karena kebanyakan para penderita berusia produktif.
Pengobatan penyakit bagi keluarga miskin dari angggaran APBD Kabupaten Bojonegoro adalah melalui program JAMKESDA. Pemakaian anggaran antara bulan Januari sampai dengan Desember 2012 telah menyerap Rp 15.496.086.082,- digunakan untuk biaya pengobatan sejumlah 6.586 orang pasien atau tiap penderita menyerap dana sebesar Rp 2.352.883,-.
Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro tahun 2012 sekitar Rp.67.039.851.163,- untuk kegiatan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat dengan sasaran penduduk 1.218.457 orang, atau
rata-rata per penduduk menyerap dana sekitar Rp 55.020,-. Rasio antara anggaran bantuan biaya pengobatan melalui SPM (Jamkesda) dengan anggaran rutin untuk kesehatan masyarakat terjadi ketimpangan yang mencolok.
Paradigma Pembangunan Kesehatan.
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembanguan
kesehatan yang memandang
masalah kesehatan saling terkait dan
Gambar : wujud pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.
mempengaruhi banyak faktor yang
kesehatan, tidak hanya pada upaya penyembuhan penyakit atau pemulihan kesehatan.
Paradigma sehat diartikan bahwa pembangunan kesehatan harus menekankan pada upaya promotif dan preventif yang jauh lebih murah dan efektif.
Gambar : Gotong royong ruh dari desa siaga aktif
Pemberdayaan adalah pendeka-tan yang berpusat pada masyarakat, yang dicirikan sejauhmana masyarakat menyadari adanya kebutuhan peruba-han, memiliki cukup pengetahuan untuk terjadinya perubahan tersebut serta memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
Peran pemerintah (provider kesehatan) adalah membantu
masyarakat mengambil keputusan dan bertindak secara tepat dengan memberi informasi, nasehat dan dukungan.
Desa Siaga Aktif.
Desa siaga adalah salah satu program Kemenkes RI yang menggunakan pendekatan paradigma sehat dengan strategi pemberdayaan masyarakat. Desa Siaga Aktif merupakan pengembangan dari Desa Siaga, yaitu Desa atau Kelurahan yang :
Penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti : Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), Pustu (Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu) atau sarana kesehatan lainnya ;
melaksanakan survailans berbasis masyarakat ( meliputi : pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku ), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan ;
Masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS ). Dasar Kebijakan.
1. Undang-Undang Kesehatan no : 36 tahun 2009 yang mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masayarakat untuk hidup sehat setinggi-tingginya sebagai investasi untuk hidup produktif.
2. Peraturan Menkes No. 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten dan Kota dimana pengembangan desa / kelurahan
siaga adalah standar minimal yang harus dilakukan pemerintah daerah. 3. Keputusan Menkes No. 564
tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga.
4. Keputusan Menkes No.1529 tahun 2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
5. Surat Edaran Mendagri No. 140/1508/SJ Tahun 2011 Tentang: Pedoman dalam Pelaksanaan dan Pembentukan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) dan Forum desa / kelurahan Siaga Aktif Di Daerah.
6. Surat Edaran Gubernur Jawa Timur agar Bupati/Walikota di Jawa Timur mendukung penngembangan desa siaga di wilayahnya.
7. Keputusan Bupati Bojonegoro No.188/249/KEP/412.11/2010
Gerakan Masyarakat menuju Desa Siaga Mandiri Berkelanjutan (Gema Desimal).
Program yang akan dilaksanakan untuk mencapai pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan melalui desa siaga aktif dengan pendekatan multi strategi. Tujuan Desa Siaga Mandiri :
Percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya meningkat.
Penyelenggaraan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif : Kepala Desa/ Lurah bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Perangkat Desa/ Kelurahan, serta lembaga kemasyarakatan yang ada harus mendukung pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga.
Desa/ Kelurahan harus melakukan perencanaan di bidang kesehatan
dengan mendasarkan pada siklus pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat sebagai bagian dari musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) di desa dan kelurahan.
Upaya pemecahan suatu masalah dilestarikan dan masalah berikutnya dipecahkan , dan seterusnya
Indikator keberhasilan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Di Kabupaten :
keputusan tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. 2. Terbentuknya Forum Tim Pembina
desa Siaga Aktif di tingkat Kabupaten/ Kota
3. Terselenggaranya orientasi pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif bagi aparatur Desa dan Kelurahan, KPM dan lembaga kemasyarakatan serta pihak-pihak lainnya.
4. Adanya bantuan pembiayaan dari APBD Kabupaten/ Kota dan sumber daya lain untuk pengembangan Desa dan Kelurahan siaga aktif 5. Terselenggaranya sistem informasi
Desa dan Kelurahan Siaga aktif yang terintegrasi dalam profil Desa dan Kelurahan lingkup Kabupaten/ Kota
6. Terselenggaranya pertemuan berkala Tim Pembina Desa dan Kelurahan Siaga Aktif (minimal 3 kali setahun) di tingkat Kabupaten/ Kota untuk pemantauan
perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
7. Adanya pembinaan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif terintegrasi secara berjenjang.
Di Kecamatan :
1. Terkoordinasi dan terintegrasinya pelaksanaan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat lainnya.
2. Terkoordinasinya penerapan kebijakan/ peraturan perundang-undangan berkaitan dengan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
3. Terbentuknya Forum Desa dan Kelurahan Siaga tingkat Kecamatan 4. Adanya Sistem Informasi Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif yang terintegrasi dalam profil Desa dan Kelurahan lingkup Kecamatan. 5. Terselenggaranya pertemuan
untuk pemantauan perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif 6. Adanya pembinaan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif terintegrasi secara berjenjang.
Di Desa dan Kelurahan :
1. Keberadaan dan keaktifan Forum Desa dan Kelurahan.
2. Adanya Kader Pemberdayaan Masyarakat / Kader Kesehatan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. 3. Kemudahan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan dasar yang buka atau memberikan pelayanan setiap hari.
4. Keberadaan UKBM yang dapat melaksanakan penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, surveilans berbasis masyarakat serta penyehatan lingkungan.
5. Adanya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) atau Anggaran
Kelurahan, masyarakat dan dunia usaha.
6. Adanya peran aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
7. Adanya peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan siaga Aktif. 8. Adanya pembinaan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga.
Potensi Bojonegoro menuju Gema Desimal.
khususnya untuk pelaksanaan Survai Mawas Diri (SMD) dan musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Desa Siaga Aktif di Bojonegoro.
Kabupaten Bojonegoro memiliki 430 desa dan kelurahan siaga aktif yang terbagi dalam strata :
Mandiri : 9 (2,09 %)desa
Purnama : 132 (30,70%) desa
Madya : 161 (37,44%) desa
Pratama : 128 (19,77%) desa.
Harapan melalui Gema Desimal Kabupaten Bojonegoro akan memiliki Desa / Kelurahan siaga :
Mandiri : 170 (50%)
Purnama : 129 (30%)
Madya : 86 (20%)
Pratama : - (0%)
”GEMA DESIMAL”, (Gerakan Masyarakat Menuju Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Mandiri Berkelanjutan)
1. Berkembangnya kebijakan pengembangan Desa & Kelurahan Siaga Aktif di semua tingkatan
(Kabupaten, Kecamatan, Desa dan Kelurahan).
2. Terintegrasinya pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dengan program pemberdayaan masyarakat lainnya baik yang bersifat nasional, sektoral maupun daerah.
3. Adanya komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa dan Kelurahan untuk pengembangan Desa & Kelurahan Siaga Aktif.
4. Meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di desa dan kelurahan.
kesehatan, serta penyehatan lingkungan dan PHBS (Perilaku Hidup Sehat dan Bersih)
6. Meningkatnya ketersediaan SDM (Sumber Daya Manusia), dana, maupun sumber daya lain, yang berasal dari pemerintah, masyarakat dan swasta/ dunia usaha, untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
7. Meningkatnya PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Rumah Tangga di Desa atau Kelurahan. Cerita sukses desa siaga mandiri di Bojonegoro.
Pengembangan desa/kelurahan siaga telah dimulai sejak tahun 2008, dengan beberapa sukses yang telah dicapai. Berikut adalah desa-desa yang telah mampu mencapai desa siaga mandiri di Bojonegoro.
1. Desa Kemamang, Kecamatan Balen
2. Desa Pejambon, Kecamatan Sumberejo
3. Desa Tejo, Kecamatan Kanor .
4. Desa Brenggolo, Kecamatan Kalitidu
5. Desa Mayanggeneng, Kecamatan Kalitidu.
6. Desa Kanor, Kecamatan Kanor 7. Desa Sidobandung, Kecamatan
Balen
8. Desa Mayangrejo, Kecamatan Kalitidu
9. Desa Talok, Kecamatan Kalitidu Harapan desa siaga mandiri menjadi gerakan masyarakat di Kabupaten Bojonegoro.
Dari berbagai potensi dan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Bojonegoro, mulai dari keterbatasan anggaran, konsep desa siaga ”Gema Desimal ”, serta cerita sukses yang telah dicapai, maka kami berharap Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menerapkan model Pembangunan Kesehatan Masyarakat dengan pendekatan desa siaga menjadi suatu
gerakan di masyarakat.
tercapainya masyarakat Bojonegoro yang mandiri di bidang kesehatan untuk :
1. Memberikan dukungan kebijakan dalam pelaksanaan GEMA DESIMAL.
2. Melibatkan lintas sektor terkait dalam mendukung tercapainya GEMA DESIMAL melalui program Pemberdayaan Masyarakat.
3. Mensinergikan program GEMA DESIMAL dengan program sejenis dari sektor lain.
4. Memberikan dukungan dana yang dapat digunakan dalam rangka menunjang penguatan implementasi kegiatan GEMA DESIMAL di Kabupaten Bojonegoro
5. Memberikan anggaran dalam pengembangan Desa Siaga Aktif dari Anggaran Pendapatan dan belanja Desa (APBDes) atau Anggaran Kelurahan dan anggaran lain yang memungkinkan, dengan dikuatkan, oleh payung hukum.
6. Memberikan apresiasi bagi Camat dan Kepala Desa / Lurah yang berhasil mencapai GEMA DESIMAL.