LAPORAN PENDAHULUAN KMB II
DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG RAWAT INAP
BEDAH
(RR) RECOVERY ROOM RSUP DR M DJAMIL PADANG
Oleh
EKA PRIMA PUTRA , S.Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
PADANG
CEDERA KEPALA
A. KONSEP DASAR CEDERA KEPALA
1. Definisi
Cedera adalah : suatu gangguan trauma fungsi yang disertai / tanpa disertai
perdarahan intersisial dalam substansi otak tanpa diikutinya kontinuitas otak CR.
Syamsum Hidayat, dkk, 1997).
Cedera kepala merupakan adanya pukulan benturan mendadak pada kepala
dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Susan Nartin, 1996)
Kontusio serebral merupakan cidera kepala berat dimana otak mengalami
memar dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi.
2. Etiologi
- Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal
- Trauma oleh benda tumpul menyebabkan ke substansi otak energi
Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap
lapisan pelindung yaitu rambut kulit kepala dan tengkorak
3. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegan peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepata
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera periambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa
kontak langsung seperti yang terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala
yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alaba dan batang
orak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan,
mungkin karena memar pada permukaan otak. Landasan substansi alba, cerdera
robekan atau hemoragi sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi dikurangi atau tidak ada pada area cedera. Konsekwensinya
meliputi : hiperemia (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler serta vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra
kronial dan akhirnya peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi.
Bennarelli dan kawan – kawan memperkenalkan cedera “fokal” dan
“menyebar” sebagai katergori cedera kepala berat pada upaya untuk menggunakan
hasil dengan lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan lokal yang
meliputi kontusio serebral dan hematom intra serebral serta kerusakan otak sekunder
yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk yaitu : cedera akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak.
Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi
karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau dua – duanya,
situasi yang terjadi pada hampir 50 % pasien yang mengalami cedera kepala berat
bukan karena peluru.
1. Kekuatan benturan
Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu diteruskan pada
substansi otak, maka akan terjadi kerusakan sepanjang jalan yang dilewati karena
jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.
2. Akselerasi dan deselerasi
Akselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang diam.
Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam
Keduanya mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba –
tiba tanpa kontak langsung. Kekuatan ini menyebabkan isi dalam tengkorak yang
keras bergerak dan otak akan membentur permukaan dalam tengkorak pada otak
yang berlawanan.
3. Kup dan kontra kup
Cedera “cup” mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat daerah
yang terbentur, sedangkan kerusakan cedera “kontra cup” berlawanan pada sisi
desakan benturan.
4. Lokasi benturan
Bagian otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera kepala terbesar
adalah bagian anterior dari lobus frantalis dan temporalis, bagian posterior lobus
aksipitalis dan bagian atas mesensefalon.
5. Rotasi
Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan
robekan pada substansi alba dan batang otak.
6. Fractur impresi
Fractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong fragmen tentang
turun menekan otak yang lebih dalam ketebalan tulang otak itu sendiri, akibat
fraktur ini dapat menimbulkan kontak cairan serebraspimal (CSS) dalam ruang
mengalir ke hidung, telinga, menyebabkan masuknya bakteri yang
mengkontaminasi cairan spinal
4. Klasifikasi Cedera Kepala 1. Menurut jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan geger otak
ringan dengan cedera serebral yang luas.
2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (glasgown coma scale)
a. Cedera kepala ringan/minor
GCS 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
Tidak ada fraktur tengkorak
Tidak ada kontusia serebral, hemotoma b. Cedera kepala sedang
GCS 9 – 12
Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang dari 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial 3. Cedera kepala barat
GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial. Gangguan yang Menyertai Cedera Kepala
a. Comotio serebral /gegar serebral
Tidak sadar kurang dari 10 menit
Muntah – muntah, pusing
Tidak ada tanda – tanda defisit neurologik b. Contusio serebri
Tidak sadar lebih dari 10 menir, bila area yang terkena luas, dapat berlangsung lebih dari 2 – 3 hari setelah cedera.
Muntah, amnesia retrograd
Ada tanda – tanda 3 defisit neurologik 2. Perdarahan epidural/epidural hematom
Menyebabkan suatu akumulasi darah pada ruang antara durameter dan tulang
tengkorak yang sebabkan oleh robeknya arterimeningeal media didaerah perictal
temporal akibatnya :
Peningkatan TIK yang menimbulkan gangguan nafas, bradikardi dan penurunan TTU.
Herniasi otak yang dapat menimbulkan :
a. Peningkatan sirkulasi arteri pada formatio retikularis media oblongata
yang dapat menimbulkan penurunan kesadaran
b. Penekanan syaraf kranial III (N. okulomotorius) yang dapat menimbulkan
dilatasi pupil
3. Hematom subdural
Akumulasi bekuan darah antara durameter dan arachnoid yang disebabkan oleh
robekan vena yang terjadi diruang subdural
4. Hematoma subarachnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yaitu antara lapisan arahnoid
piamter seringkali terjadi karena adanya robekan vena yang ada didaerah
5. Hemaroma intra kranial
Pengumpulan darah 25 ml atau lebih pada parakim otak penyebabnya seringkali
karena adanya impresi fractur, gerakan aselarasi dan deselerasi yang tiba – tiba.
6. Fractur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan lapisan kulit kepala membantu menghilangkan
tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang ditransmisikan ke dalam
jaringan otak
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan untuk mengetahui adanya massa/sel perdarahan, hematom, letak dan
luasnya kerusakan/perdarahan. NRI dilakukan bila CT scan belum memberi hasil
yang cukup.
b. EEG untuk melihat adanya aktivitas gelombang listrik diotak yang pacologis
c. Chest X Ray untuk mengetahui adanya perubahan pada paru
d. Foto tengkorak/scheedel : Untuk mengetahui adanya fraktur pada tulang
tengkorak yang akan meningkat TIK
e. Elektrolit darah/kimia darah : Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam meningkatkan / perubahan mental
6. Komplikasi
Meningitis
Kejang
SIADH (Sindroma Of In Apropriate ADH)
Atelektasis
Residual defisit neurologik
Kontraktur
7. Penatalaksanaan Medis a. Umum
Airway : - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu
sisi untuk mencegah penekanan/bendungan pada vena
jugularis
- Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau
mulut
Breathing : - Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
- Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah,
saturasi oksigen
Circulation : - Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi
capillary rafill, sianosis pada kuku, bibir)
- Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran,
reflek terhadap cahaya
- Monitoring tanda – tanda vital
- Pemberian cairan dan elektrolit
- Monitoring intake dan output
b. Khusus
Konservatif : Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian steroid
Monitoring tekanan intrakranial : yang ditandai dengan sakit kepala hebat, muntah proyektil dan papil edema
Pemberian diet/nutrisi
Rehabilitasi, fisioterapi
Prioritas Keperawatan
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi serebral
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi
3. Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum trauma
4. Meningkatkan koping individu dan keluarga
5. Memberikan informasi
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor MR, dan
diagnosa medis.
2. Alasan masuk
Berisi tentang alasan masuk ke rumah sakit. Kaji kronologi yang
menyebabkan cedera kepala. Keluhan-keluhan yang biasa muncul.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kondisi kesehatan pasien saat dilakukan pengkajian.
Data subjektif yang sering muncul, selain itu dapat diperkuat dengan data
objektif.
Berisi tentang kondisi kesehatan pasien di masa lalu yang menunjang
ke penyakit yang dialami oleh pasien saat ini.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Berisi tentang riwayat keluarga yang mempunyai penyakit.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : berisi tentang status kesadaran pasien, dinilai dari GCS
pasien
2. TTV : mencakup tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan
3. Kepala`` : bagaimana keadaan kepala, dan kulit kepala.
4. Rambut : perhatikan distribusi, warna dan kekuatan rambut
5. Mata : perhatikan keadaan konjunctiva, dan perhatikan keadaan
sklera, perhatikan apakah ada hematom atau tidak
6. Telinga : perhatikan keadaan telinga, apakah ada gangguan
pendengaran atau tidak, apakah keluar darah atau tidak
7, Hidung : perhatikan keadaan hidung, dan catat jika ada
penggunaan alat bantu nafas.
8. Mulut : perhatikan keadaan mukosa bibir
9. Gigi : perhatikan keadaan gigi, kebersihan, dan apakah ada
caries atau tida, perhatikan kelengkapan gigi
10. Lidah : perhatikan keadaan lidah, kebersihan lidah, dan apakah
ada lesi pada lidah atau tidak.
11. Leher : perhatikan apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, dan
pembesaran kelenjar limfe atau kelenjar getah bening
12. Integumen : perhatikan turgor kulit. Perhatikan adanya jejas
13. Thorax :mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi,
atau apakah ada penggunaan otot bantu nafas atau tidak,
nilai bagaimana suara nafas pasien.
14. Jantung : mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, dan
auskultasi. Perhatikan iktus, dan dengarkan bunyi jantung.
15. Abdomen : mencakup pemeriksaan secara inpeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Lihat keadaan abdomen, kesimetrisan,
adanya nyeri tekan atau nyeri lepas, adanya jejas dan
dengarkan bising usus.
16. Genitalia : apakah terpasang kateter atau tidak, apakah ada keluhan
pasien terkait genitalia
17. Ekstremitas :periksa bagaimana keadan ekstremitas pasien mencakup
kekuatan otot pasien.
c. Pola Fungsional Gordon 1. Pola persepsi sehat
Adanyan tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi pasien tentang kebiasaan merawat diri, yang
dikarenakan tidak semua pasien mengerti benar perjalanan penyakitnya.
Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat dari proses penyakitnya pasien merasakan tubuhnya menjadi lemah
dan anoreksia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin
meningkat, sehingga pasien akan mengalami gangguan pada status
nutrisinya.
Pasien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa
kekamar mandi, karena lemah dan nyeri, dan adanya toleransi aktivitas.
Dengan adanya perubahan tersebut pasien tidak terbiasa sehingga akan
mengganggu pola eliminasi.
4. Pola aktivitas
Sehubungan dengan adanya intoleransi aktivitas, akan menyebabkan
pasien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
5. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan
menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
6. Pola hubungan dan peran
Sejak sakit dan masuk rumah sakit pasien mengalami perubahan peran atau
tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam
keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebutberdampak terganggunya
hubungan interpersonal.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien dengan CK seringkali merasa cemas dengan keadaannya
8. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien mungkin terganggu apabila terjadi CK yang
menyebabkan pendarahan hebat.
9. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal melakukan hubungan badan akan
terganggu sementara waktu, karena dirumah sakit,
10. Pola koping
Dalam penanggulangan stres, bagi pasien yang belum mengerti
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat menjalankan
ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai
dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalanka pula
sebagai penanggulangan stres dengan percaya pada Tuhannya.
d. Pemeriksaan penunjang
Pantau nilai Hb, leukosit, trombosit, dan hematokrit pasien, serta
nilai-nilai hasil pemeriksaan yang menunjang terhadap penyakit pasien
e. Pengobatan
Catat terapi pengobatan yang diberikan pada pasien
Diagnosis Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghasilan aliran
darah oleh SOL (hemoragi, hematoma), edema serebral, penurunan TD sistemik/
hipoksia
2. Pola nafas tidak efektif, Risti berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernafasan otak), obstruksi trakeobronkial
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis)
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : post craniotomi
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan/kerusakan fungsi
neurologis
7. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kontrol / penurunan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman.
2008. Nursing Interventions Classification (NIC) : Fifth Edition. Missouri :
Mosby Elsevier.
Elizabeth J. Corwin. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC