• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP PENGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TINJAUAN PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP PENGU"

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

1

TERHADAP PENGUNGKAPAN KASUS PEMBUNUHAN

FRANSCIESCA YOFIE

OLEH PENYIDIK SATUAN RESERSE KRIMINAL

POLRESTABES BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Kepolisian

Oleh:

DIKI RINAL ADP

NOMOR MAHASISWA : 8229

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN - PTIK

SEMARANG

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

:

DIKI RINAL ADP

Nomor Mahasiswa

:

8229

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar

merupakan karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai

karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga lain.

Jika dikemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar,

maka saya bersedia diberikan sanksi akademis sesuai ketentuan

yang berlaku.

Semarang, Maret 2014

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan proses penulisan skripsi yang berjudul “TINJAUAN PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP PENGUNGKAPAN KASUS PEMBUNUHAN FRANSCIESCA YOFIE OLEH PENYIDIK SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRESTABES BANDUNG”. Penulisan skripsi ini merupakan wujud dari hasil proses rangkaian kegiatan pembelajaran yang dijalani peneliti selama menempuh pendidikan sekaligus dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Ilmu Kepolisian pada Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-PTIK.

Peneliti sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang ada pada peneliti. Untuk itu, peneliti sangat menghargai dan mengharapkan adanya koreksi, kritik dan saran yang bermanfaat dari para pembaca guna kesempurnaan skripsi ini.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak yang dengan tulus ikhlas diberikan kepada peneliti. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankan peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada :

(6)

2. Bapak Inspektur Jenderal Polisi Prof. Dr. Iza Fadri SIK, SH, MH selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian beserta seluruh staf, yang telah membimbing, mengasuh, dan memberikan bekal pengetahuan kepada peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Bapak Inspektur Jenderal Polisi Drs. Eko Hadi Sutedjo, Msi., selaku Gubernur Akademi Kepolisian yang telah membimbing, mengasuh, dan memberikan bekal pengetahuan kepada peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.

4. Bapak Komisaris Besar Polisi Widyarso Herry Wibowo, MH., selaku Kakorbintarsis Akademi Kepolisian yang telah membimbing, dan mengasuh peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.

5. Komisaris Besar Polisi Drs.Mashudi, selaku Kepala Kepolisian Resort Kota Besar Bandung beserta seluruh anggota Polres dan staf yang telah berpartisipasi dan mendukung peneliti dalam hal pencarian data yang berkaitan dalam pembuatan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf STIK – PTIK maupun Akademi Kepolisian, atas ilmu, wawasan dan dukungan yang telah diberikan kepada peneliti.

8. Bapak Ajun Komisaris Besar Polisi Widiatmoko, SIK., selaku mantan Kepala Detasemen 45, yang senantiasa memberikan inspirasi suri tauladan kepada peneliti.

(7)

10. Ajun Komisaris Besar Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko, SIK., Selaku mantan Kasat Reserse Polrestabes Bandung yang telah memberikan masukan untuk skripsi ini.

11. Komisaris Polisi Tatit Mudji Widodo, SH. MSI., Selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan petunjuk yang terbaik dalam proses pembuatan skripsi dari awal hingga akhir.

12. Seluruh Staff dan anggota Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung yang turut berkontribusi dalam pelaksanaan penelitian ini. 13. Ajun Komisaris Polisi Sigit Yulianto M.Psi, dan Ajun Komisaris Polisi

Liberty Adi S. M.Psi., yang telah membukakan cakrawala peneliti mengenai dunia Psikologi.

14. Yang Terhormat kedua Orang tuaku tercinta, Bapak H. Zainal Abidin dan Ibu Hj. Zarniwati Thaher, Saudara-saudaraku kakak Briptu. Ariza Eroel WS, adik Jevana Iffioni TUP, seluruh keluarga besar dan Niken

Lupitasari yang selalu memberikan dukungan, do’a dan semangat

kepada peneliti hingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. 15. Rekan – rekan Mahasiswa Angkatan 62 Den 45-BLB, anak-anak lorong

lantai paling atas Dormitory Paramartha, anak genteng, Rendy Dipil, serta yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu namanya.

Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan secara tulus ikhlas kepada peneliti dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat pula bagi orang lain.

(8)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Jujur, Disiplin , Bertanggung Jawab, dan Jangan Pernah Mengeluh

dalam menjalani segala KetentuanNya, karena sesungguhnya

dibalik setiap kesulitan pasti ada kemudahan

Persembahan :

Dengan

segala

ketulusan

hati,

kupersembahkan karya tulis ini kepada

(9)

DAFTAR ISI 3.1 Latar Belakang Permasalahan ... 1

3.2 Perumusan Permasalahan ... 8

3.3 Tujuan Penelitian ...9

3.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis...9

1.4.2 Manfaat Praktis... 10

3.5 Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kepustakaan Penelitian ... 12

2.2 Kepustakaan Konseptual ... 17

2.2.1 Teori... 17

2.2.2 Konsep... 28

2.3 Kerangka Berpikir ... 33

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 36

3.2 Metode Penelitian ... 37

3.3 Sumber Data / Informasi……... 38

(10)

3.5 Teknik Analisis Data ... ... 42

BAB IV TEMUAN PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 45 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bandung... 45 4.1.2 Gambaran Umum Satuan Reserse Kriminal Polrestabes

Bandung... 49 4.1.3 Gambaran Umum Kasus Pembunuhan Fransciesca

Yofie... 58 4.1.4 Pengungkapan Kasus Pembunuhan Fransciesca

Yofie... 61 4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Opini Masyarakat Terhadap

Pengungkapan Kasus Pembunuhan Fransciesca Yofie oleh Penyidik Polrestabes Bandung... 82

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Proses Pengungkapan kasus Pembunuhan Fransciesca Yofie oleh Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes

Bandung... 92

5.1.1 Tahap Penyidikan... 88 5.1.2 Analisa Proses Pengungkapan... 108 5.2 Analisa Opini Masyarakat Terhadap Pengungkapan

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kecamatan di Kota Bandung... 47 Tabel 2 : Jumlah Penduduk di Kota Bandung... 49 Tabel 3 : Polsek di Kota Bandung... ... 51 Tabel 4 : Susunan Personil Satuan Reskrim

Polrestabes Bandung ... 56 Tabel 5 : Data Tindak Pidana Yang di Tangani Sat Reskrim

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagan Kerangka Berpikir ... 33 Gambar 2 : Peta Wilayah Hukum Polrestabes Bandung ... 46 Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Polrestabes Bandung ... 50 Gambar 4 : Bagan Struktur Organisasi satuan Resrse Kriminal

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Kontrol Bimbingan Skripsi

Lampiran 2 : Surat Penghadapan Ke Tempat Penelitian Lampiran 3 : Surat Perintah Pengambilan Data

Lampiran 4 : Surat Keterangan Penelitian di Polrestabes Bandung Lampiran 5 : Surat Permohonan Ubah Judul

(14)

ABSTRAK

Judul Skripsi : Tinjauan Psikologi Sosial Terhadap Pengungkapan Kasus Pembunuhan Fransciesca Yofie oleh Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung

Nama Mahasiswa : Diki Rinal ADP No.Mahasiswa : 8229

Isi Abstrak :

Latar belakang permasalahan penelitian ini adalah adanya opini masyarakat yang menunjukkan keraguan pada hasil pengungkapan kasus pembunuhan sadis terhadap korban bernama Fransciesca Yofie yang terjadi di Bandung pada 5 Agustus 2013 oleh pihak kepolisian. Sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang bahwa dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas, fungsi,dan wewenang di bidang penyidikan tindak pidana secara profesional, transparan, dan akuntabel guna terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan rasa keadilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami proses pengungkapan kasus pidana pembunuhan Fransciesca Yofie tersebut dengan menggunakan konsep Peyidikan, teori peran dan teori Efektifitas Penegakan Hukum sebagai pisau analisis. Tinjauan psikologi sosial opini masyarakat terhadap hasil proses pengungkapan, menggunakan teori belajar Gestalt, Agenda Setting, dan Persepsi.

Penulisan dilakukan dengan pendekatan kualitaif menggunakan metode penelitian studi kasus. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara wawancara, dan telaah dokumen. Teknis analisis data yang dilakukan meliputi kegiatan reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian yang didapatkan bahwa pelaksanaan proses pengungkapan kasus pidana yang menewaskan korban bernama Fransciesca Yofie tersebut telah dilaksanakan secara maksimal oleh pihak Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung dengan menerapkan Scientific Crime Inverstigation (SCI). Tahapan penyidikan dan penyelidikan telah dilaksanakan sesuai dengan KUHAP, KUHP, serta Perkap No.14 Tahun 2012, sehingga memenuhi asas legalitas, profesional, proporsional, transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Perspektif masyarakat terkait kasus Fransciesca Yofie dipengaruhi oleh pemberitaan yang diterima melalui media kemudian dihubungkan dengan proses logika akhirnya membentuk sebuah persepsi negatif yang berupa stereotip masyarakat terhadap hasil penyidikan.

Demi terwujudnya perbaikan bagi Institusi Polri kedepan, maka peneliti menuliskan beberapa saran yaitu : (1) Polri perlu membuat aturan secara rinci mengenai pelaksanaan pemberian keterangan resmi kepada publik, (2) Perlu dilakukan peningkatan pengawasan internal kepada setiap personil Polri agar tidak melanggar kode etik dan disiplin, (3) Perlu dilakukan upaya peningkatan citra Polri di masyarakat dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan positif, dan (4) Polri perlu menggalang media massa agar terjadi hubungan kerja sama yang baik dalam menyampaikan pesan-pesan dan informasi kepada masyarakat. Kata kunci : Psikologi sosial, Pembunuhan, Konsep Penyidikan, Teori Peran,

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Beberapa macam hukum yang dimiliki Indonesia dalam upaya mengatur setiap perilaku kejahatan atau tindak pidana diantaranya adalah KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Penegakan hukum dalam proses penyelesaian tindak pidana dilaksanakan berdasarkan ketentuan KUHAP.

Di Indonesia, penyelesaian perkara pidana dilakukan dalam suatu sistem peradilan pidana. Peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan (Reksodiputro, dalam Atmasasmita, 2010). Proses penegakan hukum idealnya dilaksanakan secara konsisten, adil, terbuka, dan tepat waktu, sehingga tercipta keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.

(16)

bagian dari sistem penegak hukum kriminal (Criminal Justice System). Kepolisian sebagai garda terdepan memiliki peranan penting dalam Sistem Peradilan Pidana atau Criminal Justice System.

Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13 menyebutkan bahwa tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan tugas Polri tersebut dilaksanakan melalui fungsi-fungsi teknis yang ada sesuai dengan hukum dan aturan sistem peradilan pidana.

Fungsi teknis Reserse adalah pelaksana tugas penyidikan tindak pidana oleh Polri. Pasal 1 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya”. Pelaksanaan proses penyidikan oleh kepolisian harus sudah meninggalkan cara konvensional yang mana hanya mengandalkan pengakuan tersangka atau saksi.

Di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, kepolisian harus sudah menerapkan penyidikan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, yaitu dengan cara Scientific Crime Investigation (SCI). SCI adalah proses penyidikan yang dalam sistem pembuktiannya memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau memanfaatkan fungsi forensi k guna mengungkap suatu kejahatan maupun tindak pidana secara ilmiah.

(17)

sendiri. Salah satu penyebabnya adalah penyidikan oleh kepolisian yang dianggap masih cenderung konvensional karena hanya mengandalkan pengakuan tersangka atau saksi. Penggunaan tindak kekerasan untuk mendapatkan pengakuan bersalah dari seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, serta proses interogasi yang terkesan mengintervensi dan seakan-akan memaksakan agar kegiatan penyidikan cepat terselesaikan tanpa menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga mengakibatkan timbulnya persepsi negatif oleh masyarakat terhadap kepolisian.

” tingkat penyiksaan dalam proses penyelidikan dan penyidikan masih tinggi. Berdasarkan riset LBH, di Jakarta saja penyiksaan masih terjadi secara sistematis dan terus menerus. Pada 2005 ditemukan 81,1 % tersangka mengalami penyiksaan saat diperiksa di tingkat kepolisian. Angka ini bertambah pada 2008, yaitu 83,65 % tersangka mengaku mengalami penyiksaan. Yang lebih mengejutkan lagi, 77% penyiksaan dilakukan untuk memperoleh pengakuan dan mendapatkan informasi. Padahal pengakuan hanya salah satu dari lima alat bukti yang dapat digunakan oleh aparat kepolisian.” (Detik News, 30 Juni 2011, URL). Ketidakpuasan serta ketidakpercayaan masyarakat atas kinerja Polri menyebabkan buruknya citra aparatur kepolisian di mata masyarakat. Menurut Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari ketika dihubungi Metrotvnews :

"Tantangan terbesar Kapolri terpilih Komjen Pol Sutarman adalah membangun citra baru Polri di mata masyarakat. Hampir di semua survei atau jajak pendapat citra Polri itu terendah. Polri menjadi institusi yang paling tidak dipercaya oleh masyarakat." (MetrotvNews, 18 Oktober 2013, URL).

(18)

aparatur Polri yang dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menjaga sikap profesional dan menjunjung tinggi moralitas yaitu kejujuran, kesetiaan, dan komitmen, serta menjaga keutuhan pribadi. Hal tersebut sejalan dengan visi polri untuk menegakan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supermasi hukum dan HAM menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan. Untuk itu, setiap anggota Polri dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan penegakan hukum, khususnya penyidikan.

“Suhardi Alius selaku Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berjanji akan memperkuat kompetensi dan integritas penyidik. Ia akan menindak tegas polisi yang mempermainkan penanganan kasus. Tindakan tegas ini diambil untuk memperbaiki citra Bareskrim yang berantakan. Karena 80 persen citra buruk polisi itu disumbangkan oleh Bareskrim.” (MedanBisnis, 7 desember 2013, URL).

Setiap tindak pidana atau kejahatan memiliki karakteristik yang berbeda dalam setiap proses penanganannya. Pada dasarnya tindak pidana pembunuhan dengan cara yang sadis sudah banyak terjadi dan proses penegakan hukumnya berjalan lancar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Seperti halnya kasus pembunuhan sadis di Lembaga Permasyarakatan (LP) Cebongan, Yogyakarta yang melibatkan beberapa aparatur Tentara Nasional Indonesia (TNI) anggota Kopassus. Penyidikan terhadap kasus Cebongan tersebut dilakukan oleh tim Investigasi TNI. Proses penyidikan oleh Tim Penyidik TNI dilakukan dengan sangat tertutup . Tidak ada pemberitahuan khusus kepada publik mengenai perkembangan hasil penyidikan yang dilakukan.

"...perwakilan masyarakat Nusa tenggara Timur (NTT) dan Forum Advokat Pengawal Konstitusi (Faksi) menyesalkan sikap Danpuspom TNI menolak memberikan penjelasan... .tanpa ada penjelasan, Puspom

(19)

Namun tidak ada opini yang berlebihan beredar di masyarakat terhadap perilaku penyidik TNI tersebut. Sebagian masyarakat bahkan ada yang memberikan apresiasi kepada para tersangka pembunuhan di LP Cebongan, terkait dengan pernyataan yang bersifat opini dari pihak TNI dihadapan media publik mengenai perilaku yang dilakukan beberapa anggotanya.

"...sikap sejumlah purnawirawan TNI berpangkat jendral justru memberikan opini menyesatkan bahwasannya tindakan 11 prajurit TNI tersangka pelaku pembunuhan cebongan sebagai tindakan kesatria dan karsa karena berhasil mebunuh preman demi membela korps TNI." (Tribun News, 16 Mei 2013, URL)

Tidak demikian halnya dengan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie yang terjadi pada bulan suci Ramadhan, 5 Agustus 2013 di Bandung, Jawa Barat. Kasus terbunuhnya Fransciesca Yofie cukup mengagetkan masyarakat mengingat terjadinya pembunuhan itu tergolong sadis dengan diseret sepeda motor dan korban dibacok tiga kali, di waktu orang berbuka puasa, 5 hari menjelang Hari Raya Idul Fitri. Korban pembunuhan tersebut adalah sosok yang secara fisik dianggap cantik dan merupakan seorang manajer di sebuah perusahaan jasa keuangan.

(20)

“Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane , menjelaskan bahwa terdapat beberapa kejanggalan dalam kasus pembunuhan Sisca Yofie. Pertama, disebutkan bahwa rambut korban masuk ke gir motor sehingga terseret. Fakta ini sangat tidak masuk akal karena konstruksi sepeda motor tidak memungkinkan untuk itu. Kedua, disebutkan bahwa korban dibacok saat terseret motor, padahal di wajah korban terdapat dua luka bacok tepatnya di bagian wajah kanan dan kiri. Bentuk lukanya lebar di atas dan mengecil kebawah yang menunjukan bahwa korban dibacok terlebih dahulu sebelum di seret. Ketiga, dari CCTV terlihat korban hanya terkulai diam saat diseret yang menunjukan bahwa setelah dibacok, korban dalam keadaan sekarat langsung diseret. Keempat, data, foto-foto, dan perteman di dua facebook korban mendadak hilang .” (Tribun News, 14 Agustus 2013, URL)

Para ahli dari berbagai bidang ilmu juga turut memberikan opini berdasarkan analisa sesuai keilmuannya. Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Mulyana W Kusumah mengatakan, kasus Sisca tidak semata-mata perampokan. Kemungkinan ada motif lain di balik tewasnya Branch Manager PT Verena Multi Finance tersebut (Detik News, 13 Agustus 2013, URL).

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel berpendapat bahwa tidak bisa diabaikan indikasi balas dendam dalam kasus pembunuhan sadis terhadap Fransciesca Yofie.(Tribun News, 7 Agustus 2013, URL).

Opini masyarakat tersebut memberikan gambaran mengenai tingkat kepercayaan serta respon masyarakat berkaitan dengan tugas kepolisian. Kasus tersebut tentunya menjadi tugas yang cukup berat bagi kepolisian, terutama penyidik Reserse Kriminal Umum Polrestabes Bandung guna memenuhi tuntutan masyarakat untuk mengungkap kasus pembunuhan Fransciesca Yofie dengan seadil-adilnya. Hal ini merupakan tantangan khusus bagi Polri untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat dan menghilangkan persepsi negatif tentang kepolisian.

(21)

kepolisian. Sebab, banyak pihak yang tidak yakin pada proses penyelidikan kasus tersebut” (Liputan 6, 13 Agustus 2013, URL).

Terkait dengan adanya spekulasi yang muncul di tengah-tengah masyarakat mengenai pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik kepolisian khususnya penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Polrestabes Bandung. Fokus penelitian yang dilakukan adalah proses pengungkapan oleh penyidik Polrestabes Bandung sebagai dasar untuk tinjauan psikologi sosial terhadap opini masyarakat yang menunjukan keraguan pada pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie tersebut.

Psikologi sosial adalah ilmu yang secara khusus mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan lingkungan sosial. Psikologi sosial berisi kumpulan informasi dan teorinya sudah teruji melalui metode penelitian baku yang ketat sehingga memiliki kemampuan deskripsi, prediksi, serta intervensi yang tajam dan terukur (Sarwono dan Meinarno, 2009:17). Menurut Baron dan Byrne (2006) psikologi sosial adalah bidang ilmu yang mencari pemahaman tentang asal mula dan penyebab terjadinya pikiran serta perilaku individu dalam situasi-situasi sosial (Sarwono dan Meinarno, 2009:12). Peneliti melakukan tinjauan psikologi sosial terhadap masyarakat guna menganalisa asal mula serta proses munculnya opini yang mengarah pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung.

(22)

pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie ditinjau dari sudut pandang psikologi sosial.

Dengan pertimbangan tersebut, maka judul penelitiaan skripsi yang akan dibuat oleh peneliti adalah “TINJAUAN PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP PENGUNGKAPAN KASUS PEMBUNUHAN FRANSCIESCA YOFIE OLEH PENYIDIK SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRESTABES BANDUNG”.

1.2 Perumusan Permasalahan

Dengan dasar latar belakang di atas, permasa lahan yang diangkat oleh peneliti adalah “Bagaimana tinjauan psikologi sosial terhadap pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung?”. Dari permasalahan tersebut maka ditetapkan batasan persoalan:

a. Bagaimana proses pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung ?

(23)

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mendeskripsikan dan memahami proses pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung.

b. Untuk memahami opini masyarakat terhadap proses pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung serta memahami proses terbentuknya opini tersebut ditinjau dari segi psikologi sosial.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tentang tinjauan psikologi sosial terhadap pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung ini terbagi atas manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu :

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pemahaman mengenai proses penyidikan terhadap pengungkapan suatu tindak pidana serta analisa psikologi sosial terhadap opini masyarakat mengenai kinerja kepolisian.

(24)

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti, skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan berpikir secara sistematis dan logis dalam menganalisa permasalahan dan menghubungkannya dengan peran Polri sebagai penegak hukum.

2. Sebagai media untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti pendidikan di STIK-PTIK domisili Akpol, khususnya terhadap proses penyelenggaraan suatu penelitian yang pada akhirnya dijadikan sebuah tulisan karya ilmiah untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kepolisian. 3. Bagi organisasi Polri, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan masukan bagi penyidik Polri untuk meningkatkan kemampuan dalam menangani suatu kasus pidana dan melakukan langkah-langkah yang tepat selama proses penyidikan berlangsung.

1.5 Sistematika Penulisan

Berdasarkan Keputusan Ketua STIK Nomor: KEP/65/IX/2012, penulisan skripsi ini disusun dengan suatu sistematika penulisan yang terdiri dari 6 (enam) bab sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang bermaterikan uraian latar belakang permasalahan, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

(25)

menguraikan tentang kepustakaan penelitian, kepustakaan konseptual dan kerangka berpikir.

BAB III : PELAKSANAAN PENELITIAN. Bab III dalam penulisan skripsi ini membahas tentang pendekatan dan metode penelitian, sumber informasi, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam pelaksanaan pembuatan skripsi ini.

BAB IV : TEMUAN PENELITIAN. Bab IV dalam penulisan skripsi ini merupakan bagian mengenai hasil penelitian yang menyajikan data-data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan, dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang telah ditentukan sebelumnya.

BAB V : PEMBAHASAN. Pada Bab V dalam penulisan skripsi ini berisi tentang hasil analisa data atau informasi yang diperoleh dengan merujuk pada teori-teori dan konsep-konsep serta kerangka pemikiran yang dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini.

(26)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1.6 Kepustakaan Penelitian

Penelitian adalah rangkaian kegiatan yang sistematik yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan terencana dalam mengkaji, mempelajari, atau menyelidiki suatu permasalahan untuk memperoleh pengetahuan teoretik, yang dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan atau digunakan untuk pemecahan permasalahan yang sedang dihadapi (Muhammad dan Djaali, 2005:1).

Kepustakaan penelitian menjadi salah satu bagian dari sistematika penulisan skripsi STIK-PTIK yang terdapat dalam BAB II Tinjauan Kepustakaan. Kepustakaan penelitian merupakan karya ilmiah berupa skripsi, tesis, atau disertasi yang dibuat oleh peneliti atau ilmuan terdahulu yang kemudian dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penulisan skripsi ini. Tujuannya adalah memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang adanya penelitian lain dengan tema yang sama, namun terdapat perbedaan dalam pelaksanaan, sudut pandang penelitian, penerapan teori sebagai pisau analisis, maupun lokasi penelitiannya. Kepustakaan penelitian dapat menunjukan bahwa skripsi ini adalah benar-benar hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, bukan hasil penjiplakan/plagiat dari penelitian orang lain.

(27)

Kepustakaan penelitian pertama yang digunakan oleh penulis adalah penelitian dalam bentuk skripsi dari Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Romeyan Ricardo Siahaan (2008) yang berjudul “Persepsi Masyarakat Dalam Pelayanan Pembuatan SIM C (Surat Izin Mengemudi C) : Studi pada kantor Sat Lantas Polresta Tebing Tinggi”.

Penulisan skripsi Romeyan (2008) tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan pembuatan SIM di Indonesia. Beragamnya kasus penyimpangan aktivitas pelayanan pembuatan SIM di berbagai daerah menunjukan bahwa penyimpangan pembuatan SIM dalam tubuh kepolisian sudah sangat kronis dan sistematis. Disisi lain masyarakat pada umumnya tidak mengetahui informasi sesungguhnya berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan SIM. Penyebab ketidaktahuan masyarakat adalah karena memang tidak tahu ketentuan pembuatan SIM, atau masyarakat mengetahui tetapi tidak berdaya, tidak memiliki keberanian untuk mempertayakan. Fatalnya ketidaktahuan ini dimanfaatkan oleh pihak kepolisian sebagai pemegang otoritas dalam pelayanan pembuatan SIM untuk berkecenderungan memaksimalkan keuntungan.

(28)

responden berpersepsi bahwa pelayanan pembuatan SIM C oleh Sat Lantas Polresta Tebing Tinggi bagus.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Romeyan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama membahas tentang persepsi masyarakat terhadap kinerja kepolisian. Perbedaannya Romeyan fokus kepada pelayanan pembuatan SIM C oleh Sat Lantas Polresta Tebing Tinggi sedangkan penulis fokus kepada pengungkapan kasus Pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Sat Reskrim Polrestabes Bandung. Se lain itu, perbedaan lainnya terletak pada metodologi penelitian, dimana pendekatan penelitian Romeyan adalah kuantitatif dengan metode deskriptif, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis adalah pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus, dimana dalam penelitian ini penulis lebih menganalisis mengenai penyebab timbulnya persepsi masyarakat ditinjau dari segi psikologi sosial.

Penelitian kedua yang menjadi kepustakaan penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian dalam bentuk skripsi dari Adi Kurniawan (2013), Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya

Palembang dengan judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Polisi Dalam

Menjaga Ketertiban dan Keamanan (Studi Pada Masyarakat Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung)”.

(29)

merupakan salah satu pemekaran dari Lampung Utara. Di Kabupaten Way Kanan khususnya kecamatan Blambangan Umpu terdapan beberapa kejadian yang dapat mengancam kamtibmas, seperti tindak kriminal serta konflik sosial.

Sebagai suatu institusi yang diberi wewenang atau kekuasaan melaksanakan hukum (penegak hukum), polisi telah dikonstruksikan secara normatif bertindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Masalahnya sekarang, ketika hukum itu ditegakan oleh aparat kepolisian dimasyarakat, timbul problem-problem sosial yang pada intinya menunjuk pada pertarungan kepentingan antara kedua kelompok sosial itu.

Prilaku dari aparat kepolisian secara individual maupun secara institusional dalam pelaksanaan tugas -tuganya ditengah masyarakat dirasakan banyak menyimpang dan tidak sesuai dengan ketentuan aturan yang ada. Hal ini dirasakan masyarakat sebagai suatu pertentangan atau konflik yang sulit dicarikan jalan keluarnya, karena apapun tindakan yang dilakukan oleh polisi ditengah masyarakat selalu ada alasan pembenarannya. Ini dimungkinkan karena polisi mempunyai kekuasaan yang besar sehingga mampu melakukan segala tindakan ilegal dan berlindung dibalik tugas-tuganya yang legal.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan permasalahan yang di angkat oleh Adi dalam penelitiannya adalah mengenai Bagaimana persepsi masyarakat Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung terhadap kinerja polisi dalam menjaga kamtibmas dan faktor yang membentuk persepsi masyarakat Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan terhadap kinerja polisi dalam menjaga ketertiban dan keamanan.

(30)

(negatif) oleh masyarakat Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan provinsi Lampung. Meskipun ada masyarakat menilai polisi sebagai mitra masyarakat, namun masyarakat mempersepsi kinerja polisi lamban, mengecewakan, materialistis dan diskriminatif.

Faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat adalah faktor fungsional dan struktural diantaranya faktor kebutuhan, dimana ketertiban dan keamanan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi seperti halnya kebutuhan fisik. Kemudian pengalaman masa lalu, dimana berdasarkan pengalaman masyarakat polisi lamban dalam menanggapi laporan atau pengaduan masyarakat sehingga masyarakat kurang mempercayai polisi. Lingkungan,bahwa lingkungan yang ada banyak polisi yang ti nggal jadi realitas sehari-hari polisi diketahui. Selanjutnya stimuli dan efek syaraf, dimana stimuli yang dilanjutkan ke syaraf tentang kinerja polisi dalam menjaga ketertiban dan keamanan kurang baik.

(31)

2.2 Kepustakaan Konseptual

Kepustakaan konseptual merupakan dasar pedoman dalam suatu penelitian, agar penelitian dapat dilakukan sesuai dengan arah dan batas yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori dan konsep yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

2.2.1 Teori

Penelitian ini menggunakan beberapa teori untuk menganalisa hasil temuan pada penelitian sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2.2.1.1 Teori Gestalt

Menurut aliran psikologi Gestalt, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur atau merupakan suatu sistem, bukan hanya terdiri atas sejumlah bagian atau unsur yang satu sama lain terpisah,yang tidak mempunyai hubungan fungsional. Manusia adalah individu yang merupakan berbentuk jasmani-rohani. Interaksi manusia terhadap dunia luar bergantung pada cara ia menerima stimulus dari dunia luardan bagaimana serta apa motif-motif yang ada padanya. Manusia bebas memilih cara bagaimana ia berinteraksi; stimulus yang mana yang diterimanya dan mana ya ng ditolaknya (Sobur, 2003:232).

(32)

Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. (Wikipedia, 26 September 2013, URL)

Empat hukum Gestalt, yaitu:

1. Hukum keterdekatan: Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.

2. Hukum ketertutupan: Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.

3. Hukum kesamaan: Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.

4. Hukum kontinuitas: Orang akan cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada obyek-obyek yang ada. (Wikipedia, 26 September 2013, URL)

2.2.1.2 Teori Prasangka

(33)

Prasangka adalah sebuah sikap yang biasanya bersifat negatif yang ditujukan bagi anggota beberapa kelompok yang didasarkan pada keanggotaan orang tersebut pada sebuah kelompok dan bukan oleh karakteristik tertentu yang dimilikinya seperti kepribadian, masa lalu, dan lain sebagainya. (Sarwono & Meinarno, 2009:226)

Menurut Baron & Byrne (seperti dikutip Sarwono & Meinarno, 2009:227) prasangka berasal dari beberapa teori:

a. Teori belajar sosial

Teori ini menjelaskan bahwa prasangka berkembang karena individu mempelajarinya. Individu mengamati perilaku orang disekitarnya yang memiliki prasangka tertentu terhadap orang lain, setelah itu ia mempelajari ciri -ciri perilaku tersebut dan menerapkannya. Selain itu, prasangka juga dapat dipelajari melalui pengalaman yang bersifat vicarious.

b. Kategori sosial

Teori ini menjelaskan bahwa prasangka merupakan wujud perilaku yang membeda-bedakan antara mana orang yang menjadi bagian dari kelompoknya (in-group) dan mana orang yang menjadi anggota kelompok lain (out-group).

c. Stereotip

(34)

kognisinya dan ketika skema sudah terbentuk, individu hanya menerima informasi yang sesuai dengan skema sebelumnya dan menolak yang tidak sesuai.

2.2.1.3 Teori Pembentukan Opini : Agenda Setting

Teori Agenda-setting merupakan pemikiran yang menyatakan bahwa media tidak mengatakan apa yang orang pikirkan, tetapi apa yang harus dipikirkan. (Barans & Davis, 2010:346)

Agenda-setting pertama kali diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.

(35)

orang-orang menggunakan seperangkat pengharapan untuk memaknai dunia sosial dan media berkontribusi pada pengharapan tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi agenda-setting disebut faktor kondisional, yang dapat dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:

a. Dari perspektif agenda media adalah framing, priming, frekuensi dan intensitas pemberitaan/penayangan, dan kredibilitas media di kalangan audiens.

b. Dari perspektif agenda publik adalah faktor perbedaan individual, faktor perbedaan media, faktor perbedaan isu, faktor perbedaan salience, dan faktor perbedaan kultural.

Pada perbedaan individual, pengaruh agenda-setting akan meningkat pada diri individu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang disajikan oleh media massa. Bukti-bukti empirik menunjukan bahwa perhatian individu terhadap isi media dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, luas pengalaman, kepentingan, perbedaan ciri demografis, dan sosiologis. Efek agenda setting akan meningkat pada individu-individu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang dikaji, sedangkan intensitas perhatian sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan derajat kepentingannya. (Haryanto, 2003)

(36)

Perbedaan isu, dilihat dari isinya dapat berupa pengungkapan masalah yang sedang dihadapi oleh individu, kelompok, atau masyarakat. Isu juga bisa berupa usulan solusi untuk memecahkan masalah. Masing-masing jenis isu mempunyai efek yang berbeda dalam proses agenda-setting. Sedangkan dilihat dari jenisnya, isu bisa dibedakan sebagai berikut:

a. Obtrusive issues adalah isu-isu yang berkaitan langsung dengan pengetahuan dan pengalaman individu atau khalayak. Artinya, bahwa pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh khalayak tentang isu yang bersangkuatan bukan berasal dari media, akan tetapi sudah dimiliki sebelumnya. Sebaliknya, unobstrusive issues adalah isu-isu yang tidak berkaitan langsung dengan pengetahuan atau pengalaman audiens. Bukti empirik menunjukan bahwa efek agenda-setting lebih besar ditemukan pada individu-individu yang mempunyai keterlibatan langsung dengan isu yang disiarkan.

b. Selective issues adalah isu-isu yang dipilih secara khusus, dengan alasan tertentu kemudian diukur pengaruhnya pada khalayak tertentu. Pemilihan isu dapat dilakuakan dengan melakukan analisa terhadap isi media massa, kemudian memilih sejumlah diantaranya yang dianggap lebih menonjol dibandingkan yang lain, atau dengan cara mengambil topik-topik yang sedang menjadi pembicaraan hangat di masyarakat.

(37)

Perbedaan salience, yaitu pemilihan isu berdasarkan perbedaan nilai kepentingan, dilihat dari sisi khalayak; apakah isu yang dipilih untuk menjangkau kepentingan sosial (komunitas yang lebih luas), kepentingan interpersonal (keluarga teman bergaul, tempat kerja, dsb.) ataukah kepentingan individu. Masing-masing pilihan, tentu saja, akan menimbulkan efek agenda-setting yang berbeda.

Perbedaan kultural, setiap kelompok masyarakat akan menanggapi dan merespon isu yang sama secara berbeda, yang secara otomatis akan mempengaruhi efek agenda-setting yang ditimbulkan. Teori norma budaya yang dikembangkan Haryanto (2003) menyebutkan bahwa pesan-pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa bisa menimbulkan kesan-kesan tertentu, yang oleh individu disesuaikan dengan norma-norma budaya yang berlaku pada masyarakat dimana individu itu tinggal.

(38)

2.2.1.4 Teori Peran

Biddle & Thomas (1966) (dalam Sarwono, 2013:216) menyebutkan bahwa orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai berikut :

a. Aktor (actor, pelaku), yaitu orang yang berperilaku menuruti suatu peran tertentu.

b. Target (sasaran) atau orang lain (other) , yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan aktor dan perilakunya.

Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor secara berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang lain. Satu aktor dapat berbeda-beda caranya membawakan suatu peran tertentu pada waktu yang berbeda. Oleh karena itu, teori peran tidak cenderung mengklasifikasikan istilah-istilahnya menurut perilaku khusus, melainkan berdasarkan klasifikasinya pada sifat asal dari perilaku dan tujuannya (atau motivasinya).

(39)

2.2.1.5 Teori Efektifitas Penegakan Hukum

Secara teoritis penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah, dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian hidup (Soekanto, 1983:5). Terdapat adanya 5 (lima) faktor yang bersifat netral dan mempengaruhi di dalam penegakan hukum, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri.

Semakin baik suatu peraturan hukum akan semakin memungkinkan penegakannya, demikian pula sebaliknya. Suatu peraturan hukum dikatakan baik, bila peraturan tersebut berlaku baik secara yuridis, sosiologis, maupun filosofis. Secara yuridis maksudnya adalah bahwa peraturan hukum tersebut dibuat berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu peraturan hukum disebut secara sosiologis, apabila peraturan hukum tersebut diakui atau diterima oleh masyarakat dan kepada siapa peraturan hukum tersebut ditujukan atau diberlakukan. Selanjutnya suatu peraturan hukum berlaku secara filosofis apabila peraturan hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai nilai positif yang tinggi.

2. Faktor Penegak Hukum

(40)

Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan. Seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu dinamakan dengan pemegang peranan (role occupant), sedangkan peranan yang sebenarnya dilakukan seringkali dinamakan role performance atau role playing.

Peranan dapat berfungsi apabila seseorang berhubungan dengan pihak lain (role sector) atau dengan beberapa pihak (role set). Seorang penegak hukum mempunyai kedudukan dan peranan sekaligus, yang bertujuan untuk menjalankan tugasnya dalam mencegah sejumlah ancaman maupun gangguan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban bagi masyarakat. Peranan yang dijalankan adalah melaksanakan setiap tugasnya sesuai prosedur maupun ketentuan hukum yang berlaku, serta mampu melindungi hak asasi setiap manusia.

Kendala yang seringkali dijumpai pada penerapan peranan dari penegak hukum pertama adalah, adanya keterbatasan kemamp uan untuk menempatkan diri saat berinteraksi dengan pihak lain, kedua tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, ketiga belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan, dan keempat adalah kurangnya daya inovatif saat menjalankan tugasnya. (Soekanto, 1983:34)

(41)

tersusun secara manajemen, peralatan yang memadai, anggaran yang cukup, dan lain sebagainya.

4. Faktor masyarakat.

Kondisi masyarakat dimana peraturan hukum berlaku atau diterapkan, juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Hal ini dikarenakan penegak hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mewujudkan keamanan serta ketertiban bagi masyarakat. Fokus terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan hukum adalah adanya kesadaran hukum dari masyarakat, untuk mentaati segala aturan-aturan hukum yang berlaku dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Disini semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin memungkinkan terjadinya penegakan hukum yang baik dan diharapkan oleh masyarakat.

5. Faktor kebudayaan.

(42)

Semakin banyak persesuaian antara peraturan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudah hukum ditegakan.

2.2.2 Konsep

Peneliti menggunakan beberapa konsep guna mempermudah pemahaman terhadap maksud dari setiap rangkaian kata yang ada dalam penelitian ini.

2.2.2.1 Konsep Penyidikan

Pasal 1 butir 2 KUHAP mendefinisikan penyidikan sebagai serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Kegiatan-kegiatan pokok dalam rangka penyidikan tindak pidana menurut Buku Petunjuk Pelaksanaan (Bujuklak) dalam Lampiran Surat Keputusan Kapolri. No.Pol.: Skep/1205/IX/2000, tanggal 11 September 2000, tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, yang kemudian sesuai dengan tahapan penyidikan yang terdapat dalam Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Penyelidikan

(43)

dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. teknik penyelidikan dalam mengungkap kasus kejahatan dapat dilakukan oleh penyidik Polri sebagai berikut:

a. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan dapat dilakukan di tempat terbuka maupun tertutup, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas serta terperinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya tindak pidana. Selain itu kegiatan pengamatan juga dilakukan untuk menentukan identitas subyek dengan informasi atau gambaran yang telah diperoleh sebelumnya, melengkapi informasi yang sudah ada, serta mengecek atau mengkonfirmasi keterangan, data dan fakta yang selama ini diperoleh penyidik.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara atau interview merupakan usaha atau kegiatan yang dilakukan penyidik guna memperoleh keterangan dari orang yang diduga memiliki suatu keterangan. Wawancara secara terbuka dapat dilakukan oleh penyidik dengan bentuk pemeriksaan, sedangkan tertutup melalui teknik undercover. Dalam melakukan wawancara itulah penyidik harus tidak boleh menggunakan cara -cara yang bertentangan dengan prosedur maupun ketentuan yang berlaku, seperti menggunakan kekerasan, merendahkan martabat seseorang yang diwawancarai, ataupun melakukan pelanggaran HAM.

c. Surveillance.

(44)

surveillance penyelidik perlu memperhitungkan dan mempertimbangkan tentang kemungkinan yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak terduga dan berbagai resiko yang dihadapi, antara lain tentang informasi yang telah diterima atau tersedia, perkiraan tentang kemungkinan yang akan dihadapi, cara bertindak yang diperlukan, serta pemilihan dan penentuan personil maupun sarana yang diperlukan.

d. Penyamaran (Undercover)

Penyamaran atau undercover dilakukan untuk keperluan penyelidikan yang tidak mungkin diperoleh dengan cara-cara terbuka, guna memperoleh sejumlah bahan keterangan yang dibutuhkan dalam kegiatan penyelidikan. Disini untuk mencegah terungkapnya penyamaran dari penyidik, identitas petugas harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi sasaran, sedangkan semua identitas diri yang tidak mendukung pelaksanaan penyaraman harus dihilangkan sementara, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Tanda Anggota (KTA), Surat Ijin Mengemudi (SIM), dan identitas lainnya yang menunjukan seseorang sebagai anggota Polri.

2. Penindakan.

(45)

1) Pemanggilan Tersangka dan Saksi.

Pihak berwenang mengeluarkan Surat Panggilan adalah Kepala Kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku Penyidik/Penyidik Pembantu. Sedangkan petugas yang menyampaikan Surat Panggilan adalah setiap anggota Polisi/Penyidik Pembantu.

2) Penangkapan

Penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, yang dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan. Selanjutnya petugas berkewajiban untuk memberikan 1 (satu) lembar Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka maupun keluarganya.

3) Penahanan

Penahanan dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras telah melakukan suatu perbuatan pidana, dan dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, mengulangi tindak pidana, mempengaruhi atau berusaha menghilangkan saksi.

4) Penggeledahan

(46)

Desa bersama-sama 2 (dua) orang saksi dari lingkungan yang bersangkutan bila penghuni tidak menyetujui.

5) Penyitaan

Penyitaan dilakukan dengan Surat Perintah Penyitaan setelah mendapat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Adapun benda yang dilakukan penyitaan mencakup benda-benda yang diduga diperoleh dari hasil melakukan tindak pidana, dipergunakan untuk melakukan kejahatan, ataupun memiliki hubungan langsung dengan tindak pidana oleh tersangka.

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan, dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam Berita Acara Pemeriksaan.

4. Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara.

(47)

2.4 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Gambar 1

Kerangka Berpikir

Sumber: Diambil dari beberapa sumber yang dikembangk an dalam penelitian ini

(48)

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memiliki peran sebagai salah satu lembaga penegak hukum di Indonesia merupakan garda terdepan dalam Sistem Peradilan Pidana (SPP). Terkait dengan kasus pembunuhan seorang wanita bernama Fransciesca Yofie yang terjadi di kota Bandung pada tanggal 5 Agustus 2013, pihak Polrestabes Bandung melalui Satuan Reserse Kriminal melakukan kegiatan penyidikan dan penyelidikan guna mengungkap kasus tersebut.

Kegiatan penyidikan dan penyelidikan dalam rangka mengungkap kasus pidana dilaksanakan oleh Polri sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku yaitu KUHP dan KUHAP menurut tahapan yang diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No.14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Pelaksanaan Scientific Crime Investigation (SCI) atau penyidikan secara ilmiah menjadi salah satu fak tor pendukung dalam mengungkap suatu kasus pidana. Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengungkapan oleh penyidik Satuan Reskrim Polrestabes Bandung menggunakan teori Efektifitas Penegakan Hukum dari Prof.Dr.Soerjono Soekanto, S.H.,M.A.

(49)
(50)

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.6 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bodgan & Taylor (1975) (seperti dikutip Muhammad, 2012:10), penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan didukung dengan fakta-fakta dan data dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam objek penelitian, melainkan sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Dalam hal ini kehadiran peneliti tidak boleh mempengaruhi/terpengaruh dari gejala yang ada, peneliti dalam hal ini hanya sebagai pengamat.

Pada kasus pembunuhan Fransciesca Yofie ini, penyidik melakukan tahap tinjauan psikologis masyarakat terhadap proses pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie melalui kegiatan penyidikan oleh kepolisian khususnya penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung. Pengungkapan kasus tersebut oleh kepolisian menimbulkan banyak opini dari masyarakat, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan tinjauan terhadap proses terbentuknya opini yang mengarah pada ketidakpercayaan tersebut melalui pendekatan psikologi sosial. Pendalaman psikologi kognitif menekankan pada proses yang mendasari tindakan bukan pada tindakannya

(51)

melainkan tentang pikiran, perasaan, dan apa yang di rencanakan, sehingga lebih mengutamakan pendekatan kualitatif (Asmadi, 2003:28).

3.7 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Iskandar (seperti dikutip Mubarok, 2013:30) bahwa tujuan dari metode studi kasus (case study) adalah, “Mengembangkan metode kerja yang paling efisien, maknanya peneliti mengadakan telaah secara mendalam tentang suatu kasus, kesimpulan hanya berlaku atau terbatas pada kasus tertentu saja”. Creswell (Raco, 2010:49) mengatakan bahwa studi kasus merupakan, “Suatu eksplorasi dari sistem-sistem yang terkait (bounded system). Suatu kasus menarik diteliti karena corak khas kasus tersebut yang memiliki arti orang lain, minimal

peneliti”.

Peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai kasus pembunuhan Fransciesca Yofie karena kasus tersebut telah banyak menarik perhatian publik. Hal tersebut ditunjukan melalui banyaknya pemberitaan mengenai kasus tersebut melalui media cetak maupun elektronik. Selain itu, kasus tersebut juga berkaitan dengan tugas kepolisian sebagai pihak yang memiliki peranan dalam proses penegakan hukum serta masyarakat sebagai objeknya.

(52)

Polrestabes Bandung, dengan harapan pembaca dapat memahami informasi yang disampaikan peneliti.

Menurut Ashshofa (2010:22) metode studi kasus mempunyai kemampuan untuk berbicara dengan pembacanya, karena disajikan dengan bahasa biasa dan bukannya dengan bahasa teknis angka-angka. Pembaca akan lebih mudah untuk memahami masksud dari apa yang disampaikan melalui kalimat-kalimat yang sederhana dan padat makna. Selain keunggulan yang telah disampaikan di atas, studi kasus menurut Balck dan Champion dalam Bahan Ajar Metodologi Penelitian STIK -PTIK (2012:36), yakni: (1) Bersifat luwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang digunakan; (2) Keluwesan studi kasus menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari topik yang diselidiki; (3) Dapat dilaksanakan secara praktis di dalam banyak lingkungan sosial; (4) Studi kasus menawarkan kesempatan menguji teori; dan (5) Studi kasus bisa sangat murah, bergantung pada jangkauan penyelidikan dan tipe teknik pengumpulan data yang digunakan.

Pertimbangan mengenai waktu pelaksanaan penelitian dan tingkat program studi yang sedang dijalani oleh peneliti menjadi alasan digunakannya metode studi kasus dalam pembuatan skripsi ini.

3.3 Sumber Data / Informasi

(53)

Data tersebut meliputi transkrip wawancara dengan sumber data primer yang telah ditetapkan sebelumnya, foto yang berkaitan dengan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie , rekaman suara hasil wawancara terhadap sumber data, dokumen resmi seperti Berkas Perkara, serta catatan atau surat lainnya yang dapat memberikan informasi tentang kasus pembunuhan Fransciesca Yofie.

Sumber data penelitian dibagi kedalam 2 jenis, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data utama atau primer merupakan sumber yang dapat memberikan informasi berupa kata-kata. Sumber primer penelitian ini adalah :

1. Kapolrestabes Bandung

2. Kasat Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung 3. Wakasat Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung 4. KBO Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung 5. Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung 6. Fisikawan LIPI

7. Wartawan 8. Masyarakat

(54)

perundang-undangan, Berkas Perkara, website, serta buku yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan bentuk kegiatan konkrit yang dilaksanakan untuk memperoleh data yang mencerminkan cara-cara yang bersifat mikro atau teknis. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.4.1 Wawancara

(55)

Menurut Nasir (seperti dikutip Mubarok, 2013:31) , wawancara

merupakan, “Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan

cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara”. Dalam melakukan teknik wawancara, peneliti memerlukan teknik yang tepat agar memperoleh data sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian. Agar wawancara tetap fokus pada permasalahan yang akan diteliti, sebelumnya peneliti telah menyusun pedoman wawancara yang berisi tentang daftar pertanyaan secara sistematis mengenai kasus pembunuhan Fransciesca Yofie, sehingga diharapkan dengan itu peneliti mendapatkan informasi yang rinci dan mendalam.

3.4.2 Telaah Dokumen

Teknik pengumpulan data sekunder penelitian ini dilakukan dengan studi atau telaah dokumen, yang merupakan pelengkap dari kegiatan

wawancara di lapangan. “Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya monumenal dari

seseorang” (Sugiyono, 2012:82).

(56)

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2012:89).

Data hasil wawancara denga n sumber primer yang telah disebutkan sebelumnya dan hasil telaah dokumen terkait kasus pembunuhan Fransciesca Yofie disajikan dalam temuan penelitian skripsi ini.

Sumber data yang berbeda membutuhkan proses analisis yang tidak mudah. Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2012:88) :

”Melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja

keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Bahan yang

sama dapat diklasifikasikan berbeda oleh peneliti yang berbeda”.

Data yang diperoleh di lapangan selanjutnya akan dianalisis oleh peneliti melalui tahapan sebagai berikut :

a. Reduksi Data

(57)

b. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Data yang sudah peneliti dapatkan dan direduksi selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode tringgulasi, yang merupakan memadukan antara data, fakta dan konsep ataupun teori yang digunakan untuk membahas dan menjawab permasalahan penelitian yang diangkat dalam penelitian ini. Setelah proses analisis data selesai, peneliti akan memberikan kesimpulan akhir melalui proses penarikan kesimpulan atau verifikasi terhadap

skripsi yang berjudul “Tinjauan Psikologi Sosial Terhadap Pengungkapan

Kasus Pembunuhan Fransciesca Yofie Oleh Penyidik Satuan Reserse Kriminal

Polrestabes Bandung”. Selanjutnya dapat memberikan saran yang tepat terkait pengungkapan kasus pidana oleh pihak kepolisian dan menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian.

Validitas dan reabilitas data penelitian merupakan aspek penilaian data yang menentukan keabsahan data penelitian tersebut nantinya. Dalam penelitian kualitatif, validitas tidak memiliki konotasi yang sama dengan validitas pada penelitian kuantitatif, begitu pula de ngan reabilitas (Creswell, 2012:285).

(58)

Identifikasi merupakan prosedur lain dalam rencana penelitian guna memeriksa akurasi hasil penelitian. Terdapat delapan strategi validitas yang disusun dari yang paling mudah dilakukan sampai yang paling sulit dilakukan (Creswell, 2012:286).

1. Mentriangulasi sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-tema secara koheren.

2. Menerapkan member checking untuk mengetahui akurasi hasil penelitian.

3. Membuat deskripsi yang padat dan kaya tentang hasil penelitian. 4. Mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti kedalam

penelitian. Dengan melakukan refleksi diri terhadap munculnya bias penelitian, peneliti akan mampumembuat narasi yang terbuka dan jujur sesuai dengan yang dirasakan pembaca.

5. Menyajikan informasi “yang berbeda” atau “negatif” yang dapat memberikan perlawanan pada tema -tema tertentu.

6. Memanfaatkan waktu yang relatif lama di lapangan atau lokasi penelitian.

7. Melakukan tanya jawab kepada sesama rekan peneliti guna meningkatkan keakuratan hasil penelitian

(59)

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Gambaran Umun Kota Bandung

Berdasarkan Laporan Intelijen Dasar Polres Kota Besar Bandung Tahun 2013 yang peneliti peroleh pada saat pelaksanaan penelitian dijelaskan bahwa kota Bandung adalah ibu kota dari Provinsi Jawa Barat yang merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Daratannya terletak pada ketinggian 768 meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah utara dengan ketinggian 1.050 Meter dan terendah di sebelah selatan adalah 675 meter di atas permukaan laut. Bagian Selatan Kota Bandung permukaan tanah relatif datar, sedangkan di wilayah bagian utara berbukit-bukit, sehingga menjadi panorama yang indah.

Secara geografis, Kota Bandung terletak antara 107O36’ Bujur Timur (BT) dan 6O55’ Lintang Selatan (LS). Berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun 1989 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung, rincian batas-batas administratif Kota Bandung sebagai berikut :

(60)

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

c. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Terusan Pasteur, Cimahi Utara, Cimahi Selatan dan Kota Cimahi.

d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Kabupaten Bandung.

Gambar 2

Peta Wilayah Hukum Polrestabes Bandung

Lokasi Kota Bandung cukup strategis baik dilihat dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan Kota Bandung

(61)

terletak pada poros pertemuan poros jalan raya dimana bagian Barat - Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara dan Utara - Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah daerah penghasil perkebunan, peternakan dan perikanan seperti Subang dan Pangalengan.

Terkait dengan sumber daya alam, Kota Bandung lebih banyak bergantung kepada daerah lain, mengingat Kota Bandung wilayahnya telah dipenuhi dengan pemukiman penduduk, kawasan industri dan obyek pariwisata serta pusat-pusat perbelanjaan/pertokoan serta perkantoran, sehingga keadaan lahan tersebut kurang memungkinkan adanya eksploitasi terhadap sumber daya alam. Letak yang tidak terisolasi dengan panjang jalan 1.221,69 Kilo Meter (Km), mendukung komunikasi yang baik sehingga memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru.

Luas wilayah Kota Bandung adalah 16.729,65 Hektar (Ha). Kota Bandung terbagi atas 30 kecamatan sebagai berikut :

Tabel 1

Kecamatan di Kota Bandung

Sumber: Bag Min Polrestabes Bandung, Tahun 2013

NO NAMA KECAMATAN NO NAMA KECAMATAN

1 SUKASARI 16 KIARACONDONG

2 COBLONG 17 BOJONGLOA KIDUL

(62)

Kecamatan merupakan unsur pelaksana dan penunjang Pemerintah Daerah. Setiap kecamatan masing-masing dipimpin oleh seorang Camat dan berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Walikota sesuai dengan spesifikasi tugas pokok dan fungsinya. Tugas pokok Kecamatan yaitu melaksanakan sebagian kewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota dibidang pemerintahan, pembangunan, perekonomian, kemasyarakatan, ketentraman dan ketertiban.

Ditinjau dari segi demografi, jumlah penduduk Kota Bandung berdasarkan hasil koordinasi dengan Dinas Kependudukan Kota Bandung adalah 2. 581.527 orang/jiwa. Terdiri atas golongan penduduk pribumi yaitu suku sunda, pendatang (suku Jawa, Batak, Bali, Ambon, Irian, Palembang, Padang, Makassar, Manado, Kalimantan, Madura dan sebagainya), dan orang asing. Sifat penduduk asli pribumi Kota Bandung pada umumnya sederhana, ramah, suka merendahkan diri, cinta kepada kampung halamannya sehingga sulit untuk meninggalkan kampung halaman dan keluarganya, serta taat kepada agama yang mana mayoritas beragama Islam.

(63)

Tabel 2 Sumber: Bag Min Polrestabes Bandung, Tahun 2013

4.1.2 Gambaran Umum satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung

(64)

Pasal 2 Perkap No. 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Polres dan Polsek menjelaskan bahwa peraturan ini bertujuan untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan tugas guna menyamakan pola pikir dan pola tindak dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan organisasi Polres dan Polsek. Adapun struktur organisasi Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Bandung adalah seperti pada gambar berikut :

Gambar 3

(65)

Wilayah hukum Polrestabes Bandung terbagi menjadi 27 Kepolisian Sektor (Polsek) dalam pelaksanaan tugas pokok kepolisian, yaitu :

Tabel 3

Kepolisian Sektor (Polsek) Di Kota Bandung

Sumber: Bag Min Pol restabes Bandung, Tahun 2013

(66)

Gambar 4

Bagan Struktur Organisasi Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung

Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polrestabes Bandung merupakan satuan kerja yang berada di bawah Kepala Kepolisian Resort (Kapolres). Dalam pelaksanaan tugasnya, Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung dipimpin oleh seorang Kepala Satuan (Kasat) yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari -hari di bawah kendali Wakapolres. Dalam Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung terdapat beberapa pendukung pelaksanaan tugas, yaitu urusan pembinaan operasional (Urbinops), urusan administrasi dan ketatausahaan (Urmintu), urusan identifikasi (Urident) serta 6 Unit kerja.

Urbinops merupakan unsur Staf Sat Reskrim Polrestabes Bandung yang bertugas menyelenggarakan dan melaksanakan segala

Gambar

Gambar 1      Kerangka Berpikir
Gambar 2 Peta Wilayah Hukum Polrestabes Bandung
 Tabel 1 Kecamatan di Kota Bandung
Tabel 2 Jumlah Penduduk
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perkuliahan ini dibahas teori-teori Psikologi Sosial (Derivatif Theories) yaitu: teori belajar sosial, Social Identity, Social Exchange, dan Social Comparasion

penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “ Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan

Psikologi Sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pengalaman dan tingkah laku individu manusia dalam hubungannya dengan situasi stimulus

Pemahaman Metode Penelitian dalam Psikologi Sosial Mampu membedakan penggunaan metode penelitian yang satu dengan yang lainnya dalam Psikologi Sosial. Kemampuan melakukan

Selesai mengikuti mata kuliah Psikologi Sosial, maka para mahasiswa yang, mengikuti mata kuliah ini memahami orientasi tentang analisis manusia sebagai makhluk pribadi

Tugas Psikologi Sosial. Kelompok 4: Ivan

Tinjauan psikologi perkembangan, psikologi belajar dan psikologi sosial di atas memberikan implikasi kepada konsep pendidikan. Implikasi itu sebagian besar dalam

• Pendahuluan Kontrak perkuliahan, Teori dalam Psikologi Sosial; Sumbangan teori yang berorientasi behavioristik, psikoanalisis, dan kognitif terhadap Psikologi Sosial...